TL:
Pemikiran Theravada adalah berdasarkan Nikaya Pali. Nikaya Pali 99% klaim mas Tan sama dengan agama sutra. Mahayana selain Agama Sutra adalagi kanon-kanon yang lain. klaim mas Tan ajaran Mahayana tidak bertentangan satu sama lain (berararti Agama Sutra tidak bertentangan dengan Prajna Paramita dll?) Jadi pertanyaannya:
1. Apakah Agama Sutra bagian dari kitab suci Mahayana atau bukan?
2. Apakah Agama Sutra bertentangan atau tidak dengan sutra-sutra yang lain? misalnya Prajna Paramita, Avatamsaka dll?
3. Bila agama sutra tidak bertentangan dengan sutra-sutra Mahayana yang lain, bukankah seharusnya ajaran Theravada sejalan dengan Mahayana?
Gitu aja kok kagak ngatri
TAN:
Anda sudah dikasih tahu berulang-ulang tetapi tidak mau mengerti. [Ada apa ya gerangan?] Saya ulangi lagi. Selain Agama Sutra, Mahayana juga mempunyai sutra-sutra Mahayana. Apakah ajarannya bertentangan? Tergantung sudut pandang Anda. Bagi saya tidak bertentangan. Kalaupun dalam sutra-sutra Mahayana ada yang seolah-olah mencela pratyekabuddha dan sravaka, maka itu bukanlah celaan kepada suatu aliran tertentu. Anda perlu melihat konteksnya, mengapa Buddha dalam Sutra Mahayana tersebut mengatakan demikian.
Sebagai contoh dalam Saddharmapundarika Sutra, Buddha mengatakan ke 500 arahat yang meninggalkan persamuan sebagai "dikuasai." Coba liat alasannya. Para arahat itu "merasa" dirinya telah mencapai pencerahan sempurna, sehingga mengira bahwa mereka tidak perlu lagi belajar. Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan. Nah, apakah seorang arahat dalam aliran non Mahayanis dapat merasa dirinya telah mencapai pencerahan? Bila tidak, maka pengertian shravaka dan pratyekabuddha dalam Mahayana tidaklah sama dengan savaka dan paccekabuddha dalam non Mahayana. Inilah yang perlu kita tempatkan dalam proporsinya masing2. Tidak bisa semuanya dihantam sama. Jadi selama ini apa yang Anda tuduhkan sangat tidak valid.
Ajaran keduanya mungkin memang berbeda, tetapi yang berbeda belum tentu bertentangan; kecuali ada pihak-pihak yang memaksakannya sebagai pertentangan. Sejauh kita memahami konteksnya tidak ada yang perlu dianggap bertentangan.
TL:
Jelas kan? siapa menjelekkan siapa? Saya tantang mas Tan untuk mencari sutta-sutta dalam Tipitaka pali yang isinya menjelek-jelekkan, merendahkan, dan menuduh tanpa dasar aliran Buddhis yang lain.
Menuduh tanpa dasar adalah pitenah.
TAN:
Hahaha! Sangat lucu. Ingat shravaka dan pratyekabuddha TIDAK mengacu pada suatu aliran tertentu. Bagaimana bisa dikatakan bahwa kutipan sutra di atas menjelek-jelekkan suatu aliran tertentu? Mungkin ada baiknya ada melatih logika atau kemampuan berbahasa Anda, sehingga dapat memahami suatu kutipan dengan baik. Sekarang saya balik bertanya. Oke mungkin memang benar Tipitaka Pali tidak pernah menjelek2an aliran lain, tetapi masalahnya apakah penganut Tipitaka Pali juga tidak pernah mendiskreditkan aliran lain?
TL:
Inilah yang dibilang diskusi pada tataran warung kopi, menuduh tanpa dasar, tanpa referensi
TAN:
Hahahaha. Pintar sekali Anda mengelak. Sungguh jurus mengelak Anda setajam silet. Tetapi saya kembalikan lagi ke pokok persoalannya, ya. Bila Anda tidak mau dituduh bahwa setelah nirvana "tidak ada apa-apa lagi," maka tentunya berarti Anda setuju bahwa setelah nirvana "masih ada apa-apa" bukan? Jika Anda mengatakan bahwa setelah nirvana "tidak ada apa-apa" lagi berarti "tuduhan" saya benar adanya. Hayooo jangan mengelak lagi.
TL:
Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinibbana itu begini, begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?
TAN:
Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinirvana itu TIDAK BISA begini, TIDAK BISA begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?
TL:
baca yang warna biru, jadi tidak berbohong demi bijaksana ya mas?
TAN:
Susah juga. Anda masih ngeyel bahwa itu adalah "berbohong." Bagi saya itu tidak berbohong, jadi ungkapan Anda di atas tidak valid dan bukan keharusan bagi saya untuk menjawabnya.
TL:
Boleh. Poinnya apa? kalau saya mengatakan bahwa pemikiran Nirvana dan Samsara identik merupakan jiplakan dari kitab suci Hindu.
poin apa yang sudah siap mas Tan buktikan dengan referensi bahwa ajaran non mahayanis berasal dari Nigantha Nataputta?
TAN:
Buku Filsafat India terbitan Pustaka Pelajar.
TL:
Kutip lagi aaahh THE HIGHEST TRUTH IS NO TRUTH
terjemahannya: Kebenaran / Dharma tertinggi adalah no truth (A-DHARMA) chuckle
Benar nggak mas?
TAN:
Salah besar dong. Bahasa Inggris Anda dapat berapa? Terus pernah belajar bahasa Sansekerta tidak? No-truth kok bisa disamakan dengan A-Dharma? Adharma itu terjemahannya yang tepat "sesuatu yang bertentangan dengan Dharma." Awalan A itu menunjukkan suatu negasi atau ingkaran. A Dharma itu lebih tepatnya NON TRUTH. No Truth artinya kebijaksanaan keshunyataan. Itu baru highest truth dan bukan diterjemahkan seenak perut sendiri sebagai A-Dharma. Lama-lama makin menggelikan juga.
TL:
Sang Buddha yang pengetahuanNya dan kebijaksanaanNya sangat dalam tak terukur, tak mungkin terjebak dalam spekulasi mengenai pengalaman yang belum Beliau alami sendiri.
TAN:
Sang Buddha memang dengan pengetahuanNya dan kebijaksanaanNya yang sangat dalam tak terukur memang tak mungkin terjebak dalam spekulasi..... tetapi bagaimana dengan Anda?
TL:
Sekarang saya Tanya apakah Seorang Bodhisatva dalam Mahayana sudah merasakan Nirvana atau belum?
Kayaknya pertanyaan saya belum dijawab
TAN:
Saya memang tidak mau menjawabnya. Bereskan dulu topik-topik yang belum selesai.
Amiduofo,
Tan