//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663358 times)

0 Members and 5 Guests are viewing this topic.

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #795 on: 28 April 2009, 07:38:33 PM »
Quote
TANGGAPAN UNTUK SDR. TRUTH LOVER

Mohon maaf baru sempat menanggapi sekarang.

TL:

Nampaknya mas Tan salah paham, seperti yang sudah saya katakan bahwa saya bertanya dengan kritis, bukankah untuk lebih memahami sesuatu maka kita harus bisa menghilangkan keragu-raguan? dan cara terbaik untuk menghilangkan keragu-raguan adalah dengan bertanya?

TAN:

Bertanya berbeda dengan berdebat. Kalau orang bertanya itu jelas sekali harus menempatkan diri sebagai orang yang “Tidak tahu.” Lalu si penjawab akan memberikan jawaban. Si penanya akan menerima jawaban itu sebagaimana adanya. Jika bertanya terus menyanggah jawabannya dengan seolah-olah mengajukan “pertanyaan” lagi, maka itu sama saja dengan berdebat. Anda bertanya tentang Mahayana, saya sudah memberikan jawaban saya.

Mas Tan masih tidak nyambung, coba perhatikan yang warna biru. Bedakan bertanya biasa dengan bertanya dengan kritis.

Quote
TL:

Yang manakah yang sungguh-sungguh praktek? Yang manakah yang menurut mas Tan dianggap praktek?

TAN:

Segala sesuatu yang dapat mengubah hati, pikiran, dan perbuatan kita ke arah yang lebih baik dan bermanfaat adalah praktik Dharma. Bermeditasi, membaca buku-buku Dharma, atau berdiskusi Dharma kalau akhirnya hanya untuk melecehkan aliran lain bukanlah praktik Dharma. Memberikan bantuan atau sekedar senyuman pada orang lain dengan tulus iklas, walaupun tidak ada kata “Dharma” sama sekali, adalah praktik Dharma.

Apakah bertanya, menyanggah, membandingkan dianggap sama dengan melecehkan? bila memang benar praktik Dharma adalah sesuai kriteria mas Tan maka saya kira saya berpraktek Dharma dengan baik, demikian juga bandit dan kriminal yang tak mengenal Dharma yang tak pernah membantah, menyanggah atau membandingkan dharma, tetapi murah senyum dan kadang-kadang menolong orang lain juga.

Quote
TL:

Pertanyaannya: Maitri karuna itu adalah suatu kondisi atau bukan?

TAN:

Tidak memancarkan maitri karuna itu suatu kondisi atau bukan?

Hahaha.. mas Tan memang pintar... tetapi sepantasnya mas Tan menjawab lebih dahulu pertanyaan saya baru bertanya balik, bukankah demikian sepantasnya mas Tan?

Quote
TL:

Lagi-lagi saya merasa ada ketidak konsistenan disini, belas kasih atau maitri karuna tidak akan berakhir? Tolong dijawab darimanakah maitri karuna ini dipancarkan? Dari panca skandha atau bukan?
Untuk ketiga kalinya saya bertanya kepada Mas Tan: APAKAH KESADARAN ITU ANITYA ATAU NITYA...??

TAN:

Dalam kasus Kebudhaan, maitri karuna bukan dipancarkan pancaskandha. Tetapi sudah menjadi sifat alami seorang Buddha. Api memancarkan panas. Apakah panas itu juga dipancarkan pancaskandha. Api punya pancaskandha? Untuk kesekian kalinya pula saya bertanya: Hukum karma itu anitya atau nitya? Anitya sendiri nitya atau anitya?

Oh ya? maitri karuna tidak dipancarkan panca skandha? tetapi sifat alami seorang Buddha?. Jadi yang memancarkan apa? Apakah seorang Buddha memiliki sesuatu lain diluar pancaskandha? tolong disebutkan mas namanya apa? termasuk kelompok jasmani apa kelompok batin? atau suatu kelompok tersendiri?

Mas Tan bertanya Anitya sendiri nitya atau anitya, mas Tan yang harus menjawab, karena bila saya menjawab dengan konsep aliran yang berbeda nanti dianggap melecehkan.
Jawaban terhadap karma anitya atau tidak anitya: Tentu saja karma individu bersifat anitya suatu ketika bila mencapai pencerahan karma tak lagi berproduksi, berhenti, stop. Saya harap cukup jelas.
UNTUK KEEMPAT KALINYA SAYA BERTANYA : APAKAH KESADARAN ANITYA ATAU NITYA MAS TAN?

Quote
TL:

tetapi pertanyaannya adalah bagaimana caranya seorang Buddha memancarkan maitri karuna terus menerus bahkan setelah Parinirvana.

TAN:

Wah saya tidak tahu karena belum mencapai Kebuddhaan. Saya sudah cukup puas mengetahui dari ajaran Mahayana bahwa maitri karuna tak akan berakhir. Di luar itu terus terang saya tidak tahu, karena saya belum mencapai Kebuddhaan.

Aah rupanya ada sesuatu yang terus-terusan memancarkan maitri karuna, tetapi tidak tahu kok bisa begitu ya? sama ya? saya juga sama nggak tahu mas Tan.

Quote
TL:

terlepas dari fakta bahwa ini kesekian kalinya mas Tan membandingkan antara M dengan T padahal mengatakan tidak bermaksud demikian

TAN:

Apakah Sdr. TL mengetahui bahwa Sutta2 Pali itu 99% juga ada di kumpulan Agama (Ahanjing) milik Mahayana? Sutta2 Pali dimasukkan dalam bagian tersendiri yang bernama Agama Sutra. Saya sah-sah saja memakai argument itu karena ajaran seperti itu juga ada di kanon Mahayana. Jadi tidak tepat bahwa saya dikatakan membandingkan antara M dengan T

Saya mohon maaf mas Tan, terpaksa harus membantah. Memang di Mahayana ada Abhidharmakosa, tetapi isinya sangat berbeda dengan Abhidhamma. di Mahayana memang ada Dirghagama, Majjhimagama dsbnya tetapi isinya hanya beberapa yang sama dengan Digha Nikaya, Majjhima Nikaya, selebihnya berbeda.
maaf ngomong-ngomong mas Tan pernah melihat buku Abhidharmakosa atau Dirghagama belum? kok segitu yakinnya 99% sama?

Quote
TL:

Yang mengatakan bahwa Nirvana adalah sekat yang membatasi seorang Buddha dari samsara menurut saya adalah mas Tan sendiri. Setahu saya Non-Mahayanis beranggapan bahwa Samsara muncul oleh karena ada sebab, Nirvana telah terbebas dari sebab-sebab itu, oleh karena itu dikatakan batinnya telah terbebas (bukan terbebas dari sekat, tetapi terbebas dari sebab-sebab). Jadi perhatikan perbedaan cara berpikir mahayanis dan non Mahayanis

TAN:

Terbebas dari sebab-sebab berarti tak ada sekali lagi, bukan?

kok nggak nyambung ya? Terbebas dari sebab-sebab beda artinya dengan terbebas dari sekat-sekat.

Quote
TL:

Pemikiran bahwa seorang Buddha selalu memancarkan maitri karuna walaupun telah Parinirvana adalah merupakan Pemikiran yang lagi lagi telah terkontaminasi Hindu.

TAN:

Wah, apa jeleknya Hindu?


Hindu jelek atau tidak? sama dengan pertanyaan apa jeleknya Islam? apa jeleknya kr****n?  ;D
Maksudnya pemikiran Mahayana nampaknya adalah produk sinkretisme dengan Hindu mas, saya tidak mempermasalahkan jelek atau baik.

Quote
TL:

Mengenai pernyataan bahwa "Kalau nirvana identik dengan samsara, maka tentunya saya yang masih diliputi oleh lobha, dosa, dan moha, tentunya sudah merealisasi nirvana." mas katakan  bahwa salah dan logika dipaksakan karena masih menganggap kedua hal itu terpisah. Ini juga pernyataan aneh. Faktanya:
"Nirvana identik dengan Samsara, yang mengatakan bukan orang itu tetapi mas Tan sendiri kan?" logika bila Nirvana yang bebas dari lobha, dosa, moha adalah = samsara yang diliputi lobha,dosa, moha. Maka dari sini kita bisa tarik logika berikut: Nirvana identik dengan Samsara, yaitu kedua-duanya memiliki lobha, dosa atau moha.
logika kedua: Nirvana identik dengan Samsara, yaitu kedua-duanya tidak memiliki lobha, dosa atau moha (kedua-duanya Nirvana).
Ini baru sesuai dengan arti identik. Silahkan buka kamus.

TAN:

Kesalahan argument itu, karena memaksakan pandangan orang yang belum tercerahi pada yang telah tercerahi. Ibaratnya memaksa mencangkokkan kepala kambing pada gajah. Ya bagaimana bisa ketemu? Saya kira saya sudah jelaskan dengan cukup gamblang. Kalau seseorang masih berpaksa berpandangan seperti itu, ya berarti diskusi sudah Death End alias memasuki jalan buntu. Tidak bisa diteruskan lagi karena sudah mentok.

Nah mas Tan bingung sendiri kan? hehehe apakah kambing identik dengan gajah? apakah yang sudah tercerahi sama dengan yang belum tercerahi? coba lihat link berikut:( http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,1884.60.html )reply no 66. kok berbeda dengan pernyataan mas Gandalf, mas Tan? Mana yang benar nih.

Quote
TL:

Nah ini menarik mas Tan... Apabila benar seperti yang mas Tan katakan, tolong kutipkan dan sebutkan sumbernya. Dan satu hal lagi apakah mas Tan yakin bahwa kebebasan dari samsara (Nirvana) yang dianut oleh aliran Jaina sama dengan Nirvana yang dianut oleh aliran non Mahayanis?

bagian yang saya bold: nampak jelas sekali bahwa sesungguhnya mas Tan sendiri yang beranggapan bahwa ada sekat yang memisahkan Nirvana dan Samsara. sedangkan non mahayanis yang saya ketahui mengatakan bahwa "segala sesuatu muncul dari sebab dan akan berhenti bila sebabnya berhenti". Tak ada pernyataan yang mengatakan mengenai sekat.

Tolong dikutipkan yang dari Jaina ya? sangat menarik mas.

TAN:

LIhat saja buku “Filsafat India” yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Pustaka Pelajar.


Tolong kutipan yang jelas dong mas, biar lebih ilmiah.

Quote
TL:

Saya hanya bingung dengan pernyataan mas Tan yang berikut:Florence Nightingale, Henry Dunant dan Oscar Schindler dll adalah Bodhisattva? Saya banyak menolong nyamuk, semut, belut, lele dll. mereka juga adalah mahluk hidup kan? Bila demikian jadi saya adalah Bodhisattva juga kan?

TAN:

O iya kalau memang Anda tulus dalam menolong makhluk2 itu, Anda adalah bodhisattva. Namaste untuk Anda.

Hehehe terima kasih  ^:)^ GRP untuk mas Tan. Saya memang tulus menolong mahluk-nahluk, tapi saya tidak menganggap saya Bodhisattva, karena penipu, pencuri, pemeras dlsbnya juga bisa melakukan hal yang sama apakah mereka bodhisattva?

Quote
TL:

Ini saya setuju sekali, seringkali si A menuduh si B melekat pada pandangan tetapi si A lupa bahwa ia juga sebenarnya melekat pada pandangannya sendiri.

TAN:

Sama-sama melekat khan. Ingat sesame bis kota jangan saling mendahului


Sebaiknya kita jangan melekat dan jangan menuduh orang lain melekat, bener nggak mas?

Quote
TL:

Semoga mimpi mas Tan agar dunia ini menjadi Sukhavati, terkabul.

TAN:

Sadhu..sadhu.

Mas Tan mimpinya memang dahsyat  ;D

Quote
TL:

Amiiiinnnn.. semoga praktisi Mahayana imannya tambah kuat, semoga mas Tan juga "imannya" tambah kuat, semoga mas Tan dibukakan jalan olehNya. Semoga mas Tan mendapatkan berkah dan limpahan "KasihNya".

TAN:

Sadhu2…! Semoga praktisi Theravada juga makin rajin berjihad demi keyakinannya. Nibanna menantimu Bang! Berjihadlah dengan rajin. Semoga praktisi Theravada makin pintar berdebat dan lidahnya makin setajam silet.

Amiduofo,

Tan

Wah saya tidak setuju umat Theravada yang berjihad demi keyakinannya mas, saya lebih setuju praktisi Theravada ber "ehipassiko" tidak percaya begitu saja, tidak memperkuat iman seperti yang dikatakankan mas Tan  ^-^  tetapi mengembangkan kebijaksanaan dan pengertian (nana dan panna).

Semoga bila orang lain mengemukakan sanggahan, bantahan atau  perbandingan tidak saya anggap sebagai pintar berdebat, atau lidah setajam silet, tetapi berusaha mencerna, apakah yang dikatakannya bermanfaat, masuk diakal dan dan dapat dipahami.

metta,
« Last Edit: 28 April 2009, 07:43:01 PM by truth lover »
The truth, and nothing but the truth...

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #796 on: 28 April 2009, 10:18:04 PM »
[at] sdr.Truth Lover

GRP Sent...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #797 on: 29 April 2009, 06:33:32 AM »
kutan bagi2 GRP ah :D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #798 on: 29 April 2009, 07:28:10 AM »
Terima kasih Mas Dilbert dan mas Ryu, GRP sent juga.
GRP juga untuk mas-mas yang lain.

metta,
The truth, and nothing but the truth...

Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #799 on: 29 April 2009, 08:38:32 AM »
^
^

eheeemmmmm

hehehe... uda dapat ya....

endang sukamti cyntia lamusu
trengkyu, god bless u

nech tak kasi balek, tangkeeeppppp.....

:)
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #800 on: 29 April 2009, 10:45:34 AM »
Quote
TL:

Pertanyaannya: Maitri karuna itu adalah suatu kondisi atau bukan?

TAN:

Tidak memancarkan maitri karuna itu suatu kondisi atau bukan?

Hahaha.. mas Tan memang pintar... tetapi sepantasnya mas Tan menjawab lebih dahulu pertanyaan saya baru bertanya balik, bukankah demikian sepantasnya mas Tan?
Bukankah dalam aliran Theravada memang ada pertanyaan yang dijawab dengan pertanyaan?
Dalam hal ini, Tan memang "menjawab" dengan tepat bahwa jika adanya Maitri-Karuna adalah suatu kondisi, maka tidak adanya Maitri-Karuna juga merupakan suatu kondisi. Kalau anda "masuk" dalam lingkaran pertanyaan seperti ini, maka akan sampai pada: "Lobha-Dosa-Moha (samsara) itu kondisi, begitu juga tanpa Lobha-Dosa-Moha (nirvana) juga kondisi". Bukankah akhirnya akan terbawa pada "Nirvana = Samsara"?



Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #801 on: 29 April 2009, 12:03:09 PM »
Quote
TL:

Pertanyaannya: Maitri karuna itu adalah suatu kondisi atau bukan?

TAN:

Tidak memancarkan maitri karuna itu suatu kondisi atau bukan?

Hahaha.. mas Tan memang pintar... tetapi sepantasnya mas Tan menjawab lebih dahulu pertanyaan saya baru bertanya balik, bukankah demikian sepantasnya mas Tan?
Bukankah dalam aliran Theravada memang ada pertanyaan yang dijawab dengan pertanyaan?
Dalam hal ini, Tan memang "menjawab" dengan tepat bahwa jika adanya Maitri-Karuna adalah suatu kondisi, maka tidak adanya Maitri-Karuna juga merupakan suatu kondisi. Kalau anda "masuk" dalam lingkaran pertanyaan seperti ini, maka akan sampai pada: "Lobha-Dosa-Moha (samsara) itu kondisi, begitu juga tanpa Lobha-Dosa-Moha (nirvana) juga kondisi". Bukankah akhirnya akan terbawa pada "Nirvana = Samsara"?

saya sudah lama absen disini dan berharap ada yang bisa menjawab pertanyaan saya....
btw, ga liat page-page sebelumnya....apa sudah terjawab? ^^



saudara kainyn yang bijak,
apakah brahmavihara ( metta, mudita, karuna , uppekha ) termasuk dalam suatu kondisi?
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #802 on: 29 April 2009, 02:05:01 PM »
saudara kainyn yang bijak,
apakah brahmavihara ( metta, mudita, karuna , uppekha ) termasuk dalam suatu kondisi?

Bro marcedes yang baik,
Kalau ditanya apakah Brahmavihara merupakan kondisi, maka saya akan jawab "ya dan tidak".
Tetapi kalau ditanya apakah Brahmavihara berkondisi, maka saya akan jawab, "Ya, berkondisi."


Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #803 on: 29 April 2009, 03:48:48 PM »
saudara kainyn yang bijak,
apakah brahmavihara ( metta, mudita, karuna , uppekha ) termasuk dalam suatu kondisi?

Bro marcedes yang baik,
Kalau ditanya apakah Brahmavihara merupakan kondisi, maka saya akan jawab "ya dan tidak".
Tetapi kalau ditanya apakah Brahmavihara berkondisi, maka saya akan jawab, "Ya, berkondisi."

saudara kainyn yg bijak,
apakah seseorang  yg mempratekkan brahmavihara yang anda katakan kondisi....selalu berubah?
kan tidak ada yang kekal..^^ semua bisa berubah apa begitu pandangan anda?
ex, dari metta jadi benci, dan benci jadi metta....
misalkan seorang bhante dari metta jadi benci dan benci jadi metta.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #804 on: 29 April 2009, 04:19:07 PM »
saudara kainyn yg bijak,
apakah seseorang  yg mempratekkan brahmavihara yang anda katakan kondisi....selalu berubah?
kan tidak ada yang kekal..^^ semua bisa berubah apa begitu pandangan anda?
ex, dari metta jadi benci, dan benci jadi metta....
misalkan seorang bhante dari metta jadi benci dan benci jadi metta.


Saya perjelas lagi, yang saya katakan adalah "Brahmavihara adalah berkondisi."

Ya, tentu saja demikian. Saya tidak ingin bicara rumit tentang dualitas dosa/adosa(metta), tetapi secara sederhana, jika Brahmavihara adalah tidak berkondisi, maka para Brahma yang mengembangkannya pasti kekal dan abadi.


Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #805 on: 29 April 2009, 04:28:23 PM »
Tabib yang pandai


Perumpamaan ini terdapat pada Bab III, mengenai metode jitu Sang
Buddha dalam mengajar.


Di sebuah kerajaan tersebutlah seorang tabib istana yang bodoh. Ia
hanya menggunakan jenis-jenis obat yang terbuat dari susu saja untuk
menyembuhkan semua penyakit, tanpa mengetahui kegunaan obat-obat
tersebut yang sebenarnya. Untuk tiap jenis penyakit ia selalu
memberikan obat yang sama, padahal sesungguhnya kadangkala obat yang
terbuat dari susu tersebut berbahaya apabila diberikan pada penderita
penyakit tertentu. Namun sang tabib tidak mengetahuinya dan lebih
parah lagi sang raja juga tidak mengetahuinya. Ia masih
memperkerjakan dan menggaji tabib tersebut. Pada saat yang sama
hiduplah tabib lain yang pandai, ia memahami dan ahli dalam segala
jenis obat serta sanggup mengobati berbagai penyakit. Tabib yang
pandai tersebut berusaha menemui sang raja dengan cara yang cerdik.
Akhirnya tabib pandai berhasil menjumpai sang raja dan
membongkar kebohongan tabib bodoh sehingga akhirnya disingkirkan dari
negeri tersebut.
Tabib pandai melihat bahwa kini telah tiba saat untuk mengajar sang
raja kebenaran, ia meminta raja untuk melarang penggunaan obat yang
terbuat dari susu, sebagaimana yang telah dianjurkan oleh tabib bodoh
guna mengobati segala jenis penyakit. Tabib pandai mengatakan bahwa
susu adalah racun sehingga tidak sepantasnya diminum.
Setelah perintah ini dikeluarkan tabib pandai meramu berbagai jenis
dengan berbagai rasa yang lezat seperti misalnya pedas, asin, manis,
atau masam. Tidak ada satupun penyakit yang tidak dapat disebutkan
oleh obat hasil ramuan tabib pandai.
Suatu ketika raja sendiri jatuh sakit dan sang tabib diundang
untuk menyembuhkannya. Pada kesempatan ini sang tabib melihat bahwa
obat yang terbuat dari susu sangat baik untuk dipergunakan. Ia
meminta sang raja untuk minum susu. Tentu saja sang raja menjadi
marah dan berkata:

 "Apakah engkau gila? Apakah aku menderita demam? Dan engkau
mengatakan bahwa apabila aku minum susu maka akan sembuh? Sebelumnya
engkau mengatakan bahwa susu adalah racun. Kini engkau memintaku
untuk meminumnya. Bagaimana ini? Apakah engkau bermaksud menipuku?
Apa yang dikatakan baik oleh tabib terdahulu telah engkau sangkal dan
katakan sebagai racun, sehingga akhirnya aku mengusirnya. Sekarang
engkau mengatakan bahwa susu dapat menyembuhkan penyakit. Dari apa
yang engkau katakan, tabib terdahulu dapat menuntutmu."
Kemudian tabib yang pandai berkata pada raja, "Wahai raja, mohon
jangan berkata demikian. Seekor cacing menggerogoti sebatang kayu dan
sebagai hasilnya secara kebetulan muncul sesuatu yang mirip sebuah
huruf. Sang cacing tidak mengetahui sedikitpun mengenai huruf ini,
tetapi seseorang yang bijaksana [dan tidak buta aksara] dapat
mengenali huruf tersebut. Namun ia tidak mengatakan bahwa cacing
tersebut dapat membaca dan menulis [sehingga dapat menciptakan bentuk
yang mirip sebuah huruf tersebut], tidak pula ia diliputi oleh
kekaguman akan hal tersebut. Wahai, Raja! Ketahuilah bahwa tabib
terdahulu juga demikian, ia tidak dapat membedakan … aspek baik dan
buruk [dari sesuatu]." Sang Raja ingin mengetahui, "Apakah yang
engkau maksud dengan ia tidak mengetahuinya?" Sang tabib
menjawab, "obat yang terbuat dari susu dapat membahayakan [dalam
kondisi tertentu] tetapi dapat pula menjadi obat yang sangat mujarab
[pada kondisi lainnya]."

Sang raja kemudian sangat gembira dan mengagumi pengetahuan tabib
tersebut. Sang Buddha kemudian menjelaskan lebih jauh mengenai
perumpamaan di atas.

"Ketahuilah, wahai Bhikshu! Demikian pula halnya dengan Sang
Tathagata… Ia datang [ke dunia] ini sebagai seorang Tabib Agung serta
mengalahkan semua penganut agama sesat (tirthika) dan tabib-tabib
yang bodoh. Di hadapan raja dan seluruh rakyatnya, Ia
mengatakan, "Aku akan menjadi Raja seluruh Tabib dan mengalahkan para
tirthika."


Dari perumpamaan di atas seorang guru yang bijaksana akan
dapat mengajar dengan cara yang cerdik, namun guru yang bodoh tidak
dapat membedakan mana yang harus diajarkan pada kalangan tertentu dan
mana yang tidak. Ia memukul rata semua pendengarnya dengan ajaran
yang sama, tentu saja tindakan ini berbahaya bagi kemajuan spiritual
seseorang.


sumber: Mahaparinirvana Sutra
« Last Edit: 29 April 2009, 04:31:17 PM by naviscope »
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #806 on: 29 April 2009, 10:36:31 PM »
Quote
TL:

Pertanyaannya: Maitri karuna itu adalah suatu kondisi atau bukan?

TAN:

Tidak memancarkan maitri karuna itu suatu kondisi atau bukan?

Hahaha.. mas Tan memang pintar... tetapi sepantasnya mas Tan menjawab lebih dahulu pertanyaan saya baru bertanya balik, bukankah demikian sepantasnya mas Tan?
Bukankah dalam aliran Theravada memang ada pertanyaan yang dijawab dengan pertanyaan?
Dalam hal ini, Tan memang "menjawab" dengan tepat bahwa jika adanya Maitri-Karuna adalah suatu kondisi, maka tidak adanya Maitri-Karuna juga merupakan suatu kondisi. Kalau anda "masuk" dalam lingkaran pertanyaan seperti ini, maka akan sampai pada: "Lobha-Dosa-Moha (samsara) itu kondisi, begitu juga tanpa Lobha-Dosa-Moha (nirvana) juga kondisi". Bukankah akhirnya akan terbawa pada "Nirvana = Samsara"?




Awal dari pertanyaan saya kepada mas Tan karena: Menurut mas Tan, Sang Buddha setelah Parinirvana terus-menerus memancarkan maitri dan karuna. Apakah mas Kaynin setuju dengan pendapat ini?

Metta,
The truth, and nothing but the truth...

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #807 on: 29 April 2009, 11:11:13 PM »
sudahlah saudara Truthlover, ^^

mau tahu jawabannya? paling-paling
Sang buddha telah bebas dari dualisme dan tidak memiliki inti yang kekal, tidak memancarkan maupun memancarkan......bebas dan tidak pada kedua-dua-nya... hehehe


salam metta,
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #808 on: 29 April 2009, 11:16:42 PM »
saudara kainyn yg bijak,
apakah seseorang  yg mempratekkan brahmavihara yang anda katakan kondisi....selalu berubah?
kan tidak ada yang kekal..^^ semua bisa berubah apa begitu pandangan anda?
ex, dari metta jadi benci, dan benci jadi metta....
misalkan seorang bhante dari metta jadi benci dan benci jadi metta.


Saya perjelas lagi, yang saya katakan adalah "Brahmavihara adalah berkondisi."

Ya, tentu saja demikian. Saya tidak ingin bicara rumit tentang dualitas dosa/adosa(metta), tetapi secara sederhana, jika Brahmavihara adalah tidak berkondisi, maka para Brahma yang mengembangkannya pasti kekal dan abadi.
yang tidak kekal adalah asal-nya dan tidak memiliki sebuah "diri" disitu....brahmavihara adalah brahmavihara.........metta adalah metta, benci adalah benci....
se-rumit itu kah?

salam metta. ^^
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #809 on: 29 April 2009, 11:23:30 PM »
TL:


Mas Tan masih tidak nyambung, coba perhatikan yang warna biru. Bedakan bertanya biasa dengan bertanya dengan kritis.



TAN:

Ya sama saja. Bertanya dengan kritis pada akhirnya akan terjadi sanggah menyanggah juga.

TL:

Apakah bertanya, menyanggah, membandingkan dianggap sama dengan melecehkan? bila memang benar praktik Dharma adalah sesuai kriteria mas Tan maka saya kira saya berpraktek Dharma dengan baik, demikian juga bandit dan kriminal yang tak mengenal Dharma yang tak pernah membantah, menyanggah atau membandingkan dharma, tetapi murah senyum dan kadang-kadang menolong orang lain juga.

TAN:

Murah senyum dan menolong orang lain, siapapun juga yang melakukannya (penjahat atau bukan penjahat) adalah praktik Dharma. Tindakan kriminalitas siapapun yang melakukannya (orang yang mengenal Dharma atau bukan) adalah tetap bukan praktik Dharma. Apakah sikap kritis baik atau buruk? Semua ada baik ada buruknya. Sikap kritis juga ada batasnya. Tujuan saya mengikuti diskusi ini adalah untuk menjelaskan mengenai Mahayana dan sebenarnya saya malas berdebat.
Saya jadi timbul pertanyaan: Untuk apa Anda menyanggah dan membandingkan? Apakah Anda masih ragu dengan aliran Anda sendiri? Bila Anda sudah yakin untuk apa menyanggah dan membanding2kan dengan aliran lain? Ada baiknya Anda jalankan sendiri apa yang sudah Anda yakini. Saya sebenarnya hanya ingin memberikan info pada mereka yang dengan tulus ingin mengenal Mahayana.

TL:


Hahaha.. mas Tan memang pintar... tetapi sepantasnya mas Tan menjawab lebih dahulu pertanyaan saya baru bertanya balik, bukankah demikian sepantasnya mas Tan?



TAN:

Pertanyaan dapat pula dijawab dengan pertanyaan. Justru pada pertanyaan saya itu sudah terkandung jawaban atau pertanyaan Anda. Kalau Anda masih belum get the point, ya saya menyerah deh. Berarti diskusi sudah berada di jalan buntu (death end). Berarti sampai di sini saja pembicaraan kita mengenai topik ini.

TL:

Oh ya? maitri karuna tidak dipancarkan panca skandha? tetapi sifat alami seorang Buddha?. Jadi yang memancarkan apa? Apakah seorang Buddha memiliki sesuatu lain diluar pancaskandha? tolong disebutkan mas namanya apa? termasuk kelompok jasmani apa kelompok batin? atau suatu kelompok tersendiri?

Mas Tan bertanya Anitya sendiri nitya atau anitya, mas Tan yang harus menjawab, karena bila saya menjawab dengan konsep aliran yang berbeda nanti dianggap melecehkan.
Jawaban terhadap karma anitya atau tidak anitya: Tentu saja karma individu bersifat anitya suatu ketika bila mencapai pencerahan karma tak lagi berproduksi, berhenti, stop. Saya harap cukup jelas.
UNTUK KEEMPAT KALINYA SAYA BERTANYA : APAKAH KESADARAN ANITYA ATAU NITYA MAS TAN?

TAN:

Tidak ada yang memancarkan, karena itu disebut sifat alami seorang Buddha. Saya kira ini cukup jelas. Apakah seorang Buddha memiliki sesuatu yang lain di luar pancaskandha? Ini pertanyaan menarik. Mari kita ulas. Sesudah Buddha parinirvana, jika tidak ada sesuatu di luar pancaskandha, itu artinya Buddha akan jadi NIHIL. Apakah bedanya dengan paham nihilisme? Mahayana mengajarkan bahwa Buddha tidak musnah begitu saja. Tetapi kondisinya berada di luar jangkauan pemikiran manusia. Itulah arti sesungguhnya: “Buddha berada di luar “ada” dan “tiada.” Mahayana mengajarkan bahwa Buddha tidak “musnah,” namun pada saat yang sama tidak terjerumus pada pandangan eternalisme. Jadi saya melihat Mahayana sungguh berada di Jalan Tengah.
Menjawab dengan konsep aliran berbeda sah-sah saja. Yang perlu diingat adalah masing-masing aliran punya konsep yang beda-beda. Kita tidak dapat memaksakan setiap orang memegang konsep yang sama. Tapi sudah wajar bahwa setiap orang akan memandang benar apa yang telah dipegangnya dan memandang salah aliran atau kepercayaan lain.
Anda menjawab dengan karma individu, tetapi saya untuk kesekian kalinya menanyakan: “HUKUM KARMA itu nitya atau anitya?” Ingat saya tidak menanyakan “karma individu.”
Untuk keempat kalinya pula saya bertanya: “Anitya itu sendiri nitya atau anitya”? Silakan Anda simpulkan sendiri.

TL:

Aah rupanya ada sesuatu yang terus-terusan memancarkan maitri karuna, tetapi tidak tahu kok bisa begitu ya? sama ya? saya juga sama nggak tahu mas Tan.

TAN:

Kita belum mencapai Kebuddhaan mana bisa tahu? Tetapi saya mengetahui demikian adanya berdasarkan ajaran Mahayana. Bagi saya sudah cukup sampai di situ saja. Nanti saya akan tahu sendiri kalau sudah merealisasi Kebuddhaan.

TL:

Saya mohon maaf mas Tan, terpaksa harus membantah. Memang di Mahayana ada Abhidharmakosa, tetapi isinya sangat berbeda dengan Abhidhamma. di Mahayana memang ada Dirghagama, Majjhimagama dsbnya tetapi isinya hanya beberapa yang sama dengan Digha Nikaya, Majjhima Nikaya, selebihnya berbeda.
maaf ngomong-ngomong mas Tan pernah melihat buku Abhidharmakosa atau Dirghagama belum? kok segitu yakinnya 99% sama?

TAN:

Tentu pernah donk. Baca saja buku karya Bhikshu Thich Minh Chau: “The Chinese Madhyama agama and the Pali Majjhima nikaya: a comparative study (Buddhist Tradition Series) (Hardcover)


Hardcover: 388 pages
Publisher: Motilal Banarsidass,; 1st Indian ed edition (January 1, 1991)
Language: English
ISBN-10: 8120807944
ISBN-13: 978-8120807945

Saya juga punya Tripitaka kanon Taisho dalam bahasa Mandarin. Tipitaka Pali saya juga punya, baik yang terbitan Wisdom Publication atau PTS (Pali Translation Society). Yang bahasa Indonesia juga   ada.  Tapi kita kembali ke topiknya agar tidak OOT. Anda tidak dapat menuduh saya mengkontraskan antara dua aliran, karena sumber yang saya ungkapkan itu juga ada di kanon Mahayana. Apakah Mahayana tidak boleh memakai apa yang ada di kanonnya sendiri?

TL:

Nah mas Tan bingung sendiri kan? hehehe apakah kambing identik dengan gajah? apakah yang sudah tercerahi sama dengan yang belum tercerahi? coba lihat link berikut:( http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,1884.60.html )reply no 66. kok berbeda dengan pernyataan mas Gandalf, mas Tan? Mana yang benar nih.

TAN:

Sebenarnya tidak berbeda. Masing-masing mencermati dari wawasan yang berlainan. Mengenai topik ini saya kira sudah jelas. Silakan Anda cermati 10 poin jawaban saya terdahulu. Saya kira tidak perlu saya tanggapi lagi.

TL:

Tolong kutipan yang jelas dong mas, biar lebih ilmiah.

TAN:

Silakan Anda cari sendiri bukunya kalau memang merasa perlu. Saya kira judul dan penerbitnya sudah cukup jelas.

TL:

Hehehe terima kasih   GRP untuk mas Tan. Saya memang tulus menolong mahluk-nahluk, tapi saya tidak menganggap saya Bodhisattva, karena penipu, pencuri, pemeras dlsbnya juga bisa melakukan hal yang sama apakah mereka bodhisattva?

TAN:

Pada MOMEN mereka melakukan itu dengan tulus, mereka adalah bodhisattva. Saat seorang yang bahkan rajin membabarkan Dharma sekalipun melakukan kejahatan pada makhluk lain, mereka adalah penjahat. Bodhisattva dan tidak letaknya adalah di pikiran.


TL:

Sebaiknya kita jangan melekat dan jangan menuduh orang lain melekat, bener nggak mas?

TAN:

Ooo jangan melekat ya? :P Yup bagus sekali. Setuju. Hahahahaha

TL:

Semoga bila orang lain mengemukakan sanggahan, bantahan atau  perbandingan tidak saya anggap sebagai pintar berdebat, atau lidah setajam silet, tetapi berusaha mencerna, apakah yang dikatakannya bermanfaat, masuk diakal dan dan dapat dipahami.

TAN:

Masuk diakal bagi siapa? Dapat dipahami bagi siapa? Masing-masing orang punya pemahamannya sendiri-sendiri. Masing-masing orang punya pandangan tentang apa yang dianggap masuk akal dan tak masuk akal. Apa yang saya anggap masuk akal mungkin bagi Anda tidak masuk akal. Apa yang saya anggap tidak masuk akal, bagi Anda adalah masuk akal. Pada akhirnya, tidak akan ada kesatuan pandangan. Kita hanya bisa menoleransi pandangan pihak lainnya. Akhirnya semua akan berpulang pada “belief” masing-masing, apapun agama dan keyakinannya.

Amiduofo,

Tan

 

anything