//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: case 1 vs case 2  (Read 22960 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: case 1 vs case 2
« Reply #30 on: 19 December 2008, 09:13:01 PM »
hayo2 :backtotopic:
kasian dong. jangan ngomongin terus lah :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline 7 Tails

  • Sebelumnya RAIN
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 864
  • Reputasi: 24
  • Gender: Male
Re: case 1 vs case 2
« Reply #31 on: 19 December 2008, 09:24:44 PM »
IP kan gak bakalan gubris kan katanya boss ;D ;D
korban keganasan

Offline Hendra Susanto

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.197
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • haa...
Re: case 1 vs case 2
« Reply #32 on: 19 December 2008, 10:39:45 PM »
klo gak ada kelanjutannya akan dilock

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: case 1 vs case 2
« Reply #33 on: 20 December 2008, 11:13:53 AM »
wakakaka itu hanya perumpamaan =))

maksudnya kalo berlebihan tanpa keseimbangan itu ngga bagus
seperti org yg mempunyai kesaktian tapi kurang bijaksana, atau menjadi sombong, apa lagi hingga berpotensi merugikan diri sendiri dan orang lain

Jadi apa relasi antara "kebijaksanaan" dan "kekuatan"?Apakah harus ada "kekuatan" baru bisa memperoleh "kebijaksanaan"? :)

Salam hangat,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Johsun

  • Sebelumnya Jhonson
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.503
  • Reputasi: -3
  • Gender: Male
  • ??
Re: case 1 vs case 2
« Reply #34 on: 21 December 2008, 03:54:36 PM »
Salam. . .

case 1, karena Beliau sudah menjadi Buddha.
Case 2, karena Beliau belum menjadi Buddha, dan masih ada "ketidakpuasan" dengan bahagia jhana 1 smpai 8, terus berputar2 dalam jhana 1 smpai 8, Dia belum menemukan apa yg dharapkan,
karena itu terus menyiksa diri karena berpandangan(extrim) kesempurnaan akan tercapai dngan mnyiksa diri exterm.
Theravada (Beliau mnyiksa diri karena ada kamma buruk pada seorang Buddha pd masa lampau.)
Mahayana (Beliau pura pura menyiksa diri karena ingn memperlhatkan scra tdak lngsung kpda petapa2 extrim yg lain bhwa menyiksa diri adalah jalan salah dan tidak dapat jd Buddha.
Corek me.
CMIIW.FMIIW.

Offline ika_polim

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 323
  • Reputasi: -16
Re: case 1 vs case 2
« Reply #35 on: 07 January 2009, 12:41:53 PM »
Dearest Bros & Sis,

Case 1:

"Bagaimana Buddha menjaga kebugaran tubuh padahal Beliau terus-menerus membabarkan Abhidhamma di Surga Tavatimsa sepanjang masa vassa selama tiga bulan" ?

Jawabnya :

Semua Buddha telah mempertimbangkan masalah ini; Mereka biasanya mengikuti waktu alam manusia sewaktu membabarkan Abhidhamma. Saat tiba waktunya untuk mengumpulkan dana makanan, Beliau menciptakan sesosok Buddha tiruan yang sama persis dengannya dalam segala hal. Tiruan Buddha itu akan menggantikanNya membabarkan Abhidhamma kepada para hadirinNya.
Sementara Buddha asli "turun ke alam manusia" untuk melakukan kegiatan lazimNya spt, sikat gigi, mandi, dsb dan makan.
Buddha kembali ke Surga Tavatimsa setelah tengah hari untuk melanjutkan pembabaran Abhidhamma disana (!!!).


Case 2:

Sehubungan dengan Jhana, anjuran yang seringkali diberikan oleh Buddha kepada para muridNya adalah "untuk membiasakan diri "keluar-masuk" kondisi Jhana (mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi).

Buddha sendiripun sering dikisahkan melakukan yang sama dengan "berlama-lama berdiam di Jhana (tertinggi) menikmati kebahagiaan uniknya".



Pertanyaan:

Kata "keluar-masuk" mengindikasikan bahwa Jhana masih bersifat relatif.

Kata "kebahagiaan" pada kondisi Jhana mengindikasikan "rasa bahagia-relatif" yang timbul relatif saat/selama kondisi Jhana tercapai saja.

Tetapi pada case 1 terlihat bahwa tubuh fisik mempunyai "tata cara" sendiri yang juga harus dipenuhi, dalam hal ini adalah "rasa lapar fisikal".

Dari kenyataan dua case di atas, bukankah anjuran praktikum penembusan kondisi Jhana (jika tidak disiasati dgn bijak) malah akan "menghancurkan" kondisi/tingkat kebugaran tubuh yang pada gilirannya (jika tetap tidak disadari) akan mengulangi praktek "6 tahun penyiksaan diri"  pangeran sidharta pertama kali masuk hutan (???).



ika.








Masuk akal..tapi apakah Jhana adalah keharusan? :)

Salam hangat,
Riky

jika anda bertanya ttg "keharusan" ...

saya bertanya , jika anda bertanya berdasarkan dan tidak keluar dari tipitaka , apakah anda belum mengetahuinya juga sampai saat ini ?

ika. 

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: case 1 vs case 2
« Reply #36 on: 07 January 2009, 12:42:47 PM »
aneh, sungguh aneh
i'm just a mammal with troubled soul



Offline ika_polim

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 323
  • Reputasi: -16
Re: case 1 vs case 2
« Reply #37 on: 07 January 2009, 12:46:36 PM »
wakakaka itu hanya perumpamaan =))

maksudnya kalo berlebihan tanpa keseimbangan itu ngga bagus
seperti org yg mempunyai kesaktian tapi kurang bijaksana, atau menjadi sombong, apa lagi hingga berpotensi merugikan diri sendiri dan orang lain

Jadi apa relasi antara "kebijaksanaan" dan "kekuatan"?Apakah harus ada "kekuatan" baru bisa memperoleh "kebijaksanaan"? :)

Salam hangat,
Riky

potensi dasar dari segala hal baik sdh tertanam pada batin dalm diri mansuia !, termasuk kebijaksanaan dan kekuatan !

yang diperlukan sekarang ini cuma dan hanya menyadari sepenuhnya hal itu, membangunkannya dan membuatnya nyata dipermukaan dan mempergunakannya, selesai!

jika anda tanyakan yang mana dulu, jwb nya adalah mulailah dari yang anda sendiri yakini paling "ampuh" !

banyak jalan menuju roma bukan ?

ika.


Offline ika_polim

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 323
  • Reputasi: -16
Re: case 1 vs case 2
« Reply #38 on: 07 January 2009, 12:49:38 PM »
Dearest Bros & Sis,

Case 1:

"Bagaimana Buddha menjaga kebugaran tubuh padahal Beliau terus-menerus membabarkan Abhidhamma di Surga Tavatimsa sepanjang masa vassa selama tiga bulan" ?

Jawabnya :

Semua Buddha telah mempertimbangkan masalah ini; Mereka biasanya mengikuti waktu alam manusia sewaktu membabarkan Abhidhamma. Saat tiba waktunya untuk mengumpulkan dana makanan, Beliau menciptakan sesosok Buddha tiruan yang sama persis dengannya dalam segala hal. Tiruan Buddha itu akan menggantikanNya membabarkan Abhidhamma kepada para hadirinNya.
Sementara Buddha asli "turun ke alam manusia" untuk melakukan kegiatan lazimNya spt, sikat gigi, mandi, dsb dan makan.
Buddha kembali ke Surga Tavatimsa setelah tengah hari untuk melanjutkan pembabaran Abhidhamma disana (!!!).


Case 2:

Sehubungan dengan Jhana, anjuran yang seringkali diberikan oleh Buddha kepada para muridNya adalah "untuk membiasakan diri "keluar-masuk" kondisi Jhana (mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi).

Buddha sendiripun sering dikisahkan melakukan yang sama dengan "berlama-lama berdiam di Jhana (tertinggi) menikmati kebahagiaan uniknya".



Pertanyaan:

Kata "keluar-masuk" mengindikasikan bahwa Jhana masih bersifat relatif.

Kata "kebahagiaan" pada kondisi Jhana mengindikasikan "rasa bahagia-relatif" yang timbul relatif saat/selama kondisi Jhana tercapai saja.

Tetapi pada case 1 terlihat bahwa tubuh fisik mempunyai "tata cara" sendiri yang juga harus dipenuhi, dalam hal ini adalah "rasa lapar fisikal".

Dari kenyataan dua case di atas, bukankah anjuran praktikum penembusan kondisi Jhana (jika tidak disiasati dgn bijak) malah akan "menghancurkan" kondisi/tingkat kebugaran tubuh yang pada gilirannya (jika tetap tidak disadari) akan mengulangi praktek "6 tahun penyiksaan diri"  pangeran sidharta pertama kali masuk hutan (???).



ika.









bukankah dgn contoh berdasar ini, masyarakat buddhis pada umumnya tidak lagi bisa dikelirukan oleh anggapan bahwa "Kesaktian" pasti membawa "Kehancuran" !

sebagai bukti pada kisah diatas, malah sang buddha menggunakan hal itu utk kelancaran pembabaran dhammanya di surga !


ika.

Offline Reenzia

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.199
  • Reputasi: 50
  • Gender: Female
  • The Wisdom ~
Re: case 1 vs case 2
« Reply #39 on: 07 January 2009, 12:52:22 PM »
 [at] bro riky

untuk tiap individu bisa berbeda

bisa bijaksana dlu baru sakti
ada juga
yg sakti dlu baru bijaksana

bijaksana tanpa kesaktian gpp kyknya
tp kalo kesaktian tanpa kebijaksanaan bisa membahayakan yey

kalo bisa sih seiring sakti juga bijaksana :)

 [at] bro ika

jangan mengeneralisir, mungkin yg anda maksud adalah suara mayoritas memang begitu
tapi itu juga muncul karena sikap seperti yg anda tunjukkan saat ini
yaitu berpikir bahwa semua kesaktian pasti membawa kehancuran

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: case 1 vs case 2
« Reply #40 on: 07 January 2009, 12:56:10 PM »
bukankah dgn contoh berdasar ini, masyarakat buddhis pada umumnya tidak lagi bisa dikelirukan oleh anggapan bahwa "Kesaktian" pasti membawa "Kehancuran" !
 
Penyataan yang tidak mendasar sama sekali.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline Daniel

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 38
  • Reputasi: 2
  • sepahit empedu - semanis madu
Re: case 1 vs case 2
« Reply #41 on: 07 January 2009, 01:01:10 PM »

bukankah dgn contoh berdasar ini, masyarakat buddhis pada umumnya tidak lagi bisa dikelirukan oleh anggapan bahwa "Kesaktian" pasti membawa "Kehancuran" !

sebagai bukti pada kisah diatas, malah sang buddha menggunakan hal itu utk kelancaran pembabaran dhammanya di surga !


ika.

salam

Kesaktian di tangan Buddha sangat bermanfaat bagi umat manusia, tapi kesaktian di tangan Ika Polim akan membawa bencana bagi dunia ini.

salam

daniel
Semoga semua makhluk berbahagia

Offline ika_polim

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 323
  • Reputasi: -16
Re: case 1 vs case 2
« Reply #42 on: 07 January 2009, 01:06:11 PM »

bukankah dgn contoh berdasar ini, masyarakat buddhis pada umumnya tidak lagi bisa dikelirukan oleh anggapan bahwa "Kesaktian" pasti membawa "Kehancuran" !

sebagai bukti pada kisah diatas, malah sang buddha menggunakan hal itu utk kelancaran pembabaran dhammanya di surga !


ika.

salam

Kesaktian di tangan Buddha sangat bermanfaat bagi umat manusia, tapi kesaktian di tangan Ika Polim akan membawa bencana bagi dunia ini.

salam

daniel


tahu dan sadarkah anda ungkpan dari buddhis sendiri yang mengatakan bahwa "Kesaktian hadir/terhadirkan saat proses samadi benar tercapai sepenuhnya"

jika demikian, haruskah kesaktian dimiliki oleh seorg buddha hidup saja ?


ika.

Offline Lily W

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.119
  • Reputasi: 241
  • Gender: Female
Re: case 1 vs case 2
« Reply #43 on: 07 January 2009, 01:06:54 PM »
Jika anda bertanya ttg "keharusan" ...

saya bertanya , jika anda bertanya berdasarkan dan tidak keluar dari tipitaka , apakah anda belum mengetahuinya juga sampai saat ini ?

ika. 

Sama-sama bertanya... berarti bukan diskusi lagi.

Ayo teman-teman... mari kita saling bertanya? :))

_/\_ :lotus:
~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are

Offline Daniel

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 38
  • Reputasi: 2
  • sepahit empedu - semanis madu
Re: case 1 vs case 2
« Reply #44 on: 07 January 2009, 01:10:45 PM »

tahu dan sadarkah anda ungkpan dari buddhis sendiri yang mengatakan bahwa "Kesaktian hadir/terhadirkan saat proses samadi benar tercapai sepenuhnya"

jika demikian, haruskah kesaktian dimiliki oleh seorg buddha hidup saja ?


ika.

salam

Menurut Ika Polim cem mana?
jelaskan dulu dong

salam

Daniel
Semoga semua makhluk berbahagia

 

anything