//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN  (Read 8685 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #30 on: 12 August 2013, 10:51:36 PM »
1801 > Brahmāli (dalam suatu komunikasi pribadi) menawarkan penjelasan yang baik atas sutta yang samar-samar ini: “Saya memahami sabbe dhamma sebagai suatu rujukan pada dunia pengalaman pribadi. Maka maknaya adalah sebagai berikut: Semua elemen dari pengalaman kita adalah berakar pada keinginan (chandamūlakā) dalam makna bahwa kita ada karena keinginan (dengan menganggap chanda sebagai sama dengan ketagihan). Semua itu menjadi ada melalui pengamatan (manasikārasambhavā) dalam makna bahwa kita hanya mengalami apa yang kita amati. Semua itu berasal-mula dari kontak (phassamaudaya) karena tanpa kontak kita tidak mengalami apa pun sama sekali. Semua itu bertemu pada perasaan (vedanāsamosaraṇā) dalam makna bahwa perasaan adalah aspek yang paling penting dari pengalaman kita, faktor pendorong utama dalam segala sesuatu yang kita lakukan. Semua itu dipimpin oleh oleh konsentrasi (samādhippamukhā) dalam makna bahwa konsentrasi adalah kemampuan pengendali (sebuah indriya) yang memimpin yang semua elemen pengalaman kita harus diikuti. Semua itu di bawah kekuasaan perhatian (satādhipateyyā) karena perhatian adalah indriya lainnya yang mengarahkan kita dalam apa pun yang kita lakukan atau alami. Segala sesuatu memiliki kebijaksanaan sebagai pengawasnya (paññuttarā) karena kebijaksanaan adala pemimpin dari indriya-indriya pengendali; kebijaksanaan, lebih dari yang lainnya, mengendalikan pengalaman kita (tiga faktor terakhir adalah apa yang memungkinkan kita untuk mendapatkan rasa kemakhlukan yang bertanggung jawab atas kehidupan kita). Kebebasan adalah intinya (vimuttisāra), yang terunggul dari segalanya, sudah jelas.
1802< > Mp mengklarifikasi beberapa hal di sini. (1) Seorang pencuri yang tidak terampil  menyerang mereka yang seharusnya tidak diserang; seperti orang tua, anak-anak, dan orang-orang bermoral yang bukan musuhnya dan yang tidak menyerangnya. (2) Seorang pencuri yang terampil mengambil hanya setengah dari apa yang ada; misalnya ada dua pakaian ia hanya mengambil satu; seporsi makanan, ia hanya mengambil untuk dirinya sendiri dan meninggalkan sisanya (ia dapat mengambil benda yang lebih berharga untuk dirinya). (7) Seorang pencuri yang tidak terampil melakukan pencurian di desa, pemukiman, atau kota di dekatnya. (8 ) Seorang pencuri yang tidak terampil tidak memurnikan jalan menuju dunia lain dengan “menyimpan” sebagian dari barang rampasannya dalam suatu pemberian kepada mereka “yang layak menerima persembahan” (yaṃ laddhaṃ taṃ dakkhiṇeyya nidahituṃ cheko na hoti, paralokamaggaṃ na sodheti). Barangkali Seorang pencuri yang terampil akan “menyimpan” sebagian dari rampasannya dengan mempersembahkannya kepada para bhikkhu yang layak dan dengan itu “memurnikan jalan menuju dunia lain.”

1803 > Saya mengikuti Ce di sini, Be dan Ee menuliskan vedagū sebelum bhisakko.

1804 > Syair yang dilestarikan ini tampaknya tidak lengkap karena klausa relatif yang dimulai dengan yaṃ tidak lengkap secara eksplisit dengan klausa demonstratif. Dengan demikian saya mengikuti saran dari Vanarata bahwa sebuah klausa demonstratif implisit yang bersesuaian dengan anuttaraṃ pattabbaṃ seharusnya dituliskan dalam syair penutup. Tampaknya bahwa vijitasaṅgamo secara tepat merujuk pada hal ini, dan karena itu saya menambahkan “di atas itu” dalam tanda kurung siku.

1805 > Ce paramo danto; Be paramadanto; Ee paramaṃ danto. Kemasan dalam Mp, paramadamathena dantattā paramadanto nāma, menyarankan bahwa parama mensyaratkan danto, bukan nāgo seperti dalam Ce.

1806 > Kerangka pembuka sutta ini sama dengan pada 5:30 dan 6:42 tetapi isinya sebagian berbeda.

1807 > Dalam bagian selanjutnya, faktor-faktor §§4-7 identik dengan §§1-4 pada  6:42. dalam Ce dan Ee, §§5-6 dari 6:42 dikeluarkan dari sutta ini, tetapi kalimat terakhir dari 6:42, bukan faktor bernomor di sana, di sini menjadi §8. Be memasukkan §§5-6 dari 6:42, yang kemudian menjadi §§8-9. Maka kalimat terakhir sutta ini menjadi salah penomoran atau dihitung sebagai §10. jika mengikuti Be, sulit untuk menganggap sutta ini adalah Kelompok Delapan dan bukan Kelompok Sembilan atau Sepuluh. §§1-3 dari sutta sekarang ini tidak memiliki padanan dalam versi-versi sebelumnya. Brahmāli menyarankan penomoran kalimat yang dimulai dengan “Bahkan beberapa dewata” sebagai §1 dan memperlakukan kalimat terakhir sutta ini sebagai tanpa nomor, yang akan menjadi konsisten dengan 6:42. Akan tetapi, di sini saya mengikuti penomoran Ce, sumber teks utama saya.

1808 > Tulisan pada Ce di sini lebih mendekati tulisan pada Be atas 6:42 daripada tulisan Ce atas 6:42. tetapi Ce menuliskan kata kerja paccessati, “kembali” (yang tidak ada pada Ce 6:42), sedangkan dalam kedua sutta Be menuliskan upaṭṭhahissati, “akan mendorong.” Saccessati dari Be kemungkinan besar adalah kesalahan penulisan dari paccesati. Versi ini tidak menyebutkan tentang sahadhammika, sesama penganut-religius, seperti pada 6:42.

1809 > Pattaṃ nikkujjeyya. Prosedur membalikkan mangkuk makan dan menegakkannya ditetapkan pada Vin II 124-27. baca Thānissaro 2007b: 411-12. Mp: “Boleh membalikkan mangkuk makanan terhadapnya: mereka tidak benar-benar membalikkan mangkuk makanan dalam posisi terbalik di hadapannya, melainkan mereka melakukan isyarat “membalikkan mangkuk makanan,’ yang berarti mereka tidak menerima pemberian dari orang itu. Dengan cara serupa, mereka boleh memutuskan untuk mencabut tindakan ini dengan isyarat menegakkan mangkuk (ukkujjeya), yang berarti mereka menerima pemberiannya lagi.” Prosedur ini digunakan di Burma selama periode huru-hara pada tahun 2007 ketika para bhikkhu memutuskan bahwa perilaku junta militer terhadap Saṅgha menuntut hukuman itu. Para bhikkhu berjalan di sepanjang jalan dengan mangkuk mereka benar-benar dibalikkan untuk mengungkapkan penolakan mereka atas tindakan penguasa.

1810 > Appasāda. Mp: “Ketika hal ini telah diumumkan, mereka tidak perlu bangkit dari duduk mereka untuknya, atau memberi hormat kepadanya, atau pergi menemuinya, atau memberikan pemberian kepadanya.

1811 > Mp menyebutkan “lima tempat kunjungan yang tidak selayaknya,” mungkin merujuk pada apa yang tercantum dalam 5:102.

1812 > Paṭisāraṇiyakamma. Ketika hal ini dijatuhkan, bhikkhu itu harus mendatangi si perumah tangga, disertai oleh bhikkhu lain, dan meminta maaf padanya. Jika ia tidak berhasil mendapatkan maaf dari si perumah tangga, pendampingnya harus berusaha untuk mendamaikan mereka. Kisah latar belakangnya terdapat pada Vin II 15-18, dengan persyaratan resmi pada Vin II 18-21. Untuk penjelasan terperinci, baca Thānissaro 2007b: 407-11.

1813 > Tassapāpiyasikakamma. Dasar-dasar hukuman ini dibahas pada Vin II 85-86. baca juga, Thānissaro 2007a: 549-51, di mana ini diterjemahkan “transaksi hukuman lebih lanjut.” Menurut kisah aslinya, hukuman ini dijatuhkan kepada seorang bhikkhu yang berbicara dengan mengelak atau bereaksi secara agresif ketika dituduh atas suatu pelanggaran berat (suatu pelanggaran dalam kelompok saṅghādisesa) dan kemudian mengakuinya setelah ditekan.

1814 > Baca pp.1732-33, catatan 1085.

1815 > Na ca tena mūtena vuṭṭhāpetabbo. Mp mengatakan: “Ia tidak boleh melakukan tindakan rehabilitasi [dalam sebuah kasus] dengan akar itu” (taṃ mūlaṃ katvā abbhānakammaṃ kātuṃ na labhati). Makna tepatnya tidak jelas. Saya mengikuti saran Brahmāli bahwa mūla di sini adalah “pelanggaran akar,” yaitu, pelangaran semula yang mengarah pada tuduhan resmi perilaku buruk yang menjengkelkan.

1816 > Ee tidak menomori bab ini atau sutta-sutta di dalamnya. Ce dan Be menomorinya X (atau 10), melanjutkan skema penomoran yang digunakan pada vagga-vagga sebelumnya dalam nipāta ini. Ce menomori sutta-sutta 1-27, Be 91-116. perbedaan dalam penomoran berawal dari penambahan satu umat awam perempuan yang disebutkan dalam Ce dan Ee (yang saya ikuti) tetapi tidak terdapat dalam Be.

1817 > Tiap edisi berbeda dalam hal bagaimana mereka mendapatkan gelar pada nama pribadi perempuan-perempuan itu. Ce mencantumkan paling banyak, beberapa di antaranya mungkin penambahan belakangan. Ee menambahkan upāsikā hanya pada Khujjuttarā, Sāmāvatī, dan Suppiyā; BE menambahkannya pada ketiga ini dan Bojjhā. Sebutan rājakumārī (putri) dan devī (ratu) hanya terdapat dalam Ce. Saya telah tidak konsisten dalam perlakuan saya atas kata mātā yang berhubungan dengan identitas perempuan. Jika mengikuti nama lain yang muncul dalam bentuk genitif, saya menerjemahkannya “ibu.” Jika kata itu adalah bagian terakhir dari suatu kata majemuk, seperti dalam Migāramātā, saya membiarkannya tidak diterjemahkan, menganggapnya mungkin sebagai bagian dari nama yang digunakan oleh perempuan itu dan bukan sekedar cara untuk menunjukkan identitasnya. Mp mengatakan bahwa semua sutta ini harus dijelaskan melalui pelaksanaan uposatha lengkap dengan delapan faktor. Dengan demikian mungkin harus dimodelkan atas 8:42b. Pada 8:43 dan 8:45 kita telah menemukannya untuk Visākhā dan Bojjha berturut-turut.

1818 > Nama ini dihilangkan dalam Be, yang karena itu hanya memiliki dua puluh enam sutta dalam bab ini.

1819 > Ia mungkin identik dengan Veḷukaṇṭakī Nandamātā. Baca p.1610, catatan 141.

1820 > Ee tidak menomori vagga ini. Ce dan Be menomorinya XI (atau 11), melanjutkan skema penomoran berurutan. Seperti juga pada Buku Kelompok Tujuh, saya telah menomorinya seolah-olah bab ini adalah bab ke enam dalam kelompok lima puluh ini. Ce menomori sutta-sutta dalam rangkaian ini dari 1-510. Be menomori sutta-sutta ini secara berkelanjutan dengan sutta-sutta dalam keseluruhan nipāta, dari 117 hingga 226. saya mengikuti penomoran sutta dari Be, walaupun penomoran saya diawali dan diakhiri satu nomor lebih tinggi karena penambahan umat awam perempuan dalam vagga berikutnya (yang tidak ada dalam Be).

 

anything