//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Apa sih kegunaan menikah?  (Read 37573 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Apa sih kegunaan menikah?
« Reply #90 on: 16 December 2008, 09:17:03 PM »
[at] hatRed & Xuvie  ^-^

Walah walah...
Sini ogut ajarin caranya jadi cowok yang sulit ditolak sama cewe2...  :whistle:

Wah mau dong om upasaka ^^ ;D

Syair dhammapada 328-330

Apabila dalam pengembaraanmu, engkau dapat menemukan seorang sahabat yang berkelakuan baik, pandai, dan bijaksana, maka hendaknya engkau berjalan bersamanya dengan senang hati dan penuh kesadaran untuk mengatasi semua bahaya.

Apabila dalam pengembaraanmu, engkau tak dapat menemukan seorang sahabat yang berkelakuan    baik, pandai, dan bijaksana, maka hendaknya engkau berjalan seorang diri, seperti seorang raja    yang meninggalkan negara yang telah dikalahkannya, atau seperti seekor gajah yang mengembara sendiri dalam hutan.

Lebih baik mengembara seorang diri dan tidak bergaul dengan orang bodoh. Pergilah seorang diri dan jangan berbuat jahat, hiduplah dengan bebas (tidak banyak kebutuhan), seperti seekor gajah yang mengembara sendiri di dalam hutan.

mettacittena
_/\_

Hehehe.. boleh kok..

Nanti hatRed dan xuvie ikut kursus gelombang pertama yah...  :))

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Apa sih kegunaan menikah?
« Reply #91 on: 16 December 2008, 09:19:50 PM »
[at] ko ryu

kalo pasangannya hanya mengerti cung2 cep gimana? pa lg pemahamannya sama kyk tetangga sebelah :))

 [at] xuvie

kalo punya Ym-nya cwe itu kasihin aja linknya page ini :))
tus blg gini : "Id ku disana, xuvie"

nah gt aja, otomatis kan dia lihat postingan itu tuh :))

Kaenya Reenzia lagi curhat yah...  ^-^

Xuvie, dikasih tips tuh ama Reenzia. Coba ehipassiko dulu, biar kebenarannya diuji terlebih dahulu...  ;D

Offline Reenzia

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.199
  • Reputasi: 50
  • Gender: Female
  • The Wisdom ~
Re: Apa sih kegunaan menikah?
« Reply #92 on: 16 December 2008, 09:26:33 PM »
 [at] upasaka

curhat? iya, tapi bukan terhadap pasangan sih, tapi sama temen, saia rasa anda juga mengetahui hal tsb :))
gimana kalo temennya lebih banyak yg tak mengerti dhamma, tahunya mengenai pemahaman tetangga...

sama aja kan? kurang bermanfaat untuk urusan pemahaman dhamma...

coba kalo ngobrolnya seperti kalian....kan dikit-dikit tambah paham mengenai dhamma tuh =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Apa sih kegunaan menikah?
« Reply #93 on: 16 December 2008, 09:40:36 PM »
Ceramah Bhikkhu Uttamo

Tujuan Berumah Tangga

Umat Buddha terdiri dari dua bagian besar yaitu mereka yang berumah tangga dan tinggal dalam masyarakat serta mereka yang tidak berumah tangga dan tinggal di vihara. Para bhikkhu adalah termasuk umat Buddha yang tidak menikah. Dalam Dhamma, pernikahan bukanlah keharusan. Pernikahan adalah pilihan. Dengan demikian, seorang umat Buddha secara bebas boleh menentukan pilihan hidup mereka masing-masing. Mereka boleh menikah ataupun tidak menikah.

Untuk mereka yang memilih jalan hidup berumah tangga yaitu menikah, maka modal utama yang harus dimiliki adalah rasa cinta kepada pasangannya. Cinta yang dimaksudkan di sini adalah kemauan seseorang untuk membahagiakan pasangannya. Ia akan selalu bertindak, berbicara dan berpikir agar pasangannya berbahagia. Cinta bukanlah menuntut agar pasangannya membahagiakan dirinya. Cinta adalah memberi. Meskipun demikian, cinta bukanlah satu-satunya modal perkawinan. Perkawinan tanpa cinta tentu sulit dipertahankan dalam waktu lama, namun, perkawinan hanya bermodalkan cinta tentu akan berat dijalani sehingga mendapatkan kebahagiaan bersama.

Selain bermodalkan cinta, kehidupan berumahtangga juga membutuhkan modal kedua yaitu cita-cita. Cita-cita atau tujuan berumah tangga hendaknya disusun sejak awal suami istri membangun kehidupan berkeluarga. Tujuan berumah tangga hendaknya menjadi kesepakatan bersama antara suami istri. Dalam Kitab Suci Agama Buddha Tipitaka bagian Anggutara Nikaya II, 65 disebutkan, paling tidak terdapat empat tujuan hidup para perumahtangga.

Tujuan hidup pertama adalah mempunyai kecukupan materi. Artinya, pasangan hidup hendaknya mampu bekerja bersama, saling membantu mewujudkan tujuan berumah tangga yaitu kecukupan materi. Dengan materi yang dianggap cukup, suami istri mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup manusia yaitu makanan, pakaian, tempat tinggal serta sarana kesehatan. Ketika pasangan itu memiliki anak, maka kebutuhan dasar dan pendidikan anak tentunya perlu dipenuhi dengan dukungan kecukupan materi tersebut. Namun, kecukupan materi tentu bukan diukur dari jumlah materi yang telah diperoleh. Kecukupan sebenarnya adalah kondisi pikiran ketika seseorang telah mampu menerima kenyataan atas materi yang telah ia dapatkan pada saat itu. Tanpa adanya kepuasan dalam pikiran, maka kecukupan tidak akan pernah dirasakan. Ia akan selalu merasa kekurangan dan merasa hidup penuh penderitaan walau materi yang ia miliki sudah sangat berlimpah.

Sebagai tujuan kedua dalam membangun rumah tangga adalah upaya suami istri untuk mempunyai posisi atau kedudukan dalam rumah tangga maupun masyarakat. Posisi dalam rumah tangga dapat tercapai ketika suami istri mampu mengembangkan sikap saling menghormati. Hubungan suami istri bukanlah hubungan antara atasan dan bawahan. Suami istri adalah pasangan yang saling melengkapi seperti tangan kanan dan tangan kiri. Suami istri hendaknya tidak saling menjelekkan satu sama lain, apalagi di depan umum. Apabila pasangan sudah tidak bisa saling menghargai, tentu orang lain juga tidak akan menghargai mereka lagi. Dengan demikian, berawal dari kondisi suami istri yang tidak bisa saling memberikan posisi dalam keluarga, masalah ini akan melebar menjadi hilangnya posisi pasangan itu di mata masyarakat.

Apabila suami istri sudah mampu saling menghargai maka posisi dalam masyarakat pun akan menguat. Apalagi mereka juga aktif mengembangkan kebajikan melalui ucapan, perbuatan dan pikiran. Dengan demikian, kehadiran mereka selalu dinantikan oleh masyarakat. Kehadiran mereka selalu menjadi sumber kebahagiaan masyarakat. Mereka dihargai dan dihormati masyarakat. Mereka adalah mutiara di tengah masyarakat. Posisi ini jelas akan menimbulkan kebahagiaan dan kedamaian kemanapun pasangan itu bermasyarakat.

Tujuan ketiga yang perlu dimiliki pasangan suami istri yang menginginkan hidup berbahagia adalah mendapatkan kesehatan serta usia yang relatif panjang. Pasangan suami istri akan hidup sehat apabila mereka rajin melaksanakan berbagai saran ahli kesehatan. Dengan mempunyai kesehatan yang baik serta berusia panjang, suami istri akan mampu hidup lebih lama untuk saling membahagiakan, saling menjaga, saling melindungi serta saling mencintai. Adapun kesehatan yang dimaksudkan di sini tentunya bukan hanya kesehatan fisik atau badan jasmani saja, melainkan termasuk pula kesehatan batin yaitu terpenuhinya kebutuhan akan kasih sayang, perhatian, rasa dihargai dsb.

Tujuan keempat sebuah rumah tangga adalah mencapai kebahagiaan dan keharmonisan suami istri dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang selanjutnya. Diharapkan, dengan berbagai kebajikan ucapan, badan serta pikiran yang selalu dilaksanakan setiap waktu, pasangan suami istri juga akan mendapatkan kebahagiaan setelah kehidupan ini. Mereka dalam kehidupan ini bisa berbahagia dalam rumah tangga maupun hidup bermasyarakat. Mereka mampu membagikan kecukupan materi yang dimiliki demi kebahagiaan fihak lain. Mereka mampu menggunakan posisi dalam masyarakat untuk membahagiakan lingkungan yang lebih besar. Mereka juga mampu melakukan semua kebajikan itu dalam waktu yang lama karena usia mereka panjang. Maka dengan segala kebajikan yang telah dilakukan tersebut akan mengkondisikan mereka hidup berbahagia di dunia ini maupun di kehidupan yang akan datang. Mereka mungkin akan terlahir bahagia di salah satu alam surga. Lebih jauh lagi, mungkin saja pasangan suami istri yang saling mencintai dan membahagiakan ini akan bersama terlahir kembali sebagai suami istri di berbagai kehidupan berikutnya. Hal ini sangat wajar. Dikisahkan dalam riwayat hidup Sang Buddha, Pangeran Siddhattha dan Yasodhara selalu terlahir sebagai pasangan hidup sampai 547 kali kehidupan. Inilah tujuan keempat dalam suatu rumah tangga yang berbahagia.

Oleh karena itu, agar keempat tujuan berumah tangga tersebut dapat dicapai, jadikanlah kehidupan suami istri sebagai langkah awal untuk berkarya bersama sesuai dengan Ajaran Sang Buddha. Jadikanlah pasangan hidup sebagai teman untuk mengisi setiap waktu kehidupan dengan berbuat kebajikan melalui badan, ucapan dan juga pikiran. Kebersamaan dalam cinta untuk bersama selalu berbuat baik inilah yang akan memberikan kebahagiaan kepada suami istri dalam kehidupan ini maupun kehidupan-kehidupan yang selanjutnya.

Semoga penjelasan singkat ini memberikan manfaat untuk para pasangan hidup dalam menentukan sikap dan karya nyata mereka di masyarakat.

Semoga semuanya selalu berbahagia dalam Buddha Dhamma

Semoga semua mahluk hidup selalu berbahagia.

Sabbe satta bhavantu sukhitatta.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Apa sih kegunaan menikah?
« Reply #94 on: 16 December 2008, 09:47:15 PM »
Pendahuluan
Dalam pandangan Agama Buddha, perkawinan adalah suatu pilihan dan bukan kewajiban. Artinya, seseorang dalam menjalani kehidupan ini boleh memilih hidup berumah tangga ataupun hidup sendiri. Hidup sendiri dapat menjadi pertapa di vihara - sebagai Bhikkhu, samanera, anagarini, silacarini - ataupun tinggal di rumah sebagai anggota masyarakat biasa.
Sesungguhnya dalam Agama Buddha, hidup berumah tangga ataupun tidak adalah sama saja. Masalah terpenting di sini adalah kualitas kehidupannya. Apabila seseorang berniat berumah tangga, maka hendaknya ia konsekuen dan setia dengan pilihannya, melaksanakan segala tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Orang yang demikian ini sesungguhnya adalah seperti seorang pertapa tetapi hidup dalam rumah tangga. Sikap ini pula yang dipuji oleh Sang Buddha, seperti dalam syair di atas.

Mencari dan Membina Pasangan Hidup
Dalam menguraikan tujuan hidup manusia, disebutkan salah satunya adalah tentang adanya pencapaian kebahagiaan di dunia. Dengan demikian, pasti ada cara untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup berumah tangga. Pasti ada pula petunjuk dan cara-cara mendapatkan pasangan hidup yang sesuai serta membina hubungan baik, mempertahankan komunikasi serasi setelah menjadi suami istri. Memang, hal tersebut dapat diperoleh dalam Kitab Suci Tipitaka, Digha Nikaya III, 152, 232 dan dalam Anguttara Nikaya II, 32. Diuraikan di sana bahwa ada minimal empat sikap hidup yang dapat dipergunakan untuk mencari pasangan hidup sekaligus membina hubungan sebagai suami istri yang harmonis. Keempat hal itu adalah:

1. Kerelaan (Dana)
Dalam Hukum Kamma (Samyutta Nikaya III, 415) telah disebutkan bahwa sesuai dengan benih yang ditabur, demikian pula buah yang akan kita petik. Pembuat kebajikan akan memperoleh kebahagiaan. Dengan demikian, apabila kita ingin diperhatikan orang, mulailah dengan memberikan perhatian kepada orang lain. Apabila kita ingin dicintai orang, mulailah dengan mencintainya. Cinta di sini bukanlah sekedar keinginan untuk menguasai, melainkan hasrat untuk membahagiakan orang yang dicintainya. Kualitas cinta ini seperti seorang ibu yang menyayangi anak tunggalnya. Ia akan mempertahankan anak tercintanya dengan seluruh kehidupannya, melindungi anak tersayangnya dari segala macam bahaya dan bencana, memberikan segalanya demi kebahagiaan anaknya, serta rela memaafkan segala kesalahan anaknya
Dalam mencari dan membina pasangan hidup, kerelaan jelas amat diperlukan. Kerelaan materi di awal perkenalan dapat dikembangkan menuju kemampuan merelakan keakuan. Kerelaan keakuan ini berbentuk pengembangan sifat saling pengertian, saling memaafkan. Kesalahan pasangan hidup, seringkali bukanlah karena disengaja. Oleh karena itu, menyadari kenyataan ini menjadikan seseorang lebih sabar dan rela memberikan kesempatan berkali - kali kepada pasangan untuk dapat membangun kualitas dirinya. Berilah pasangan kesempatan untuk memperbaiki diri.
Kemarahan bukanlah tanda cinta. Kemarahan adalah tanda keakuan. Ingin segala harapannya terpenuhi. Dengan kerelaan, orang akan lebih mudah mengerti serta menerima kekurangan dan kelemahan orang lain. Sikap ini akan menjadi salah satu tiang kokoh dalam menjalin hubungan dengan orang lain, khususnya dengan pasangan hidup.

2. Ucapan yang Baik/Halus (Piyavaca)
Dalam dunia ini, siapapun pasti akan suka mendengar kata-kata yang halus, termasuk pula pasangan hidup. Tidak ada orang yang suka mendengar kata kasar, walaupun orang itu sendiri kasar kata-katanya. Menghindari caci maki dan gemar berdana ucapan yang menyenangkan pendengar, akan sangat membantu dalam membina hubungan dengan pasangan hidup. Dengan kata-kata halus yang tetap berisi kebenaran akan menjadi daya tarik yang kuat dalam menjaga keharmonisan hubungan.
Sampaikanlah pujian kita pada pasangan dengan kalimat yang menyenangkan. Demikian pula, ucapkan kritikan pada pasangan dengan bahasa yang halus dan saat yang tepat, untuk menghindari kesalahpahaman.
Perlu direnungkan, menyakiti hati orang yang dicintai dengan kata-kata pedas sesungguhnya sama dengan menyakiti diri sendiri. Sebab, orang tentunya akan menjadi sedih apabila orang yang dicintainya juga sedang sedih.

3. Melakukan Hal yang Bermanfaat Baginya (Atthacariya)
Sekali lagi berdana timbul dalam bentuk yang lain. Dalam pengembangan konsep berdana, sudah ditekankan akan adanya pembentukan sikap mental: “Semoga semua mahluk hidup berbahagia”. Demikian pula dengan pasangan hidup. Ia adalah mahluk pula, berarti ia harus diberi kesempatan berbahagia pula. Orang harus berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakan pasangan hidupnya. Sesungguhnya, kebahagiaan orang yang dicinta adalah kebahagiaan orang yang mencintainya.
Dengan demikian, tingkah laku hendaknya selalu dipikirkan untuk membahagiakan orang yang dicintai. Banyak pendapat umum yang menganggap bahwa cinta adalah menuntut. Orang yang dicintai haruslah mampu memenuhi harapan orang yang mencintai. Konsep ini sesungguhnya tidak tepat. Sebab, apabila orang yang dicintai sudah tidak mampu lagi memenuhi harapan, apakah ia kemudian diceraikan?
Oleh karena itu, cinta sesungguhnya memberi, merelakan. Cinta mengharapkan orang yang dicintai berbahagia dengan caranya sendiri, bukan dengan cara orang yang mencintai. Jika konsep ini telah dapat ditanamkan dengan baik dalam setiap insan, maka mencari pasangan hidup bukanlah masalah lagi. Siapakah di dunia ini yang tidak ingin dibahagiakan?
Pola pikir ‘ingin membahagiakan orang yang dicintai’ hendaknya terus dipupuk dan dipertahankan termasuk dalam kehidupan perkawinan. Apabila bukan pasangan hidupnya sendiri yang membahagiakannya, apakah seseorang akan meminta orang lain untuk membahagiakan dirinya?

4. Batin Seimbang, Tidak Sombong (Samanattata)
Pengembangan sikap penuh kerelaan, ungkapan dengan kata yang halus dan tingkah laku yang bermanfaat untuk orang yang dicintai hendaknya tidak memunculkan kesombongan. Jangan pernah merasa bahwa tanpa diri ini segala sesuatu tidak akan terjadi. Dalam konsep Buddhis, segala sesuatu selalu disebabkan oleh banyak hal. Tidak akan pernah ada penyebab tunggal. Demikian pula dengan adanya kebahagiaan seseorang, pasti bukan disebabkan hanya karena satu orang saja. Banyak unsur lain yang mendukung timbulnya kondisi tersebut.
Keseimbangan batin sebagai hasil selalu menyadari bahwa kebahagiaan adalah karena berbagai sebab dan kebahagiaan muncul karena buah kammanya masing-masing akan dapat menghindarkan seseorang dari sifat sombong. Kesombongan selain tidak sedap didengar juga akan menjengkelkan calon maupun pasangan kita. Kesombongan mempunyai pengertian bahwa pasangan kita tidak mampu melakukan apapun juga apabila tanpa kita. Kesombongan adalah meniadakan usaha baik seseorang yang kita cintai. Perjuangan yang tidak dihargai akan sangat menyakitkan. Kurangnya penghargaan yang layak akan menimbulkan masalah besar dalam masa pacaran maupun setelah memasuki kehidupan berumah tangga.

Dalam usaha mencari dan membina pasangan hidup, selain selalu berusaha melaksanakan empat sikap di atas, hendaknya jangan melupakan adanya beberapa hal yang perlu dijadikan pertimbangan. Hal ini apabila terpenuhi akan menjadi faktor tambahan yang akan lebih membahagiakan kehidupan berumah tangga. Terdapat empat faktor yang membuat rumah tangga lebih berbahagia. Empat hal tersebut telah diuraikan dalam Anguttara Nikaya II, 60 yaitu bahwa pasangan hendaknya memiliki kesamaan dalam Keyakinan, Sila, Kedermawanan, dan Kebijaksanaan.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Apa sih kegunaan menikah?
« Reply #95 on: 16 December 2008, 09:48:00 PM »
1. Kesamaan Keyakinan (sadha)
Saddha bukan hanya berarti harus sama dalam agama, tetapi merupakan keyakinan yang muncul dari pikiran dan pandangan yang benar sehingga akan membentuk pola hidup. Kita menyadari bukan agama yang membuat batasan-batasan tertentu, tetapi pencerapan dan penyelaman kita akan ajaran itu yang mempunyai keterbatasan.
Namun demikian, keyakinan yang berbeda sering menimbulkan masalah bagi pasangan. Jika masing-masing pihak bersikeras pada keyakinannya, bahkan salah satu pihak memaksakan keyakinannya pada pihak lain, tentunya hal ini akan menyebabkan keharmonisan terganggu.
Butuh toleransi dan pengertian yang besar dari kedua belah pihak. Berbagai masalah akibat perbedaan keyakinan pun masih dapat terus muncul apabila hubungan akan dilanjutkan dalam ikatan perkawinan. Menentukan tempat pemberkahan pernikahan dapat menjadi beban ekstra. Setelah memiliki anak pun masalah ini masih terus berlanjut Pasangan mungkin akan terus terlibat dalam diskusi berkepanjangan dan mungkin perdebatan sengit tentang pembinaan agama bagi keturunan mereka.

2. Kesamaan Kemoralan (sila)
Apabila keyakinan telah sama, maka hendaknya pasangan memiliki keserasian dalam tingkah laku. Pasangan hendaknya selalu berusaha bersama-sama melaksanakan Pancasila Buddhis. Pancasila Buddhis terdiri dari lima latihan kemoralan, yaitu usaha untuk menghindari pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, kebohongan, dan mabuk-mabukan (Anguttara Nikaya III, 203). Pelaksanaan kelima latihan kemoralan ini akan banyak menghindarkan masalah dalam masyarakat dan rumah tangga. Dalam segala lapisan masyarakat, pelanggaran kelima latihan kemoralan ini akan dipandang sebagai kesalahan. Pelaksanaan kelima latihan kemoralan ini akan menjadikan seseorang diterima masyarakat dengan baik. Pelaksanaan latihan kemoralan ini dalam rumah tangga akan membebaskan seseorang dari rasa bersalah, membuka wawasan komunikasi yang baik serta menghindarkan saling curiga dan was-was di antara pasangan.

3. Kesamaan Kedermawanan (caga)
Caga bukan hanya berarti suka berdana, tetapi adalah seseorang yang mempunyai jiwa tanpa beban, jiwa melepas, tidak tergantung, dan tidak melekat. Bagi orang yang murah hati pasti akan lebih mampu memiliki metta, karuna, mudita, dan upekkha. Orang yang murah hati batinnya tidak ada hambatan dan selalu bahagia sehingga akan memudahkan untuk pengembangan batin yang lainnya.
Memiliki watak kedermawanan yang sama dimaksudkan agar masing-masing individu mengerti bahwa cinta sesungguhnya adalah memberi segalanya demi kebahagiaan orang yang kita cintai dengan iklas dan tanpa syarat. Selama sikap ini masih belum tertanam baik-baik di pikiran setiap pasangan, masalah sebagai akibat tuntutan agar pasangan dapat memenuhi harapan kita akan selalu muncul.

4. Kesamaan Kebijaksanaan (pañña)
Kesamaan dalam kebijaksanaan diperlukan agar bila menghadapi masalah hidup, pasangan mempunyai wawasan yang sama. Wawasan yang sama akan mempercepat penyelesaian masalah. Perbedaan kebijaksanaan akan menghambat dan memboroskan waktu. Pasangan membutuhkan waktu lebih lama untuk adu argumentasi menyamakan sikap dan pola pikir terlebih dahulu sebelum memikirkan jalan keluar atas masalah yang sedang dihadapi. Kebijaksanaan yang dimaksud tentu yang sesuai dengan Buddha Dhamma.
Buddha Dhamma telah mengajarkan bahwa hidup ini berisikan ketidakpuasan. Penyebab adanya ketidakpuasan ini hanyalah karena keinginan sendiri yang tidak terkendali. Oleh karena itu, apabila seseorang dapat mengendalikan keinginannya, maka ketidakpuasannya pun akan dapat segera diatasi. Lalu, akhirnya Dhamma memberikan jalan keluar untuk mengatasi dan mengendalikan keinginan. Dengan memiliki konsep berpikir seperti ini, maka tidak akan ada masalah yang tidak dapat diselesaikan. Sesungguhnya, dengan melaksanakan hidup sesuai dengan Dhamma, kebahagiaan pasti akan dapat dirasakan.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Apa sih kegunaan menikah?
« Reply #96 on: 16 December 2008, 09:54:57 PM »
1. Kesamaan Keyakinan (sadha)
Saddha bukan hanya berarti harus sama dalam agama, tetapi merupakan keyakinan yang muncul dari pikiran dan pandangan yang benar sehingga akan membentuk pola hidup. Kita menyadari bukan agama yang membuat batasan-batasan tertentu, tetapi pencerapan dan penyelaman kita akan ajaran itu yang mempunyai keterbatasan.
Namun demikian, keyakinan yang berbeda sering menimbulkan masalah bagi pasangan. Jika masing-masing pihak bersikeras pada keyakinannya, bahkan salah satu pihak memaksakan keyakinannya pada pihak lain, tentunya hal ini akan menyebabkan keharmonisan terganggu.
Butuh toleransi dan pengertian yang besar dari kedua belah pihak. Berbagai masalah akibat perbedaan keyakinan pun masih dapat terus muncul apabila hubungan akan dilanjutkan dalam ikatan perkawinan. Menentukan tempat pemberkahan pernikahan dapat menjadi beban ekstra. Setelah memiliki anak pun masalah ini masih terus berlanjut Pasangan mungkin akan terus terlibat dalam diskusi berkepanjangan dan mungkin perdebatan sengit tentang pembinaan agama bagi keturunan mereka.

2. Kesamaan Kemoralan (sila)
Apabila keyakinan telah sama, maka hendaknya pasangan memiliki keserasian dalam tingkah laku. Pasangan hendaknya selalu berusaha bersama-sama melaksanakan Pancasila Buddhis. Pancasila Buddhis terdiri dari lima latihan kemoralan, yaitu usaha untuk menghindari pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, kebohongan, dan mabuk-mabukan (Anguttara Nikaya III, 203). Pelaksanaan kelima latihan kemoralan ini akan banyak menghindarkan masalah dalam masyarakat dan rumah tangga. Dalam segala lapisan masyarakat, pelanggaran kelima latihan kemoralan ini akan dipandang sebagai kesalahan. Pelaksanaan kelima latihan kemoralan ini akan menjadikan seseorang diterima masyarakat dengan baik. Pelaksanaan latihan kemoralan ini dalam rumah tangga akan membebaskan seseorang dari rasa bersalah, membuka wawasan komunikasi yang baik serta menghindarkan saling curiga dan was-was di antara pasangan.

3. Kesamaan Kedermawanan (caga)
Caga bukan hanya berarti suka berdana, tetapi adalah seseorang yang mempunyai jiwa tanpa beban, jiwa melepas, tidak tergantung, dan tidak melekat. Bagi orang yang murah hati pasti akan lebih mampu memiliki metta, karuna, mudita, dan upekkha. Orang yang murah hati batinnya tidak ada hambatan dan selalu bahagia sehingga akan memudahkan untuk pengembangan batin yang lainnya.
Memiliki watak kedermawanan yang sama dimaksudkan agar masing-masing individu mengerti bahwa cinta sesungguhnya adalah memberi segalanya demi kebahagiaan orang yang kita cintai dengan iklas dan tanpa syarat. Selama sikap ini masih belum tertanam baik-baik di pikiran setiap pasangan, masalah sebagai akibat tuntutan agar pasangan dapat memenuhi harapan kita akan selalu muncul.

4. Kesamaan Kebijaksanaan (pañña)
Kesamaan dalam kebijaksanaan diperlukan agar bila menghadapi masalah hidup, pasangan mempunyai wawasan yang sama. Wawasan yang sama akan mempercepat penyelesaian masalah. Perbedaan kebijaksanaan akan menghambat dan memboroskan waktu. Pasangan membutuhkan waktu lebih lama untuk adu argumentasi menyamakan sikap dan pola pikir terlebih dahulu sebelum memikirkan jalan keluar atas masalah yang sedang dihadapi. Kebijaksanaan yang dimaksud tentu yang sesuai dengan Buddha Dhamma.
Buddha Dhamma telah mengajarkan bahwa hidup ini berisikan ketidakpuasan. Penyebab adanya ketidakpuasan ini hanyalah karena keinginan sendiri yang tidak terkendali. Oleh karena itu, apabila seseorang dapat mengendalikan keinginannya, maka ketidakpuasannya pun akan dapat segera diatasi. Lalu, akhirnya Dhamma memberikan jalan keluar untuk mengatasi dan mengendalikan keinginan. Dengan memiliki konsep berpikir seperti ini, maka tidak akan ada masalah yang tidak dapat diselesaikan. Sesungguhnya, dengan melaksanakan hidup sesuai dengan Dhamma, kebahagiaan pasti akan dapat dirasakan.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Apa sih kegunaan menikah?
« Reply #97 on: 16 December 2008, 09:56:38 PM »
Upacara Perkawinan Buddhis di Indonesia
Dalam mengajarkan Dhamma, Sang Buddha tidak pernah memberikan peraturan baku tentang upacara pernikahan. Hal ini disebabkan karena tata cara perkawinan adalah merupakan bagian dari kebudayaan suatu daerah, yang pasti akan berbeda antara satu tempat dan tempat yang lain.
Biasanya di beberapa negara Buddhis, pasangan yang bertunangan mengundang para bhikkhu untuk memberikan pemberkahan di rumah mereka ataupun di vihara sebelum hari pernikahan. Jika dikehendaki, pemberkahan itu dapat pula dilakukan setelah pernikahan yang biasanya berlangsung di Kantor Catatan Pernikahan atau di rumah pihak yang bersangkutan. Diharapkan agar pasangan-pasangan yang beragama Buddha lebih rajin menunaikan kewajiban-kewajiban agama apabila mereka menikah.
Kebaktian untuk pemberkahan perkawinan diawali dengan persembahan sederhana berupa bunga, dupa, dan lilin. Pemberkahan ini diikuti pula oleh orang tua kedua pihak dan sanak keluarga serta kawan-kawan yang diundang. Hal ini akan menjadi suatu sumbangan spiritual yang pasti untuk keberhasilan, langkah dan kebahagiaan pasangan yang baru menikah.
Sedangkan tata cara perkawinan Buddhis menurut tradisi di Indonesia, biasanya yang paling penting adalah adanya proses penyelubungan kain kuning kepada kedua mempelai. Pada saat itulah, mempelai mendapatkan pemercikan air paritta. Pengertian penyelubungan kain kuning ini adalah bahwa sejak saat itu, kedua pribadi yang menikah telah dipersatukan. Oleh karena itu, badan mereka dapat berbeda, namun hendaknya batin bersatu dan bersepakat untuk mencapai kebahagiaan rumah tangga. Sedangkan pemercikan air paritta melambangkan bahwa seperti air yang dapat membersihkan kekotoran badan maupun barang, maka demikian pula, dengan pengertian Buddha Dhamma yang dimiliki, hendaknya dapat membersihkan pikiran kedua mempelai dari pikiran-pikiran negatif terhadap pasangan hidupnya, yang sekaligus juga merupakan teman hidupnya.
Itulah uraian singkat pada salah satu dari sekian banyak proses pernikahan Buddhis yang biasanya dilaksanakan di vihãra-vihãra di Indonesia. Proses tersebut dapat dikatakan sebagai puncak acara pernikahan Buddhis yang berlaku di masyarakat Indonesia. Jika ingin lebih jelas, dapat menyempatkan diri untuk menyaksikan pernikahan Buddhis di vihãra terdekat.

Membina Keluarga Buddhis Bahagia
Dalam pembahasan ini akan diuraikan beberapa persyaratan dasar yang mendukung untuk mewujudkan kehidupan keluarga bahagia menurut Ajaran Sang Buddha. Faktor-faktor pendukung itu adalah :

a. Hak dan Kewajiban
Telah disebutkan di atas bahwa keluarga bahagia adalah komponen terpenting pembentuk masyarakat bahagia. Untuk mendapatkan kebahagiaan tersebut, maka persyaratan utamanya adalah masing-masing anggota keluarga hendaknya saling menyadari bahwa dalam kehidupan ini seseorang tidak akan dapat hidup sendirian, orang pasti saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Masing-masing pihak terkait satu dengan yang lain. Oleh karena itu, agar mendapatkan kebahagiaan bersama dalam kehidupan berkeluarga, diperlukan adanya pengertian tentang hak dan kewajiban dari setiap anggota keluarga.
Setiap anggota keluarga hendaknya selalu menanamkan dalam pikirannya dan melaksanakan dalam kehidupannya Sabda Sang Buddha yang berkenaan dengan pedoman dasar munculnya hak dan kewajiban. Pada Anguttara Nikaya I, 87 dinyatakan: ‘Sebaiknya orang selalu bersedia terlebih dahulu memberikan pertolongan sejati tanpa pamrih kepada pihak lain dan selalu berusaha agar dapat menyadari pertolongan yang telah diberikan pihak lain kepada diri sendiri agar muncul keinginan untuk menanam kebajikan kepadanya’. Pola pandangan hidup ajaran Sang Buddha ini apabila dilaksanakan akan dapat menjamin ketenangan, keharmonisan, dan kebahagiaan keluarga.

b. Kemoralan
Dalam pengembangan kepribadian yang lebih luhur, setiap anggota keluarga hendaknya juga dilengkapi dengan kemoralan (=sila) dalam kehidupannya untuk dapat menjaga ketertiban serta keharmonisan dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Tingkah laku bermoral adalah salah satu tonggak penyangga kebahagiaan keluarga yang selalu dianjurkan oleh Sang Buddha. Bahkan secara khusus Sang Buddha menyebutkan lima dasar kelakuan bermoral yang terdapat pada Anguttara Nikaya III, 203, yaitu lima perbuatan atau tingkah laku yang perlu dihindari :
1. melakukan pembunuhan / penganiayaan
2. pencurian
3. pelanggaran kesusilaan
4. kebohongan, bicara kasar, omong kosong, dan bergosip
5. mabuk-mabukan dan mengkonsumsi segala sesuatu yang menimbulkan ketagihan (misalnya narkoba)

Pelaksanaan kelima hal ini selain dapat menjaga keutuhan serta kedamaian dalam keluarga juga dapat untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Manfaat ke dalam batin si pelaku dari pelaksanaan Pancasila Buddhis ini adalah membebaskan diri dari rasa bersalah dan ketegangan mental yang sesungguhnya dapat dihindari.

c. Ekonomi
Faktor pendukung kebahagiaan keluarga selain setiap anggota keluarga mempunyai perbuatan yang terbebas dari kesalahan secara hukum moral maupun negara seperti yang telah diuraikan di atas, tidak dapat disangkal lagi bahwa kondisi ekonomi keluarga juga memegang peranan penting. Telah cukup banyak diketahui, keluarga menjadi tidak bahagia dan harmonis lagi karena disebabkan oleh kondisi ekonomi yang kurang layak menurut penilaian mereka sendiri.
Mengetahui pentingnya kondisi ekonomi untuk kebahagiaan keluarga, maka Sang Buddha juga telah menguraikan dengan jelas hal ini pada Anguttara Nikaya IV, 285. Dalam nasehat Beliau di sana disebutkan empat persyaratan dasar agar orang dapat memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya, yaitu:
Ø Pertama, orang hendaknya rajin dan bersemangat di dalam bekerja mencari nafkah.
Ø Kedua, hendaknya ia menjaga dengan hati-hati kekayaan apapun yang telah diperoleh dengan kerajinan dan semangat, tidak membiarkannya mudah hilang atau dicuri. Orang hendaknya juga terus menjaga cara bekerja yang telah dilakukannya sehingga tidak mengalami kemunduran atau kemerosotan.
Ø Ketiga, berusahalah untuk memiliki teman-teman yang baik, dan tidak bergaul dengan orang-orang jahat, serta
Ø Keempat, berusaha menempuh cara hidup yang sesuai dengan penghasilan, tidak terlalu boros, dan juga tidak terlalu kikir.
Melaksanakan tuntunan cara hidup yang diberikan oleh Sang Buddha seperti itulah yang akan mewujudkan kehidupan keluarga menjadi bahagia secara ekonomis. Bila kondisi ekonomi keluarga telah dapat dicapai sesuai dengan harapan para anggota keluarga tersebut, maka untuk mempertahankannya atau bahkan untuk meningkatkannya lagi dapat disimak Sabda Sang Buddha yang lain dalam Anguttara Nikaya II, 249 yang menyebutkan bahwa keluarga manapun yang bertahan lama di dunia ini, semua disebabkan oleh empat hal, atau sebagian dari keempat hal itu. Apakah keempat hal itu? Keempat hal itu adalah menumbuhkan kembali apa yang telah hilang, memperbaiki apa yang telah rusak, makan dan minum tidak berlebihan, dan selalu berbuat kebajikan.
Harus disebutkan pula bahwa kesinambungan adanya semangat bekerja memegang peranan penting untuk keberhasilan berusaha. Sang Buddha membahas tentang hal ini dalam Khuddaka Nikaya 2444, yaitu bekerjalah terus pantang mundur; hasil yang diinginkan niscaya akan terwujud sesuai dengan cita-cita. Dan bila semangat dapat dipertahankan serta dikembangkan, maka tiada lagi kekuatan yang mampu menghalangi keberhasilannya. Sang Buddha pernah bersabda dalam Khuddaka Nikaya 881, bahwa ‘seseorang yang tak gentar pada hawa dingin atau panas, gigitan langau, tahan lapar dan haus, yang bekerja dengan jujuh tanpa putus, siang dan malam, tidak melewatkan manfaat yang datang pada waktunya; ia menjadi kecintaan bagi keberuntungan. Keberuntungan niscaya meminta bertinggal dengannya’.

d. Perkawinan harmonis
Istilah ‘keluarga’ tentulah mengacu pada unsur terpenting pembentuk keluarga, yaitu pria dan wanita yang terikat dalam satu kelembagaan yang dikenal dengan sebutan ‘perkawinan’. Kelembagaan ini akan terus berkembang dengan lahirnya anak sebagai keturunan. Garis keturunan ini juga akan dapat terus berlanjut menjadi beberapa generasi penerus keluarga tersebut.
Sang Buddha lebih lanjut menguraikan tugas-tugas yang perlu dilaksanakan oleh suami terhadap istrinya dan juga sebaliknya. Oleh karena, keluarga bahagia akan dapat dicapai apabila suami dan istri dalam kehidupan perkawinan mereka telah mengetahui serta memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing seperti yang disabdakan oleh Sang Buddha dalam Digha Nikaya III, 118, yaitu bahwa tugas suami terhadap istri adalah memuji, tidak merendahkan atau menghina, setia, membiarkan istri mengurus keluarga, memberi pakaian dan perhiasan. Lebih dari itu, hendaknya disadari pula oleh suami bahwa dalam Ajaran Sang Buddha, istri sesungguhnya merupakan sahabat tertinggi suami (Samyutta Nikaya 165).
Sedangkan tugas istri terhadap suami adalah mengatur semua urusan dengan baik, membantu sanak keluarga suami, setia, menjaga kekayaan yang telah diperoleh, serta rajin dan tidak malas, pandai dan rajin dalam melaksanakan semua tugasnya serta segala tanggung-jawabnya.
Konsekuensi logis lembaga perkawinan adalah melahirkan keturunan. Dan, Sang Buddha juga memberikan petunjuk-Nya agar terjadi hubungan harmonis antara orang tua dan anak serta sebaliknya. Keharmonisan ini juga terwujud apabila masing-masing pihak menyadari dan melaksanakan tugas-tugasnya. Untuk itu, dalam kesempatan yang sama Sang Buddha menguraikan tugas anak terhadap orang tua, yaitu merawat, membantu, menjaga nama baik keluarga, bertingkah laku yang patut sehingga layak memperoleh warisan kekayaan, melakukan pelimpahan jasa bila orangtua telah meninggal. Lebih lanjut dalam Khuddaka Nikaya 286 disebutkan bahwa ayah dan ibu adalah Brahma (makhluk yang luhur), ayah dan ibu adalah guru pertama, ayah dan ibu juga adalah orang yang patut diyakini oleh putra-putrinya.
Mengingat sedemikian besar jasa serta kasih sayang orang tua terhadap anaknya, maka kewajiban anak di atas sungguh-sungguh tidak dapat diabaikan begitu saja, seperti yang telah disebutkan dalam Khuddaka Nikaya 33, yaitu bahwa ‘Penghormatan, kecintaan, dan perawatan terhadap ayah serta ibu membawa kebahagiaan di dunia ini’. Sedangkan dalam Khuddaka Nikaya 393 disebutkan bahwa ‘Anak yang tidak merawat ayah dan ibunya ketika tua; tidaklah dihitung sebagai anak’. Oleh karena ‘Ibu adalah teman dalam rumah tangga’ (Samyutta Nikaya 163).
Sedangkan tugas orang tua terhadap anak adalah menghindarkan anak melakukan kejahatan, menganjurkan anak berbuat baik, memberikan pendidikan, merestui pasangan hidup yang telah dipilih anak, memberikan warisan bila telah tiba saatnya. Ditambahkan dalam Khuddaka Nikaya 252 bahwa ‘Orang bijaksana mengharapkan anak yang meningkatkan martabat keluarga, serta mempertahankan martabat keluarga, dan tidak mengharapkan anak yang merendahkan martabat keluarga; yang menjadi penghancur keluarga’.
Dengan adanya ‘rambu-rambu’ rumah tangga yang diberikan oleh Sang Buddha di atas akan menjamin tercapainya keselamatan bahtera rumah tangga yang sedang dijalani. Oleh karena itu, kesadaran melaksanakan ajaran Sang Buddha tersebut perlu semakin ditingkatkan sehingga akan meningkatkan pula baik secara kualitas maupun kuantitas keluarga bahagia yang ada dalam masyarakat kita maupun dalam bangsa dan negara kita.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Brado

  • Sebelumnya: Lokkhitacaro
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.645
  • Reputasi: 67
Re: Apa sih kegunaan menikah?
« Reply #98 on: 16 December 2008, 10:00:26 PM »
Kegunaan menikah ?  ;D

1. Biar bisa dapet do'i seutuhnya  :P
2. Bisa Em El  :-[
3. Bisa dapet anak  ^-^
4. Saling berbagi  =P~
5. Belajar tanggung jawab  :(
6. Belajar bagaimana jadi ortu  :whistle:

Nah..! justru yang saya bingung, tujuan menikah itu untuk apa ya ?  :??

Offline Reenzia

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.199
  • Reputasi: 50
  • Gender: Female
  • The Wisdom ~
Re: Apa sih kegunaan menikah?
« Reply #99 on: 16 December 2008, 10:02:38 PM »
biar bisa hidup bersama?
memberi pernyataan bahwa do'i adalah milik, biar tak berkeliaran dan digangguin[atau malah menggangguin] org :))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Apa sih kegunaan menikah?
« Reply #100 on: 16 December 2008, 10:08:46 PM »
PENDAHULUAN

(Sumber: Tuntunan Perkawinan dan Hidup Berkeluarga dalam Agama Buddha, Penyusun: Pandita Sasanadhaja Dokter R. Surya Widya, psikiater,
Pernerbit : Pengurus Pusat MAGABUDHI bekerjasama dengan
Yayasan Buddha Sasana, Cetakan Pertama, Mei 1996)

Perkawinan adalah perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami isteri. Di dalam Tipitaka tidak banyak ditemukan uraian-uraian yang mengatur masalah perkawinan, akan tetapi dari berbagai sutta dapat diperoleh hal-hal yang sangat penting bagi suami dan isteri untuk membentuk perkawinan yang bahagia.

Di dalam buku ini akan dibahas mengenai azas perkawinan dan upacara perkawinan, hubungan antara suami dan isteri secara umum, kemudian mengenai kewajiban seorang suami, kewajiban seorang isteri, kewajiban orang tua terhadap anak, kewajiban anak terhadap orang tua (dan mertua) dan akhirnya mengenai perceraian.

Seorang laki-laki yang beragama Buddha di dalam hidupnya dapat memilih antara hidup berkeluarga dan tidak berkeluarga. Sebagai orang yang hidup berkeluarga ia dapat kawin dengan seorang perempuan dan membentuk keluarga, lalu mempunyai keturunan dan seterusnya; akan tetapi ia juga dapat tidak kawin dan tidak membentuk keluarga, tentunya dengan berbagai alasan. Apabila ia memilih hidup tidak berkeluarga juga tidak berumah tangga, maka ia dapat tinggal di vihara sebagai anagarika, samanera atau bhikkhu.

Sebagai anagarika maka seorang laki-laki dapat bertekad untuk mematuhi attha (delapan) sila, sebagai samanera dasa (sepuluh) sila dan sebagai bhikkhu 227 sila. Dalam konsep Buddhis yang dimaksud dengan sila adalah latihan moral etik, yaitu tekad yang sungguh sungguh untuk tidak melakukan sesuatu (berpantang), dan apabila dilanggar akan membawa akibat yang merugikan diri sendiri maupun mahluk lain.

Seperti juga seorang laki- laki maka seorang perempuan yang beragama Buddha dapat memilih antara hidup berkeluarga dan hidup tidak berkeluarga. Sebagai orang yang hidup berkeluarga ia dapat memilih antara hidup bersama dengan laki-laki sebagai suami isteri dan membentuk keluarga, atau ia tidak kawin dan tidak membentuk keluarga. Apabila ia memilih hidup tidak berkeluarga juga tidak berumah tangga maka pada saat ini sesuai dengan Mazhab Theravada, ia dapat hidup sebagai seorang anagarini yang mematuhi attha sila.

Ada juga laki-laki, setelah ia mempunyai isteri dan anak-anak, baru pada usia agak lanjut ia menjadi bhikkhu, menjadi anggota sangha. Kalau ia masih terikat dengan seorang perempuan dalam ikatan perkawinan maka ia harus mendapat izin tertulis dari isterinya tersebut untuk dapat menjadi seorang bhikkhu.

Tidak semua laki-laki beruntung mendapatkan seorang perempuan yang baik (dewi) sebagai isterinya, ia mungkin mendapatkan seorang perempuan yang jahat/berperangai buruk (chava) sebagai isterinya, sehingga dapat diramalkan perkawinannya akan merupakan bencana bagi dirinya.

Demikian pula tidak semua perempuan beruntung mendapatkan seorang laki-laki yang baik (dewa) sebagai suaminya, ia mungkin saja mendapatkan seorang laki-laki yang jahat/berperangai buruk (chavo) sebagai suaminya, sehingga perkawinannya pasti tidak akan membawa kebahagiaan, hanya membawa nestapa belaka.

Seorang yang jahat dan berperangai buruk adalah orang yang suka melakukan berbagai kejahatan (melanggar Pancasila Buddhis), mempunyai kebiasaan-kebiasaan buruk, mementingkan dirinya sendiri, tidak menghormati mereka yang patut untuk dihormati dan lain sebagainya.

Ada juga perkawinan antara seorang laki-laki yang jahat (chavo) dengan seorang perempuan yang jahat (chava), mereka mungkin merasa "bahagia" menurut ukuran mereka sendiri, akan tetapi itu adalah perkawinan yang buruk yang hanya akan merugikan keluarga dan handai taulan.

Yang paling baik adalah perkawinan antara seorang laki-laki yang baik (dewa) dengan seorang wanita yang baik (dewi), pasangan terakhir inilah yang dipuji oleh Sang Buddha.

(Anguttara Nikaya II, 57)

Persiapan yang masak adalah penting sekali. Sebelum kawin pihak pria dan wanita seharusnya melakukan saling pemantauan terhadap pihak lainnya, untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang ada. Sehingga kalau ada kekurangan di pihak lainnya yang tidak dapat ditolerir, masih dapat dilakukan langkah mundur atau putus hubungan.

Apa yang harus dinilai dari pihak wanita ? (Apabila tidak ada masalah dengan penampilan, umur, faktor keturunan atau status sosial)

   1.      Keyakinan pada agama
   2.      Etika/moral
   3.      Pendidikan
   4.      Ketrampilan wanita
   5.      Kematangan emosional
   6.      Kebijaksanaan

Apa yang harus dinilai dari pihak pria ? (Apabila tidak ada masalah dengan penampilan, umur, faktor keturunan dan status sosial)

   1.      Keyakinan pada agama
   2.      Etika/moral
   3.      Pendidikan
   4.      Pekerjaan
   5.      Tanggung jawab
   6.      Kebijaksanaan

Keyakinan pada agama : Sebaiknya suami dan isteri mempunyai keyakinan yang sama, artinya sama-sama beragama Buddha. Setelah keduanya beragama Buddha maka sepantasnya keduanya memahami dan melaksanakan ajaran Sang Buddha dalam hidup sehari-hari, sehingga diharapkan keluarganya akan berbahagia, itu yang disebutkan sebagai perkawinan di dalam Dhamma. Setelah mempunyai keyakinan yang sama, maka selanjutnya dianjurkan untuk memiliki sila yang yang setara, kemudian memiliki kemurahan hati yang seimbang dan akhirnya keduanya memiliki kebijaksanaan yang setara.

Etika/Moral : Etika/moral harus menjadi perhatian utama, karena tanpa moral manusia itu seperti mobil tanpa rem. Alangkah baiknya apabila semua calon pengantin telah menjadi upasaka/upasika yang handal, yang selalu mentaati Pancasila Buddhis dalam kehidupan sehari-hari. Etika/moral tidak dibentuk dalam satu hari, namun merupakan hasil kumulatif perkembangan kepribadian sejak masih di dalam kandungan. Apabila si pacar moralnya tidak baik, lebih baik mundur teratur, daripada sakit hati dan lebih menderita di kemudian hari. Moral akan mudah sekali rusak karena keserakahan, kebencian dan kebodohan, akan tetapi pada zaman sekarang ini banyak yang memuji mereka yang berhasil dalam materi, katanya "Greedy is good".

Pendidikan: Pada zaman sekarang ini sebaiknya pendidikan formal juga dijadikan ukuran dalam mencari pasangan hidup, karena pada suatu saat kesenjangan pendidikan yang terlalu jauh akan mempengaruhi kerukunan dalam keluarga. Pendidikan yang cukup tinggi akan memudahkan seseorang menerima informasi dari manapun, sehingga tidak tertinggal dalam menentukan sikap. Pendidikan yang baik misalnya, akan memudahkan seorang janda untuk mencari kerja, apabila keadaan memaksa.

Ketrampilan wanita: Seorang wanita harus pandai mengurus rumah tangga sebelum memasuki jenjang perkawinan, kalau tidak tahu ia harus belajar dari yang lebih tahu. Pengetahuan yang harus dikuasai sangatlah bervariasi, mulai dari mengurus rumah, mengatur uang belanja, belanja ke pasar, masak di dapur, cuci pakaian dan lain sebagainya; termasuk bagaimana menjadi seorang ibu yang baik.

Kematangan emosional : Hal ini menunjukkan tingkat kedewasaan seseorang. Seorang wanita yang belum dewasa akan menuntut perhatian yang berlebih dari suaminya, manja, mudah tersinggung, keras kepala, mau menang sendiri dan lain sebagainya. Seorang wanita yang matang emosinya akan bersikap sabar dan mau menunggu dengan bijaksana apabila ada kemelut dalam keluarga, ia akan berpikir panjang sekali sebelum mengambil keputusan.

Pekerjaan : Pekerjaan bagi laki-laki adalah sangat penting, oleh karena tidak ada wanita yang mau menikah dengan seorang penganggur. Memang ada laki-laki anak orang kaya yang tidak tahu bagaimana harus bekerja dan mau kawin, dan ada juga wanita yang mau kawin dengan laki-laki seperti itu; apakah itu untuk sepanjang waktu?! Jenis pekerjaan yang ditekuni juga harus sesuai dengan ajaran Sang Buddha, yaitu tidak termasuk jenis mata pencaharian yang harus dihindari.

Tanggung jawab : Hal ini merupakan bagian dari kepribadian seorang laki-laki yang dipupuk sejak kecil, tidak dibentuk secara mendadak. Memang ada seorang laki-laki yang tampaknya penuh tanggung jawab, meskipun di lain saat ia akan berubah menjadi pengecut yang tidak bertanggung jawab. Hal ini menjadi penting karena beban seorang laki-laki yang menjadi kepala keluarga semakin hari semakin berat, tuntutan semakin bervariasi.

Kebijaksanaan : Pengertian yang benar mengenai Buddha Dhamma dan selalu mengendalikan pikiran adalah hal yang terpuji, namun ini merupakan hal yang sangat sukar dan langka. Usaha yang sungguh-sungguh untuk memiliki kebijaksanaan dalam hidup ini adalah sangat menguntungkan hidup selanjutnya di masa ini dan di masa yang akan datang. Dengan memiliki kebijaksanaan maka segala keputusan yang diambil bukan karena suka atau tidak suka, bukan karena ikut-ikutan orang lain, bukan karena takut tidak disukai oleh seseorang, namun karena baik untuk semua pihak di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.

Masa pacaran dapat dipergunakan sebagai masa perkenalan atau masa penjajakan bagi sepasang calon pengantin. Setiap manusia mempunyai corak kepribadian yang berbeda, dan belum tentu kepribadian seseorang itu cocok dengan kepribadian orang lain yang dipilihnya sebagai pasangan hidup; oleh karena itu masa pacaran menjadi sangat penting sebagai persiapan. Bersikap pura-pura atau menutupi keburukan yang ada seringkali berhasil mengelabui si calon pasangan, sehingga akhirnya akan membawa akibat yang tidak menyenangkan bagi yang dikelabui karena tidak ada orang yang dapat dibohongi sepanjang masa.

Apabila ada yang ragu-ragu dengan kepribadian si calon pasangan hidupnya, selidikilah dahulu dengan seksama, bila perlu diperiksa oleh para ahli. Untuk memeriksa kondisi fisiknya dapat diminta pertolongan seorang dokter dengan bantuan pemeriksaan laboratorium dan alat-alat kedokteran yang canggih lainnya, untuk mengetahui corak kepribadiannya dapat diminta pertolongan seorang psikiater (dokter spesialis jiwa) atau seorang psikologi (ahli jiwa) yang berpengalaman. Pemeriksaan fisik adalah sangat penting, akan tetapi pemeriksaan jiwa untuk mendeteksi corak kepribadiannya lebih penting lagi !

Saat ini ilmu kedokteran sudah sangat maju, sehingga tidak begitu banyak lagi penyakit fisik yang sukar atau tidak dapat disembuhkan; akan tetapi apabila. seseorang itu mengalami gangguan atau kelainan kepribadian maka kemungkinannya untuk "sembuh" adalah sangat kecil.

Setiap orang dalam memilih pasangan hidupnya mempunyai kriteria yang tidak sama, demikian pula dengan skala prioritas dari kriteria-kriteria tersebut. Ada yang tidak mau hidup melarat karena itu ia memilih calon pasangan yang kaya raya. Ada juga yang ingin menjadi orang terkenal, karena itu ia memilih calon pasangan hidup yang sudah punya nama, seperti bintang film, bintang sinetron, bintang olah raga, tokoh politik atau tokoh masyarakat. Mereka yang ingin hidup bahagia akan memilih pasangan hidup yang luhur budi, bermoral, bertanggung jawab, rajin bekerja, setia dan bijaksana.

PERSIAPAN MEMASUKI HIDUP PERKAWINAN

Sampai disini maka sudah jelas untuk memasuki hidup perkawinan tidaklah mudah dan sederhana. Sesuatu yang tampak indah dari kejauhan belum tentu tetap indah setelah didekati.

Bagi seorang laki-laki yang ingin menjadi sesuai sebaiknya telah memenuhi kondisi sbb :

   1.      Mempunyai identitas sebagai laki-laki
   2.      Dapat memberikan kasih sayang kepada seorang wanita
   3.      Dapat mempercayai calon isterinya
   4.      Mempunyai integritas kepribadian yang matang
   5.      Mempunyai mental dan fisik yang sehat
   6.      Mempunyai mata pencaharian yang benar
   7.      Bersedia membagi kebahagiaan dengan calon isteri
   8.      Siap menjadi ayah yang bertanggung jawab

Bagi seorang wanita kondisinya adalah sbb:

   1.      Mempunyai identitas sebagai wanita
   2.      Memberikan kasih sayang kepada seorang pria
   3.      Dapat mempercayai calon suaminya
   4.      Mempunyai integritas kepribadian yang matang
   5.      Mempunyai mental dan fisik yang sehat
   6.      Bersedia mengabdikan diri kepada calon suami
   7.      Bersedia menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan suami
   8.      Siap menjadi ibu yang bijaksana
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Apa sih kegunaan menikah?
« Reply #101 on: 17 December 2008, 08:44:03 AM »
Wew.. emang nga ada masa pacaran apa ? Trus masa penjajakan, pedekate, itu smua buat apa? :P

bagaimanapun juga kan "masa2" itu bertujuan tuk menikah. dan gak usah sampe pada masa pdkt gitu deh :)) yg masih temen aja kadang malah ngerepotin :P
i'm just a mammal with troubled soul



Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Apa sih kegunaan menikah?
« Reply #102 on: 17 December 2008, 08:46:17 AM »
Syair dhammapada 328-330

Apabila dalam pengembaraanmu, engkau dapat menemukan seorang sahabat yang berkelakuan baik, pandai, dan bijaksana, maka hendaknya engkau berjalan bersamanya dengan senang hati dan penuh kesadaran untuk mengatasi semua bahaya.

Apabila dalam pengembaraanmu, engkau tak dapat menemukan seorang sahabat yang berkelakuan    baik, pandai, dan bijaksana, maka hendaknya engkau berjalan seorang diri, seperti seorang raja    yang meninggalkan negara yang telah dikalahkannya, atau seperti seekor gajah yang mengembara sendiri dalam hutan.

Lebih baik mengembara seorang diri dan tidak bergaul dengan orang bodoh. Pergilah seorang diri dan jangan berbuat jahat, hiduplah dengan bebas (tidak banyak kebutuhan), seperti seekor gajah yang mengembara sendiri di dalam hutan.

mettacittena
_/\_

sahabat yg dimaksud, tidak harus dinikahi kan ? apalagi harus lawan jenis ?
i'm just a mammal with troubled soul



Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Apa sih kegunaan menikah?
« Reply #103 on: 17 December 2008, 08:50:25 AM »
 [at] calon arahat & ryu & Reenzie

kalo tentang pasangan hidup yang sama tipe saddha (bukan berarti tingkat saddha nya ya) mungkin juga dapat meningkatkan kualitas saddha kita, dan sama seperti xuvie sampaikan seperti mempunyai seorang sahabat dalam "mengembara" dhamma.


tetapi saya rasa hal itu tidak pada pencapaian nibbana pada satu masa kehidupan tersebut.
i'm just a mammal with troubled soul



Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Apa sih kegunaan menikah?
« Reply #104 on: 17 December 2008, 09:04:36 AM »
 [at] ryu

bussed dah lengkap betul :o

tapi trims atas infonya, jadi ada pegangan neh yang mo buat nikah :))

saya pikir pikir dulu deh. :)
i'm just a mammal with troubled soul