[at] Gunawan, Markosprawira dan bond
dear hope,
Saya melihat bahwa sepertinya sudut pandangnya sudah berbeda, sebaiknya diskusi ini disudahi saja yah...
karena selama masih berpegang pada "jiwa yg kekal", ada Tuhan sebagai pencipta, maka selama itu pula, alur pemikiran secara buddhism yang berpegang pada hukum kamma, Anatta tidak akan pernah "masuk akal"
Jika anda berkenan untuk melepas dahulu konsep jiwa yg kekal dan tuhan yg menciptakan, maka saya akan mengajak anda untuk melihat proses kehidupan seperti air sungai yg mengalir
Air sungai mengalir dengan menggerus dasarnya yg berlumpur
Juga ada masukan2 dari saluran2 air di kiri dan kanannya
Kesemuanya ini membuat air sungai di 1 titik, setiap saat selalu berubah2 komposisinya
Air sungai yg di depan merupakan kelanjutan dari air di belakangnya
Namun air yg di depan, tidaklah sama dengan air di belakangnya.
Demikian juga manusia.
Terdiri dari komposisi batin (citta/pikiran dan cetasika/faktor2 batin) dan fisik (4 unsur utama dan 28 unsur pembentuknya), yang setiap saat selalu berubah-ubah
Markos saat ini merupakan kelanjutan dari Markos 1 menit yg lalu
Markos saat ini, merupakan hasil dari apa yg diperbuat Markos atau mahluk apapun saya di bnyk kehidupan yg lampau
Namun Markos saat ini, tidaklah sama dengan Markos yg lampau karena esensinya sudah berubah semua
Semoga contoh ini bisa dimengerti yah........
dear markosprawira,
oke, saya kesampingkan dulu pemahaman saya.
pertanyaan saya : Annata apakah tidak kontradiktif dengan keunggulan agama Budha sebagai ajaran yang paling logis?
saya bisa pahami analogi air sungai, ya berarti hidup manusia ini adalah proses terus menerus menuju kesempurnaan.
Seharusnya, jika seseorang ingin mempelajari Ajaran Buddha denga tulus, ia haruslah mengosongkan air didalam cangkirnya. Mengapa, karena mereka masuk ke forum Buddhist. Lain halnya jika sebaliknya, individu disini masuk ke forum agama lain untuk mempelajarinya, maka individu itu harus mengosongkan air dicangkirnya juga. Dari kenetralan batin dalam melihat objek berupa suatu ajaran tersebut lalu diperbandingkan melalui pengalaman nyata barulah akan bermanfaat. Tetapi bila hanya mempertanyakan tanpa melakukan langkah2 yg sepatutnya agar ajaran Buddha dapat dimengerti, maka hanya buang2 waktu. Yg terjadi adalah argumen yg tidak ada ujungnya.
Saya setuju dengan bro Markos menyudahi diskusi tentang tuhan, roh dsb.
Kalau memang mau membicarakan tuhan, lebih baik membicarakan tuhan yg nyata, tuhan Medho
terima kasih atas masukannya.
terserah teman2 dan Moderator apakah topic ini akan di locked.
terserah bila diskusi ini akan disudahi saja karena Anda semua menilai saya ngotot.
tapi sebelumnya, bila berkenan mohon jawab pertanyaan saya di halaman sebelumnya yang belum terjawab :
1. kalau di Budha, bagaimana mengetahui bahwa orang tsb sudah mencapai Nibbana?
2. nyawa adalah paduan unsur2 ... unsur2 apa?? siapa yang memadukan? dari mana? bagaimana bisa masuk ke raga?
terima kasih.
dear hope,
jika Anda sudah berkata paham mengenai aliran sungai itu, semestinya pertanyaan anda tidak akan muncul lagi
tapi biar ga penasaran, mari kita jawab secara tipitaka:
1. di Visuddhimagga XVIII, 36 dikatakan bhw batin dan fisik itu seperti org dan perahu
Batin tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada fisik
Fisik juga tidak bisa berdiri sendiri tanpa batin
Seperti orang dan perahu, yang saling membantu untuk mengarungi samudera
2. Pencapaian nibbana terjadi secara batin...... nah bagaimana jika itu bisa dilihat jika kita masih berasumsi ROH itu kekal?
Pun Nibbana disebut sebagai accinteya, alias tidak terjangkau oleh pikiran manusia biasa
Mungkin ini akan menjadi alasan bhw Buddhism tidaklah logis.... memberitahu sesuatu yg tidak bisa dibuktikan
Karena itulah, Buddha memberitahu bahwa ada Jalan utk mencapai Nibbana yaitu dengan menjalankan Jalan Mulia berunsur 8
Nah selanjutnya, apakah kita sudah menjalankannya?
3. Mengenai nyawa : kembali muncul "harus ada yg menyatukan" dan unsur2 itu sendiri dianggap sebagai hal2 yg eksis.
Itulah kenapa dalam Buddhism dikenal yg disebut Niyama.
Niyama adalah hukum kesesuaian.
Semua hal yg terjadi adalah kesesuaian.
Suhu global meningkat karena hasil dari prilaku manusia.....
Longsor terjadi karena hutan ditebangi, dan "pas" pada waktu itu, hujan lebat turun terus
Saya lahir di dunia ini, adalah sesuai dengan citta/pikiran saya pd wkt kehidupan lampau, yg pada waktu meninggal lalu menjadi pikiran pada waktu lahir, ditambah dengan janaka kamma (kamma pendorong kelahiran)
Pas pada waktu itu juga, bercampurlah unsur2 dimana dihidupkan oleh 1 unsur yg disebut Jivitindriya, yang "menghidupkan" fisik (rupa jivitindriya) dan batin (nama jivitindriya)
namun jgn jivitindriya dianggap sebagai "ROH" atau "JIWA" karena sesungguhnya tanpa unsur2 batin dan rupa lainnya, jivitndirya pun tidak akan berfungsi....
itu sebabnya kita kembali ke Visuddhimagga XVIII, 36 dimana dikatakan bhw batin dan fisik itu seperti org dan perahu dimana mereka saling membantu untuk mengarungi samudera (baca : kehidupan)
semoga konsep yg terlihat nyeleneh untuk paham anda, bisa sedikit menjelaskan betapa sebenarnya selalu ada kesesuaian dalam hidup kita
dan KITA-lah yg membuat kesesuaian itu...... berbuat kusala, langsung terjadi kesesuaian baru
berbuat akusala, langsung ada kesesuaian lagi....
demikianlah hukum kesesuaian / niyama bekerja......
semoga bisa bermanfaat bagi kita semua........