Berikut adalah terjemahan Madhyama Agama (MA) kotbah 98 yang merupakan padanan Satipatthana Sutta (MN 10):
Madhyamāgama 98
Kotbah tentang Penegakan Perhatian
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha berdiam di antara penduduk Kuru di Kammasādhamma, sebuah kota negeri Kuru. Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Terdapat ‘satu jalan’ (
ekāyana-magga) yang memurnikan makhluk-makhluk, mengatasi dukacita dan kekhawatiran, melenyapkan penderitaan dan kesedihan, meninggalkan tangisan dan ratapan, dan mencapai Dharma sejati – yaitu empat penegakan perhatian.
“Para Tathāgata masa lampau, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, semuanya telah menghancurkan lima rintangan, kekotoran-kekotoran pikiran dan yang melemahkan kebijaksanaan, mengembangkan pikiran [mereka] [dan] berdiam sepenuhnya dalam empat penegakan perhatian, telah melatih tujuh faktor pencerahan, dan telah mencapai pencerahan sempurna yang tiada bandingnya. Para Tathāgata masa yang akan datang, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, semuanya akan menghancurkan lima rintangan, kekotoran-kekotoran pikiran dan yang melemahkan kebijaksanaan, akan mengembangkan pikiran [mereka] [dan] berdiam sepenuhnya dalam empat penegakan perhatian, akan melatih tujuh faktor pencerahan, dan akan mencapai pencerahan sempurna yang tiada bandingnya. Sekarang Aku, Sang Tathāgata masa sekarang, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, juga telah menghancurkan lima rintangan, kekotoran-kekotoran pikiran dan yang melemahkan kebijaksanaan, telah mengembangkan pikiran[-Ku] [dan] berdiam sepenuhnya dalam empat penegakan perhatian, telah melatih tujuh faktor pencerahan, dan telah mencapai pencerahan sempurna yang tiada bandingnya. Apakah empat itu? Penegakan perhatian yang adalah perenungan jasmani sebagai jasmani; demikian juga penegakan perhatian yang adalah perenungan perasaan ... pikiran ... dan objek-objek pikiran sebagai objek-objek pikiran.
[I. Perenungan Jasmani][1. Postur Tubuh]“Apakah penegakan perhatian yang adalah perenungan jasmani sebagai jasmani? Seorang bhikkhu, ketika berjalan, memahami: ‘[Aku sedang] berjalan’; ketika berdiri, ia memahami: ‘[Aku sedang] berdiri’; ketika duduk, ia memahami: ‘[Aku sedang] duduk’; ketika berbaring, ia memahami: ‘[Aku sedang] berbaring’; ketika tertidur, ia memahami: ‘[Aku sedang] tertidur’; ketika terjaga, ia memahami: ‘[Aku sedang] terjaga’; ketika sedang tertidur [dan] terjaga, ia memahami: ‘[Aku sedang] tertidur [dan] terjaga.’ Demikianlah seorang bhikkhu merenungkan jasmani internal sebagai jasmani, merenungkan jasmani eksternal sebagai jasmani, dan mengembangkan perhatian sehubungan dengan jasmani, dengan memiliki pengetahuan (
ñāṇa), penglihatan (
dassana), dan kebijaksanan (
vijjā). Ini adalah apa yang disebut dengan ‘seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani.’
[2. Kewaspadaan Penuh]“Kemudian, seorang bhikkhu merenungkan tubuh sebagai tubuh [sebagai berikut:] Seorang bhikkhu mengetahui dengan penuh kewaspadaan ketika berjalan keluar dan masuk, mengamati dengan baik dan menganalisis; ia mengetahui dengan penuh kewaspadaan ketika membengkokkan dan merentangkan [lengannya], menundukkan dan mengangkat [kepalanya], perilakunya yang tenang dan hening, dengan benar mengenakan jubah
saṅghāṭi-nya dan jubah [lainnya] [dan membawa] mangkuknya, berjalan, berdiri, duduk, berbaring, tertidur, terjaga, berbicara dan berdiam diri. Demikianlah seorang bhikkhu merenungkan jasmani internal sebagai jasmani, merenungkan jasmani eksternal sebagai jasmani, dan mengembangkan perhatian sehubungan dengan jasmani, dengan memiliki pengetahuan, penglihatan, dan kebijaksanaan. Ini adalah apa yang disebut ‘seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani.’
[3. Melenyapkan Pikiran Tidak Bermanfaat]“Kemudian, seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani [sebagai berikut:] Ketika pikiran-pikiran jahat yang tidak bermanfaat muncul, seorang bhikkhu memotong dan melenyapkan[nya] dengan memperhatikan objek pikiran yang bermanfaat. Seperti halnya seorang tukang kayu atau murid tukang kayu memegang seutas benang yang diberi tinta dan menggunakannya pada kayu, kemudian membelah kayu itu dengan sebuah kapak tajam untuk meluruskannya, demikian juga ketika pkiran-pikiran jahat yang tidak bermanfaat, seorang bhikkhu memotong dan melenyapkan[nya] dengan memperhatikan objek pikiran yang bermanfaat. Demikianlah seorang bhikkhu merenungkan jasmani internal sebagai jasmani, merenungkan jasmani eksternal sebagai jasmani, dan mengembangkan perhatian sehubungan dengan jasmani, dengan memiliki pengetahuan, penglihatan, dan kebijaksanaan. Ini adalah apa yang disebut ‘seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani.’
“Kemudian, seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani [sebagai berikut:] Seorang bhikkhu, dengan mengertakkan giginya dan menekankan lidahnya ke langit-langit mulut, mengendalikan pikiran dengan pikiran, memotong dan melenyapkan [pikiran lainnya]. Seperti halnya dua orang yang kuat menangkap seorang yang lemah, mencengkeramnya secara acak pada bagian mana pun [dari tubuhnya] dan memukulinya sekehendak hatinya, demikian juga seorang bhikkhu, dengan mengertakkan giginya dan menekankan lidahnya ke langit-langit mulut, mengendalikan pikiran dengan pikiran, memotong dan melenyapkan [pikiran lainnya]. Demikianlah seorang bhikkhu merenungkan jasmani internal sebagai jasmani, merenungkan jasmani eksternal sebagai jasmani, dan mengembangkan perhatian sehubungan dengan jasmani, dengan memiliki pengetahuan, penglihatan, dan kebijaksanaan. Ini adalah apa yang disebut ‘seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani.’
[4. Perhatian pada Pernapasan]“Kemudian, seorang bhikkhu merenungkkan jasmani sebagai jasmani [sebagai berikut:] Seorang bhikkhu, ketika memperhatikan napas masuk, memahami: ‘[Aku sedang] memperhatikan napas masuk’; ketika memperhatikan napas keluar, ia memahami: ‘[Aku sedang] memperhatikan napas keluar.’ Menarik napas panjang, ia memahami: ‘[Aku sedang] menarik napas panjang’; menghembuskan napas panjang, ia memahami: ‘[Aku sedang] menghembuskan napas panjang.’ Menarik napas pendek, ia memahami: ‘[Aku sedang] menarik napas pendek’; menghembuskan napas pendek, ia memahami: ‘[Aku sedang] menghembuskan napas pendek.’ Ia berlatih menarik napas [dengan mengalami] keseluruhan tubuh; ia berlatih menghembuskan napas [dengan mengalami] keseluruhan tubuh. Ia berlatih menarik napas dengan menghentikan bentukan jasmani; ia berlatih menghembuskan napas dengan menghentikan bentukan ucapan. Demikianlah seorang bhikkhu merenungkan jasmani internal sebagai jasmani, merenungkan jasmani eksternal sebagai jasmani, dan mengembangkan perhatian sehubungan dengan jasmani, dengan memiliki pengetahuan, penglihatan, dan kebijaksanaan. Ini adalah apa yang disebut ‘seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani.’
[5. Jhāna-Jhāna]“Kemudian, seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani [sebagai berikut:] Seorang bhikkhu membuat sukacita dan kenikmatan yang lahir dari keterasingan membasahi, melembabkan, meliputi dan mengisi tubuhnya; tidak ada bagian tubuhnya yang tidak diliputi oleh sukacita dan kenikmatan yang lahir dari keterasingan. Seperti halnya seorang petugas pemandian mengisi sebuah penampungan dengan bubuk mandi, dan mencampurkan [bubuk mandi dan] air menjadi sebuah gumpalan, dengan membuat air membasahi, melembabkan, meliputi dan mengisi [gumpalan itu] dengan tidak ada bagian yang tidak diliputi; demikian juga seorang bhikkhu membuat sukacita dan kenikmatan yang lahir dari keterasingan membasahi, melembabkan, meliputi dan mengisi tubuhnya; tidak ada bagian tubuhnya yang tidak diliputi oleh sukacita dan kenikmatan yang lahir dari keterasingan. Demikianlah seorang bhikkhu merenungkan jasmani internal sebagai jasmani, merenungkan jasmani eksternal sebagai jasmani, dan mengembangkan perhatian sehubungan dengan jasmani, dengan memiliki pengetahuan, penglihatan, dan kebijaksanaan. Ini adalah apa yang disebut ‘seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani.’
“Kemudian, seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani [sebagai berikut:] Seorang bhikkhu membuat sukacita dan kenikmatan yang lahir dari konsentrasi membasahi, melembabkan, meliputi dan mengisi tubuhnya; tidak ada bagian tubuhnya yang tidak diliputi oleh sukacita dan kenikmatan yang lahir dari konsentrasi. Seperti halnya sebuah mata air di pegunungan, bersih dan tidak berlumpur, penuh dan meluap, dan tidak ada kesempatan bagi air dari keempat arah memasuki [mata air itu], dan dari dasar mata air, air memancar ke atas secara spontan dan membanjiri, membasahi, melembabkan, meliputi dan mengisi pegunungan dengan tidak ada bagian yang tidak diliputi; demikian juga seorang bhikkhu membuat sukacita dan kenikmatan yang lahir dari konsentrasi membasahi, melembabkan, meliputi dan mengisi tubuhnya; tidak ada bagian tubuhnya yang tidak diliputi oleh sukacita dan kenikmatan yang lahir dari konsentrasi. Demikianlah seorang bhikkhu merenungkan jasmani internal sebagai jasmani, merenungkan jasmani eksternal sebagai jasmani, dan mengembangkan perhatian sehubungan dengan jasmani, dengan memiliki pengetahuan, penglihatan, dan kebijaksanaan. Ini adalah apa yang disebut ‘seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani.’
“Kemudian, seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani [sebagai berikut:] Seorang bhikkhu membuat kenikmatan yang lahir dari ketiadaan sukacita membasahi, melembabkan, meliputi dan mengisi tubuhnya; tidak ada bagian tubuhnya yang tidak diliputi oleh kenikmatan yang lahir dari ketiadaan sukacita. Seperti halnya seroja biru, merah dan putih lahir dan tumbuh dalam air, muncul dalam air, demikian juga akar, batang, bunga dan daunnya semuanya dibasahi, dilembabkan, diliputi dan diisi [oleh air] dengan tidak ada bagian yang tidak diliputi; demikian juga seorang bhikkhu membuat kenikmatan yang lahir dari ketiadaan sukacita membasahi, melembabkan, meliputi dan mengisi tubuhnya; tidak ada bagian tubuhnya yang tidak diliputi oleh kenikmatan yang lahir dari ketiadaan sukacita. Demikianlah seorang bhikkhu merenungkan jasmani internal sebagai jasmani, merenungkan jasmani eksternal sebagai jasmani, dan mengembangkan perhatian sehubungan dengan jasmani, dengan memiliki pengetahuan, penglihatan, dan kebijaksanaan. Ini adalah apa yang disebut ‘seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani.’
“Kemudian, seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani [sebagai berikut:] Seorang bhikkhu bertekad meliputi tubuhnya dengan pikiran yang murni dan cerah, dengan mencapai dan berdiam [di dalamnya]; tidak ada bagian tubuhnya yang tidak diliputi oleh pikiran yang murni dan cerah. Sepertinya hal seseorang ditutupi oleh kain [berukuran] tujuh hasta atau kain [berukuran] delapan hasta, [sehingga] tidak ada bagian tubuhnya yang tidak ditutupi; demikian juga bagi seorang bhikkhu tidak ada tubuhnya yang tidak diliputi oleh pikiran yang murni dan cerah. Demikianlah seorang bhikkhu merenungkan jasmani internal sebagai jasmani, merenungkan jasmani eksternal sebagai jasmani, dan mengembangkan perhatian sehubungan dengan jasmani, dengan memiliki pengetahuan, penglihatan, dan kebijaksanaan. Ini adalah apa yang disebut ‘seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani.’
[6. Persepsi Cahaya]“Kemudian, seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani [sebagai berikut:] Seorang bhikkhu, dengan memperhatikan persepsi cahaya, dengan baik menggenggam, dengan baik memegang dan dengan baik mengingat kembali apa yang ia perhatikan. Seperti sebelumnya, demikian juga setelahnya; seperti setelahnya, demikian juga sebelumnya; seperti pada siang hari, demikian juga pada malam hari; seperti pada malam hari, demikian juga pada siang hari; seperti di bawah, demikian juga di atas; seperti di atas, demikian juga di bawah. Demikianlah dengan tidak menyimpang (
aviparyasta), pikiran[nya] bebas dari gangguan. Ia mengembangkan pikiran yang cerah, dan pada akhirnya pikirannya tidak tertutupi oleh kegelapan. Demikianlah seorang bhikkhu merenungkan jasmani internal sebagai jasmani, merenungkan jasmani eksternal sebagai jasmani, dan mengembangkan perhatian sehubungan dengan jasmani, dengan memiliki pengetahuan, penglihatan, dan kebijaksanaan. Ini adalah apa yang disebut ‘seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani.’
[7. Objek Peninjauan-Kembali]“Kemudian, seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani [sebagai berikut:] Seorang bhikkhu dengan baik menggenggam objek peninjauan-kembali (
paccavekkhaṇā-nimitta) dan dengan baik mengingat kembali apa yang ia perhatikan. Seperti halnya seseorang duduk merenungkan orang [lain] yang sedang berbaring, atau berbaring merenungkan orang [lain] yang sedang duduk; demikian juga seorang bhikkhu dengan baik menggenggam objek peninjauan-kembali dan dengan baik mengingat kembali apa yang ia perhatikan. Demikianlah seorang bhikkhu merenungkan jasmani internal sebagai jasmani, merenungkan jasmani eksternal sebagai jasmani, dan mengembangkan perhatian sehubungan dengan jasmani, dengan memiliki pengetahuan, penglihatan, dan kebijaksanaan. Ini adalah apa yang disebut ‘seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani.’
[8. Bagian-Bagian Tubuh]“Kemudian, seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani [sebagai berikut:] Seorang bhikkhu, bagaimana pun tubuhnya diposisikan sebagaimana ia sukai atau tidak, melihat [tubuhnya] dari kepala sampai kaki [sebagai] penuh dengan berbagai jenis ketidakmurnian: ‘Dalam tubuhku ini terdapat rambut kepala, rambut badan, kuku, gigi, kulit tipis yang kasar [dan] halus, kulit, daging, urat, tulang, jantung, ginjal, hati, paru-paru, usus besar, usus halus, limpa, perut, gumpalan kotoran, otak, akar otak, air mata, keringat, ingus, ludah, nanah, darah, lemak, sumsum, dahak, dan air kencing. Seperti halnya sebuah wadah yang diisi dengan beberapa biji-bijian, dan seseorang dengan mata [yang tidak cacat] dapat melihat semuanya dengan jelas, yaitu ‘padi, biji gandum, dan biji lobak dan moster’; demikian juga seorang bhikkhu bagaimana pun tubuhnya diposisikan sebagaimana ia sukai atau tidak, melihat [tubuhnya] dari kepala sampai kaki [sebagai] penuh dengan berbagai jenis ketidakmurnian: ‘Dalam tubuhku ini terdapat rambut kepala, rambut badan, kuku, gigi, kulit tipis yang kasar [dan] halus, kulit, daging, urat, tulang, jantung, ginjal, hati, paru-paru, usus besar, usus halus, limpa, perut, gumpalan kotoran, otak, akar otak, air mata, keringat, ingus, ludah, nanah, darah, lemak, sumsum, dahak, dan air kencing. Demikianlah seorang bhikkhu merenungkan jasmani internal sebagai jasmani, merenungkan jasmani eksternal sebagai jasmani, dan mengembangkan perhatian sehubungan dengan jasmani, dengan memiliki pengetahuan, penglihatan, dan kebijaksanaan. Ini adalah apa yang disebut ‘seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani.’
[9. Unsur-Unsur]“Kemudian, seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani [sebagai berikut:] Seorang bhikkhu merenungkan unsur-unsur jasmani, [dengan berpikir:] ‘Dalam tubuhku ini terdapat unsur tanah, unsur air, unsur api, unsur api, unsur udara, unsur ruang, dan unsur kesadaran.’ Seperti halnya seorang tukang daging, setelah membunuh seekor sapi dan menguliti kulitnya, membentangkan[nya] di atas tanah dan membagi[nya] ke dalam enam bagian; demikian juga seorang bhikkhu merenungkan unsur-unsur jasmani, [dengan berpikir:] ‘Dalam tubuhku ini terdapat unsur tanah, unsur air, unsur api, unsur api, unsur udara, unsur ruang, dan unsur kesadaran.’ Demikianlah seorang bhikkhu merenungkan jasmani internal sebagai jasmani, merenungkan jasmani eksternal sebagai jasmani, dan mengembangkan perhatian sehubungan dengan jasmani, dengan memiliki pengetahuan, penglihatan, dan kebijaksanaan. Ini adalah apa yang disebut ‘seorang bhikkhu merenungkan jasmani sebagai jasmani.’