Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Topik Buddhisme => Diskusi Umum => Topic started by: fabian c on 11 April 2011, 07:53:54 PM

Title: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 11 April 2011, 07:53:54 PM
Teman-teman sekalian, saya ada usul bagaimana bila DC mengadakan sayembara yang terbuka untuk umum, terbuka untuk seluruh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat dunia.

Isi sayembaranya adalah sebagai berikut:

"Barang siapa yang bisa menemukan pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.

Saya bersedia menyumbang Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) bagi mereka yang berhasil menemukan pernyataan yang membenarkan hal itu dalam Tipitaka.

Bila ada teman-teman yang ingin urunan menambah besarnya hadiah, silahkan.... Bagaimana....?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Harpuia on 11 April 2011, 08:02:10 PM
menarik..
bisakah sdr. Fabian sedikit menceritakan latar belakang membuat thread ini ? dan mengapa topik ini yang dipilih :
membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik"

mettacitena..
~ Harpuia ~
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Umat Awam on 11 April 2011, 08:09:51 PM
ini sepertinya berbahaya, bisa memicu konflik boz..
ntar yang umat dari agama tetangga bisa tersinggung yang mengatakan bahwa  hewan yg dijadikan kurban itu berarti mereka melakukan dosa, walo itu benar, namun pandangan mereka bersifat fanatik.. so it's dangerous.. Thanks..
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 11 April 2011, 08:11:32 PM
menarik..
bisakah sdr. Fabian sedikit menceritakan latar belakang membuat thread ini ? dan mengapa topik ini yang dipilih :
membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik"

mettacitena..
~ Harpuia ~


Bro Harpuia yang baik, hal itu disebabkan karena saya belum menemukan pernyataan itu, entah ada atau tidak. Katakanlah ini sebagai suatu bentuk ujian bagi Tipitaka itu sendiri.
Apakah seluruh isi Tipitaka konsisten dengan konsep tanpa kekerasan ahimsa (Pali: avihimsa), apakah ada pengecualian terhadap hal tertentu...?

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 11 April 2011, 08:18:31 PM
ini sepertinya berbahaya, bisa memicu konflik boz..
ntar yang umat dari agama tetangga bisa tersinggung yang mengatakan bahwa  hewan yg dijadikan kurban itu berarti mereka melakukan dosa, walo itu benar, namun pandangan mereka bersifat fanatik.. so it's dangerous.. Thanks..

Bro Umat Awam yang baik, menurut saya umat Islam juga mengerti bahwa pandangan kita berbeda dengan pandangan mereka (agamaku agamaku, agamamu agamamu....)

Tentu saja sayembara bukan kita tujukan untuk umat Islam, tapi ditujukan bagi umat manusia, siapapun juga, kita hanya mengadakan sayembara untuk mencari kelemahan kitab suci Tipitaka. Kita bukan mencela keyakinan mereka.

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: morpheus on 11 April 2011, 08:25:13 PM
judul topiknya gak benar2 menggambarkan isinya...
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 11 April 2011, 08:31:57 PM
judul topiknya gak benar2 menggambarkan isinya...

Apakah bro Morpheus ada ide judul topik yang mungkin bisa lebih menggambarkan isinya..? Saya berterima kasih bila bro Morph mau share....  :)

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Mr.Jhonz on 11 April 2011, 09:05:33 PM
Kalo boleh tahu,Tujuan di buatnya sayembara ini apa om fabian?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: johan3000 on 11 April 2011, 09:22:22 PM
Teman-teman sekalian, saya ada usul bagaimana bila DC mengadakan sayembara yang terbuka untuk umum, terbuka untuk seluruh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat dunia.

Isi sayembaranya adalah sebagai berikut:

"Barang siapa yang bisa menemukan pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.

Saya bersedia menyumbang Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) bagi mereka yang berhasil menemukan pernyataan yang membenarkan hal itu dalam Tipitaka.

Bila ada teman-teman yang ingin urunan menambah besarnya hadiah, silahkan.... Bagaimana....?

aku agak curiga dehhh duit 5jt tsb tidak akan diterima siapapun juga...
karena bro meminta orang lain mencari n menemukan sesuatu yg tidak ada

=))
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: morpheus on 12 April 2011, 01:54:24 AM
Apakah bro Morpheus ada ide judul topik yang mungkin bisa lebih menggambarkan isinya..? Saya berterima kasih bila bro Morph mau share....  :)
mungkin "sayembara mencari ajaran kekerasan fisik dalam tipitaka".
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: adi lim on 12 April 2011, 05:49:36 AM
Kalo boleh tahu,Tujuan di buatnya sayembara ini apa om fabian?

menarik orang lain/peserta mau belajar, melihat, membaca isi dari Kitab Tipitaka Kanon Pali  :lotus:

 _/\_

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: adi lim on 12 April 2011, 05:57:42 AM
Teman-teman sekalian, saya ada usul bagaimana bila DC mengadakan sayembara yang terbuka untuk umum, terbuka untuk seluruh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat dunia.

Isi sayembaranya adalah sebagai berikut:

"Barang siapa yang bisa menemukan pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.

Saya bersedia menyumbang Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) bagi mereka yang berhasil menemukan pernyataan yang membenarkan hal itu dalam Tipitaka.

Bila ada teman-teman yang ingin urunan menambah besarnya hadiah, silahkan.... Bagaimana....?

dukung penuh  :jempol:
tambah hadiah dari saya Rp. 1.000.000,-
 _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: xenocross on 12 April 2011, 08:14:51 AM
Tipitaka disini maksudnya Pali Text kan?
Karena kalau di Sanskrit Text Mahayana maupun kanon Tibet saya bisa ketemu bagian yang bisa "dibengkokkan" dan "dimisinterpretasikan" seperti itu.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 08:47:26 AM
Teman-teman sekalian, saya ada usul bagaimana bila DC mengadakan sayembara yang terbuka untuk umum, terbuka untuk seluruh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat dunia.

Isi sayembaranya adalah sebagai berikut:

"Barang siapa yang bisa menemukan pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.

Saya bersedia menyumbang Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) bagi mereka yang berhasil menemukan pernyataan yang membenarkan hal itu dalam Tipitaka.

Bila ada teman-teman yang ingin urunan menambah besarnya hadiah, silahkan.... Bagaimana....?

Wah, saya bisa ikut sayembara ngga nih?  ;D ;D ;D................ Saya ingin mengomentari yang digarisbawahi saja. Terkadang Sang Buddha menggunakan kata-kata yang dengan sengaja melukai makhluk lain, meski tujuannya baik. Dalam Abhayarājakumarasutta, Majjhimanikāya, ada perumpamaan yang diberikan Sang Buddha melalui perbincangan-Nya dengan pangeran Abhāya. Kira-kira begini: "Seandainya ada seorang bayi menelan kerikil atau ranting kecil yang mana menyangkut di tenggorokan, seseorang akan mengambil kerikil atau ranting kecil dari mulutnya meski darah harus keluar dari mulut si bayi tersebut. Demikian pula, meski kata-kata tidak menyenangkan, jika kata-kata tersebut benar dan bermanfaat, Sang Buddha akan mengucapkannya pada saat yang tepat." Memang cara ini bertujuan baik karena ingin menyelamatkan orang tersebut, tetapi setidaknya, pernyataan ini secara langsung menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai orang lain. Bahkan dalam Vinaya, jika ada seorang bhikkhu melanggar peraturan, pertama yang harus dilakukan oleh Sangha adalah menegur (rebuke) bhikkhu tersebut. Cara ini melukai tetapi penting supaya bhikkhu tersebut ingat kesalahannya.

Bagaimana,,,,, 5.000.000 kah?  ;D ;D ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 08:52:57 AM
Wah, saya bisa ikut sayembara ngga nih?  ;D ;D ;D................ Saya ingin mengomentari yang digarisbawahi saja. Terkadang Sang Buddha menggunakan kata-kata yang dengan sengaja melukai makhluk lain, meski tujuannya baik. Dalam Abhayarājakumarasutta, Majjhimanikāya, ada perumpamaan yang diberikan Sang Buddha melalui perbincangan-Nya dengan pangeran Abhāya. Kira-kira begini: "Seandainya ada seorang bayi menelan kerikil atau ranting kecil yang mana menyangkut di tenggorokan, seseorang akan mengambil kerikil atau ranting kecil dari mulutnya meski darah harus keluar dari mulut si bayi tersebut. Demikian pula, meski kata-kata tidak menyenangkan, jika kata-kata tersebut benar dan bermanfaat, Sang Buddha akan mengucapkannya pada saat yang tepat." Memang cara ini bertujuan baik karena ingin menyelamatkan orang tersebut, tetapi setidaknya, pernyataan ini secara langsung menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai orang lain. Bahkan dalam Vinaya, jika ada seorang bhikkhu melanggar peraturan, pertama yang harus dilakukan oleh Sangha adalah menegur (rebuke) bhikkhu tersebut. Cara ini melukai tetapi penting supaya bhikkhu tersebut ingat kesalahannya.

Bagaimana,,,,, 5.000.000 kah?  ;D ;D ;D

Sam berhak atas 6,000,000 IDR (5 dari Fabian plus 1 dari Adi Lim)
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 12 April 2011, 08:53:08 AM
makan-makan dong ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 08:54:34 AM
makan-makan dong ;D

boleh, kalau Sam kesulitan untuk mengadakan acara ini, saya bersedia berkorban untuk mewakili
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 09:06:39 AM
boleh, kalau Sam kesulitan untuk mengadakan acara ini, saya bersedia berkorban untuk mewakili

Horeeeee,,,, make party...  ;D ;D ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Kipasangin on 12 April 2011, 09:08:39 AM
Wah, saya bisa ikut sayembara ngga nih?  ;D ;D ;D................ Saya ingin mengomentari yang digarisbawahi saja. Terkadang Sang Buddha menggunakan kata-kata yang dengan sengaja melukai makhluk lain, meski tujuannya baik. Dalam Abhayarājakumarasutta, Majjhimanikāya, ada perumpamaan yang diberikan Sang Buddha melalui perbincangan-Nya dengan pangeran Abhāya. Kira-kira begini: "Seandainya ada seorang bayi menelan kerikil atau ranting kecil yang mana menyangkut di tenggorokan, seseorang akan mengambil kerikil atau ranting kecil dari mulutnya meski darah harus keluar dari mulut si bayi tersebut. Demikian pula, meski kata-kata tidak menyenangkan, jika kata-kata tersebut benar dan bermanfaat, Sang Buddha akan mengucapkannya pada saat yang tepat." Memang cara ini bertujuan baik karena ingin menyelamatkan orang tersebut, tetapi setidaknya, pernyataan ini secara langsung menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai orang lain. Bahkan dalam Vinaya, jika ada seorang bhikkhu melanggar peraturan, pertama yang harus dilakukan oleh Sangha adalah menegur (rebuke) bhikkhu tersebut. Cara ini melukai tetapi penting supaya bhikkhu tersebut ingat kesalahannya.

Bagaimana,,,,, 5.000.000 kah?  ;D ;D ;D
selamat pak, ehehehe rp. 5 juta. Tambah rp 1 juta dri adi lim... ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 09:09:03 AM
Horeeeee,,,, make party...  ;D ;D ;D

apakah seluruh 6jt akan dihabiskan untuk party "haram" atau ada amanat khusus lain?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Sumedho on 12 April 2011, 09:10:25 AM
apakah seluruh 6jt akan dihabiskan untuk party "haram" atau ada amanat khusus lain?
hmm… interpretasinya kekna ke arah mahluk nih
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 09:11:03 AM
sebelum kita ke-GR-an, mungkin sebaiknya kita memohon kepada tuhan yg maha kuasa untuk menjatuhkan keputusan menang kepada Sam Peacemind
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Sumedho on 12 April 2011, 09:14:02 AM
loh, ini keputusan ditangan yg bikin sayembara donk
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 09:15:23 AM
loh, ini keputusan ditangan yg bikin sayembara donk


yah kalo gitu, keknya gak jadi party deh
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 09:26:08 AM

yah kalo gitu, keknya gak jadi party deh

Memang bisa gagal kenapa?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 09:27:19 AM
Memang bisa gagal kenapa?

gagal karena jurus geliat belut
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 09:28:44 AM
gagal karena jurus geliat belut

Sañjayabelaṭṭhiputta? hehehe.....
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Kipasangin on 12 April 2011, 09:33:15 AM
loh, ini keputusan ditangan yg bikin sayembara donk
mqkn keputusan ada ditangan para pemirsa dc..
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Lex Chan on 12 April 2011, 09:33:28 AM
kayaknya hadiahnya ngga sebanding deh.. ;D
(kalo mau) aye bisa menghasilkan Rp 6 juta dengan waktu yang lebih singkat daripada "membongkar" seluruh Tipitaka.. 8)
apalagi Tipitaka yang mau dibongkar belum semuanya diterjemahkan.. aye mana ngerti bagian Tipitaka yang belum diterjemahkan ke bahasa Inggris? :o
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 09:34:21 AM
Sañjayabelaṭṭhiputta? hehehe.....

tapi saya masih optimis Mbah Fabian cukup konsisten yg apa yg ia katakan, kalo Bro Adi sih memang agak meragukan
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 09:35:02 AM
kayaknya hadiahnya ngga sebanding deh.. ;D
(kalo mau) aye bisa menghasilkan Rp 6 juta dengan waktu yang lebih singkat daripada "membongkar" seluruh Tipitaka.. 8)
apalagi Tipitaka yang mau dibongkar belum semuanya diterjemahkan.. aye mana ngerti bagian Tipitaka yang belum diterjemahkan ke bahasa Inggris? :o

makanya cuma Sam Peacemind yg bisa, karena langsung bongkar dari Pali
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 09:39:34 AM
tapi saya masih optimis Mbah Fabian cukup konsisten yg apa yg ia katakan, kalo Bro Adi sih memang agak meragukan

Jangan mencurigai yang lain dulu. Nanti partynya malah gagal.. :D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 09:41:22 AM
makanya cuma Sam Peacemind yg bisa, karena langsung bongkar dari Pali

Tadi yang saya bongkar belum Palinya. Saya ingat pertanyaan di dalam sutta tersebut yang diterjemahkan oleh Bhikkhu Bodhi dari Pali ke Inggris.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 09:42:25 AM
Jangan mencurigai yang lain dulu. Nanti partynya malah gagal.. :D

justru ini jurus untuk mengantisipasi supaya gak gagal
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 09:53:05 AM
Wah, saya bisa ikut sayembara ngga nih?  ;D ;D ;D................ Saya ingin mengomentari yang digarisbawahi saja. Terkadang Sang Buddha menggunakan kata-kata yang dengan sengaja melukai makhluk lain, meski tujuannya baik. Dalam Abhayarājakumarasutta, Majjhimanikāya, ada perumpamaan yang diberikan Sang Buddha melalui perbincangan-Nya dengan pangeran Abhāya. Kira-kira begini: "Seandainya ada seorang bayi menelan kerikil atau ranting kecil yang mana menyangkut di tenggorokan, seseorang akan mengambil kerikil atau ranting kecil dari mulutnya meski darah harus keluar dari mulut si bayi tersebut. Demikian pula, meski kata-kata tidak menyenangkan, jika kata-kata tersebut benar dan bermanfaat, Sang Buddha akan mengucapkannya pada saat yang tepat." Memang cara ini bertujuan baik karena ingin menyelamatkan orang tersebut, tetapi setidaknya, pernyataan ini secara langsung menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai orang lain. Bahkan dalam Vinaya, jika ada seorang bhikkhu melanggar peraturan, pertama yang harus dilakukan oleh Sangha adalah menegur (rebuke) bhikkhu tersebut. Cara ini melukai tetapi penting supaya bhikkhu tersebut ingat kesalahannya.

Bagaimana,,,,, 5.000.000 kah?  ;D ;D ;D
Yang dicari TS adalah melukai atau membunuh dengan sengaja sedangkan dalam Abhayarajakumara, perumpamaan yang dipakai adalah menyelamatkan, walaupun efek sampingnya adalah melukai. Terlebih lagi, perumpamaan itu adalah untuk menggambarkan ucapan tidak enak (yang mungkin dikatakan oleh Buddha) namun bermanfaat, bukan sebuah perbuatan fisik.

Jadi menurut saya, (5+1) juta ini masih 'aman'.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: No Pain No Gain on 12 April 2011, 09:56:22 AM
saya ikutan akh..untung2 dapet..Sulasa-Jataka (n.419)

Quote
Pada jaman dahulu kala, di Vārāṇasī hiduplah seorang pelacur kelas tinggi bernama Sulasā. Suatu hari, ia menyelamatkan nyawa seorang perampok bernama Suttaka yang akan dihukum mati. Mereka kemudian menikah. Setelah hidup bersama, nafsu keserakahan Suttaka bukannya semakin surut, malah semakin menjadi-jadi. Dahulu ia merampok karena hidupnya serba kekurangan. Namun sekarang setelah hidupnya tidak kekurangan, dirasakannya masih belum berkecukupan.

Tidak terlalu lama berselang, karena ingin menguasai seluruh harta benda Sulasā, si perampok bermaksud membunuh Sulasā, istrinya. Ia membujuk istrinya untuk mengenakan perhiasan-perhiasannya yang sangat berharga dan bersama-sama hendak mengunjungi suatu tempat. Namun di tengah perjalanan, di puncak sebuah gunung, ia minta beristirahat dan menyuruh istrinya agar melepaskan semua perhiasannya. Dia bermaksud hendak membunuhnya dengan melemparkan tubuh Sulasā ke jurang.

Namun Sulasa berpikir, “Ia pasti akan membunuhku. Aku harus menyerangnya lebih dulu.  Aku akan menang jika aku menggunakan muslihat.”

Maka ia memohon sambil terisak-isak, “Suamiku…, meskipun engkau mau membunuhku, aku tetap mencintaimu, aku sungguh seorang perempuan yang tak berdaya. Menjelang kematianku, izinkanlah aku memberi hormat kepadamu dari empat penjuru, depan, belakang, kiri, dan kanan.”

Tanpa mencurigai muslihatnya, si perampok mengizinkan istrinya melakukan hal itu. Sewaktu memberi hormat kepada si perampok, yang sedang berdiri di tepi tebing, dari depan dan samping, ketika ia berada di belakangnya, ia memutuskan untuk membunuh suaminya dengan mendorong sekuat-kuatnya hingga Suttaka jatuh dari tebing dan mati.

Bodhisatta (Calon Buddha) yang ketika itu terlahir sebagai dewa yang menetap di gunung tersebut berkata,

“ Na hi sabbesu ṭhānesu puriso hoti paṇḍito, itipi paṇḍito hoti tattha tattha vicakkhaṇā “

[Tidak selalu laki-laki lebih bijaksana; perempuan juga bisa bijaksana dan berpandangan jauh].
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 09:58:51 AM
Yang dicari TS adalah melukai atau membunuh dengan sengaja sedangkan dalam Abhayarajakumara, perumpamaan yang dipakai adalah menyelamatkan, walaupun efek sampingnya adalah melukai. Terlebih lagi, perumpamaan itu adalah untuk menggambarkan ucapan tidak enak (yang mungkin dikatakan oleh Buddha) namun bermanfaat, bukan sebuah perbuatan fisik.

Jadi menurut saya, (5+1) juta ini masih 'aman'.

IMO, jika ada kasus bayi yg benar2 menelan kerikil, saya pikir cukup dapat disimpulkan dari sutta itu bahwa Sang Buddha menyetujui tindakan-tindakan yg sengaja melukai itu yg tujuannya untuk menyelamatkan, dan ini memenuhi syarat TS bagian "pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain"
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 10:00:23 AM
ada lagi kisah tentang seorang istri yg membunuh suaminya yg jahat dengan cara mendorongnya ke jurang, dan para dewa malah memuji kebijaksanaan si istri tersebut.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 10:06:39 AM
IMO, jika ada kasus bayi yg benar2 menelan kerikil, saya pikir cukup dapat disimpulkan dari sutta itu bahwa Sang Buddha menyetujui tindakan-tindakan yg sengaja melukai itu yg tujuannya untuk menyelamatkan, dan ini memenuhi syarat TS bagian "pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain"

Selain bermaksud untuk mempertahankan kemenangan saya,,, saya juga setuju dengan komen Mbah Indra. Sekarang lupakan 'tujuan mengapa harus melukai'. Yang terpenting, pernyataan di sutta tersebut sudah memenuhi pertanyaan awal, "pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain". Jika pertanyaan awal meliputi tujuan yang bersifat negatif, tentu jawaban saya tidak memenuhi syarat, tetapi yang diminta hanya sebuah pernyataan yang membenarkan dan menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai makhluk lain. Hmmm...... Saya rasa saya masih benar.. hehe....  ;D ;D ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: No Pain No Gain on 12 April 2011, 10:06:53 AM
ditunggu ya pengumumannya ;D

sayembaranya ampe kpn nih?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 10:10:16 AM
saya ikutan akh..untung2 dapet..Sulasa-Jataka (n.419)

Pada jaman dahulu kala, di Vārāṇasī hiduplah seorang pelacur kelas tinggi bernama Sulasā. Suatu hari, ia menyelamatkan nyawa seorang perampok bernama Suttaka yang akan dihukum mati. Mereka kemudian menikah. Setelah hidup bersama, nafsu keserakahan Suttaka bukannya semakin surut, malah semakin menjadi-jadi. Dahulu ia merampok karena hidupnya serba kekurangan. Namun sekarang setelah hidupnya tidak kekurangan, dirasakannya masih belum berkecukupan.

Tidak terlalu lama berselang, karena ingin menguasai seluruh harta benda Sulasā, si perampok bermaksud membunuh Sulasā, istrinya. Ia membujuk istrinya untuk mengenakan perhiasan-perhiasannya yang sangat berharga dan bersama-sama hendak mengunjungi suatu tempat. Namun di tengah perjalanan, di puncak sebuah gunung, ia minta beristirahat dan menyuruh istrinya agar melepaskan semua perhiasannya. Dia bermaksud hendak membunuhnya dengan melemparkan tubuh Sulasā ke jurang.

Namun Sulasa berpikir, “Ia pasti akan membunuhku. Aku harus menyerangnya lebih dulu.  Aku akan menang jika aku menggunakan muslihat.”

Maka ia memohon sambil terisak-isak, “Suamiku…, meskipun engkau mau membunuhku, aku tetap mencintaimu, aku sungguh seorang perempuan yang tak berdaya. Menjelang kematianku, izinkanlah aku memberi hormat kepadamu dari empat penjuru, depan, belakang, kiri, dan kanan.”

Tanpa mencurigai muslihatnya, si perampok mengizinkan istrinya melakukan hal itu. Sewaktu memberi hormat kepada si perampok, yang sedang berdiri di tepi tebing, dari depan dan samping, ketika ia berada di belakangnya, ia memutuskan untuk membunuh suaminya dengan mendorong sekuat-kuatnya hingga Suttaka jatuh dari tebing dan mati.

Bodhisatta (Calon Buddha) yang ketika itu terlahir sebagai dewa yang menetap di gunung tersebut berkata,

“ Na hi sabbesu ṭhānesu puriso hoti paṇḍito, itipi paṇḍito hoti tattha tattha vicakkhaṇā “

[Tidak selalu laki-laki lebih bijaksana; perempuan juga bisa bijaksana dan berpandangan jauh].

ada lagi kisah tentang seorang istri yg membunuh suaminya yg jahat dengan cara mendorongnya ke jurang, dan para dewa malah memuji kebijaksanaan si istri tersebut.

Kedua cerita di atas tidak ada dalam Tipitaka, melainkan di dalam kitab komentar (Aṭṭhakathā). Anda berdua tidak berhak mendapatkan 6 juta rupiah.. ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 10:11:18 AM
Kedua cerita di atas tidak ada dalam Tipitaka, melainkan di dalam kitab komentar (Aṭṭhakathā). Anda berdua tidak berhak mendapatkan 6 juta rupiah.. ;D


saya memang tidak mengharapkan 6jt tapi mana tau masih bisa jadi juara2 dapat 4jt
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 10:13:31 AM
saya memang tidak mengharapkan 6jt tapi mana tau masih bisa jadi juara2 dapat 4jt

ya mudah-mudahan menjadi pemenang runner up!.. ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 10:20:13 AM
IMO, jika ada kasus bayi yg benar2 menelan kerikil, saya pikir cukup dapat disimpulkan dari sutta itu bahwa Sang Buddha menyetujui tindakan-tindakan yg sengaja melukai itu yg tujuannya untuk menyelamatkan, dan ini memenuhi syarat TS bagian "pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain"
Dalam bayangan saya sih kalau namanya 'sengaja' itu adalah maksudnya memang niatnya melukai. Kalau orang ingin mengeluarkan batu dari mulut bayi, maka ia berusaha sebisa mungkin tidak melukainya. Namun walaupun melukai, tetap akan dilakukan juga jika terpaksa. Berbeda dengan yang sengaja dengan niat melukai. Tapi memang definisi dari TS masih kurang detail, jadi kalau mau dipaksakan, sepertinya bisa juga. Tergantung juri yang menilai.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ryu on 12 April 2011, 10:22:58 AM
kok cerita NPNG mirip dengan ini yak :


Kisah Kundalakesi Theri
 
 
 DHAMMAPADA VIII, 3-4
 

        Kundalakesi adalah putri orang kaya dari Rajagaha. Ia senang dengan kehidupan menyendiri. Suatu hari ia kebetulan melihat seorang pencuri yang sedang digiring untuk dibunuh dan ia secara tiba-tiba jatuh cinta padanya. Hal itu disampaikan kepada orang tuanya. Tentu saja orang tuanya menolak. Tetapi Kundalakesi tak mau mundur setapak pun. Akhirnya orang tuanya mengalah dan membayar sejumlah uang untuk kebebasan pencuri tersebut.

        Mereka berdua segera dinikahkan. Meskipun Kundalakesi mencintai suaminya dengan sangat, suaminya tetaplah seorang pencuri, yang hanya tertarik kepada harta dan permatanya.

        Suatu hari, suaminya membujuk untuk mengambil semua permatanya, dan menuntun Kundalakesi pergi ke sebuah gunung.

        Katanya: "Adinda, aku ingin melakukan persembahan kepada makhluk halus penjaga gunung yang telah menolong hidupku ketika akan dibunuh".

        Kundalakesi menurut dan pergi mengikuti suaminya.

        Ketika mereka sampai di tujuan, suaminya berkata: "Sekarang kita berdua telah sampai di tujuan. Maka engkau akan kubunuh untuk mendapatkan semua permatamu itu!"

        Dengan ketakutan Kundalakesi memohon: "Jangan! Aku jangan kau bunuh. Ambillah semua hartaku, tetapi selamatkanlah nyawaku!"

        "Membiarkanmu hidup?" ejek suaminya. "Jangan-jangan nanti engkau malahan melaporkan bahwa permatamu itu kurampas. Tidak bisa! Kau harus kulenyapkan untuk menghilangkan saksi!"

        Dalam keputus-asaannya Kundalakesi menyadari bahwa mereka sekarang sedang berada di tepi jurang. Ia berpikir bahwa ia seharusnya berhati-hati dan cerdik. Jika ia mendorong suaminya ke jurang, mungkin merupakan satu kesempatan untuk dapat hidup lebih lama lagi.

        Kemudian dengan mengiba ia berkata kepada suaminya: "Kakanda, kita berkumpul bersama-sama ini hanya tinggal beberapa saat lagi. Bagaimana pun juga, engkau adalah suamiku dan orang yang sangat kucintai. Maka, ijinkanlah aku memberikan penghormatan kepadamu untuk yang terakhir kalinya. Hanya itu saja permintaan terakhirku. Semoga kakanda mau mengabulkan permintaan terakhir isterimu ini".

        Setelah berkata seperti itu, Kundalakesi mengitari laki-laki itu dengan penuh hormat, sampai tiga kali.

        Pada kali terakhir, ketika ia berada di belakang suaminya, dengan sepenuh kekuatannya ia mendorong suaminya ke jurang, dan jatuh ke tebing batu yang terjal.

        Setelah kejadian itu, ia tidak berkeinginan lagi untuk kembali ke rumah. Ia meninggalkan semua permata-permatanya dengan menggantungnya di sebuah pohon, dan pergi, tanpa tahu kemana ia akan pergi.

        Secara kebetulan ia sampai di tempat para pertapa pengembara wanita (paribbajika) dan ia sendiri menjadi seorang pertapa penngembara wanita. Para paribbajika lalu mengajarinya seribu problem pandangan menyesatkan.

        Dengan kepandaiannya ia menguasai apa yang diajarkan mereka dalam waktu singkat. Kemudian gurunya berkata kepadanya untuk pergi berkelana dan jika ia menemukan seseorang yang dapat menjawab semua pertanyaannya, jadilah kamu muridnya.

        Kundalakesi berkelana ke seluruh Jambudipa, menantang siapa saja untuk berdebat dengannya. Oleh karena itu ia dikenal sebagai "Jambukaparibbajika".

        Pada suatu hari, ia tiba di Savatthi. Sebelum memasuki kota untuk menerima dana makanan, ia membuat sebuah gundukan pasir dan menancapkan sebatang ranting eugenia di atasnya. Suatu tanda yang biasa ia lakukan untuk mengundang orang lain dan menerima tantangannya.

        Sariputta Thera menerima tantangannya.

        Kundalakesi menanyakan kepadanya seribu pertanyaan dan Sariputta Thera berhasil menjawab semuanya.

        Ketika giliran Sariputta Thera bertanya kepadanya, Sariputta Thera hanya bertanya seperti ini: "Apa yang satu itu? (Ekam nama kim)".

        Kundalakesi lama terdiam tidak dapat menjawab. Kemudian ia berkata kepada Sariputta Thera untuk mengajarinya agar ia dapat menjawab pertanyaannya. Sariputta berkata bahwa ia harus terlebih dahulu menjadi seorang bhikkhuni.

        Kundalakesi kemudian menjadi seorang bhikkhuni dengan nama Bhikkhuni Kundalakesi. Dengan tekun ia mempraktekkan apa yang diucapkan oleh Sariputta, dan hanya dalam beberapa hari kemudian, ia menjadi seorang arahat.

        Tak lama setelah kejadian tersebut, para bhikkhu bertanya kepada Sang Buddha: "Apakah masuk akal Bhikkhuni Kundalakesi menjadi seorang arahat setelah hanya sedikit mendengar Dhamma?"

        Mereka juga menambahkan bahwa wanita tersebut telah berkelahi dan memperoleh kemenangan melawan suaminya, seorang pencuri, sebelum ia menjadi paribbajika.

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 102 dan 103 berikut ini:

Daripada seribu bait syair yang tak bermanfaat adalah lebih baik satu kata Dhamma yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya.

Walaupun seseorang dapat menaklukkan ribuan musuh dalam ribuan kali pertemburan, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri.

***
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: No Pain No Gain on 12 April 2011, 10:24:07 AM
bukannya jataka termasuk dalam sutta pitaka-Khuddaka Nikaya  ya?..duh ngarep banget ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 10:27:32 AM
kok cerita NPNG mirip dengan ini yak :


Kisah Kundalakesi Theri
 
 
 DHAMMAPADA VIII, 3-4
 

        Kundalakesi adalah putri orang kaya dari Rajagaha. Ia senang dengan kehidupan menyendiri. Suatu hari ia kebetulan melihat seorang pencuri yang sedang digiring untuk dibunuh dan ia secara tiba-tiba jatuh cinta padanya. Hal itu disampaikan kepada orang tuanya. Tentu saja orang tuanya menolak. Tetapi Kundalakesi tak mau mundur setapak pun. Akhirnya orang tuanya mengalah dan membayar sejumlah uang untuk kebebasan pencuri tersebut.

        Mereka berdua segera dinikahkan. Meskipun Kundalakesi mencintai suaminya dengan sangat, suaminya tetaplah seorang pencuri, yang hanya tertarik kepada harta dan permatanya.

        Suatu hari, suaminya membujuk untuk mengambil semua permatanya, dan menuntun Kundalakesi pergi ke sebuah gunung.

        Katanya: "Adinda, aku ingin melakukan persembahan kepada makhluk halus penjaga gunung yang telah menolong hidupku ketika akan dibunuh".

        Kundalakesi menurut dan pergi mengikuti suaminya.

        Ketika mereka sampai di tujuan, suaminya berkata: "Sekarang kita berdua telah sampai di tujuan. Maka engkau akan kubunuh untuk mendapatkan semua permatamu itu!"

        Dengan ketakutan Kundalakesi memohon: "Jangan! Aku jangan kau bunuh. Ambillah semua hartaku, tetapi selamatkanlah nyawaku!"

        "Membiarkanmu hidup?" ejek suaminya. "Jangan-jangan nanti engkau malahan melaporkan bahwa permatamu itu kurampas. Tidak bisa! Kau harus kulenyapkan untuk menghilangkan saksi!"

        Dalam keputus-asaannya Kundalakesi menyadari bahwa mereka sekarang sedang berada di tepi jurang. Ia berpikir bahwa ia seharusnya berhati-hati dan cerdik. Jika ia mendorong suaminya ke jurang, mungkin merupakan satu kesempatan untuk dapat hidup lebih lama lagi.

        Kemudian dengan mengiba ia berkata kepada suaminya: "Kakanda, kita berkumpul bersama-sama ini hanya tinggal beberapa saat lagi. Bagaimana pun juga, engkau adalah suamiku dan orang yang sangat kucintai. Maka, ijinkanlah aku memberikan penghormatan kepadamu untuk yang terakhir kalinya. Hanya itu saja permintaan terakhirku. Semoga kakanda mau mengabulkan permintaan terakhir isterimu ini".

        Setelah berkata seperti itu, Kundalakesi mengitari laki-laki itu dengan penuh hormat, sampai tiga kali.

        Pada kali terakhir, ketika ia berada di belakang suaminya, dengan sepenuh kekuatannya ia mendorong suaminya ke jurang, dan jatuh ke tebing batu yang terjal.

        Setelah kejadian itu, ia tidak berkeinginan lagi untuk kembali ke rumah. Ia meninggalkan semua permata-permatanya dengan menggantungnya di sebuah pohon, dan pergi, tanpa tahu kemana ia akan pergi.

        Secara kebetulan ia sampai di tempat para pertapa pengembara wanita (paribbajika) dan ia sendiri menjadi seorang pertapa penngembara wanita. Para paribbajika lalu mengajarinya seribu problem pandangan menyesatkan.

        Dengan kepandaiannya ia menguasai apa yang diajarkan mereka dalam waktu singkat. Kemudian gurunya berkata kepadanya untuk pergi berkelana dan jika ia menemukan seseorang yang dapat menjawab semua pertanyaannya, jadilah kamu muridnya.

        Kundalakesi berkelana ke seluruh Jambudipa, menantang siapa saja untuk berdebat dengannya. Oleh karena itu ia dikenal sebagai "Jambukaparibbajika".

        Pada suatu hari, ia tiba di Savatthi. Sebelum memasuki kota untuk menerima dana makanan, ia membuat sebuah gundukan pasir dan menancapkan sebatang ranting eugenia di atasnya. Suatu tanda yang biasa ia lakukan untuk mengundang orang lain dan menerima tantangannya.

        Sariputta Thera menerima tantangannya.

        Kundalakesi menanyakan kepadanya seribu pertanyaan dan Sariputta Thera berhasil menjawab semuanya.

        Ketika giliran Sariputta Thera bertanya kepadanya, Sariputta Thera hanya bertanya seperti ini: "Apa yang satu itu? (Ekam nama kim)".

        Kundalakesi lama terdiam tidak dapat menjawab. Kemudian ia berkata kepada Sariputta Thera untuk mengajarinya agar ia dapat menjawab pertanyaannya. Sariputta berkata bahwa ia harus terlebih dahulu menjadi seorang bhikkhuni.

        Kundalakesi kemudian menjadi seorang bhikkhuni dengan nama Bhikkhuni Kundalakesi. Dengan tekun ia mempraktekkan apa yang diucapkan oleh Sariputta, dan hanya dalam beberapa hari kemudian, ia menjadi seorang arahat.

        Tak lama setelah kejadian tersebut, para bhikkhu bertanya kepada Sang Buddha: "Apakah masuk akal Bhikkhuni Kundalakesi menjadi seorang arahat setelah hanya sedikit mendengar Dhamma?"

        Mereka juga menambahkan bahwa wanita tersebut telah berkelahi dan memperoleh kemenangan melawan suaminya, seorang pencuri, sebelum ia menjadi paribbajika.

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 102 dan 103 berikut ini:

Daripada seribu bait syair yang tak bermanfaat adalah lebih baik satu kata Dhamma yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya.

Walaupun seseorang dapat menaklukkan ribuan musuh dalam ribuan kali pertemburan, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri.

***


ini cerita gue, gimana sih? tapi gak memenuhi syarat karena dari Atthakatha
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 10:28:05 AM
[Memanfaatkan kelemahan definisi TS]

Dari Tipitaka, Kuddhakanikaya, Dhammapada 294 & 295:

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca khattiye;
Raṭṭhaṃ sānucaraṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.
Membunuh ayah dan ibu, dua raja khattiya;
Menghancurkan kerajaan beserta penduduknya, Brahmana sejati berjalan tak tergoyahkan

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca sotthiye;
Veyagghapañcamaṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.
Membunuh ayah dan ibu, dua raja makmur;
Membunuh harimau, Brahmana sejati berjalan tak tergoyahkan

Ditunggu hadiahnya.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 10:31:59 AM
bukannya jataka termasuk dalam sutta pitaka-Khuddaka Nikaya  ya?..duh ngarep banget ;D
Di Jataka banyak kisah pembunuhan, tapi hanya dikisahkan saja, tidak disetujui dan diajarkan oleh Buddha.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ryu on 12 April 2011, 10:32:33 AM
ini cerita gue, gimana sih? tapi gak memenuhi syarat karena dari Atthakatha
iye, npng di postnya juga ada tuh, yang jataka.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: No Pain No Gain on 12 April 2011, 10:37:19 AM
Di Jataka banyak kisah pembunuhan, tapi hanya dikisahkan saja, tidak disetujui dan diajarkan oleh Buddha.

loh bukannya tindakan seperti itu malah dipuji oleh bodhisatta sebagai tindakan bijaksana?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 10:37:54 AM
bukannya jataka termasuk dalam sutta pitaka-Khuddaka Nikaya  ya?..duh ngarep banget ;D

Jātaka termasuk Tipitaka, tetapi kisah-kisahnya sebenarnya ada dalam Aṭṭhakathā. Jātaka hanya berisi syair-syair doang.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 10:39:06 AM
 [at] NPNG, sudahlah, daripada tidak sama sekali, mendingan kita jadi supporter bagi pemenang saja, mana tau bisa kecipratan dari sang pemenang
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: No Pain No Gain on 12 April 2011, 10:39:44 AM
Jātaka termasuk Tipitaka, tetapi kisah-kisahnya sebenarnya ada dalam Aṭṭhakathā. Jātaka hanya berisi syair-syair doang.

tapi ya walau bagaimanapun itu termasuk jataka dong ya? ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 10:39:57 AM
Samanera yang saya hormati,  ^:)^ dan teman-teman sekalian... Maafkan tadinya saya sudah berpikir untuk memberikan hadiah...Tetapi setelah saya baca kembali naskah yang bersangkutan berdasarkan terjemahan Access to insight maupun mettalanka ternyata disana tidak dikatakan pembenaran untuk melukai mahluk lain....

Dalam Sutta tersebut dikatakan "dalam usaha mengeluarkan batu atau ranting kayu", jadi di Sutta tersebut tidak ada tujuan untuk dengan sengaja melukai. Jadi luka bukanlah tujuan atau kehendak dengan sengaja, tapi luka adalah disebabkan kehendak atau cetana (efek samping yang tak diinginkan) untuk mengeluarkan ranting kayu atau batu tersebut.

Kecuali dikatakan bahwa "Melukai dengan sengaja mulut bayi tersebut untuk mendapatkan batu atau kayu....dapat dibenarkan" maka lima juta rupiah saya akan hilang.

Coba cari lagi cerita yang lebih pas... hayooo.... ;D

Mettacittena,  _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 10:40:15 AM
loh bukannya tindakan seperti itu malah dipuji oleh bodhisatta sebagai tindakan bijaksana?
Bodhisatta 'kan bukan Buddha. Di kehidupan lampau, bodhisatta juga banyak membunuh orang. Lagipula yang dipuji adalah kecerdikannya, bukan pembunuhannya.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: No Pain No Gain on 12 April 2011, 10:41:32 AM
[at] NPNG, sudahlah, daripada tidak sama sekali, mendingan kita jadi supporter bagi pemenang saja, mana tau bisa kecipratan dari sang pemenang

hahaha...ntar ditunggu aja pengumuman dr TS nya gimana..lol ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: No Pain No Gain on 12 April 2011, 10:42:45 AM
Bodhisatta 'kan bukan Buddha. Di kehidupan lampau, bodhisatta juga banyak membunuh orang. Lagipula yang dipuji adalah kecerdikannya, bukan pembunuhannya.

kan sesuai definisi TS nya:
"Barang siapa yang bisa menemukan pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.

kan TS sendiri kgk bilang harus dr sang buddha..
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 10:43:15 AM
Di Jataka banyak kisah pembunuhan, tapi hanya dikisahkan saja, tidak disetujui dan diajarkan oleh Buddha.

Bro Kaynin yang baik, reply no 48 disetujui atau tidak oleh Sang Buddha....? Kalau ada persetujuan dari Sang Buddha: "five million rupiahs is yours..... "   :P

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 10:44:19 AM
Samanera yang saya hormati,  ^:)^ dan teman-teman sekalian... Maafkan tadinya saya sudah berpikir untuk memberikan hadiah...Tetapi setelah saya baca kembali naskah yang bersangkutan berdasarkan terjemahan Access to insight maupun mettalanka ternyata disana tidak dikatakan pembenaran untuk melukai mahluk lain....

Dalam Sutta tersebut dikatakan "dalam usaha mengeluarkan batu atau ranting kayu", jadi di Sutta tersebut tidak ada tujuan untuk dengan sengaja melukai. Jadi luka bukanlah tujuan atau kehendak dengan sengaja, tapi luka adalah disebabkan kehendak atau cetana (efek samping yang tak diinginkan) untuk mengeluarkan ranting kayu atau batu tersebut.

Kecuali dikatakan bahwa "Melukai dengan sengaja mulut bayi tersebut untuk mendapatkan batu atau kayu....dapat dibenarkan" maka lima juta rupiah saya akan hilang.

Coba cari lagi cerita yang lebih pas... hayooo.... ;D

Mettacittena,  _/\_

Misalkan ada seorang pasien mengalami serangan jantung dan oleh dokter diharuskan untuk operasi bypass, operasi itu jelas bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, tapi apakah si dokter bedah tidak dengan sengaja melukai dada si pasien dalam proses operasi tersebut?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 10:44:43 AM
kan sesuai definisi TS nya:
"Barang siapa yang bisa menemukan pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.

kan TS sendiri kgk bilang harus dr sang buddha..
Betul juga. Pikir2 lagi, banyak juga kelemahan TS.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 10:45:13 AM
kan sesuai definisi TS nya:
"Barang siapa yang bisa menemukan pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.

kan TS sendiri kgk bilang harus dr sang buddha..

Bro NPNG yang baik, ya tentu saja disetujui oleh Sang Buddha dong sebagai otoritas tertinggi.... kalau disetujui umat biasa nggak aci....  ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 10:46:20 AM
Dalam bayangan saya sih kalau namanya 'sengaja' itu adalah maksudnya memang niatnya melukai. Kalau orang ingin mengeluarkan batu dari mulut bayi, maka ia berusaha sebisa mungkin tidak melukainya. Namun walaupun melukai, tetap akan dilakukan juga jika terpaksa. Berbeda dengan yang sengaja dengan niat melukai. Tapi memang definisi dari TS masih kurang detail, jadi kalau mau dipaksakan, sepertinya bisa juga. Tergantung juri yang menilai.


Sengaja melukai tidak harus berarti berniat melukai secara negatif. Jika kerikil menyangkut ditenggorokan seorang bayi, seumpamanya bayi tersebut dibawa ke dokter, seorang dokter, dengan sengaja dan penuh sadar, harus memotong bagian tubuh (melukai bagian tubuh) sekitar tenggorokan bayi tersebut untuk mengeluarkan kerikil tersebut. Di sini ada unsur kesengajaan untuk melukai meskipun tujuan utamanya adalah demi menyelematkan bayi tersebut.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 10:49:03 AM
Sengaja melukai tidak harus berarti berniat melukai secara negatif. Jika kerikil menyangkut ditenggorokan seorang bayi, seumpamanya bayi tersebut dibawa ke dokter, seorang dokter, dengan sengaja dan penuh sadar, harus memotong bagian tubuh (melukai bagian tubuh) sekitar tenggorokan bayi tersebut untuk mengeluarkan kerikil tersebut. Di sini ada unsur kesengajaan untuk melukai meskipun tujuan utamanya adalah demi menyelematkan bayi tersebut.

Samanera yang saya hormati,  ^:)^  untunglah tidak tertulis demikian di Sutta tersebut jadi lima jutanya selamat hehehe....

 _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 10:49:45 AM
Bro Kaynin yang baik, reply no 48 disetujui atau tidak oleh Sang Buddha....? Kalau ada persetujuan dari Sang Buddha: "five million rupiahs is yours..... "   :P

Mettacittena,
Itu Buddha yang ngomong kok. ;D Sayembaranya 'kan tidak membahas arti, komentar dan lain-lain, hanya minta 'penyataan dalam Tipitaka yang menyetujui ...' 
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 10:50:41 AM
ini memang sudah diramalkan, jadi biar bagaimanapun juga mohon tuhan sudi turun tangan
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 10:51:36 AM
Samanera yang saya hormati,  ^:)^  untunglah tidak tertulis demikian di Sutta tersebut jadi lima jutanya selamat hehehe....

 _/\_

Ya di sutta tidak mengatakan demikian secara langsung, tetapi kan intinya sama.... hehehe....
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 10:53:09 AM
Sengaja melukai tidak harus berarti berniat melukai secara negatif. Jika kerikil menyangkut ditenggorokan seorang bayi, seumpamanya bayi tersebut dibawa ke dokter, seorang dokter, dengan sengaja dan penuh sadar, harus memotong bagian tubuh (melukai bagian tubuh) sekitar tenggorokan bayi tersebut untuk mengeluarkan kerikil tersebut. Di sini ada unsur kesengajaan untuk melukai meskipun tujuan utamanya adalah demi menyelematkan bayi tersebut.
Memang betul. Ini hanya permainan bahasa saja. 'Jotos' dan 'pijat' juga bisa sama bentuknya, cuma beda niatnya saja.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 10:55:28 AM
Itu Buddha yang ngomong kok. ;D Sayembaranya 'kan tidak membahas arti, komentar dan lain-lain, hanya minta 'penyataan dalam Tipitaka yang menyetujui ...' 


Kan Angulimala juga membunuh dalam Sutta, apakah dibenarkan....? Di judul awal sudah ditulis membenarkan/ menyetujui..... Kalau tidak ada kata-kata demikian secara eksplisit nggak aci.... ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 10:59:25 AM
Kan Angulimala juga membunuh dalam Sutta, apakah dibenarkan....? Di judul awal sudah ditulis membenarkan/ menyetujui.....  ;D
Kalau Angulimala memang diceritakan membunuh dalam sutta, tapi memang tidak dibenarkan. Berbeda dengan syair dhammapada ini yang memang dikatakan oleh Buddha Gotama sendiri, terlepas dari makna 'tersembunyinya'.


Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: No Pain No Gain on 12 April 2011, 11:03:10 AM
susah dong kalo mesti buddha yang ngomong secara ekspilist..kalo bodhisatta aja yang ngomong boleh? ;D ..hitung2 kan dalam usaha penyempurnaan panna parami ya?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 11:04:45 AM
Kutipan dari mettalanka: "Venerable sir, I will pull it out. If I could not take it out quickly, taking hold of the head with the left hand, would pull it out with the finger of the right hand, even while blood is spilt"

"Bhante, saya akan mengeluarkannya. Jika saya tak dapat mengeluarkannya dengan cepat, dengan memegang kepalanya ditangan kiri, saya akan menariknya dengan jari di tangan kanan, walaupun darah mengucur"

jadi jelas tidak ada kata-kata merobek mulut dsbnya.

Teman-teman sekalian, memang judul yang saya berikan belum sempurna, masukan dari teman-teman sungguh berharga, Mungkin harus ditambah lagi kondisinya untuk sayembara ini sehingga menjadi sempurna, teman-teman harap memberi masukan lebih jauh.....

 Mettacittena,  _/\_


Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 11:05:57 AM
Kalau Angulimala memang diceritakan membunuh dalam sutta, tapi memang tidak dibenarkan. Berbeda dengan syair dhammapada ini yang memang dikatakan oleh Buddha Gotama sendiri, terlepas dari makna 'tersembunyinya'.




Yes.....
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 11:06:58 AM
Bro Adi.... ssstt... kita masih aman...   :whistle:
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 11:07:22 AM
Kutipan dari mettalanka: "Venerable sir, I will pull it out. If I could not take it out quickly, taking hold of the head with the left hand, would pull it out with the finger of the right hand, even while blood is spilt"

"Bhante, saya akan mengeluarkannya. Jika saya tak dapat mengeluarkannya dengan cepat, dengan memegang kepalanya ditangan kiri, saya akan menariknya dengan jari di tangan kanan, walaupun darah mengucur"

jadi jelas tidak ada kata-kata merobek mulut dsbnya.

Teman-teman sekalian, memang judul yang saya berikan belum sempurna, masukan dari teman-teman sungguh berharga, Mungkin harus ditambah lagi kondisinya untuk sayembara ini sehingga menjadi sempurna, teman-teman harap memberi masukan lebih jauh.....

 Mettacittena,  _/\_




Kalau kondisinya ditambah, ngga ada pemenangnya deh.. :D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 11:07:40 AM
Kutipan dari mettalanka: "Venerable sir, I will pull it out. If I could not take it out quickly, taking hold of the head with the left hand, would pull it out with the finger of the right hand, even while blood is spilt"

"Bhante, saya akan mengeluarkannya. Jika saya tak dapat mengeluarkannya dengan cepat, dengan memegang kepalanya ditangan kiri, saya akan menariknya dengan jari di tangan kanan, walaupun darah mengucur"

jadi jelas tidak ada kata-kata merobek mulut dsbnya.

Teman-teman sekalian, memang judul yang saya berikan belum sempurna, masukan dari teman-teman sungguh berharga, Mungkin harus ditambah lagi kondisinya untuk sayembara ini sehingga menjadi sempurna, teman-teman harap memberi masukan lebih jauh.....

 Mettacittena,  _/\_




yah boleh2 aja di revisi, tapi revisi hanya berlaku untuk gelombang berikutnya, untuk yg satu ini, karena sudah terlanjur, maka harap dicairkan dulu. babi-babi sudah menunggu
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 11:12:38 AM
Kutipan dari mettalanka: "Venerable sir, I will pull it out. If I could not take it out quickly, taking hold of the head with the left hand, would pull it out with the finger of the right hand, even while blood is spilt"

"Bhante, saya akan mengeluarkannya. Jika saya tak dapat mengeluarkannya dengan cepat, dengan memegang kepalanya ditangan kiri, saya akan menariknya dengan jari di tangan kanan, walaupun darah mengucur"

jadi jelas tidak ada kata-kata merobek mulut dsbnya.

Teman-teman sekalian, memang judul yang saya berikan belum sempurna, masukan dari teman-teman sungguh berharga, Mungkin harus ditambah lagi kondisinya untuk sayembara ini sehingga menjadi sempurna, teman-teman harap memberi masukan lebih jauh.....

 Mettacittena,  _/\_




Memang tidak ada kata-kata langsung 'merobek mulut', tetapi kalimat di atas mengandung unsur pemaksaan secara fisik yang mana si pelaku secara sangat sadar dan tahu bahwa cara tersebut akan melukai si bayi, dan.... Sang Buddha menyetujui cara tersebut. :D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: No Pain No Gain on 12 April 2011, 11:13:32 AM
kalo sayembaranya suruh nyari pernyataan buddha yang menyetujui pembunuhan secara eksplisit mah saya rasa 0% ya..tapi disuruh nyari pernyataan di tipitaka yang membenarkan/menyetujui pembunuhan sih masih ada..

bagaimana dgn pernyataan buddha secara implisit? apakah termasuk?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 11:15:23 AM
[...]

Teman-teman sekalian, memang judul yang saya berikan belum sempurna, masukan dari teman-teman sungguh berharga, Mungkin harus ditambah lagi kondisinya untuk sayembara ini sehingga menjadi sempurna, teman-teman harap memberi masukan lebih jauh.....

 Mettacittena,  _/\_
Kondisinya boleh ditambah lagi untuk sayembara berikutnya  >:D

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 11:17:00 AM
Kalau Angulimala memang diceritakan membunuh dalam sutta, tapi memang tidak dibenarkan. Berbeda dengan syair dhammapada ini yang memang dikatakan oleh Buddha Gotama sendiri, terlepas dari makna 'tersembunyinya'.


Bro Kaynin yang baik, Terima kasih masukannya bro, sayang tidak tertulis secara eksplisit tindakan ini dapat dibenarkan atau "membunuh orang tuanya dapat dibenarkan"

Dalam Upali Sutta bahkan Sang Buddha mengatakan "Seorang petapa tangguh yang telah memiliki penguasaan batin, dapat menghancurkan Nalanda seketika jadi debu dengan pikiran jahat" Tapi kita tahu jelas pernyataan ini bukan berarti Sang Buddha menyetujui.

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 11:19:25 AM
Memang tidak ada kata-kata langsung 'merobek mulut', tetapi kalimat di atas mengandung unsur pemaksaan secara fisik yang mana si pelaku secara sangat sadar dan tahu bahwa cara tersebut akan melukai si bayi, dan.... Sang Buddha menyetujui cara tersebut. :D

Samanera yang saya hormati,  ^:)^ kalau menurut pendapat saya cara tersebut bukan akan melukai sibayi, tapi dapat melukai si bayi....

Mettacittena,  _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 11:23:45 AM
Kalau kondisinya ditambah, ngga ada pemenangnya deh.. :D

Samanera yang saya hormati,  ^:)^ mungkin bukan persyaratannya yang ditambah, tapi kata-katanya yang disempurnakan.....

Mettacittena,   _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ryu on 12 April 2011, 11:24:00 AM
kalau mengancam kepala jadi tujuh bagian termasuk gak nih, ada khan suttanya buddha mengancam kepala pecah jadi tujuh di Ambaṭṭha Sutta ;
http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_3:_Ambattha_Sutta_(Walshe)
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Umat Awam on 12 April 2011, 11:26:04 AM
wah, seru ini.. ;D
Sepertinya ada yang mulai terdesak...  ^-^

Menyaksikan aja akh dari jauh..  :P
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Umat Awam on 12 April 2011, 11:27:28 AM
kalau mengancam kepala jadi tujuh bagian termasuk gak nih, ada khan suttanya buddha mengancam kepala pecah jadi tujuh di Ambaṭṭha Sutta ;
http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_3:_Ambattha_Sutta_(Walshe)

Biasanya Boz ryu paling pandai mencari kesalahan.. sesuai signaturenya.. :))

Ayoooo..... Boz ryu..! saya dukung anda... :))
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 11:31:38 AM
Bro Kaynin yang baik, Terima kasih masukannya bro, sayang tidak tertulis secara eksplisit tindakan ini dapat dibenarkan atau "membunuh orang tuanya dapat dibenarkan"
Yang tertulis di sini, dengan membunuh (orang tua, raja, dsb), "anīgho yāti brāhmaṇo" (brahmana mengembara tanpa kebingungan). "Anigha" adalah tujuan dari berlatih, yaitu terhentinya dukkha. Jadi memang 'membunuh' di sini dianjurkan kok.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 11:33:22 AM
Yang tertulis di sini, dengan membunuh (orang tua, raja, dsb), "anīgho yāti brāhmaṇo" (brahmana mengembara tanpa kebingungan). "Anigha" adalah tujuan dari berlatih, yaitu terhentinya dukkha. Jadi memang 'membunuh' di sini dianjurkan kok.


Kalaupun saya tidak dapat 6 juta, kayaknya Kainyn bisa dapat nih..... :D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ryu on 12 April 2011, 11:34:03 AM
Suriya Sutta (SN 2.10)

DEMIKIANLAH YANG TELAH KUDENGAR.Suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di dekat Savatthi, yakni di Jetavana, Vihara Anathapindika. Saat itu, Suriya, dewa mentari sedang terancam oleh Rahu, raja para Asura. Begitu teringat akan Yang Terberkahi, Suriya, dewa mentari melafalkan bait berikut ini:

Buddha, Sang Pahlawan! Engkau telah sepenuhnya terbebas dari kejahatan. Sembah sujudku padaMu. Jadilah Engkau perlindunganku.

Yang Terbekahi kemudian mengutarakan bait-bait berikut ini pada Rahu, raja para Asura, demi menolong Suriya:

Wahai Rahu! Suriya telah berlindung pada Tathagata, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna. Para Buddha memancarkan belas kasihnya pada para makhluk.

Wahai Rahu! Janganlah engkau telan penghalau kegelapan, yang bersinar, serta merupakan pengelana nan elok di angkasa. Rahu! Lepaskanlah Suriya, puteraKu.”

Dengan segera, Rahu, raja para Asura melepaskan Suriya, dan mendatangi Vepacitta, raja para Asura, serta berdiri di sampingnya dengan gemetar. Seluruh rambutnya berdiri karena ketakutan. Vepacitta lalu bertanya pada Rahu melalui bait-bait berikut ini:

Rahu! Mengapakah engkau dengan tiba-tiba melepaskan Suriya? Mengapa engkau gemetar seperti itu dan  mengapakah engkau berdiri di sini dengan rasa takut?

[Rahu menjawab], “Buddha telah memintaku untuk melepaskan Suriya. Bila aku tidak membebaskan Suriya, kepalaku akan pecah menjadi tujuh keping. Jika masih hidup, aku tidak akan mengalami kebahagiaan lagi. Oleh karena itu, kubebaskan Suriya.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ryu on 12 April 2011, 11:34:18 AM
Candima Sutta (SN 2.9)

DEMIKIANLAH YANG TELAH KUDENGAR.Suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di dekat Savatthi, yakni di Jetavana, Vihara Anathapindika. Saat itu, Candima, dewa rembulan sedang terancam oleh Rahu, raja para Asura. Begitu teringat akan Yang Terberkahi, Camdima, dewa mentari melafalkan bait berikut ini:

Buddha, Sang Pahlawan! Engkau telah sepenuhnya terbebas dari kejahatan. Sembah sujudku padaMu. Jadilah Engkau perlindunganku.

Yang Terbekahi kemudian mengutarakan bait-bait berikut ini pada Rahu, raja para Asura, demi menolong Candima:

Wahai Rahu! Candima telah berlindung pada Tathagata, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna. Para Buddha memancarkan belas kasihnya pada para makhluk.

Wahai Rahu! Janganlah engkau telan penghalau kegelapan, yang bersinar, serta merupakan pengelana nan elok di angkasa. Rahu! Lepaskanlah Candima, puteraKu.”

Dengan segera, Rahu, raja para Asura melepaskan Candima, dan mendatangi Vepacitta, raja para Asura, serta berdiri di sampingnya dengan gemetar. Seluruh rambutnya berdiri karena ketakutan. Vepacitta lalu bertanya pada Rahu melalui bait-bait berikut ini:

Rahu! Mengapakah engkau dengan tiba-tiba melepaskan Candima? Mengapa engkau gemetar seperti itu dan  mengapakah engkau berdiri di sini dengan rasa takut?

[Rahu menjawab], “Buddha telah memintaku untuk melepaskan Candima. Bila aku tidak membebaskan Candima, kepalaku akan pecah menjadi tujuh keping. Jika masih hidup, aku tidak akan mengalami kebahagiaan lagi. Oleh karena itu, kubebaskan Candima.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ryu on 12 April 2011, 11:34:42 AM
menanti 6 jt nih =))
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 11:38:37 AM
Kalaupun saya tidak dapat 6 juta, kayaknya Kainyn bisa dapat nih..... :D
Sudah saya siapkan nih nomor rekeningnya >:D


Spoiler: ShowHide
BCA No. Rek: 001-303-8888 a/n Kegiatan Sosial PEDULI KASIH Indosiar


Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: morpheus on 12 April 2011, 11:39:22 AM
i knew it :|
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 11:40:22 AM
Sudah saya siapkan nih nomor rekeningnya >:D


Spoiler: ShowHide
BCA No. Rek: 001-303-8888 a/n Kegiatan Sosial PEDULI KASIH Indosiar




Benar-benar mulia nih tujuannya. Padahal kalau saya dapat, mau bikin party. hehe...
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ryu on 12 April 2011, 11:43:08 AM
Yang tertulis di sini, dengan membunuh (orang tua, raja, dsb), "anīgho yāti brāhmaṇo" (brahmana mengembara tanpa kebingungan). "Anigha" adalah tujuan dari berlatih, yaitu terhentinya dukkha. Jadi memang 'membunuh' di sini dianjurkan kok.

sayembaranya secara fisik nih :
"Barang siapa yang bisa menemukan pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 11:43:36 AM
Benar-benar mulia nih tujuannya. Padahal kalau saya dapat, mau bikin party. hehe...
"Party" juga kok, 'kan atas nama Fabian C. & makhluk2 DC, jadi beramai-ramai. ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 11:46:08 AM
sayembaranya secara fisik nih :
"Barang siapa yang bisa menemukan pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.
Kalau membunuh yah pasti secara fisiklah. Kalau melukai secara mental itu membuat orang stress sampai sakit jiwa, atau pakai gas halusinasi si Scarecrow di film Batman.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 11:49:55 AM
kalau mengancam kepala jadi tujuh bagian termasuk gak nih, ada khan suttanya buddha mengancam kepala pecah jadi tujuh di Ambaṭṭha Sutta ;
http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_3:_Ambattha_Sutta_(Walshe)

Nggak ah bro... Sang Buddha nggak nyuruh dewanya begitu... cuma mengingatkan, dan itu juga nggak terjadi kan...?

Dalam Atthakata juga ada diceritakan seorang petapa keras kepala menyumpahi petapa Narada (Bodhisatta kita) lalu Bodhisatta balik mengutuk, tapi kemudian ia mencegah terjadinya pecah kepala, hingga harus menahan sinar matahari tiga hari tiga malam....

Jadi dari narasi atthakata kita bisa mengambil kesimpulan bahwa, kemungkinan Sang Buddha tak akan membiarkan seseorang pecah kepalanya di hadapan Beliau.

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 11:52:56 AM
i knew it :|
Knew what?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 11:57:44 AM
Ini teman-teman dasar pade muke hadiah... hehehe... tujuannya kan untuk umum... Warga DC diminta untuk nambah hadiah bukannya ngambil hadiah hehehe.....
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Kelana on 12 April 2011, 11:59:32 AM
[Memanfaatkan kelemahan definisi TS]

Dari Tipitaka, Kuddhakanikaya, Dhammapada 294 & 295:

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca khattiye;
Raṭṭhaṃ sānucaraṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.
Membunuh ayah dan ibu, dua raja khattiya;
Menghancurkan kerajaan beserta penduduknya, Brahmana sejati berjalan tak tergoyahkan

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca sotthiye;
Veyagghapañcamaṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.
Membunuh ayah dan ibu, dua raja makmur;
Membunuh harimau, Brahmana sejati berjalan tak tergoyahkan

Ditunggu hadiahnya.

IMO, jika terjemahannya seperti itu maka di sini saya tidak menemukan unsur pembenaran maupun penolakan. Dan layaknya syair belum tentu merupakan arti sebenarnya.
Berbeda jika : "bunuhlah ayah ibu maka engkau menjadi Brahmana sejati berjalan tak tergoyahkan"
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: No Pain No Gain on 12 April 2011, 12:02:05 PM
Ini teman-teman dasar pade muke hadiah... hehehe... tujuannya kan untuk umum... Warga DC diminta untuk nambah hadiah bukannya ngambil hadiah hehehe.....

iya dong ;D

6 juta dalam beberapa detik ;D

haha..
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 12:11:08 PM
IMO, jika terjemahannya seperti itu maka di sini saya tidak menemukan unsur pembenaran maupun penolakan. Dan layaknya syair belum tentu merupakan arti sebenarnya.
Berbeda jika : "bunuhlah ayah ibu maka engkau menjadi Brahmana sejati berjalan tak tergoyahkan"
Syair ini adalah metafora, bukan arti sesungguhnya, saya setuju 100%. Tapi mengenai sebab-akibat, memang syair ini sudah jelas. Saya coba ganti:
"Makan nasi, makan kwetiau
makan soto, brahmana kekenyangan"

Sudah tentu artinya brahmana kekenyangan karena makan ini-itu. ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ChandraOyuget on 12 April 2011, 12:13:09 PM
jika syair tidak digabungkan dengan cerita awalnya akan lari artinya  _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ChandraOyuget on 12 April 2011, 12:21:45 PM
Kisah Bhaddiya Thera, Si Orang Pendek


DHAMMAPADA XXI : 294, 295

Suatu ketika beberapa bhikkhu datang berkunjung dan memberi hormat kepada Sang Buddha di Vihara Jetavana. Ketika mereka bersama Sang Buddha, Lakundaka Bhaddiya kebetulan lewat tidak jauh dari mereka.

Sang Buddha meminta mereka untuk memperhatikan Thera yang pendek itu dan berkata kepada mereka, "Para bhikkhu, lihatlah kepada Thera itu. Ia telah membunuh kedua ayah dan ibunya, dan setelah membunuh orang tuanya ia pergi tanpa penderitaan lagi".

Para bhikkhu tidak dapat mengerti pernyataan yang telah diucapkan oleh Sang Buddha. Karena itu mereka memohon kepada Sang Buddha untuk menjelaskannya dan Beliau berkenan menjelaskan artinya.

Pernyataan di atas dibuat oleh Sang Buddha berkaitan dengan kehidupan arahat, yang telah melenyapkan nafsu keinginan, kesombongan, pandangan salah, dan kemelekatan pada indria dan objek indria. Sang Buddha telah membuat pernyataan metaforis. Istilah "ibu" dan "ayah" digunakan untuk menunjukkan nafsu keinginan dan kesombongan. Kepercayaan/pandangan tentang keabadian (sassataditthi) dan kepercayaan/pandangan tentang pemusnahan (ucchedaditthi) seperti halnya dua raja, kemelekatan seperti para menterinya, dan indria serta objek indria seperti halnya sebuah kerajaan.

Setelah menjelaskan arti pernyataan itu kepada mereka, Sang Buddha membabarkan syair 294 dan 295 berikut ini:


Setelah membantai ibu (nafsu keinginan) dan ayah (kesombongan),
serta dua orang ksatria (dua pandangan ekstrim berkenaan dengan kekekalan dan kemusnahan);
dan setelah menghancurkan negara (pintu-pintu indria)
bersama dengan para menterinya (kemelekatan),
maka seorang brahmana akan berjalan pergi tanpa kesedihan.(294)


Setelah membantai ibu (nafsu keinginan) dan ayah (kesombongan),
serta dua raja yang arif (dua pandangan ekstrim berkenaan dengan kekekalan dan kemusnahan);
dan setelah menghancurkan lima jalan yang penuh bahaya (lima rintangan batin),
maka seorang brahmana akan berjalan pergi tanpa kesedihan.(295)

http://www.w****a.com/forum/kumpulan-sutra-vinaya-buddhist/6495-kisah-kisah-dhammapada-bab-xxi-bunga-rampai-290-291-292-293-294-295-a.html

hehe sebagai member DC.... om Fabian 6 jt nya ditahan dulu ~ _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Kelana on 12 April 2011, 12:28:18 PM
Syair ini adalah metafora, bukan arti sesungguhnya, saya setuju 100%. Tapi mengenai sebab-akibat, memang syair ini sudah jelas. Saya coba ganti:
"Makan nasi, makan kwetiau
makan soto, brahmana kekenyangan"

Sudah tentu artinya brahmana kekenyangan karena makan ini-itu. ;D

Benar, Sdr. Kainyn, jika kita mengganti kata-katanya dengan kata-kata yang berhubungan dekat dan jelas yaitu antara makan dan kenyang, persepsi kita dengan cepat menghubungkannya sebagai sebab-akibat.
Tapi dalam syair tersebut tidak demikian. Apa hubungan antara berjalan tak tergoyangkan dengan membunuh? Bahkan kita tidak tahu tak tergoyangkan dalam hal apa, apakah batinnya, apakah badannya. Apakah dengan membunuh pasti badannya tidak bergoyang-goyang saat berjalan?
Jadi tidak ada kejelasan hubungan yang benar-benar jelas dalam syair ini.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ChandraOyuget on 12 April 2011, 12:29:01 PM
kutipan dari - TIROKUDDA SUTTA

Raja Bimbisara kemudian kembali ke istananya untuk mempersiapkan persembahan dana yang melimpah kepada Sangha yang dipimpin oleh Sang Buddha. Lalu Sang Buddha tiba dengan diiringi oleh para muridNya, kemudian duduk di tempat yang disediakan.


Para makhluk peta datang dan berdiri di balik dinding dan berharap, "Hari ini kami akan memperolehnya." Sang Buddha membuat mereka terlihat oleh Raja Bimbisara. Ketika memberikan air persembahan raja berdoa,"Semoga jasa ini melimpah kepada sanak keluargaku yang telah meninggal." Dan segera terciptalah kolam yang penuh dengan bunga teratai untuk mereka. Mereka lalu mandi dan minum sampai penderitaan, keletihan dan kehausan mereka menghilang. Kini tubuh mereka bersinar seperti emas.


Ketika raja mempersembahkan bubur, makanan dan penganan, yang juga dilimpahkan kepada mereka, pada saat yang sama terciptalah bubur, makanan dan penganan dari surga untuk mereka. Dan setelah mereka menyantap makanan tersebut, tubuh mereka kembali pulih dan sehat. Kemudian ketika raja melimpahkan jasa pemberian pakaian dan tempat tinggal, terciptalah pakaian yang indah, sandal dan istana yang lengkap dengan permadani dan perabot dari surga untuk mereka. Peristiwa itu terlihat oleh semua yang hadir, dan sang raja merasa sangat puas.


Akhirnya para makhluk peta tersebut menghilang atau meninggal di alam peta dan terlahir kembali ke alam yang lebih bahagia.
 _/\_

 ^-^ ^-^
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Kelana on 12 April 2011, 12:51:13 PM
Hanya tambahan, sebuah contoh:

“membaca buku, membaca majalah, membaca koran, Brahmana nonton sinetron sendirian” - Apakah nonton sinetron sendirian adalah akibat dari membaca buku, majalah, dan koran??  :-?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 12:57:45 PM
Ayo teman-teman sekalian... Tolong bantu kasih ide sempurnakan kata-katanya, dan jangan lupa, bila memungkinkan tambah hadiahnya ya...?   ^-^   Thanks... 

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 12:59:47 PM
Ayo teman-teman sekalian... Tolong bantu kasih ide sempurnakan kata-katanya, dan jangan lupa, bila memungkinkan tambah hadiahnya ya...?   ^-^   Thanks... 

Mettacittena,

ajakan menyempurnakan ini, menurut etika sayembara hanya berlaku untuk periode berikutnya, untuk periode pertama, penyelengara wajib membayarkan hadiah walaupun tidak sesuai dengan yg dimaksudkan, karena hal ini adalah kecerobohan di pihak penyelenggara
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 01:01:46 PM
yah boleh2 aja di revisi, tapi revisi hanya berlaku untuk gelombang berikutnya, untuk yg satu ini, karena sudah terlanjur, maka harap dicairkan dulu. babi-babi sudah menunggu

Leganya.... Seekor babi selamat....    ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 01:08:50 PM
ajakan menyempurnakan ini, menurut etika sayembara hanya berlaku untuk periode berikutnya, untuk periode pertama, penyelengara wajib membayarkan hadiah walaupun tidak sesuai dengan yg dimaksudkan, karena hal ini adalah kecerobohan di pihak penyelenggara

Iya dooongg....( tenang aja tetap konsisten kok...  ;D ) Tapi kan belum ada pernyataan eksplisit yang membenarkan tindakan melukai atau membunuh kan...?   ;D . Untuk periode pertama sayembara hanya diadakan seminggu saja lalu ditutup... Untuk sayembara periode kedua kalau sudah disempurnakan baru tantangan diajukan untuk masa yang tak terbatas.... fair kan...?  Nambahin dong hadiah untuk periode kedua....  hehehe....

Mettacittena,

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 01:14:16 PM
Iya dooongg....( tenang aja tetap konsisten kok...  ;D ) Tapi kan belum ada pernyataan eksplisit yang membenarkan tindakan melukai atau membunuh kan...?   ;D . Untuk periode pertama sayembara hanya diadakan seminggu saja lalu ditutup... Untuk sayembara periode kedua kalau sudah disempurnakan baru tantangan diajukan untuk masa yang tak terbatas.... fair kan...?  Nambahin dong hadiah untuk periode kedua....  hehehe....

Mettacittena,



kurang menarik dan tidak mendidik kalau harus eksplisit, seharusnya implisit juga boleh. karena jika secara eksplisit, tinggal search Tipitaka CD dengan keyword "bunuh" dalam Pali dan perhatikan apakah kata itu digunakan oleh Sang Buddha secara eksplisit untuk membenarkan pembunuhan. tapi jika secara implisit, maka peserta terpaksa membaca keseluruhan sutta agar dapat memahami apa yg dimaksudkan oleh Sang Buddha bahkan walaupun tidak disertai kata "bunuh" secara eksplisit.

NB:jadi hadiah periode pertama kapan bisa dicairkan, saya sebagai wakil dari pemenang berhak menagih walaupun bukan debt collector
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: No Pain No Gain on 12 April 2011, 01:29:06 PM
pmenangnya jadi siapa nih? apakah daku? ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 12 April 2011, 01:29:23 PM
bagaimana waktu ajasattu mau perang lawan vajji?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 01:30:32 PM
kurang menarik dan tidak mendidik kalau harus eksplisit, seharusnya implisit juga boleh. karena jika secara eksplisit, tinggal search Tipitaka CD dengan keyword "bunuh" dalam Pali dan perhatikan apakah kata itu digunakan oleh Sang Buddha secara eksplisit untuk membenarkan pembunuhan. tapi jika secara implisit, maka peserta terpaksa membaca keseluruhan sutta agar dapat memahami apa yg dimaksudkan oleh Sang Buddha bahkan walaupun tidak disertai kata "bunuh" secara eksplisit.

NB:jadi hadiah periode pertama kapan bisa dicairkan, saya sebagai wakil dari pemenang berhak menagih walaupun bukan debt collector

Setuju  bro.. Untuk periode kedua ketentuannya harus dibenarkan oleh Sang Buddha secara eksplisit maupun implisit.

Untuk periode pertama sementara ini belum ada pemenangnya..... Mudah-mudahan penutupan periode pertama ada pemenangnya.....  :D

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 01:35:49 PM
kalau dari buddha yg lain gak aci juga ya?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 01:41:10 PM
kalau dari buddha yg lain gak aci juga ya?
Mau pasang kisah Buddha Kassapa memberi 'pandangan mematikan' ke Mara Dusi yah?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 01:42:52 PM
Mau pasang kisah Buddha Kassapa memberi 'pandangan mematikan' ke Mara Dusi yah?

lebih keren ajaran "menyeberangkan" dari badut.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ryu on 12 April 2011, 01:44:23 PM
lebih keren ajaran "menyeberangkan" dari badut.
=))

blom masuk tipitaka tuh =))
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 01:46:02 PM
Ga seru ah, kalau pakai tafsir ini itu, tentu tidak akan ada pemenangnya. Contohnya saya saja yang beri sayembara: kalau bisa ditemukan di tipitaka ada anjuran main lenong pakai musik death metal karangan Johan Sebastian Bach, saya beri 1 M Euro. <- Secara statistik, ini masih lebih mungkin ketimbang 'menemukan pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik yang menurut interpretasi, tafsir, komentar, persepsi dan olah makna dari saya'.

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ryu on 12 April 2011, 01:46:29 PM
kalau kisah arahat bunuh diri, itu khan gara2 ajaran buda mengajarkan asuba
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 01:48:11 PM
Ga seru ah, kalau pakai tafsir ini itu, tentu tidak akan ada pemenangnya. Contohnya saya saja yang beri sayembara: kalau bisa ditemukan di tipitaka ada anjuran main lenong pakai musik death metal karangan Johan Sebastian Bach, saya beri 1 M Euro. <- Secara statistik, ini masih lebih mungkin ketimbang 'menemukan pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik yang menurut interpretasi, tafsir, komentar, persepsi dan olah makna dari saya'.



setuju, idealnya suatu sayembara pasti ada pemenangnya, jika suatu sayembara diadakan tapi mustahil ada pemenangnya, siapa yg mau main?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 01:48:52 PM
kalau kisah arahat bunuh diri, itu khan gara2 ajaran buda mengajarkan asuba

itu karena salah paham
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: adi lim on 12 April 2011, 01:58:26 PM
tapi saya masih optimis Mbah Fabian cukup konsisten yg apa yg ia katakan, kalo Bro Adi sih memang agak meragukan

adu ni yeh !  :))

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 02:05:08 PM
Benar, Sdr. Kainyn, jika kita mengganti kata-katanya dengan kata-kata yang berhubungan dekat dan jelas yaitu antara makan dan kenyang, persepsi kita dengan cepat menghubungkannya sebagai sebab-akibat.
Tapi dalam syair tersebut tidak demikian. Apa hubungan antara berjalan tak tergoyangkan dengan membunuh? Bahkan kita tidak tahu tak tergoyangkan dalam hal apa, apakah batinnya, apakah badannya. Apakah dengan membunuh pasti badannya tidak bergoyang-goyang saat berjalan?
Jadi tidak ada kejelasan hubungan yang benar-benar jelas dalam syair ini.
Sudah saya singgung sebelumnya, "anīgha" di sini maksudnya tanpa kebingungan/tak tergoyangkan bathinnya. Mana mungkin seorang Buddha memberikan syair yang tidak berhubungan antar frasanya, jadi seperti:
"makan nasi, makan kwetiau
makan soto, Brahmana garuk-garuk"

Sudah dikutip kisahnya oleh bro ChandraOyuget, ayah & ibu adalah keinginan dan pandangan 'atta'; dua raja adalah pandangan keabadian & anihilasi; kerajaan dan isinya adalah enam indriah beserta objeknya; harimau adalah pancanivarana: kemalasan & kelambanan, pikiran kejam, keraguan, nafsu indera. Ketika semua itu 'dibunuh', maka brahmana mencapai akhir dari dukkha. Semua adalah simbolik, dan mengabaikan arti dan makna denotatifnya, syair tersebut secara mentah memang berarti 'membunuh ini-itu, mencapai nibbana'. Itu pula sebabnya para bhikkhu yang pertama dengar syair itu terbingung-bingung.

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 02:10:49 PM
setuju, idealnya suatu sayembara pasti ada pemenangnya, jika suatu sayembara diadakan tapi mustahil ada pemenangnya, siapa yg mau main?
Biasanya sayembara dan sejenisnya harus mencantumkan 'syarat dan ketentuan' yang tepat, karena memang bisa dicari kelemahannya. Saya ingat dulu ada kasus iklan mobil seharga $X yang dalam iklannya dikatakan seharga X pisang (banana), lalu ada orang benar datang membawa pisang sejumlah X untuk beli mobilnya. Pisang ditolak, naik sidang, pembeli menang, dan mobil itu dibeli seharga X pisang.

Sayembara juga memang bisa juga tantangan dari klaim2 orang lain, tidak selalu harus ada pemenangnya. Seperti James Randi yang menantang klaim orang-orang yang mengaku punya kemampuan supranormal untuk dibuktikan dan bisa mengambil uang $1juta. Seharusnya "si badut" klaim KALAU memang sakti.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 02:20:48 PM
Kisah Bhaddiya Thera, Si Orang Pendek


DHAMMAPADA XXI : 294, 295

Suatu ketika beberapa bhikkhu datang berkunjung dan memberi hormat kepada Sang Buddha di Vihara Jetavana. Ketika mereka bersama Sang Buddha, Lakundaka Bhaddiya kebetulan lewat tidak jauh dari mereka.

Sang Buddha meminta mereka untuk memperhatikan Thera yang pendek itu dan berkata kepada mereka, "Para bhikkhu, lihatlah kepada Thera itu. Ia telah membunuh kedua ayah dan ibunya, dan setelah membunuh orang tuanya ia pergi tanpa penderitaan lagi".

Para bhikkhu tidak dapat mengerti pernyataan yang telah diucapkan oleh Sang Buddha. Karena itu mereka memohon kepada Sang Buddha untuk menjelaskannya dan Beliau berkenan menjelaskan artinya.

Pernyataan di atas dibuat oleh Sang Buddha berkaitan dengan kehidupan arahat, yang telah melenyapkan nafsu keinginan, kesombongan, pandangan salah, dan kemelekatan pada indria dan objek indria. Sang Buddha telah membuat pernyataan metaforis. Istilah "ibu" dan "ayah" digunakan untuk menunjukkan nafsu keinginan dan kesombongan. Kepercayaan/pandangan tentang keabadian (sassataditthi) dan kepercayaan/pandangan tentang pemusnahan (ucchedaditthi) seperti halnya dua raja, kemelekatan seperti para menterinya, dan indria serta objek indria seperti halnya sebuah kerajaan.

Setelah menjelaskan arti pernyataan itu kepada mereka, Sang Buddha membabarkan syair 294 dan 295 berikut ini:


Setelah membantai ibu (nafsu keinginan) dan ayah (kesombongan),
serta dua orang ksatria (dua pandangan ekstrim berkenaan dengan kekekalan dan kemusnahan);
dan setelah menghancurkan negara (pintu-pintu indria)
bersama dengan para menterinya (kemelekatan),
maka seorang brahmana akan berjalan pergi tanpa kesedihan.(294)


Setelah membantai ibu (nafsu keinginan) dan ayah (kesombongan),
serta dua raja yang arif (dua pandangan ekstrim berkenaan dengan kekekalan dan kemusnahan);
dan setelah menghancurkan lima jalan yang penuh bahaya (lima rintangan batin),
maka seorang brahmana akan berjalan pergi tanpa kesedihan.(295)

http://www.w****a.com/forum/kumpulan-sutra-vinaya-buddhist/6495-kisah-kisah-dhammapada-bab-xxi-bunga-rampai-290-291-292-293-294-295-a.html

hehe sebagai member DC.... om Fabian 6 jt nya ditahan dulu ~ _/\_

Cerita di atas khan Dhammapada Aṭṭhakathā, dan bukan Dhammapadanya. Yang dijadikan sayembara adalah pernyataan yang ada dalam Tipitaka. Dhammapada Aṭṭhakathā bukan termasuk Tipitaka. Syair yang dicantumkan Kainyn sudah memenuhi syarat untuk menjawan posting awal. hehehe.....
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ChandraOyuget on 12 April 2011, 02:23:17 PM
 _/\_
dengan melihat Pancasila buddhist saja, kita sudah tahu kalau Buddhist melarang pembunuhan hahahaha
selamat mencari yah ~ :) maap kak ga bisa nambahin nominal hadiahnya ~ _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: bodhi on 12 April 2011, 02:51:57 PM
 
samsara habbit

ckckck
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 12 April 2011, 03:04:34 PM

samsara habbit

ckckck
"habbit"?

Habit + rabbit + hobbit?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 04:41:23 PM
Cerita di atas khan Dhammapada Aṭṭhakathā, dan bukan Dhammapadanya. Yang dijadikan sayembara adalah pernyataan yang ada dalam Tipitaka. Dhammapada Aṭṭhakathā bukan termasuk Tipitaka. Syair yang dicantumkan Kainyn sudah memenuhi syarat untuk menjawan posting awal. hehehe.....

Samanera yang saya hormati,  ^:)^  Sayang sekali saya harus mengecewakan Samanera lagi nih... Syair tersebut jelas hanya merupakan kiasan. Tak ada yang dilukai, tak ada yang mati. Hanya bentuk kiasan, bukan real secara fisik. Berikut saya copaskan syair tersebut dari Mettalanka:

Mataram pitaram hantva
rajano dye ca khattiye
rattham sanucaram hantva
anigho yati1 brahmano.

Mataram pitaram hantva
rajano dve ca sotthiye
veyagghapancamam2 hantva
anigho yati brahmano


Ini terjemahan bahasa Inggrisnya:

Verse 294: Having killed mother (i.e., Craving), father (i.e., Conceit), and the two kings (i.e., Eternity-belief and Annihilation-belief), and having destroyed the kingdom (i.e., the sense bases and sense objects) together with its revenue officer (i.e., attachment), the brahmana (i.e., the arahat) goes free from dukkha.

Verse 295: Having killed mother, father, the two brahmin kings and having destroyed the hindrances of which the fifth (i.e., doubt) is like a tiger-infested journey, the brahmana (i.e., the arahat) goes free from dukkha.


Sedangkan sayembaranya ditulis demikian:

"membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik"

Syair itu tidak dimaksudkan membunuh secara fisik, jadi saya masih aman. Ayo jangan menyerah Samanera... :))

Mettacittena,   _/\_

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 07:28:36 PM
Samanera yang saya hormati,  ^:)^  Sayang sekali saya harus mengecewakan Samanera lagi nih... Syair tersebut jelas hanya merupakan kiasan. Tak ada yang dilukai, tak ada yang mati. Hanya bentuk kiasan, bukan real secara fisik. Berikut saya copaskan syair tersebut dari Mettalanka:

Mataram pitaram hantva
rajano dye ca khattiye
rattham sanucaram hantva
anigho yati1 brahmano.

Mataram pitaram hantva
rajano dve ca sotthiye
veyagghapancamam2 hantva
anigho yati brahmano


Ini terjemahan bahasa Inggrisnya:

Verse 294: Having killed mother (i.e., Craving), father (i.e., Conceit), and the two kings (i.e., Eternity-belief and Annihilation-belief), and having destroyed the kingdom (i.e., the sense bases and sense objects) together with its revenue officer (i.e., attachment), the brahmana (i.e., the arahat) goes free from dukkha.

Verse 295: Having killed mother, father, the two brahmin kings and having destroyed the hindrances of which the fifth (i.e., doubt) is like a tiger-infested journey, the brahmana (i.e., the arahat) goes free from dukkha.


Sedangkan sayembaranya ditulis demikian:

"membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik"

Syair itu tidak dimaksudkan membunuh secara fisik, jadi saya masih aman. Ayo jangan menyerah Samanera... :))

Mettacittena,   _/\_



Yang disayembarakan tidak menyebutkan apakah harus mengecualikan'makna kiasan' ataukah tidak. Yang terpenting adalah 'pernyataan dalam Tipitaka'. Makna sesungguhnya dalam syair di atas dijelaskan dalam kitab komentar dan bukan Tipitakanya. Beberapa kata-kata yang ada dalam tanda kurung di terjemahan bahasa Inggris di atas diambil dalam Kitab komentar. Secara pernyataan, dengan melupakan makna yang tersembunyi di balik syair di atas, sudah memenuhi syarat untuk memenangkan sayembara di atas. hehe....

Sekarang juga mesti dibahas mengenai Abhāyarājākumārasutta, Majjhimanikāya terutama ketika Sang Buddha mengklaim bahwa Beliau sendiri juga terkadang mengucapkan kata-kata yang tidak menyenangkan (appiyā) dan tidak disetujui (amanāpā) kepada orang lain. Meskipun kata-kata yang diucapkan Beliau pada akhirnya bermanfaat bagi si pendengar, setidaknya, kata-kata tersebut pada awalnya melukai. Lihat saja dalam Aggikkhandhasutta, Aṇguttaranikāya. Ketika Sang Buddha membabarkan Sutta ini, ada 60 bhikkhu langsung memuntahkan darah ( Imasmiñca   pana   veyyākaraṇasmiṃ   bhaññamāne   saṭṭhimattānaṃ   bhikkhūnaṃ  uṇhaṃ  lohitaṃ  mukhato uggañchi). Di sutta ini, ada indikasi bahwa kata-kata yang melukai diperbolehkan jika pada akhirnya memberikan manfaat yang lebih besar. Bagaimana, 6 jutakah? hehehe....
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 08:00:03 PM
selalu ada term and condition baru jika ada jawaban yg benar, sayembara ini tidak sah
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ChandraOyuget on 12 April 2011, 08:06:39 PM
 _/\_ bagaimanapun juga, siswa sang Buddha jangan hanyut demi 6 jt yah  :)) :)) :))
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Umat Awam on 12 April 2011, 08:11:06 PM
selalu ada term and condition baru jika ada jawaban yg benar, sayembara ini tidak sah

Sah atau tidak sah, seharusnya hadiah tetap diberikan kepada yang menjawab nya kan?? gimana dewa Indra ? ;D

Peraturan seharusnya berlaku maju, bukan mundur.. jadi term n condition yg digunakan utk penjawab pertama adalah term n condition yg pertama pula.. Xixixi

*Kaboooooooooooooorrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr...................*
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Umat Awam on 12 April 2011, 08:13:19 PM
_/\_ bagaimanapun juga, siswa sang Buddha jangan hanyut demi 6 jt yah  :)) :)) :))

*Kompor Mode : On

Bukan terhanyut Boz, tapi hanya menagih janji dan tanggung jawab pihak penyelenggara.. xixixi

*Kompor mode : Off
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 08:18:03 PM
Yang disayembarakan tidak menyebutkan apakah harus mengecualikan'makna kiasan' ataukah tidak. Yang terpenting adalah 'pernyataan dalam Tipitaka'. Makna sesungguhnya dalam syair di atas dijelaskan dalam kitab komentar dan bukan Tipitakanya. Beberapa kata-kata yang ada dalam tanda kurung di terjemahan bahasa Inggris di atas diambil dalam Kitab komentar. Secara pernyataan, dengan melupakan makna yang tersembunyi di balik syair di atas, sudah memenuhi syarat untuk memenangkan sayembara di atas. hehe....

Samanera yang saya hormati,  ^:)^  Pada waktu saya menyusun kata-kata untuk sayembara saya sudah memperhitungkan syair yang satu ini, karena DC pernah mendiskusikan sebelumnya (mungkin bro Kainyn masih ingat), oleh karena itu saya tambahkan dengan kata-kata secara fisik. Maksudnya ya benar-benar nyata membunuh bukan kiasan.

Pada kenyataannya Bhikkhu yang dimaksud tidak benar-benar membunuh ayah-ibunya secara fisik kan...? Hadiah enam juta berlaku bila Bhikkhu tersebut benar-benar membunuh ayahnya dan/atau ibunya secara fisik lalu dibenarkan oleh Sang Buddha. Dalam awal thread disebutkan "membenarkan pembunuhan secara fisik" Sedangkan dalam syair tersebut tidak dikatakan membunuh secara fisik... Jadi enam juta selamat hehehe....

Quote
Sekarang juga mesti dibahas mengenai Abhāyarājākumārasutta, Majjhimanikāya terutama ketika Sang Buddha mengklaim bahwa Beliau sendiri juga terkadang mengucapkan kata-kata yang tidak menyenangkan (appiyā) dan tidak disetujui (amanāpā) kepada orang lain. Meskipun kata-kata yang diucapkan Beliau pada akhirnya bermanfaat bagi si pendengar, setidaknya, kata-kata tersebut pada awalnya melukai.

Kembali lagi Disini tak dikatakan bahwa Sang Buddha membenarkan pembunuhan atau melukai secara fisik. Dalam hal ini Sang Buddha mengatakan kata-kata yang menyenangkan dan yang tak menyenangkan hanya melukai di hati, bukan fisik...

Quote
Lihat saja dalam Aggikkhandhasutta, Aṇguttaranikāya. Ketika Sang Buddha membabarkan Sutta ini, ada 60 bhikkhu langsung memuntahkan darah ( Imasmiñca   pana   veyyākaraṇasmiṃ   bhaññamāne   saṭṭhimattānaṃ   bhikkhūnaṃ  uṇhaṃ  lohitaṃ  mukhato uggañchi).

Kalau menurut saya Disini tak ada dikatakan bahwa Sang Buddha membenarkan melukai secara fisik. Misalnya memenggal tangan, memotong kuping atau membunuh dengan pisau, menusuk mati dengan tombak dsbnya....

Bhikkhu-Bhikkhu yang muntah darah karena mereka menanggapi dengan negatif kata-kata Sang Buddha, itu bukan urusan Sang Buddha, karena Sang Buddha khotbah secara umum, buktinya sebagian Bhikkhu kalau tidak salah mencapai kesucian ketika itu.

Kasus ini ada kemiripan dengan kasus brahmana Magandiya, Sang Buddha berkhotbah hanya untuk membawa brahmana Magandiya pada kesucian, mengenai calon permaisuri Magandiya sakit hati bukan urusan Sang Buddha, karena Sang Buddha tak ada pikiran menjerumuskan Magandiya pada kebencian, ia sendiri yang menanggapi negatif kata-kata yang seharusnya membawa ke arah kesucian bila ditanggapi positif.

Quote
Di sutta ini, ada indikasi bahwa kata-kata yang melukai diperbolehkan jika pada akhirnya memberikan manfaat yang lebih besar. Bagaimana, 6 jutakah? hehehe....

Melukai hati tidak sama dengan melukai fisik.  Jadi..... enam jutanya masih awet..... maaf Samanera xixixixi....

Mettacittena,  _/\_

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 08:25:56 PM
selalu ada term and condition baru jika ada jawaban yg benar, sayembara ini tidak sah

Loh.... kan sudah dibilang term and condition baru untuk tahap ke 2...? Jawaban teman-teman belum ada yang memenuhi term and condition yang ada, jadi 6 jutanya masih aman hehehe.... maaf  ^-^

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 08:26:07 PM
perumpamaan bayi menelan kerikil adalah contoh kasus yg paling pas. memang tidak disebutkan bahwa Sang Buddha membenarkan atau menolak cara itu, tapi Sang Buddha menggunakan perumpamaan ini yg menyiratkan bahwa Sang Buddha menerima (menyetujui) cara itu sbg cara untuk menyelamatkan bayi bahkan jika seandainya harus melukai bayi itu, karena bayi yg terluka adalah lebih baik daripada bayi yg mati.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: adi lim on 12 April 2011, 08:30:15 PM
Loh.... kan sudah dibilang term and condition baru untuk tahap ke 2...? Jawaban teman-teman belum ada yang memenuhi term and condition yang ada, jadi 6 jutanya masih aman hehehe.... maaf  ^-^

Mettacittena,

lupakan 6 juta,
tambah 1 juta, hadiah jadi 7 juta !
menarik !   :jempol:
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 08:33:32 PM
lupakan 6 juta,
tambah 1 juta, hadiah jadi 7 juta !
menarik !   :jempol:

gini aja deh, gue double-in, 14 jt untuk masing2 Bro Adi dan mbah Fabian, jika anda berdua bisa menemukan fakta spt topik sayembara. *kita adu ilmu geliat belut*
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 08:40:16 PM
 [at] Fabian:

Bagi seorang puthujjana, semua bentuk mental akan mempengaruhi kondisi fisik. Jika pikiran muncul ketidak-senangan karena mendengarkan kata-kata yang tidak menyenangkan, jasmani pun akan terpengaruhi. Jasmani akan menjadi tegang, dada terasa sesak, hati menjadi panas. Ini juga merupakan luka jasmani.. hehehehe....... 

Btw, dalam kitab Komentar untuk Aggikkhandhasutta, dijelaskan bahwa sebelum memberikan khotbah ini, Sang Buddha terlebih dahulu sudah melihat akibat yang akan terjadi. Namun karena mempertimbangkan bahwa melalui khotbah tersebut 60 bhikkhu akan mencapai arahat, Beliau memberikan khotbah ini, meski Beliaupun tahu bahwa 60 bhikkhu akan memuntahkan darah segar. Nah kitab komentar dengan jelas memberikan indikasi bahwa terkadang melukai secara fisik dibenarkan jika ada keuntungan yang lebih besar. hehehe....
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 08:53:09 PM
perumpamaan bayi menelan kerikil adalah contoh kasus yg paling pas. memang tidak disebutkan bahwa Sang Buddha membenarkan atau menolak cara itu, tapi Sang Buddha menggunakan perumpamaan ini yg menyiratkan bahwa Sang Buddha menerima (menyetujui) cara itu sbg cara untuk menyelamatkan bayi bahkan jika seandainya harus melukai bayi itu, karena bayi yg terluka adalah lebih baik daripada bayi yg mati.

Bro Indra yang baik, dalam kisah tersebut nampaknya pangeran Abhaya tidak ada mengatakan bahwa ia akan melukai anak itu untuk mengambil batu atau rantingnya, tetapi dalam Sutta tersebut dikatakan bahwa dalam usaha menyelamatkan bayi tersebut mungkin bayinya luka dan mengeluarkan darah, tetapi luka bukanlah tujuan, luka adalah efek samping.

Cetananya bukan untuk melukai, tetapi untuk mengambil batu, untuk menolong menyelamatkan yang merupakan kebalikan dari melukai atau membunuh..

Sutta ini klop dengan kasus brahmana Magandiya dan Bhikkhu-Bhikkhu yang muntah darah.

lupakan 6 juta,
tambah 1 juta, hadiah jadi 7 juta !
menarik !   :jempol:

Siip......   :jempol:

gini aja deh, gue double-in, 14 jt untuk masing2 Bro Adi dan mbah Fabian, jika anda berdua bisa menemukan fakta spt topik sayembara. *kita adu ilmu geliat belut*

14 juta kali dua jadi 28 juta....
Tambah 7 juta jadi 35 juta..... kamsiah.... 
Hayo yang bisa menemukan sesuai dengan term and condition, hadiahnya menjadi 35 juta hehehe.....  :jempol:
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 08:56:13 PM
[at] Fabian:

Bagi seorang puthujjana, semua bentuk mental akan mempengaruhi kondisi fisik. Jika pikiran muncul ketidak-senangan karena mendengarkan kata-kata yang tidak menyenangkan, jasmani pun akan terpengaruhi. Jasmani akan menjadi tegang, dada terasa sesak, hati menjadi panas. Ini juga merupakan luka jasmani.. hehehehe....... 

Btw, dalam kitab Komentar untuk Aggikkhandhasutta, dijelaskan bahwa sebelum memberikan khotbah ini, Sang Buddha terlebih dahulu sudah melihat akibat yang akan terjadi. Namun karena mempertimbangkan bahwa melalui khotbah tersebut 60 bhikkhu akan mencapai arahat, Beliau memberikan khotbah ini, meski Beliaupun tahu bahwa 60 bhikkhu akan memuntahkan darah segar. Nah kitab komentar dengan jelas memberikan indikasi bahwa terkadang melukai secara fisik dibenarkan jika ada keuntungan yang lebih besar. hehehe....

Samanera yang saya hormati,  ^:)^  kan Samanera sendiri yang bilang kitab penjelasan bukan termasuk Tipitaka...? Jadi 35 juta belum kena kan....?  ;D

Mettacittena,    _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Mahadeva on 12 April 2011, 09:01:33 PM
kalau menurut saya tipitaka nda ada kelemahannya...

saya pernah baca di artikel yang membahas Agama Sutra (ada yang bilang agama sutra ada beberapa yang sama dengan kanon pali ya?)...ada tentang kata2 Buddha yang unik ttg pembunuhan, berikut saya terjemahkan:

"Buddha bertanya pada kepala desa yang juga seorang pelatih kuda: "Berapa lama sih yang dibutuhkan untuk melatih kuda?"
  kepala desa jawab, "Ada 3 cara buat melatih kuda: ada cara lembut, cara keras dan cara setengah lembut setengah keras."
Buddha tanya lagi, "lha kalo si kuda tidak bisa dilatih pake ke tiga cara tersebut"
Kepala desa jawab, "wah Buddha,  kuda itu harus dibunuh berarti."

Kepala desa gantian tanya,"Sekarang kalau Buddha ngajar murid-murid bagaimana caranya?"
Buddha jawab, "Oh kepala desa, ada 3 cara untuk ngajar murid: ada cara lembut, cara keras dan cara setengah lembut setengah keras."
kepala desa tanya," Kalau si murid nda bisa mengerti juga setelah diajari pakai 3 cara tersebut?"
Buddha jawab, " wah murid itu harus dibunuh berarti, aku tidak mau dhammaku dilecehkan " 
Kepala desa: " Hah? Buddha dulu bilang katanya tidak baik kalau membunuh, lha ini kok orang tidak mengerti malah harus dibunuh?"
Buddha: "Yoi, km bener, membunuh tu nda baek dan kita jangan membunuh, kalau aku ngajar seseorang dengan 3 cara di atas dan dia masih tidak paham, aku tidak akan bicara lagi dengan dia, tidak mengajari dia lagi dan tidak akan mengkritik dia lagi, itu kan sama saja saya bunuh dia kan?"


ini artikelnya: http://www.purifymind.com/IntroAgamaSutra.htm

"…Buddha asked a village chief who was a horse trainer: 'How many ways are there to train a horse?' The village chief replied: 'There are three ways. gentle; hard; half gentle half hard.' Buddha said: 'What happens if the horse is not trained by any of these ways?' The village chief said: 'Then it ought to be slaughtered.' "Tell me, "He continued, 'how do you teach your students?' Buddha told the village chief: 'I also use three ways to teach them. Gentle, hard, half gentle half hard.' The village chief asked Buddha: 'What happens if the person doesn't learn after the three ways?' Buddha said: 'If the three ways fail to teach the student, he ought to be killed. Why? I won't want my dharma to be disgraced.' The village chief exclaimed: 'You have said that it is not good to kill, and that we should not kill. Why do you say that those who can't be taught should be killed?' Buddha said: 'As you said, it is not good to kill, and we ought not kill. If I can't teach someone after these three ways, I will not speak with him, nor will I teach him or criticize him again. Isn't that the same as killing him?" [S-1211]
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 09:02:08 PM
Samanera yang saya hormati,  ^:)^  kan Samanera sendiri yang bilang kitab penjelasan bukan termasuk Tipitaka...? Jadi 35 juta belum kena kan....?  ;D

Mettacittena,    _/\_

Saya menyebutkan penjelasan kitab komentar karena dalam menanggapi dua syair Dhammapada yang dikutip Kainyn, anda juga menggunakan kitab komentar untuk mendukung bahwa syair tersbt hanya merupakan kiasan. ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: adi lim on 12 April 2011, 09:02:37 PM
gini aja deh, gue double-in, 14 jt untuk masing2 Bro Adi dan mbah Fabian, jika anda berdua bisa menemukan fakta spt topik sayembara. *kita adu ilmu geliat belut*

  =))
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 09:09:41 PM
Bro Indra yang baik, dalam kisah tersebut nampaknya pangeran Abhaya tidak ada mengatakan bahwa ia akan melukai anak itu untuk mengambil batu atau rantingnya, tetapi dalam Sutta tersebut dikatakan bahwa dalam usaha menyelamatkan bayi tersebut mungkin bayinya luka dan mengeluarkan darah, tetapi luka bukanlah tujuan, luka adalah efek samping.

Cetananya bukan untuk melukai, tetapi untuk mengambil batu, untuk menolong menyelamatkan yang merupakan kebalikan dari melukai atau membunuh..


benar bahwa cetananya bukan untuk melukai, tapi fakta bahwa bayi itu mungkin terluka sudah bisa diterima bahkan oleh Sang Buddha, ini menyiratkan bahwa Sang Buddha tidak keberatan (=menyetujui) bayi tersebut terluka.

lagipula kalau hal ini menjadi alasan, seorang badut yg menyeberangkan orang lain juga bisa berdalih dengan alasan cetana ini. ;D
Quote
Sutta ini klop dengan kasus brahmana Magandiya dan Bhikkhu-Bhikkhu yang muntah darah.

Siip......   :jempol:

14 juta kali dua jadi 28 juta....
Tambah 7 juta jadi 35 juta..... kamsiah.... 
Hayo yang bisa menemukan sesuai dengan term and condition, hadiahnya menjadi 35 juta hehehe.....  :jempol:


tawaran ini khusus untuk mbah fabian dan Bro adi lim
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Anestan on 12 April 2011, 09:11:22 PM
 

14 juta kali dua jadi 28 juta....
Tambah 7 juta jadi 35 juta..... kamsiah.... 
Hayo yang bisa menemukan sesuai dengan term and condition, hadiahnya menjadi 35 juta hehehe.....  :jempol:

ckckc... baru 1 hari prize sudah bertambah dari sebelumnya 5 jt -> 6 jt -> 7 jt -> 35 jt (meskipun special tuk om Adi & om Fabian) .. wow makin menggiurkan saja ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 09:14:47 PM
Saya menyebutkan penjelasan kitab komentar karena dalam menanggapi dua syair Dhammapada yang dikutip Kainyn, anda juga menggunakan kitab komentar untuk mendukung bahwa syair tersbt hanya merupakan kiasan. ;D

Samanera yang saya hormati,  ^:)^ Coba baca lagi dengan seksama syair ke 295. Sayir 295 dengan jelas mengatakan bahwa itu kiasan. Sedangkan syair 294 dan syair 295 berkaitan. Maaf Samanera hehehe....

Mettacittena,   _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ryu on 12 April 2011, 09:19:43 PM
Kisah Nanda, Seorang Pengawas
 
 
 DHAMMAPADA III, 10
 

        Nanda adalah seorang pengawas yang bertugas mengurus sapi-sapi milik Anathapindika. Meskipun ia hanya seorang pengawas, tetapi ia telah bertindak seperti pemiliknya.

        Pada kesempatan-kesempatan tertentu, ia pergi ke rumah Anathapindika dan di sana ia kadang-kadang bertemu Sang Buddha dan mendengarkan khotbah-Nya. Nanda memohon Sang Buddha untuk berkunjung ke rumahnya. Tetapi Sang Buddha menolaknya dengan alasan bahwa saatnya belum tepat.

        Setelah beberapa waktu, ketika mengadakan perjalanan dengan pengikut-Nya, Sang Buddha akhirnya pergi mengunjungi Nanda. Beliau mengetahui bahwa saatnya sudah masak bagi Nanda untuk mendapatkan ajaran sebagaimana mestinya.

        Nanda dengan hormat menerima Sang Buddha dan para pengikut-Nya. Ia menjamu para tamu dengan susu, produk susu, dan pilihan menu makanan lainnya selama tujuh hari. Pada hari terakhir, setelah mendengarkan khotbah yang diberikan Sang Buddha, Nanda mencapai tingkat kesucian sotapatti. Kemudian Sang Buddha mohon diri pada hari itu. Nanda membawakan mangkuk Sang Buddha, mengikuti Sang Buddha sampai dengan jarak tertentu, lalu menghormat Sang Buddha dan pulang kembali ke rumah.

        Pada saat itu, seorang pemburu yang merupakan musuh lama Nanda, memanahnya. Bhikkhu-bhikkhu yang mengikuti Sang Buddha, melihat Nanda mati terjatuh.

        Mereka melaporkan hal itu kepada Sang buddha: "Bhante, karena kedatangan Bhante, Nanda yang telah memberikan banyak persembahan dan menyertai Bhante pulang telah dibunuh pada saat ia pulang kembali ke rumahnya".

        Kepada mereka Sang Buddha menjelaskan, "Para bhikkhu, apakah saya datang kemari atau tidak, ia tidak dapat melarikan diri dari kematian, akibat dari kamma lampaunya. Seperti halnya pikiran yang diarahkan secara keliru akan menjadikan seseorang jauh lebih berat terluka daripada luka yang dibuat oleh musuh ataupun pencuri. Pikiran yang diarahkan secara benar, adalah satu-satunya jaminan bagi seseorang untuk menjauhkan diri dari bahaya".

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 42 berikut:

Luka dan kesakitan macam apapun dapat dibuat oleh orang yang saling bermusuhan atau saling membenci. Namun pikiran yang diarahkan secara salah akan melukai seseorang jauh lebih berat.

***

disini buda membiarkan nanda di bunuh
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 09:30:07 PM
Samanera yang saya hormati,  ^:)^ Coba baca lagi dengan seksama syair ke 295. Sayir 295 dengan jelas mengatakan bahwa itu kiasan. Sedangkan syair 294 dan syair 295 berkaitan. Maaf Samanera hehehe....

Mettacittena,   _/\_

Syair 194:

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca khattiye;
Raṭṭhaṃ sānucaraṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.

Setelah membunuh ayah dan ibu, dua raja khattiya;
Menghancurkan kerajaan beserta penduduknya, Brahmana sejati  tidak menderita.

Syair 195:

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca sotthiye;
Veyagghapañcamaṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.

Setelah membunuh ayah dan ibu, dua raja makmur;
dan membunuh harimau sebagai yang kelima, Brahmana sejati tidak menderita.

Pernyataan bahwa syair 195 sebagai kiasannya mana nih?  Dua syair di atas akan terlihat sebagai kiasan  hanya ketika kita mengenal ajaran Buddha dan juga secara eksplisit mengacu kepada kitab komentar. ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 09:55:31 PM
benar bahwa cetananya bukan untuk melukai, tapi fakta bahwa bayi itu mungkin terluka sudah bisa diterima bahkan oleh Sang Buddha, ini menyiratkan bahwa Sang Buddha tidak keberatan (=menyetujui) bayi tersebut terluka.

Bro Indra yang baik, menurut yang saya baca dari Sutta tersebut, pangeran Abhaya dengan sengaja mengambil batu/ranting, bukan dengan sengaja melukai mulut, disini juga bisa diartikan Sang Buddha tak keberatan/menyetujui disebabkan tujuannya adalah mengambil batu/ranting.

Quote
lagipula kalau hal ini menjadi alasan, seorang badut yg menyeberangkan orang lain juga bisa berdalih dengan alasan cetana ini. ;D
Nah kalau ini pindah ke thread khusus....

Quote
tawaran ini khusus untuk mbah fabian dan Bro adi lim
Wah nawarin orang yang salah bro... Justru saya minta dicarikan karena sudah lelah mencari....  ;D

Mettacittena
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 10:02:59 PM
Bro Indra yang baik, menurut yang saya baca dari Sutta tersebut, pangeran Abhaya dengan sengaja mengambil batu/ranting, bukan dengan sengaja melukai mulut, disini juga bisa diartikan Sang Buddha tak keberatan/menyetujui disebabkan tujuannya adalah mengambil batu/ranting.

begini loh, mbah.
abhaya: Bud, ancua nih, bayiku nelen kerikil.
Buddha: korek aja pake ranting.
abhaya: ah, ntar bayiku terluka
Buddha: memang tapi biarlah luka daripada mati.
abhaya: iye juga ye ...

gitu loh, jadi walaupun resiko terluka itu besar kemungkinan terjadi, tapi baik Sang Buddha maupun Pangeran Abhaya bisa menerima resiko itu. niat memang bukan untuk melukai tapi luka itu bisa saja terjadi, suatu resiko yg bisa diterima. nah kalau resikonya bisa diterima, bukankah artinya cara itu dibenarkan?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 10:26:49 PM
Syair 194:

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca khattiye;
Raṭṭhaṃ sānucaraṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.

Setelah membunuh ayah dan ibu, dua raja khattiya;
Menghancurkan kerajaan beserta penduduknya, Brahmana sejati  tidak menderita.

Syair 195:

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca sotthiye;
Veyagghapañcamaṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.

Setelah membunuh ayah dan ibu, dua raja makmur;
dan membunuh harimau sebagai yang kelima, Brahmana sejati tidak menderita.

Pernyataan bahwa syair 195 sebagai kiasannya mana nih?  Dua syair di atas akan terlihat sebagai kiasan  hanya ketika kita mengenal ajaran Buddha dan juga secara eksplisit mengacu kepada kitab komentar. ;D

Samanera yang saya hormati,   ^:)^ Entah mungkin Mettalanka yang salah terjemahkan, copy paste terjemahannya berikut:

Verse 295: Having killed mother, father, the two brahmin kings and having destroyed the hindrances of which the fifth (i.e., doubt) is like a tiger-infested journey, the brahmana (i.e., the arahat) goes free from dukkha.

Tapi walaupun syair yang sebenarnya sama seperti yang Samanera muat, tetap saja syair ini tak memenuhi term and condition. Saya copas lagi term and conditionnya:

(membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.)

Mari kita kaji, siapakah nama dua raja Khattiya yang membunuh ayah-ibu dan menghancurkan kerajaan beserta penduduknya tersebut....? Apa nama kerajaan yang dihancurkannya....?
Siapakah nama dua raja makmur yang membunuh ayah-ibu dan membunuh harimau...?

Bila ada namanya tentu saja term and conditionnya otomatis terpenuhi.

Mettacittena,   _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 10:39:42 PM
Samanera yang saya hormati,   ^:)^ Entah mungkin Mettalanka yang salah terjemahkan, copy paste terjemahannya berikut:

Verse 295: Having killed mother, father, the two brahmin kings and having destroyed the hindrances of which the fifth (i.e., doubt) is like a tiger-infested journey, the brahmana (i.e., the arahat) goes free from dukkha.

Semua yang di dalam tanda kurung itu diambil dari kitab komentar. Bahkan kata veyagghapañcamaṃ yang diartikan sebagai the hindrances of which the fifth is like a tiger-infested journey di atas, secara sederhana, hanya bermakna 'harimau sebagai kelima". Veyaggha = harimau, pañcama = kelima. Kitab komentar menjelaskan bahwa harimau di sini bermakna lima rintangan karena seperti halnya jalan yang ada harimaunya berbahaya, demikian pula, lima rintangan batin merupakan bahaya pikiran. Mettalanka menambahkan terjemahan setelah mengacu kepada kitab komentar.

Quote
Tapi walaupun syair yang sebenarnya sama seperti yang Samanera muat, tetap saja syair ini tak memenuhi term and condition. Saya copas lagi term and conditionnya:

(membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.)

Mari kita kaji, siapakah nama dua raja Khattiya yang membunuh ayah-ibu dan menghancurkan kerajaan beserta penduduknya tersebut....? Apa nama kerajaan yang dihancurkannya....?
Siapakah nama dua raja makmur yang membunuh ayah-ibu dan membunuh harimau...?

Bila ada namanya tentu saja term and conditionnya otomatis terpenuhi.

Mettacittena,   _/\_

Yang namanya membunuh makhluk hidup kan tidak harus mengetahui namanya kan? hehe....
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 10:51:45 PM
begini loh, mbah.
abhaya: Bud, ancua nih, bayiku nelen kerikil.
Buddha: korek aja pake ranting.
abhaya: ah, ntar bayiku terluka
Buddha: memang tapi biarlah luka daripada mati.
abhaya: iye juga ye ...

gitu loh, jadi walaupun resiko terluka itu besar kemungkinan terjadi, tapi baik Sang Buddha maupun Pangeran Abhaya bisa menerima resiko itu. niat memang bukan untuk melukai tapi luka itu bisa saja terjadi, suatu resiko yg bisa diterima. nah kalau resikonya bisa diterima, bukankah artinya cara itu dibenarkan?

Bro Indra yang baik, Saya beri contoh.
Ada seorang anak yang terjatuh naik sepeda, kakinya terseret di jalanan sehingga luka lecet yang cukup dalam.
Di pinggir jalan seorang dewasa membangunkan anak itu lalu membawa ke rumahnya.

Sesampai di rumahnya lalu orang dewasa itu lalu mengambil alkohol untuk membersihkan luka, sebelum mencuci lukanya dengan alkohol orang dewasa tersebut berkata, "Nak... saya akan membersihkan lukamu dengan alkohol, tapi akan terasa sakit, tapi ini perlu dilakukan supaya lukamu tidak infeksi...." Lalu ia membersihkan luka anak itu dengan alkohol.

Pertanyaannya:
Apakah yang dilakukan orang dewasa tersebut tergolong perbuatan dengan sengaja menyakiti anak itu....?
Demikian juga dengan kasus pangeran Abhaya, apakah pangeran Abhaya dengan sengaja bermaksud melukai anak itu....?

Inilah sudut pandang saya menghadapi kasus pangeran Abhaya, sehingga saya tidak menganggap bahwa Sutta itu membenarkan melukai mahluk lain.

Term and conditionnya saya copas kembali:

"Membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik"

Mudah-mudahan menjadi jelas.

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 11:07:40 PM
Semua yang di dalam tanda kurung itu diambil dari kitab komentar. Bahkan kata veyagghapañcamaṃ yang diartikan sebagai the hindrances of which the fifth is like a tiger-infested journey di atas, secara sederhana, hanya bermakna 'harimau sebagai kelima". Veyaggha = harimau, pañcama = kelima. Kitab komentar menjelaskan bahwa harimau di sini bermakna lima rintangan karena seperti halnya jalan yang ada harimaunya berbahaya, demikian pula, lima rintangan batin merupakan bahaya pikiran. Mettalanka menambahkan terjemahan setelah mengacu kepada kitab komentar.

Samanera yang saya hormati,  ^:)^ Terima kasih atas koreksinya berarti memang mettalanka yang salah ketik.

Quote
Yang namanya membunuh makhluk hidup kan tidak harus mengetahui namanya kan? hehe....

Ya saya setuju kita tidak perlu mengetahui nama korban pembunuhan, tapi saya rasa Samanera juga mengerti bahwa kita juga harus tahu apakah syair itu mengenai pembunuhan yang sesungguhnya atau bukan...ya kan....?

Ada 5 kriteria untuk dapat dikatakan sebagai pembunuhan, yaitu:
- adanya mahluk hidup yang akan dibunuh
- ada kehendak dsbnya....

Apakah menurut Samanera syair itu mengenai pembunuhan fisik atau bukan....?

Mettacittena,   _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 11:20:01 PM
Bro Indra yang baik, Saya beri contoh.
Ada seorang anak yang terjatuh naik sepeda, kakinya terseret di jalanan sehingga luka lecet yang cukup dalam.
Di pinggir jalan seorang dewasa membangunkan anak itu lalu membawa ke rumahnya.

Sesampai di rumahnya lalu orang dewasa itu lalu mengambil alkohol untuk membersihkan luka, sebelum mencuci lukanya dengan alkohol orang dewasa tersebut berkata, "Nak... saya akan membersihkan lukamu dengan alkohol, tapi akan terasa sakit, tapi ini perlu dilakukan supaya lukamu tidak infeksi...." Lalu ia membersihkan luka anak itu dengan alkohol.

Pertanyaannya:
Apakah yang dilakukan orang dewasa tersebut tergolong perbuatan dengan sengaja menyakiti anak itu....?
Demikian juga dengan kasus pangeran Abhaya, apakah pangeran Abhaya dengan sengaja bermaksud melukai anak itu....?

Inilah sudut pandang saya menghadapi kasus pangeran Abhaya, sehingga saya tidak menganggap bahwa Sutta itu membenarkan melukai mahluk lain.

Term and conditionnya saya copas kembali:

"Membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik"

Mudah-mudahan menjadi jelas.

Mettacittena,


sudah disepakati bahwa niat memang tidak utk melukai/menyakiti, tapi luka dan sakit itu toh tetap terjadi, dan resiko itu bisa diterima dengan kata lain sakit itu bisa dibenarkan. sebelumnya saya sudah memberikan contoh operasi bypass jantung, operasi itu perlu untuk menyelamatkan nyawa pasien tapi untuk itu dokter bedah harus melukai dada si pasien. luka ini bisa dibenarkan demi operasi tsb. intinya adalah bahwa tindakan melukai dada itu bisa dibenarkan, sama halnya dengan tindakan melukai bayi itu juga bisa dibenarkan, bukankah begitu?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: M14ka on 12 April 2011, 11:24:24 PM
kalo euthanasia dibenarkan ato ga ya menurut tipitaka?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: bluppy on 12 April 2011, 11:30:35 PM
definisi tipitaka nya mencangkup apa saja?

kalau jataka tales termasuk tidak?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Kelana on 12 April 2011, 11:43:51 PM
Syair 194:

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca khattiye;
Raṭṭhaṃ sānucaraṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.

Setelah membunuh ayah dan ibu, dua raja khattiya;
Menghancurkan kerajaan beserta penduduknya, Brahmana sejati  tidak menderita.

Syair 195:

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca sotthiye;
Veyagghapañcamaṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo.

Setelah membunuh ayah dan ibu, dua raja makmur;
dan membunuh harimau sebagai yang kelima, Brahmana sejati tidak menderita.

Pernyataan bahwa syair 195 sebagai kiasannya mana nih?  Dua syair di atas akan terlihat sebagai kiasan  hanya ketika kita mengenal ajaran Buddha dan juga secara eksplisit mengacu kepada kitab komentar. ;D

Kalau saya, Samanera, bukan karena mengenal atau tidak ajaran Buddha sehingga menyimpulkan adanya kiasan dalam terjemahan syair versi yang Sdr. Kainyn sampaikan, tetapi karena tidak adanya kata penentu waktu sebagai penghubung kalimat-kalimat yang terpisah oleh tanda koma. Sedangkan dalam versi Samanera, ada kata penunjuk waktu yaitu kata “setelah” sehingga ada kesan adanya urutan peristiwa.

Satu pertanyaan, mohon petunjuk Samanera untuk pembelajaran saya yang tidak mahir bahasa Pali ini, dimanakah yang mengindikasikan adanya kata “setelah” pada syair tersebut. Jika tidak ada, sekali lagi jika tidak ada, maka tidak menutup kemungkinan penambahan kata “setelah” ini pun karena pikiran kita telah terpengaruh oleh kisah yang ada di dalam atthakatha yang pernah kita baca yang di dalamnya terurai kisah dengan urutan peristiwa.

Thanks

NB: bukan syair 194, 195 tapi 294, 295 _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 12 April 2011, 11:44:55 PM
sudah disepakati bahwa niat memang tidak utk melukai/menyakiti, tapi luka dan sakit itu toh tetap terjadi, dan resiko itu bisa diterima dengan kata lain sakit itu bisa dibenarkan. sebelumnya saya sudah memberikan contoh operasi bypass jantung, operasi itu perlu untuk menyelamatkan nyawa pasien tapi untuk itu dokter bedah harus melukai dada si pasien. luka ini bisa dibenarkan demi operasi tsb. intinya adalah bahwa tindakan melukai dada itu bisa dibenarkan, sama halnya dengan tindakan melukai bayi itu juga bisa dibenarkan, bukankah begitu?

Bro Indra yang baik, menurut saya

kasus pangeran Abhaya tidak dengan sengaja melukai.
sedangkan kasus dokter bypass jantung dengan sengaja melukai.

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 12 April 2011, 11:53:16 PM
Bro Indra yang baik, menurut saya

kasus pangeran Abhaya tidak dengan sengaja melukai.
sedangkan kasus dokter bypass jantung dengan sengaja melukai.

Mettacittena,

pake logika aja mbah, memasukkan ranting ke dalam kerongkongan, mungkinkah tidak melukai? apalagi jika dilakukan dengan tergesa2 dan bukan oleh seorang ahli.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 12 April 2011, 11:59:15 PM
Kalau saya, Samanera, bukan karena mengenal atau tidak ajaran Buddha sehingga menyimpulkan adanya kiasan dalam terjemahan syair versi yang Sdr. Kainyn sampaikan, tetapi karena tidak adanya kata penentu waktu sebagai penghubung kalimat-kalimat yang terpisah oleh tanda koma. Sedangkan dalam versi Samanera, ada kata penunjuk waktu yaitu kata “setelah” sehingga ada kesan adanya urutan peristiwa.

Satu pertanyaan, mohon petunjuk Samanera untuk pembelajaran saya yang tidak mahir bahasa Pali ini, dimanakah yang mengindikasikan adanya kata “setelah” pada syair tersebut. Jika tidak ada, sekali lagi jika tidak ada, maka tidak menutup kemungkinan penambahan kata “setelah” ini pun karena pikiran kita telah terpengaruh oleh kisah yang ada di dalam atthakatha yang pernah kita baca yang di dalamnya terurai kisah dengan urutan peristiwa.

Thanks

NB: bukan syair 194, 195 tapi 294, 295 _/\_

Yap betul.. syair 294 dan 295... Thanks untuk koreksinya. Mengenai bahasa Pali, kata kerja dasar atau akar kata dari kata kerja, jika ditambah akhiran 'tvā', diartikan 'setelah'. Sebagai contoh, gacchati - ia pergi, gantvā - setelah pergi; karoti - ia melakukan, katvā - setelah melakukan; chindati - ia memotong, chetvā - setelah memotong; patati - ia jatuh, patvā - setelah jatuh; suṇati - ia mendengar, sutvā - setelah mendengar; dll. Untuk dua syair di atas, kata yang digunakan adalah 'hantvā - setelah membunuh' yang berasal dari akar kata 'han'.  Kata kerja orang ketiga pertama adalah hanati - ia membunuh.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: hendrako on 13 April 2011, 12:41:01 AM
Kalo yang ini gimane?

8. Menaklukkan Raja Naga1) Nandopananda
(dengan Kekuatan Kesaktian / Iddhi)

Nandopananda bhujagam vibudham mahiddhim
Puttena Thera bhujagena damapayanto
Iddhupadesa vidhina jitava munindo
Tan tejasa bhavatu te jayamangalani

Nandopananda naga berpengertian salah memiliki kekuatan besar
Putra Sang Buddha yang Terkemuka (Moggallana Thera) sebagai naga pergi untuk menjinakkan
Raja Para Bijaksana menaklukkannya dengan kekuatan kesaktian
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna

Pada suatu hari, jutawan Anathapindika, sesudah mendengarkan Ajaran Sang Buddha di Vihara Jetavana, mengundang Sang Guru Agung dengan lima ratus bhikkhu untuk menerima dana pada esok harinya.

Pagi-pagi sekali, pada saat Sang Buddha memeriksa keadaan di dunia ini, Beliau melihat Raja Naga Nandopananda mempunyai pandangan salah, tetapi mempunyai karma baik untuk berlindung kepada Sang Tri Ratna. Sang Guru juga melihat hanya Bhikkhu Moggallana yang mempunyai kemampuan untuk menaklukkan Raja Naga itu.

Sang Buddha meminta Bhikkhu Ananda untuk memanggil lima ratus muridNya untuk menyertai Beliau ke Surga Tavatimsa 2). Sang Buddha beserta para bhikkhu terbang di udara. Dalam perjalanan menuju Surga Tavatimsa, mereka melintas di atas kediaman Nandopananda. Ketika itu, ia sedang menikmati makanannya yang enak. Ia sangat marah melihat para bhikkhu terbang melintas di atas kediamannya, dan berniat untuk menghalangi perjalanan mereka.

Ia lalu bergelung melingkari Gunung Sineru sebanyak tujuh kali dan kepalanya berada di puncak gunung. Ia menciptakan kegelapan, membuat segala sesuatu tidak kelihatan, sehingga menyebabkan Surga Tavatimsa tidak dapat terlihat. Kegelapan yang terjadi dengan mendadak ini, menyebabkan Bhikkhu Ratthapala berkata kepada Sang Buddha, bahwa tidak ada surga maupun Istana Vejayanta dapat terlihat pada hari itu. Sang Buddha lalu menjelaskan kepadanya bahwa Raja Naga Nandopanandalah yang menyembunyikan gunung tersebut. Setelah mendengar penjelasan Sang Guru, Bhikkhu Ratthapala berkata ia akan pergi dan menaklukkan Raja Naga itu, tetapi Sang Buddha tidak mengijinkannya.

Kemudian Bhikkhu Bhaddiya maju ke depan, menawarkan diri untuk menaklukkannya, tetapi Sang Buddha juga tidak mengijinkannya. Kemudian Bhikkhu Rahula dan beberapa bhikkhu lainnya juga tidak diijinkan oleh Sang Buddha untuk menaklukkan Raja Naga itu.

Dengan seijin Sang Buddha, Bhikkhu Moggallana pergi untuk menaklukkan Raja Naga Nandopananda. Beliau lalu mengubah dirinya seperti Raja Naga juga, lalu mendekati Nandopananda. Ia lalu melingkari Nandopananda sebanyak empat belas kali dengan ekornya.

Ia menaruh kepalanya di atas kepala Nandopananda dan menekannya ke bawah ke Gunung Sineru. Raja Naga berusaha keras untuk melepaskan diri dengan menyemburkan bisanya. Tetapi Bhikkhu Moggallana mengirimkan serangan balasan, yang lebih kuat daripada Raja Naga yang membuat Raja Naga itu amat menderita. Kemudian Raja Naga menyemburkan api, dan Bhikkhu Moggallana juga melakukan hal yang sama. Semburan api itu amat menyakiti Raja Naga, tetapi sebaliknya semburan api Raja Naga tidak menyakiti Bhikkhu Moggallana.

Nandopananda lalu berteriak dengan marah : “Siapakah engkau?”

“Saya adalah Moggallana,” jawab Bhikkhu Moggallana yang sudah kembali ke wujudNya semula.

Sesudah itu Bhikkhu Moggallana masuk ke dalam salah satu kuping Raja Naga dan keluar dari kuping lainnya. Ketika Raja Naga membuka mulutnya, Bhikkhu Moggallana memasuki perutnya, dan mulai berjalan naik turun, dari kepala sampai ke ekor dan dari ekor sampai ke kepala. Sang Buddha menegur Bhikkhu Moggallana dan mengingatkanNya akan kekuatan Raja Naga itu.

Raja Naga amat marah dengan gangguan pada ususnya yang amat menyakitkan. Ia lalu memutuskan untuk menekan sampai mati kalau Bhikkhu Moggallana keluar dari mulutnya. Ia lalu berkata :
“Yang Mulia, keluarlah dan jangan berjalan naik turun di dalam perutku ini.”

Tetapi Bhikkhu Moggallana keluar tanpa diketahuinya. Ketika Raja Naga itu melihatNya sudah berada di luar, ia lalu menyemburkan racun berbisanya yang lain. Bhikkhu Moggallana dengan segera masuk ke Jhana Keempat 3), di sana semburan racun berbisa itu tidak dapat menyentuh selembar rambutpun di tubuhNya.

Selain Sang Buddha, hanya Bhikkhu Moggallana yang dapat masuk ke Jhana Keempat dengan segera. Para bhikkhu lainnya harus mempersiapkan diri terlebih dahulu dengan bermeditasi. Bagaimanapun mereka tidak akan dapat dengan segera memasuki Jhana Keempat agar dapat terhindar dari semburan racun berbisa Raja Naga itu, karena apabila terlambat mereka akan hangus menjadi abu. Sang Buddha telah mengetahui kejadian yang amat kritis ini, dan tidak mengijinkan para bhikkhu yang lain, kecuali hanya Bhikkhu Moggallana yang dapat menaklukkan Raja Naga ini.

Nandopananda menerima kekalahannya dan mengubah dirinya menjadi seorang pemuda dan berkata :
“Yang Mulia, saya ingin berlindung kepadaMu.”

Ia bersimpuh di kaki Bhikkhu Moggallana. Kemudian Bhikkhu Moggallana mengatakan bahwa Sang Buddha ada di sini dan mereka lalu pergi menemui Beliau.

Bhikkhu Moggallana membawa Raja Naga ke hadapan Sang Buddha, lalu bersujud :
“Yang Mulia, saya ingin berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha.”

Sang Buddha bersabda :
“O, Raja Naga, semoga kamu bahagia.”

Dengan diiringi ke lima ratus bhikkhu, Sang Buddha lalu melanjutkan perjalanan menuju Surga Tavatimsa menemui Raja Sakka.

Setelah selesai, Sang Buddha kemudian kembali ke Savatthi. Jutawan Anathapindika yang sedang menunggu kedatangan Sang Buddha untuk memberikan dananya, mendengar bahwa Bhikkhu Moggallana dapat menaklukkan Raja Naga Nandopananda merasa amat gembira, lalu ia mempersembahkan dana kepada Sang Buddha dan ke lima ratus bhikkhu terus-menerus selama satu minggu.

Keterangan :

1.Naga : Mahluk Asura yang mempunyai kesaktian
2.Surga Tavatimsa : Alam 33 Dewa yang diketuai oleh Dewa Sakka
3.Jhana Keempat : Salah satu tingkat pencapaian meditasi

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 07:59:52 AM
pake logika aja mbah, memasukkan ranting ke dalam kerongkongan, mungkinkah tidak melukai? apalagi jika dilakukan dengan tergesa2 dan bukan oleh seorang ahli.

Bro Indra yang baik, coba dibaca kembali kisah pangeran Abhaya tersebut.
Apakah bayi itu sendiri yang memasukkan ranting ke dalam kerongkongannya, atau pangeran Abhaya yang memasukkan ranting ke dalam kerongkongannya....?

Saya copaskan kembali postingan Samanera Dhammasiri di page pertama:

"Seandainya ada seorang bayi menelan kerikil atau ranting kecil yang mana menyangkut di tenggorokan, seseorang akan mengambil kerikil atau ranting kecil dari mulutnya meski darah harus keluar dari mulut si bayi tersebut."

Itu berbeda dengan pernyataan bro Indra diatas, karena pernyataan bro Indra berkesan seolah-olah pangeran Abhaya yang memasukkan ranting ke dalam mulut si bayi, padahal bayi itu sendiri yang memasukkan ranting ke dalam mulutnya. Pangeran Abhaya hanya berusaha mengeluarkan ranting tersebut.

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 08:03:08 AM
Kalo yang ini gimane?

8. Menaklukkan Raja Naga1) Nandopananda
(dengan Kekuatan Kesaktian / Iddhi)

Nandopananda bhujagam vibudham mahiddhim
Puttena Thera bhujagena damapayanto
Iddhupadesa vidhina jitava munindo
Tan tejasa bhavatu te jayamangalani

Nandopananda naga berpengertian salah memiliki kekuatan besar
Putra Sang Buddha yang Terkemuka (Moggallana Thera) sebagai naga pergi untuk menjinakkan
Raja Para Bijaksana menaklukkannya dengan kekuatan kesaktian
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna

Pada suatu hari, jutawan Anathapindika, sesudah mendengarkan Ajaran Sang Buddha di Vihara Jetavana, mengundang Sang Guru Agung dengan lima ratus bhikkhu untuk menerima dana pada esok harinya.

Pagi-pagi sekali, pada saat Sang Buddha memeriksa keadaan di dunia ini, Beliau melihat Raja Naga Nandopananda mempunyai pandangan salah, tetapi mempunyai karma baik untuk berlindung kepada Sang Tri Ratna. Sang Guru juga melihat hanya Bhikkhu Moggallana yang mempunyai kemampuan untuk menaklukkan Raja Naga itu.

Sang Buddha meminta Bhikkhu Ananda untuk memanggil lima ratus muridNya untuk menyertai Beliau ke Surga Tavatimsa 2). Sang Buddha beserta para bhikkhu terbang di udara. Dalam perjalanan menuju Surga Tavatimsa, mereka melintas di atas kediaman Nandopananda. Ketika itu, ia sedang menikmati makanannya yang enak. Ia sangat marah melihat para bhikkhu terbang melintas di atas kediamannya, dan berniat untuk menghalangi perjalanan mereka.

Ia lalu bergelung melingkari Gunung Sineru sebanyak tujuh kali dan kepalanya berada di puncak gunung. Ia menciptakan kegelapan, membuat segala sesuatu tidak kelihatan, sehingga menyebabkan Surga Tavatimsa tidak dapat terlihat. Kegelapan yang terjadi dengan mendadak ini, menyebabkan Bhikkhu Ratthapala berkata kepada Sang Buddha, bahwa tidak ada surga maupun Istana Vejayanta dapat terlihat pada hari itu. Sang Buddha lalu menjelaskan kepadanya bahwa Raja Naga Nandopanandalah yang menyembunyikan gunung tersebut. Setelah mendengar penjelasan Sang Guru, Bhikkhu Ratthapala berkata ia akan pergi dan menaklukkan Raja Naga itu, tetapi Sang Buddha tidak mengijinkannya.

Kemudian Bhikkhu Bhaddiya maju ke depan, menawarkan diri untuk menaklukkannya, tetapi Sang Buddha juga tidak mengijinkannya. Kemudian Bhikkhu Rahula dan beberapa bhikkhu lainnya juga tidak diijinkan oleh Sang Buddha untuk menaklukkan Raja Naga itu.

Dengan seijin Sang Buddha, Bhikkhu Moggallana pergi untuk menaklukkan Raja Naga Nandopananda. Beliau lalu mengubah dirinya seperti Raja Naga juga, lalu mendekati Nandopananda. Ia lalu melingkari Nandopananda sebanyak empat belas kali dengan ekornya.

Ia menaruh kepalanya di atas kepala Nandopananda dan menekannya ke bawah ke Gunung Sineru. Raja Naga berusaha keras untuk melepaskan diri dengan menyemburkan bisanya. Tetapi Bhikkhu Moggallana mengirimkan serangan balasan, yang lebih kuat daripada Raja Naga yang membuat Raja Naga itu amat menderita. Kemudian Raja Naga menyemburkan api, dan Bhikkhu Moggallana juga melakukan hal yang sama. Semburan api itu amat menyakiti Raja Naga, tetapi sebaliknya semburan api Raja Naga tidak menyakiti Bhikkhu Moggallana.

Nandopananda lalu berteriak dengan marah : “Siapakah engkau?”

“Saya adalah Moggallana,” jawab Bhikkhu Moggallana yang sudah kembali ke wujudNya semula.

Sesudah itu Bhikkhu Moggallana masuk ke dalam salah satu kuping Raja Naga dan keluar dari kuping lainnya. Ketika Raja Naga membuka mulutnya, Bhikkhu Moggallana memasuki perutnya, dan mulai berjalan naik turun, dari kepala sampai ke ekor dan dari ekor sampai ke kepala. Sang Buddha menegur Bhikkhu Moggallana dan mengingatkanNya akan kekuatan Raja Naga itu.

Raja Naga amat marah dengan gangguan pada ususnya yang amat menyakitkan. Ia lalu memutuskan untuk menekan sampai mati kalau Bhikkhu Moggallana keluar dari mulutnya. Ia lalu berkata :
“Yang Mulia, keluarlah dan jangan berjalan naik turun di dalam perutku ini.”

Tetapi Bhikkhu Moggallana keluar tanpa diketahuinya. Ketika Raja Naga itu melihatNya sudah berada di luar, ia lalu menyemburkan racun berbisanya yang lain. Bhikkhu Moggallana dengan segera masuk ke Jhana Keempat 3), di sana semburan racun berbisa itu tidak dapat menyentuh selembar rambutpun di tubuhNya.

Selain Sang Buddha, hanya Bhikkhu Moggallana yang dapat masuk ke Jhana Keempat dengan segera. Para bhikkhu lainnya harus mempersiapkan diri terlebih dahulu dengan bermeditasi. Bagaimanapun mereka tidak akan dapat dengan segera memasuki Jhana Keempat agar dapat terhindar dari semburan racun berbisa Raja Naga itu, karena apabila terlambat mereka akan hangus menjadi abu. Sang Buddha telah mengetahui kejadian yang amat kritis ini, dan tidak mengijinkan para bhikkhu yang lain, kecuali hanya Bhikkhu Moggallana yang dapat menaklukkan Raja Naga ini.

Nandopananda menerima kekalahannya dan mengubah dirinya menjadi seorang pemuda dan berkata :
“Yang Mulia, saya ingin berlindung kepadaMu.”

Ia bersimpuh di kaki Bhikkhu Moggallana. Kemudian Bhikkhu Moggallana mengatakan bahwa Sang Buddha ada di sini dan mereka lalu pergi menemui Beliau.

Bhikkhu Moggallana membawa Raja Naga ke hadapan Sang Buddha, lalu bersujud :
“Yang Mulia, saya ingin berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha.”

Sang Buddha bersabda :
“O, Raja Naga, semoga kamu bahagia.”

Dengan diiringi ke lima ratus bhikkhu, Sang Buddha lalu melanjutkan perjalanan menuju Surga Tavatimsa menemui Raja Sakka.

Setelah selesai, Sang Buddha kemudian kembali ke Savatthi. Jutawan Anathapindika yang sedang menunggu kedatangan Sang Buddha untuk memberikan dananya, mendengar bahwa Bhikkhu Moggallana dapat menaklukkan Raja Naga Nandopananda merasa amat gembira, lalu ia mempersembahkan dana kepada Sang Buddha dan ke lima ratus bhikkhu terus-menerus selama satu minggu.

Keterangan :

1.Naga : Mahluk Asura yang mempunyai kesaktian
2.Surga Tavatimsa : Alam 33 Dewa yang diketuai oleh Dewa Sakka
3.Jhana Keempat : Salah satu tingkat pencapaian meditasi



Bro hendrako yang baik, ane bace yang ini nggak ade yang luka, emang raje nage Nadopananda disakitin, tapi die kagak luka....Ketentuannye kan melukai....? Maap... hehehe.......

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 13 April 2011, 08:07:45 AM
Bro Indra yang baik, coba dibaca kembali kisah pangeran Abhaya tersebut.
Apakah bayi itu sendiri yang memasukkan ranting ke dalam kerongkongannya, atau pangeran Abhaya yang memasukkan ranting ke dalam kerongkongannya....?

Saya copaskan kembali postingan Samanera Dhammasiri di page pertama:

"Seandainya ada seorang bayi menelan kerikil atau ranting kecil yang mana menyangkut di tenggorokan, seseorang akan mengambil kerikil atau ranting kecil dari mulutnya meski darah harus keluar dari mulut si bayi tersebut."

Itu berbeda dengan pernyataan bro Indra diatas, karena pernyataan bro Indra berkesan seolah-olah pangeran Abhaya yang memasukkan ranting ke dalam mulut si bayi, padahal bayi itu sendiri yang memasukkan ranting ke dalam mulutnya. Pangeran Abhaya hanya berusaha mengeluarkan ranting tersebut.

Mettacittena,

koreksi: sam dhammasiri blm melibatkan diri di sini, sam peacemind-lah yg anda maksudkan.
anda benar, bahwa bayi itu-lah yg memasukkan ranting, namun hal ini bagi saya bukanlah poin yg penting, yg penting adalah proses mengeluarkan kerikil/ranting itu yg walaupun diketahui dapat mengakibatkan luka namun tetap akan dilakukan demi menyelamatkan si bayi, yg tetap saja bagi saya tindakan melukai demi menyelamatkan itu dapat dibenarkan.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 13 April 2011, 08:08:47 AM
Bro hendrako yang baik, ane bace yang ini nggak ade yang luka, emang raje nage Nadopananda disakitin, tapi die kagak luka....Ketentuannye kan melukai....? Maap... hehehe.......

Mettacittena,

keriteria luka juga apakah hanya terbatas luka luar yg terbuka dan berdarah? bagaimana dengan luka dalam dan sakit hati?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 08:11:57 AM
Teman-teman... setelah menjawab argumentasi teman-teman sekalian, saya merasa kok ada yang melenceng dan tidak sesuai dengan tujuan saya semula. Kemudian saya baca kembali tulisan saya di awal thread baru saya sadar.

Sebenarnya kalau kita amati lagi awal thread berbunyi: "Teman-teman sekalian, saya ada usul bagaimana bila DC mengadakan sayembara yang terbuka untuk umum, terbuka untuk seluruh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat dunia."

Harapan saya: "Bila ada teman-teman yang ingin urunan menambah besarnya hadiah, silahkan.... Bagaimana....?"

Mungkin perlu komentar Tuhan Medho... Mengenai usul saya ini.....

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 08:25:42 AM
koreksi: sam dhammasiri blm melibatkan diri di sini, sam peacemind-lah yg anda maksudkan.
anda benar, bahwa bayi itu-lah yg memasukkan ranting, namun hal ini bagi saya bukanlah poin yg penting, yg penting adalah proses mengeluarkan kerikil/ranting itu yg walaupun diketahui dapat mengakibatkan luka namun tetap akan dilakukan demi menyelamatkan si bayi, yg tetap saja bagi saya tindakan melukai demi menyelamatkan itu dapat dibenarkan.

Oh iya thanks untuk koreksinya mengenai Samanera Dhammasiri bro. Mengenai pangeran Abhaya kita berbeda pendapat, menurut saya pangeran Abhaya tak mau melukai dan tak ada maksud melukai, tapi si bayi terluka ketika pangeran Abhaya berusaha mengeluarkan ranting tersebut.
Jadi dalam Sutta ini hal itu yang terjadi dan Sang Buddha membenarkan/menyetujui hal itu.

Perumpamaan yang bro berikan mungkin lebih cocok bila diterapkan untuk seseorang yang terkait karena kena kail pancing agak dalam. Bila seseorang telah kena kail pancing mau tak mau kita harus dengan sengaja memperlebar lubang dengan melukai kulit orang tersebut untuk mengeluarkan pancingnya, karena menyangkut.

Tapi dalam kasus pangeran Abhaya tak dikatakan melukai bayi tersebut untuk mengeluarkan ranting, tapi hanya dikatakan terluka ketika mengeluarkan ranting.

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 13 April 2011, 08:27:58 AM
Oh iya thanks untuk koreksinya mengenai Samanera Dhammasiri bro. Mengenai pangeran Abhaya kita berbeda pendapat, menurut saya pangeran Abhaya tak mau melukai dan tak ada maksud melukai, tapi dalam usaha menyelamatkan bayi bisa terluka.

Jadi dalam Sutta ini hal itu yang terjadi dan Sang Buddha membenarkan/menyetujui hal itu.

Perumpamaan yang bro berikan mungkin lebih cocok bila diterapkan untuk seseorang yang terkait karena kena kail pancing agak dalam. Bila seseorang telah kena kail pancing mau tak mau kita harus dengan sengaja memperlebar lubang dengan melukai kulit orang tersebut untuk mengeluarkan pancingnya, karena menyangkut.

Tapi dalam kasus pangeran Abhaya tak dikatakan melukai bayi tersebut untuk mengeluarkan ranting, tapi hanya dikatakan terluka ketika mengeluarkan ranting.

Mettacittena,

ya saya pun setuju dengan pendapat mbah fabian itu, tapi saya tambahkan sedikit lagi, terluka saat mengeluarkan ranting adalah suatu resiko yg sudah diantisipasi sebelumnya, jadi luka ini bisa dibenarkan, yg penting ranting keluar dan bayi selamat, bukankah begitu?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 13 April 2011, 08:44:21 AM
gini aja deh, gue double-in, 14 jt untuk masing2 Bro Adi dan mbah Fabian, jika anda berdua bisa menemukan fakta spt topik sayembara. *kita adu ilmu geliat belut*
Tambah 6 juta, jadi 20 masing-masing. *siap dengan jurus belut berkeringat direndam oli*
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 13 April 2011, 08:46:55 AM
Tambah 6 juta, jadi 20 masing-masing. *siap dengan jurus belut berkeringat direndam oli*

:jempol:
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 08:47:38 AM
ya saya pun setuju dengan pendapat mbah fabian itu, tapi saya tambahkan sedikit lagi, terluka saat mengeluarkan ranting adalah suatu resiko yg sudah diantisipasi sebelumnya, jadi luka ini bisa dibenarkan, yg penting ranting keluar dan bayi selamat, bukankah begitu?

Coba perhatikan lagi bro... Kalau tidak salah ada tambahan kata "even if" yang kalau saya mengartikannya "walau", jadi saya menginterpretasikan bahwa dalam sutta tersebut pangeran Abhaya akan berusaha mengeluarkan ranting tersebut walau mengakibatkan luka. Tapi kata walau disini bukan berarti pasti, karena bisa ya dan bisa juga tidak.

Jadi kesimpulannya Sang Buddha membenarkan tindakan pangeran Abhaya mengeluarkan ranting dari mulut bayi tersebut walaupun mungkin saja mulut bayi tersebut akan luka.
(tentu sulit menebak apa yang akan dilakukan bayi tersebut ketika ia merasa sakit, ia bisa melakukan berbagai hal yang sulit diantisipasi, yang mungkin saja malah lebih memperparah keadaan dan menyulitkan pertolongan, karena ia belum bisa komunikasi, oleh karena itu belum mengerti petunjuk orang dewasa)

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 08:49:01 AM
Tambah 6 juta, jadi 20 masing-masing. *siap dengan jurus belut berkeringat direndam oli*
:jempol:

 =)) =)) =))

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 13 April 2011, 08:52:15 AM
Coba perhatikan lagi bro... Kalau tidak salah ada tambahan kata "even if" yang kalau saya mengartikannya "walau", jadi saya menginterpretasikan bahwa dalam sutta tersebut pangeran Abhaya akan berusaha mengeluarkan ranting tersebut walau mengakibatkan luka. Tapi kata walau disini bukan berarti pasti, karena bisa ya dan bisa juga tidak.

Jadi kesimpulannya Sang Buddha membenarkan tindakan pangeran Abhaya mengeluarkan ranting dari mulut bayi tersebut walaupun mungkin saja mulut bayi tersebut akan luka.
(tentu sulit menebak apa yang akan dilakukan bayi tersebut ketika ia merasa sakit, ia bisa melakukan berbagai hal yang sulit diantisipasi, yang mungkin saja malah lebih memperparah keadaan dan menyulitkan pertolongan, karena ia belum bisa komunikasi, oleh karena itu belum mengerti petunjuk orang dewasa)

Mettacittena,


seandainya, pada waktu proses mengeluarkan ranting, diketahui pasti apabila dilanjutkan maka akan dapat mengakibatkan luka, apakah proses itu dihentikan atau dilanjutkan? inilah yg saya maksudkan dengan "sudah diantisipasi"
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 08:54:08 AM
Himbauan untuk teman-teman yang bisa menemukan kelemahan Tipitaka sesuai judul Thread tolong PM saya ya...? Nanti kita atur pembagian hadiahnya.... Terima kasih.....   ^:)^   

Ane yang penting kagak rugi...   :))
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 08:56:32 AM
seandainya, pada waktu proses mengeluarkan ranting, diketahui pasti apabila dilanjutkan maka akan dapat mengakibatkan luka, apakah proses itu dihentikan atau dilanjutkan? inilah yg saya maksudkan dengan "sudah diantisipasi"

Bila luka diteruskan, bila tidak luka juga diteruskan bro... Tak ada pilihan....
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 13 April 2011, 09:07:42 AM
Bila luka diteruskan, bila tidak luka juga diteruskan bro... Tak ada pilihan....


nah itu dia yg "sudah diantisipasi", dan luka itu dibisa dibenarkan, bukan?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 13 April 2011, 09:26:09 AM
Intinya sih melukai itu boleh kalau untuk kebaikan yang lebih besar (greater good). Masalahnya, pandangan orang tentang 'greater good' ini 'kan beda-beda. Misalnya kalau di Zeuism, mesti mengorbankan Andromeda agar Kraken tidak menghancurkan kerajaan. Korban satu perawan, selamat satu kerajaan & rakyatnya.

Berarti sama saja, korban tenggorokan & mulut berdarah, nyawa selamat. Rusak dikit, menyelamatkan banyak. Jadi intinya memang boleh melukai secara fisik, untuk 'greater good'. Para teroris juga sama, membunuh sedikit orang jahat (versi mereka), untuk menyelamatkan dunia (menyelamatkan dari amukan sosok adikuasa. Merugikan dikit, untuk 'greater good'.

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: pannadevi on 13 April 2011, 09:35:52 AM
Bro Fabian yg baik,
Saya tergerak ingin ikutan, tp krn sy sdg sibuk ujian, sy blm sempat mencari di Tipitakanya, maka sy hanya ikutan utk meramaikan aja sayembara ini sbg penggembira tp ga berani ikutan memperebutkan hadiah (butuh wkt utk mencari data di Tipitaka).

1.   Dlm Samanera sikkhapada yg diterbitkan oleh Mahasangharaja Thailand dikisahkan Samanera Rahula sbg anak yg berbakti kpd orang tua, beliau sll merawat Ibunya (Putri Yasodhara/Ven.Bhaddakaccana). suatu hari Putri Yasodhara sakit keras, beliau melaporkan kpd sang Buddha, setelah sang Buddha diberitahu ttg sakit Putri Yasodhara, beliau memberitahu “obatnya”, nah ini yg mungkin adalah termasuk kategori “menyetujui melukai/membunuh mahluk hidup” karena obat tsb adalah “bubur ikan merah”. Setelah Rahula mendptkan resep obat ini, maka beliau meminta kpd siapa saja yg dpt mencarikan, stlh raja mendengar lalu mempersembahkan obat tsb dan Putri Yasodhara sembuh. Sekali lagi maafkan sy, krn ujian sy ga punya wkt yg cukup buat bongkar2 vinayapitaka, utk mencari kisah dlm samanerasikkhapada ini. Tp kisah ini sy rasa memenuhi criteria menyetujui melukai/membunuh mahluk hidup.
2.   Dlm Godhikasutta (Majjhimanikaya, lupa nomor berapa) beliau bunuh diri krn merasa kesal sll terjatuh dari konsentrasi beliau stlh masuk jhana, dimana beliau bertekad tidak ingin terjatuh lagi dan lagi, sehingga beliau memutuskan memotong lehernya ketika mencapai jhana, dan itu dilakukan beliau, stlh itu dg konsentrasi rasa sakit dileher yg terpotong, beliau mencapai arahat.  Mara melaporkan kpd sang Buddha bhw murid beliau bunuh diri, tetapi sang Buddha memuji bhikkhu Godhika yg berhasil menjadi arahat. Dengan kata lain sang Buddha menyetujui cara bunuh diri yang penting “mencapai arahat”. Apakah ini bukan kategori menyetujui melukai/membunuh mahluk hidup, krn syarat2 terjadinya melukai/membunuh dg sengaja terpenuhi.
3.   Ada kisah lain, sy lupa di sutta mana, ada seorang wanita memasak obat utk bhikkhu yg sedang sakit, serta menyiapkan makanannya. Utk membantu segera sembuh dari sakit bhikkhu tsb, Ibu ini memotong daging pahanya, dimasak menjadi makanan lezat dan dipersembahkan kpd bhikkhu yg sedang sakit ini. Shg dg demikian kesehatan bhikkhu ini segera pulih. Bukankah ini masuk kategori melukai mahluk hidup, walau diri sendiri.
4.   Ada kisah Jataka, sedang Jataka adl termasuk dlm suttapitaka, ketika sang Buddha menjadi Bodhisatta, beliau mengorbankan diri utk seekor harimau yg kelaparan stlh beberapa hari tidak makan, sehingga lemas tidak mampu mendaki bukit utk mencari makan, padahal barusan melahirkan, sehingga Bodhisatta mengorbankan dirinya dg memotong lehernya dan mengikat dirinya diatas harimau tsb, darah beliau menetes dg maksud agar harimau tsb bisa minum darahnya, dan memberi makan anak2nya. Raja mencari putranya tp tdk diketemui, hanya tinggal pakaian kebesaran dan mahkota yg diikat di pohon (mgk tubuh beliau jg dimakan harimau). Ditempat beliau mengorbankan diri ini lalu raja membangun stupa (tentu stupanya sudah tidak ada, krn sdh tdk terhitung lamanya jaman berlalu).

Sekali lagi, ini hanya meramaikan aja, krn sayembara TS cukup seru, saya baru baca, jadi tertarik, padahal sdh lama sekali sy tdk buka2 DC.

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 13 April 2011, 09:41:22 AM
saya ikutan menjawab, walaupun bukan mewakili mbah fabian

Bro Fabian yg baik,
Saya tergerak ingin ikutan, tp krn sy sdg sibuk ujian, sy blm sempat mencari di Tipitakanya, maka sy hanya ikutan utk meramaikan aja sayembara ini sbg penggembira tp ga berani ikutan memperebutkan hadiah (data butuh wkt utk mencari di Tipitaka).

1.   Dlm Samanera sikkhapada yg diterbitkan oleh Mahasangharaja Thailand dikisahkan Samanera Rahula sbg anak yg berbaikti kpd orang tua, beliau sll merawat Ibunya (Putri Yasodhara/Ven.Bhaddakaccana). suatu hari Putri Yasodhara sakit keras, beliau melaporkan kpd sang Buddha, setelah sang Buddha diberitahu ttg sakit Putri Yasodhara, beliau memberitahu “obatnya”, nah ini yg mk termasuk kategori “menyetujui melukai/membunuh mahluk hidup” karena obat tsb adalah “bubur ikan merah”. Setelah Rahula mendptkan resep obat ini, maka beliau meminta kpd siapa saja yg dpt mencarikan, stlh raja mendengar lalu mempersembahkan obat tsb dan Putri Yasodhara sembuh. Sekali lagi maafkan sy, krn ujian sy ga punya wkt yg cukup buat bongkar2 vinayapitaka, utk mencari kisah dlm samanerasikkhapada ini. Tp kisah ini sy rasa memenuhi criteria menyetujui melukai/membunuh mahluk hidup.
sumber bukan dari Tipitakam jadi tidak berlaku.

Quote
2.   Dlm Godhikasutta (Majjhimanikaya, lupa nomor berapa) beliau bunuh diri krn merasa kesal sll terjatuh dari konsentrasi beliau stlh masuk jhana, dimana beliau bertekad tidak ingin terjatuh lagi dan lagi, sehingga beliau memutuskan memotong lehernya ketika mencapai jhana, dan itu dilakukan beliau, stlh itu dg konsentrasi rasa sakit dileher yg terpotong, beliau mencapai arahat.  Mara melaporkan kpd sang Buddha bhw murid beliau bunuh diri, tetapi sang Buddha memuji bhikkhu Godhika yg berhasil menjadi arahat. Dengan kata lain sang Buddha menyetujui cara bunuh diri yang penting “mencapai arahat”. Apakah ini bukan kategori menyetujui melukai/membunuh mahluk hidup, krn syarat2 terjadinya melukai/membunuh dg sengaja terpenuhi.
sepertinya Sang Buddha memang memuji pencapaian Kearahatan, tapi bukan bagian "bunuh-diri"nya.

Quote
3.   Ada kisah lain, sy lupa di sutta mana, ada seorang wanita memasak obat utk bhikkhu yg sedang sakit, serta menyiapkan makanannya. Utk membantu segera sembuh dari sakit bhikkhu tsb, Ibu ini memotong daging pahanya, dimasak menjadi makanan lezat dan dipersembahkan kpd bhikkhu yg sedang sakit ini. Shg dg demikian kesehatan bhikkhu ini segera pulih. Bukankah ini masuk kategori melukai mahluk hidup, walau diri sendiri.
dan kisah ini kalo gak salah juga melatar-belakangi munculnya vinaya tidak boleh makan daging manusia. jadi jelas Sang Buddha tidak menyetujui hal ini.

Quote
4.   Ada kisah Jataka, sedang Jataka adl termasuk dlm suttapitaka, ketika sang Buddha menjadi Bodhisatta, beliau mengorbankan diri utk seekor harimau yg kelaparan stlh beberapa hari tidak makan, sehingga lemas tidak mampu mendaki bukit utk mencari makan, padahal barusan melahirkan, sehingga Bodhisatta mengorbankan dirinya dg memotong lehernya dan mengikat dirinya diatas harimau tsb, darah beliau menetes dg maksud agar harimau tsb bisa minum darahnya, dan memberi makan anak2nya. Raja mencari putranya tp tdk diketemui, hanya tinggal pakaian kebesaran dan mahkota yg diikat di pohon (mgk tubuh beliau jg dimakan harimau). Ditempat beliau mengorbankan diri ini lalu raja membangun stupa (tentu stupanya sudah tidak ada, krn sdh tdk terhitung lamanya jaman berlalu).
seperti penjelasan dari Sam Peacemind, Jakata hanya berisi syair2, sedangkan kisah2nya semua adalah wilayah Atthakatha, jadi tidak berlaku juga.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 09:42:32 AM
nah itu dia yg "sudah diantisipasi", dan luka itu dibisa dibenarkan, bukan?

Bro Indra yang baik, ada perbedaan antara kata "melukai" dengan kata "terluka".

mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 09:52:47 AM
saya ikutan menjawab, walaupun bukan mewakili mbah fabian
sumber bukan dari Tipitakam jadi tidak berlaku.
sepertinya Sang Buddha memang memuji pencapaian Kearahatan, tapi bukan bagian "bunuh-diri"nya.
dan kisah ini kalo gak salah juga melatar-belakangi munculnya vinaya tidak boleh makan daging manusia. jadi jelas Sang Buddha tidak menyetujui hal ini.
seperti penjelasan dari Sam Peacemind, Jakata hanya berisi syair2, sedangkan kisah2nya semua adalah wilayah Atthakatha, jadi tidak berlaku juga.


Mau nambahin bro... lihat term and condition:

"Perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik"

Mettacittena,

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: pannadevi on 13 April 2011, 09:54:22 AM
saya ikutan menjawab, walaupun bukan mewakili mbah fabian
sumber bukan dari Tipitakam jadi tidak berlaku.

yahh...udah dibilang khan, klo sy sdg ujian, jadi blm bongkar2 Vinayapitaka, krn butuh wkt dlm menelusuri Samanerasikkhapada di vinayapitaka, harus ngecek langsung ke palinya, dan quote disini, jadi sy kemukakan bhw sy hanya meramaikan saja, sy kira ttg kriteria melukai/membunuh masuk kok.

sy bukan mo nyari hadiah, krn sy tahu data sy lemah (ga bisa quotekan, keterbatasan wkt), sy kemukakan ini hanya utk wacana kriteria melukai/membunuh mahluk lain ada dlm Tipitaka.

Quote
sepertinya Sang Buddha memang memuji pencapaian Kearahatan, tapi bukan bagian "bunuh-diri"nya.

khan sama aja dg kata lain, "ahh ga apa, yang penting ARAHAT, mo pake jalan bunuh diri juga boleh"

sorry batara Indra, ini bukan mo debat, ini hanya menyampaikan aja.

Quote
dan kisah ini kalo gak salah juga melatar-belakangi munculnya vinaya tidak boleh makan daging manusia. jadi jelas Sang Buddha tidak menyetujui hal ini.

ok, memang kalo ga salah ini adalah yg menjadikan larangan memakan daging manusia. thanks batara Indra.

Quote
seperti penjelasan dari Sam Peacemind, Jakata hanya berisi syair2, sedangkan kisah2nya semua adalah wilayah Atthakatha, jadi tidak berlaku juga.
wlu syair, tp didlm syair tsb dikatakan klo beliau mengorbankan diri lo. (hehe...sy angkat tangan klo diminta quote]

mettacittena,

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 10:13:06 AM
Teman-teman yang ingin berargumen harap baca dengan seksama dan teliti tujuan, harapan dan ketentuan TS (term and condition) yang ada dalam thread awal pada waktu memposting argumen.

Terima kasih.

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 13 April 2011, 12:31:00 PM
Saya dapat jawaban lain. Kutipan di bawah ini saya ambil dari Littajātaka, Jātaka. Di sutta ini, ada syair sebagai berikut:

"Littaṃ paramena tejasā, gilamakkhaṃ puriso na bujjhati;
gila re gila pāpadhuttaka, pacchā te kaṭukaṃ bhavissatīti.".

Yang bisa diartikan sebagai berikut:

Ia tidak mengetahui dadu yang ditelannya diolesi dengan racun yang panas;
Telan, telanlah penjudi jahat! Setelah itu anda akan terbakar di dalam!".

Syair di atas diucapkan oleh Bodhisatta dan diulangi oleh Sang Buddha ketika Beliau menceritakan kepada muridnya. Dalam Jātaka Aṭṭhakathā, diceritakan bahwa suatu saat Bodhisatta berjudi dengan dadu dengan seorang penjudi. Namun tiap kali si penjudi terdesak kalah, ia selalu menelan dadu dan berpura-pura dadu hilang. Bodhisatta tahu bahwa dadu tersebut ditelan. Kemudian, ia mengolesi dadu tersebut dengan racun untuk memberikan pelajaran. So.... 7 jutakah ini? hehehe.....
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ryu on 13 April 2011, 12:43:53 PM
Saya dapat jawaban lain. Kutipan di bawah ini saya ambil dari Littajātaka, Jātaka. Di sutta ini, ada syair sebagai berikut:

"Littaṃ paramena tejasā, gilamakkhaṃ puriso na bujjhati;
gila re gila pāpadhuttaka, pacchā te kaṭukaṃ bhavissatīti.".

Yang bisa diartikan sebagai berikut:

Ia tidak mengetahui dadu yang ditelannya diolesi dengan racun yang panas;
Telan, telanlah penjudi jahat! Setelah itu anda akan terbakar di dalam!".

Syair di atas diucapkan oleh Bodhisatta dan diulangi oleh Sang Buddha ketika Beliau menceritakan kepada muridnya. Dalam Jātaka Aṭṭhakathā, diceritakan bahwa suatu saat Bodhisatta berjudi dengan dadu dengan seorang penjudi. Namun tiap kali si penjudi terdesak kalah, ia selalu menelan dadu dan berpura-pura dadu hilang. Bodhisatta tahu bahwa dadu tersebut ditelan. Kemudian, ia mengolesi dadu tersebut dengan racun untuk memberikan pelajaran. So.... 7 jutakah ini? hehehe.....
7jt + 20jt dari kumis dan kutu jadi 27 jt =))
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 13 April 2011, 12:49:45 PM
7jt + 20jt dari kumis dan kutu jadi 27 jt =))

Wah.. bisa bikin party besar-besaran nih....  :)) :)) :))
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: dhammasiri on 13 April 2011, 12:52:46 PM
Saya mau ikutan sayembara. Dalam Vinaya Pitaka I, 273, dikatakan bahwa Jivaka Komarabaccha melakukan operasi dibagian kepala seorang pasien. Dia harus memotong tengkorak kepada untuk mengeluarkan 2 makhluk yang menyebabkan pasien menderita selama 7 tahun. Dia juga telah membedah perut seorang pasien untuk menyembuhkan system pencernaan seorang pasien (Vin. I, 275). Akankah ini juga berlalu untuk memenangkan hadia atau akan dijadikan dasar untuk berbelit?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 13 April 2011, 01:06:54 PM
Saya mau ikutan sayembara. Dalam Vinaya Pitaka I, 273, dikatakan bahwa Jivaka Komarabaccha melakukan operasi dibagian kepala seorang pasien. Dia harus memotong tengkorak kepada untuk mengeluarkan 2 makhluk yang menyebabkan pasien menderita selama 7 tahun. Dia juga telah membedah perut seorang pasien untuk menyembuhkan system pencernaan seorang pasien (Vin. I, 275). Akankah ini juga berlalu untuk memenangkan hadia atau akan dijadikan dasar untuk berbelit?

apakah disebutkan siapa nama pasien itu dan nama orang tuanya? kalau tidak nama maka tidak sah
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 13 April 2011, 01:15:14 PM
Wah.. bisa bikin party besar-besaran nih....  :)) :)) :))
Sabar, Samanera. Belutnya belum keluar.


Saya dapat jawaban lain. Kutipan di bawah ini saya ambil dari Littajātaka, Jātaka. Di sutta ini, ada syair sebagai berikut:

"Littaṃ paramena tejasā, gilamakkhaṃ puriso na bujjhati;
gila re gila pāpadhuttaka, pacchā te kaṭukaṃ bhavissatīti.".

Yang bisa diartikan sebagai berikut:

Ia tidak mengetahui dadu yang ditelannya diolesi dengan racun yang panas;
Telan, telanlah penjudi jahat! Setelah itu anda akan terbakar di dalam!".

Syair di atas diucapkan oleh Bodhisatta dan diulangi oleh Sang Buddha ketika Beliau menceritakan kepada muridnya. Dalam Jātaka Aṭṭhakathā, diceritakan bahwa suatu saat Bodhisatta berjudi dengan dadu dengan seorang penjudi. Namun tiap kali si penjudi terdesak kalah, ia selalu menelan dadu dan berpura-pura dadu hilang. Bodhisatta tahu bahwa dadu tersebut ditelan. Kemudian, ia mengolesi dadu tersebut dengan racun untuk memberikan pelajaran. So.... 7 jutakah ini? hehehe.....
Itu pelajaran dari bodhisatta, bukan oleh Buddha. Dalam jataka juga bodhisatta bisa membunuh orang, tapi sekali lagi itu hanya cerita yang dikisahkan saja. Buddha sendiri tidak menyuruh orang melakukan hal tersebut.

[belut mode]Justru itu adalah ajaran bagi penjudi agar hati-hati dalam menelan dadu, harus dites dulu sebelum ditelan.[/belut mode]
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 13 April 2011, 01:19:24 PM
Saya mau ikutan sayembara. Dalam Vinaya Pitaka I, 273, dikatakan bahwa Jivaka Komarabaccha melakukan operasi dibagian kepala seorang pasien. Dia harus memotong tengkorak kepada untuk mengeluarkan 2 makhluk yang menyebabkan pasien menderita selama 7 tahun. Dia juga telah membedah perut seorang pasien untuk menyembuhkan system pencernaan seorang pasien (Vin. I, 275). Akankah ini juga berlalu untuk memenangkan hadia atau akan dijadikan dasar untuk berbelit?
Tidak bisa, itu merknya 'operasi' bukan melukai kepala orang. Lagipula, bukan Buddha yang melakukan atau membimbing operasi tersebut, tapi Jivaka. Jadi itu bukan ajaran Buddha.

[belut mode]Apakah dibilang pakai anesthesia atau tidak? Karena kalau pakai, berarti tidak termasuk menyakiti.[/belut mode]
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: hendrako on 13 April 2011, 01:23:57 PM
Tidak bisa, itu merknya 'operasi' bukan melukai kepala orang. Lagipula, bukan Buddha yang melakukan atau membimbing operasi tersebut, tapi Jivaka. Jadi itu bukan ajaran Buddha.

[belut mode]Apakah dibilang pakai anesthesia atau tidak? Karena kalau pakai, berarti tidak termasuk menyakiti.[/belut mode]

 [at]  Bro Kaynin, ketentuan dari 1st post bukan menyakiti, tetapi melukai (lihat quote dibawah), kalo cuma menyakiti kisah raja naga yg dipecundangi Bhante Mogallana udah termasuk.

Teman-teman sekalian, saya ada usul bagaimana bila DC mengadakan sayembara yang terbuka untuk umum, terbuka untuk seluruh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat dunia.

Isi sayembaranya adalah sebagai berikut:

"Barang siapa yang bisa menemukan pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.

Saya bersedia menyumbang Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) bagi mereka yang berhasil menemukan pernyataan yang membenarkan hal itu dalam Tipitaka.

Bila ada teman-teman yang ingin urunan menambah besarnya hadiah, silahkan.... Bagaimana....?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: dhammasiri on 13 April 2011, 01:43:39 PM
Tidak bisa, itu merknya 'operasi' bukan melukai kepala orang. Lagipula, bukan Buddha yang melakukan atau membimbing operasi tersebut, tapi Jivaka. Jadi itu bukan ajaran Buddha.

[belut mode]Apakah dibilang pakai anesthesia atau tidak? Karena kalau pakai, berarti tidak termasuk menyakiti.[/belut mode]
Kalau definisinya seprti ini
Quote
"Barang siapa yang bisa menemukan pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.
tentu itu adalah syah karena pasien perlu diikat ditiang ketika operasi dilakukan.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 13 April 2011, 01:48:17 PM
Kalau definisinya seprti ini tentu itu adalah syah karena pasien perlu diikat ditiang ketika operasi dilakukan.

begini Sam, untuk membuktikan bahwa suatu tindakan kriminal sudah terjadi, kami perlu membuktikan bahwa memang ada yg jadi korban, dan kami memerlukan identitas korban ini, nama korban, nama orang tua, golongan darah, dan alamat lengkap
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 13 April 2011, 01:48:34 PM

Itu pelajaran dari bodhisatta, bukan oleh Buddha. Dalam jataka juga bodhisatta bisa membunuh orang, tapi sekali lagi itu hanya cerita yang dikisahkan saja. Buddha sendiri tidak menyuruh orang melakukan hal tersebut.

[belut mode]Justru itu adalah ajaran bagi penjudi agar hati-hati dalam menelan dadu, harus dites dulu sebelum ditelan.[/belut mode]


Syair di atas diucapkan oleh Sang Buddha sendiri di Tipitaka. Syair tersebut kemudian diperjelas oleh Sang Buddha melalui ceritanya di masa lampau dan di cerita tersebut, Sang Buddha tidak memiliki objection bahwa perbuatan-Nya di masa lampaunya salah. Justru dalam ceritanya, tampak sekali Sang Buddha membenarkan perbuatannya di masa lampau. Bahkan di akhir khotbah Beliau mengklaim sendiri, "Saya adalah penjudi bijaksana pada masa itu (paṇḍitadhutto  ahameva  ahosiṃ). See.... bukan hanya membenarkan perbuatan-Nya di masa lampau, bahkan beliau mengatakan sebagai penjudi bijaksana. (Belut geliat mode on juga). hehehe....
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 13 April 2011, 01:57:37 PM
[at]  Bro Kaynin, ketentuan dari 1st post bukan menyakiti, tetapi melukai (lihat quote dibawah), kalo cuma menyakiti kisah raja naga yg dipecundangi Bhante Mogallana udah termasuk.

[belut mode]Tetap saja melukai dan operasi itu berbeda, walaupun perbuatannya mungkin ada kesamaan. Misalnya seseorang mau basmi tikus dengan makanan yang diberi racun tikus, apakah orang itu dikatakan 'memberi makan tikus' ataukah 'meracuni tikus'? Padahal tikusnya sama-sama makan lho.

Sebaliknya anak kecil yang senang sama tikus mau memberi makan tikus. Dengan polos dia berpikir, "kakak beri makan kucing dengan 'cereal' yang ada gambar kucingnya, maka saya beri tikus dengan 'cereal' yang ada gambar tikusnya" lalu diberikanlah 'cereal' yang adalah racun tikus itu dan akhirnya si tikus mati. Ini namanya memberi makan atau meracuni? Padahal tikusnya sama-sama modar lho.[/belut mode]
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 13 April 2011, 02:07:08 PM
Kalau definisinya seprti ini
Quote
"Barang siapa yang bisa menemukan pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.
tentu itu adalah syah karena pasien perlu diikat ditiang ketika operasi dilakukan.
Benar ada diceritakan harus diikat di tiang?




begini Sam, untuk membuktikan bahwa suatu tindakan kriminal sudah terjadi, kami perlu membuktikan bahwa memang ada yg jadi korban, dan kami memerlukan identitas korban ini, nama korban, nama orang tua, golongan darah, dan alamat lengkap
[belut mode]Jangan lupa NPWP-nya, takutnya menggelapkan pajak juga.[/belut mode]
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 13 April 2011, 02:12:45 PM
Syair di atas diucapkan oleh Sang Buddha sendiri di Tipitaka. Syair tersebut kemudian diperjelas oleh Sang Buddha melalui ceritanya di masa lampau dan di cerita tersebut, Sang Buddha tidak memiliki objection bahwa perbuatan-Nya di masa lampaunya salah. Justru dalam ceritanya, tampak sekali Sang Buddha membenarkan perbuatannya di masa lampau. Bahkan di akhir khotbah Beliau mengklaim sendiri, "Saya adalah penjudi bijaksana pada masa itu (paṇḍitadhutto  ahameva  ahosiṃ). See.... bukan hanya membenarkan perbuatan-Nya di masa lampau, bahkan beliau mengatakan sebagai penjudi bijaksana. (Belut geliat mode on juga). hehehe....

[belut kulit minyak kelapa mode]Buddha mengatakan penjudi tersebut bijaksana maksudnya karena tidak menelan dadu. Moral dari cerita: penjudi pinter: tidak telan dadu; penjudi bodoh: telan dadu. Penjelasan: karena dadunya selain tidak enak ditelan, berisiko:
1. tercemar kuman karena yang main itu belum tentu cuci tangan sebelum judi
2. dibuat oleh pabrik yang tidak higienis di mana tikus berkeliaran dan 'menyampah' di mana-mana
3. mengandung bahan tercemar radiasi dari kebocoran PLTN di Fukushima
4. diolesi racun oleh saingan
[/belut kulit minyak kelapa mode]
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: hendrako on 13 April 2011, 02:15:50 PM
[belut mode]Tetap saja melukai dan operasi itu berbeda, walaupun perbuatannya mungkin ada kesamaan. Misalnya seseorang mau basmi tikus dengan makanan yang diberi racun tikus, apakah orang itu dikatakan 'memberi makan tikus' ataukah 'meracuni tikus'? Padahal tikusnya sama-sama makan lho.

Sebaliknya anak kecil yang senang sama tikus mau memberi makan tikus. Dengan polos dia berpikir, "kakak beri makan kucing dengan 'cereal' yang ada gambar kucingnya, maka saya beri tikus dengan 'cereal' yang ada gambar tikusnya" lalu diberikanlah 'cereal' yang adalah racun tikus itu dan akhirnya si tikus mati. Ini namanya memberi makan atau meracuni? Padahal tikusnya sama-sama modar lho.[/belut mode]


Yang jelas sama2 memberi makan, baik dengan niat meracuni maupun hanya memberi makan.

Sama halnya dengan operasi dan orang yang menggunakan pisau bedah demi niat hanya untuk melukai. Kedua2nya sama2 melukai sama halnya dengan sama2 memberi makan.

Jadi dalam kedua kasus diatas, memberi makan = melukai.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 13 April 2011, 02:32:02 PM
Yang jelas sama2 memberi makan, baik dengan niat meracuni maupun hanya memberi makan.

Sama halnya dengan operasi dan orang yang menggunakan pisau bedah demi niat hanya untuk melukai. Kedua2nya sama2 melukai sama halnya dengan sama2 memberi makan.

Jadi dalam kedua kasus diatas, memberi makan = melukai.

[belut mode]Masa' dianggap sama tanpa membedakan niatnya, bro? Berarti Buddha Gotama waktu ajak Nanda ke Tavatimsa lihat bidadari kaki pink, disamakan dengan hidung belang pergi ajep-ajep lihat cewek sexy?[/belut mode]
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: hendrako on 13 April 2011, 02:40:35 PM
[belut mode]Masa' dianggap sama tanpa membedakan niatnya, bro? Berarti Buddha Gotama waktu ajak Nanda ke Tavatimsa lihat bidadari kaki pink, disamakan dengan hidung belang pergi ajep-ajep lihat cewek sexy?[/belut mode]

Buddha dan Nanda sama2 melihat bidadari, bedanya Buddha tenang (tapi tetap tahu bahwa obyeknya secara konvensi cantik dan sexy) dan yang satunya (pada saat itu kemungkinan) mupeng.  =P~

 :))
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 13 April 2011, 02:51:28 PM
Buddha dan Nanda sama2 melihat bidadari, bedanya Buddha tenang (tapi tetap tahu bahwa obyeknya secara konvensi cantik dan sexy) dan yang satunya (pada saat itu kemungkinan) mupeng.  =P~

 :))

[belut mode]Wah, ga bisa gitu, bro... Tadi yang dokter bedah sama pembunuh pakai pisau bedah dipukul rata sama, sekarang masa' yang Buddha sama hidung belang dibedain??  ;D [/belut mode]
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: williamhalim on 13 April 2011, 03:40:55 PM
Sudah 14 halaman... dan belum ada satupun barang seseorang yg berhasil.

Sepertinya uang 5.000.000 ko Fabian sudah bisa kita bawa makan bareng atau diinvestasikan ke Melindada dege saja?

::
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 07:27:02 PM
Saya dapat jawaban lain. Kutipan di bawah ini saya ambil dari Littajātaka, Jātaka. Di sutta ini, ada syair sebagai berikut:

"Littaṃ paramena tejasā, gilamakkhaṃ puriso na bujjhati;
gila re gila pāpadhuttaka, pacchā te kaṭukaṃ bhavissatīti.".

Yang bisa diartikan sebagai berikut:

Ia tidak mengetahui dadu yang ditelannya diolesi dengan racun yang panas;
Telan, telanlah penjudi jahat! Setelah itu anda akan terbakar di dalam!".

Syair di atas diucapkan oleh Bodhisatta dan diulangi oleh Sang Buddha ketika Beliau menceritakan kepada muridnya. Dalam Jātaka Aṭṭhakathā, diceritakan bahwa suatu saat Bodhisatta berjudi dengan dadu dengan seorang penjudi. Namun tiap kali si penjudi terdesak kalah, ia selalu menelan dadu dan berpura-pura dadu hilang. Bodhisatta tahu bahwa dadu tersebut ditelan. Kemudian, ia mengolesi dadu tersebut dengan racun untuk memberikan pelajaran. So.... 7 jutakah ini? hehehe.....

Samanera yang saya hormati,   ^:)^ Bila cerita Jataka ini boleh dijadikan pembenaran maka saya juga mau menuntut bro Kainyn dan  bro Indra:

"Di masa lampau suatu ketika ada seorang ahli gulat datang ke kota tempat Bodhisatta berada, karena ia merasa hebat lalu ia menantang seisi kota, tak ada yang sanggup mengalahkannya. Kemudian teman-teman meminta Bodhisatta untuk bertanding melawan ahli gulat tersebut (karena beliau adalah yang terkuat di kota tersebut). Bodhisatta dalam pergulatan tersebut kemudian mematahkan punggung pegulat tersebut untuk memberi pelajaran. So.... 20 jutakah ini? hehehe....

Mettacittena,   _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 07:32:34 PM
Saya mau ikutan sayembara. Dalam Vinaya Pitaka I, 273, dikatakan bahwa Jivaka Komarabaccha melakukan operasi dibagian kepala seorang pasien. Dia harus memotong tengkorak kepada untuk mengeluarkan 2 makhluk yang menyebabkan pasien menderita selama 7 tahun. Dia juga telah membedah perut seorang pasien untuk menyembuhkan system pencernaan seorang pasien (Vin. I, 275). Akankah ini juga berlalu untuk memenangkan hadia atau akan dijadikan dasar untuk berbelit?

Samanera Dhammasiri yang saya hormati,  ^:)^  Contoh yang paling jelas adalah Jivaka Komarabacca melukai kaki Sang Buddha untuk membuat agar darah mengalir supaya sembuh. Akankah ini juga berlalu untuk memenangkan hadiah ini dari bro kaynin dan bro Indra atau akan dijadikan dasar untuk berbelit...?

Mettacittena,   _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 07:36:26 PM
Sudah 14 halaman... dan belum ada satupun barang seseorang yg berhasil.

Sepertinya uang 5.000.000 ko Fabian sudah bisa kita bawa makan bareng atau diinvestasikan ke Melindada dege saja?

::

Sabar bro... Saya menunggu pembayaran 20 Juta.... hehehe.....
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 13 April 2011, 07:41:09 PM
Samanera Dhammasiri yang saya hormati,  ^:)^  Contoh yang paling jelas adalah Jivaka Komarabacca melukai kaki Sang Buddha untuk membuat agar darah mengalir supaya sembuh. Akankah ini juga berlalu untuk memenangkan hadiah ini dari bro kaynin dan bro Indra atau akan dijadikan dasar untuk berbelit...?

Mettacittena,   _/\_

tentu saja hadiah layak diterima jika anda bisa menyebutkan dengan pisau bedah buatan mana Jivaka melukai kaki Sang Buddha. karena untuk membuktikan suatu tindak kriminal, selain adanya korban, kita harus memiliki bukti berupa alat yg digunakan dalam tindakan tersebut.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: adi lim on 13 April 2011, 07:50:46 PM
tentu saja hadiah layak diterima jika anda bisa menyebutkan dengan pisau bedah buatan mana Jivaka melukai kaki Sang Buddha. karena untuk membuktikan suatu tindak kriminal, selain adanya korban, kita harus memiliki bukti berupa alat yg digunakan dalam tindakan tersebut.

misalnya : parang/pisau/benda2 tajam
kemudian benda tersebut harus disita sebagai barang bukti utl diajukan ke pengadilan  =)) =))

 :backtotopic:
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 13 April 2011, 07:57:44 PM
[belut kulit minyak kelapa mode]Buddha mengatakan penjudi tersebut bijaksana maksudnya karena tidak menelan dadu. Moral dari cerita: penjudi pinter: tidak telan dadu; penjudi bodoh: telan dadu. Penjelasan: karena dadunya selain tidak enak ditelan, berisiko:
1. tercemar kuman karena yang main itu belum tentu cuci tangan sebelum judi
2. dibuat oleh pabrik yang tidak higienis di mana tikus berkeliaran dan 'menyampah' di mana-mana
3. mengandung bahan tercemar radiasi dari kebocoran PLTN di Fukushima
4. diolesi racun oleh saingan
[/belut kulit minyak kelapa mode]


Dari keseluruhan cerita, Buddha mengatakan Dirinya sebagai penjudi bijaksana di kehidupan lampau bukan karena Beliau tidak menelan dadu, melainkan karena Beliau berhasil memberikan pelajaran ke penjudi yang satunya dengan melukainya melalui racun yang dioleskan di dadu. Sang Buddha juga tidak mengatakan bahwa penjudi tersebut bodoh.

Ok, sekarang lupakan alasan yang berbelit-belit, dan kita kembali kepada pertanyaan yang disayembarakan. Pertanyaan yang disayembarakan adalah siapapun yang menemui pernyataan di dalam Tipitaka yang menyetujui / membenarkan perbuatan yang dengan sengaja melukai atau membunuh makhluk secara fisik akan diberi hadiah.

Syair yang saya kutip adalah PERNYATAAN. Pernyataan ini terdapat dalam TIPITAKA. Pernyataan ini juga MEMBENARKAN PERBUATAN YANG DENGAN SENGAJA MELUKAI MAKHLUK LAIN apalagi dengan adanya kata 'GILA' yang mana merupakan ungkapan suruhan untuk menelan. Ini menunjukkan suatu perbuatan dengan sengaja untuk melukai makhluk lain yang dalam hal ini adalah seorang penjudi jahat (pāpadhuttaka). Sesuai dengan ketentuan pertanyaan yang disayembarakan, semua persyaratan sudah ada.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 13 April 2011, 08:00:10 PM
Samanera yang saya hormati,   ^:)^ Bila cerita Jataka ini boleh dijadikan pembenaran maka saya juga mau menuntut bro Kainyn dan  bro Indra:

"Di masa lampau suatu ketika ada seorang ahli gulat datang ke kota tempat Bodhisatta berada, karena ia merasa hebat lalu ia menantang seisi kota, tak ada yang sanggup mengalahkannya. Kemudian teman-teman meminta Bodhisatta untuk bertanding melawan ahli gulat tersebut (karena beliau adalah yang terkuat di kota tersebut). Bodhisatta dalam pergulatan tersebut kemudian mematahkan punggung pegulat tersebut untuk memberi pelajaran. So.... 20 jutakah ini? hehehe....

Mettacittena,   _/\_

Kalau pun ada cerita demikian, tetap saja anda tidak memenangkan sayembara karena cerita demikian tidak terdapat dalam Tipitaka. Sedangkan syair yang kutip yang berisi tentang pembenaran untuk melukai orang lain (penjudi jahat) dikutip dari Tipitaka. ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 13 April 2011, 08:01:38 PM
kalau tidak bisa tercapai mufakat, sebaiknya kita segera memulai voting
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: seniya on 13 April 2011, 08:23:16 PM
So....?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 13 April 2011, 08:26:43 PM
astaga, jadi om fabian melakukan pelanggaran sila ke empat? apalagi objectnya para samanera?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 08:48:47 PM
tentu saja hadiah layak diterima jika anda bisa menyebutkan dengan pisau bedah buatan mana Jivaka melukai kaki Sang Buddha. karena untuk membuktikan suatu tindak kriminal, selain adanya korban, kita harus memiliki bukti berupa alat yg digunakan dalam tindakan terse-but.

Samanera Dhammasiri yang saya hormati,   ^:)^  Sesuai dengan argumen yang dikemukakan oleh bro Indra, Samanera harus bisa membuktikan dengan apa tabib Jivaka Komarabacca memotong tengkorak kepala pasien (apakah dengan gergaji atau kapak) demikian juga dengan pembedahan perut, pisau bedah buatan mana tabib Jivaka mengoperasi pasien,  karena sesuai argumen bro Indra untuk membuktikan suatu tindak kriminal, selain adanya korban, kita harus memiliki bukti berupa alat yg digunakan dalam tindakan terse-but.

Untuk bro Indra terima kasih atas argumennya... 

Mettacittena,   _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 08:54:43 PM
Dari keseluruhan cerita, Buddha mengatakan Dirinya sebagai penjudi bijaksana di kehidupan lampau bukan karena Beliau tidak menelan dadu, melainkan karena Beliau berhasil memberikan pelajaran ke penjudi yang satunya dengan melukainya melalui racun yang dioleskan di dadu. Sang Buddha juga tidak mengatakan bahwa penjudi tersebut bodoh.

Ok, sekarang lupakan alasan yang berbelit-belit, dan kita kembali kepada pertanyaan yang disayembarakan. Pertanyaan yang disayembarakan adalah siapapun yang menemui pernyataan di dalam Tipitaka yang menyetujui / membenarkan perbuatan yang dengan sengaja melukai atau membunuh makhluk secara fisik akan diberi hadiah.

Syair yang saya kutip adalah PERNYATAAN. Pernyataan ini terdapat dalam TIPITAKA. Pernyataan ini juga MEMBENARKAN PERBUATAN YANG DENGAN SENGAJA MELUKAI MAKHLUK LAIN apalagi dengan adanya kata 'GILA' yang mana merupakan ungkapan suruhan untuk menelan. Ini menunjukkan suatu perbuatan dengan sengaja untuk melukai makhluk lain yang dalam hal ini adalah seorang penjudi jahat (pāpadhuttaka). Sesuai dengan ketentuan pertanyaan yang disayembarakan, semua persyaratan sudah ada.

Samanera Peacemind yang saya hormati,  ^:)^  Setahu saya kisah itu ada juga di Jataka, disebabkan perbuatan inilah Sang Buddha sering menderita sakit punggung. (Kalau tidak salah ini adalah salah satu perbuatan buruk yang pernah dilakukan oleh Bodhisatta selain menghina Buddha kassapa, menghancurkan patta seorang PaccekaBuddha dll).

Mettacittena,    _/\_

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 08:59:14 PM
astaga, jadi om fabian melakukan pelanggaran sila ke empat? apalagi objectnya para samanera?

Apakah menurut bro demikian...? Baca lagi dengan seksama dan diresapi tulisan saya pada awal thread, kata demi kata.... Samanera juga nampaknya tidak membaca dengan seksama.

Tolong dibaca keseluruhan isinya...

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 13 April 2011, 09:04:14 PM
misalnya : parang/pisau/benda2 tajam
kemudian benda tersebut harus disita sebagai barang bukti utl diajukan ke pengadilan  =)) =))

 :backtotopic:

Bro Adi Lim mudah-mudahan karma baik berbuah, dapat 20 juta juga ya....?

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Sumedho on 13 April 2011, 09:29:47 PM
interpretasi, oh interpretasi  8)

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: dhammasiri on 14 April 2011, 12:08:22 AM
Samanera Dhammasiri yang saya hormati,  ^:)^  Contoh yang paling jelas adalah Jivaka Komarabacca melukai kaki Sang Buddha untuk membuat agar darah mengalir supaya sembuh. Akankah ini juga berlalu untuk memenangkan hadiah ini dari bro kaynin dan bro Indra atau akan dijadikan dasar untuk berbelit...?

Mettacittena,   _/\_Tetapi kejadian tentang Jivaka Komarabaccha melukai kaki Sang Buddha itu terdapat di mana? Apakah bisa disebutkan sumbernya? Jangan-jangan yang membuat sayembara sendiri belum tahu membedakan mana yang dari Tipitaka dan mana yang dari kitab komentar.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: adi lim on 14 April 2011, 06:07:28 AM
Bro Adi Lim mudah-mudahan karma baik berbuah, dapat 20 juta juga ya....?

Mettacittena,

saya tunggu membayar atau di bayar   8->
 =))  =))
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 14 April 2011, 08:22:14 AM
Samanera Peacemind yang saya hormati,  ^:)^  Setahu saya kisah itu ada juga di Jataka, disebabkan perbuatan inilah Sang Buddha sering menderita sakit punggung. (Kalau tidak salah ini adalah salah satu perbuatan buruk yang pernah dilakukan oleh Bodhisatta selain menghina Buddha kassapa, menghancurkan patta seorang PaccekaBuddha dll).

Mettacittena,    _/\_



Kisah yang mana? Pegulat? Apapun kisahnya, dalam Jātaka tidak ada satupun kisah karena Jātaka hanya berisi syair-syair. Semua kisah ada di dlm Jātaka aṭṭhakathā. Syair yang saya kutip ada di dlm Jātaka. Artinya, syair tersebut termasuk isi Tipitaka dan tentunya memenuhi syarat pertanyaan yang disayembarakan. Kisah yang anda ceritakan, jika ada, ada didalam Jātaka aṭṭhakathā. Artinya, kisah itu bukan berada di dalam Tipitaka, dan tentunya tidak memenuhi syarat pertanyaan yang disayembarakan.. hehe.... ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 14 April 2011, 08:54:45 AM
Samanera yang saya hormati,   ^:)^ Bila cerita Jataka ini boleh dijadikan pembenaran maka saya juga mau menuntut bro Kainyn dan  bro Indra:

"Di masa lampau suatu ketika ada seorang ahli gulat datang ke kota tempat Bodhisatta berada, karena ia merasa hebat lalu ia menantang seisi kota, tak ada yang sanggup mengalahkannya. Kemudian teman-teman meminta Bodhisatta untuk bertanding melawan ahli gulat tersebut (karena beliau adalah yang terkuat di kota tersebut). Bodhisatta dalam pergulatan tersebut kemudian mematahkan punggung pegulat tersebut untuk memberi pelajaran. So.... 20 jutakah ini? hehehe....

Mettacittena,   _/\_
1. Kisahnya bukan di Tipitaka, tapi dikomentar. Jataka hanya berisi syair-syair saja.
2. Seandainyapun itu di Tipitaka, maka hanya diceritakan saja perbuatan kejam tersebut, tapi tidak disetujui oleh Buddha.

[belut mode]Dikonfirmasi dulu apakah pakai jurus Argentine Backbreaker atau Pendulum Backbreaker, baru bisa diteliti lebih jauh.[/belut mode]

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 14 April 2011, 09:01:45 AM
saya tunggu membayar atau di bayar   8->
 =))  =))

IMO, sebaiknya Bro Adi Lim segera mencairkan 1jt, pasti reputasi langsung melonjak, biar mbah fabian yg tetap jadi penjahatnya
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 14 April 2011, 09:15:02 AM
Dari keseluruhan cerita, Buddha mengatakan Dirinya sebagai penjudi bijaksana di kehidupan lampau bukan karena Beliau tidak menelan dadu, melainkan karena Beliau berhasil memberikan pelajaran ke penjudi yang satunya dengan melukainya melalui racun yang dioleskan di dadu. Sang Buddha juga tidak mengatakan bahwa penjudi tersebut bodoh.

Ok, sekarang lupakan alasan yang berbelit-belit, dan kita kembali kepada pertanyaan yang disayembarakan. Pertanyaan yang disayembarakan adalah siapapun yang menemui pernyataan di dalam Tipitaka yang menyetujui / membenarkan perbuatan yang dengan sengaja melukai atau membunuh makhluk secara fisik akan diberi hadiah.

Syair yang saya kutip adalah PERNYATAAN. Pernyataan ini terdapat dalam TIPITAKA. Pernyataan ini juga MEMBENARKAN PERBUATAN YANG DENGAN SENGAJA MELUKAI MAKHLUK LAIN apalagi dengan adanya kata 'GILA' yang mana merupakan ungkapan suruhan untuk menelan. Ini menunjukkan suatu perbuatan dengan sengaja untuk melukai makhluk lain yang dalam hal ini adalah seorang penjudi jahat (pāpadhuttaka). Sesuai dengan ketentuan pertanyaan yang disayembarakan, semua persyaratan sudah ada.
Samanera, silahkan menuntut hadiah pada bro Fab & bro Adi yang menawarkan untuk umum. Tawaran bro Indra & saya hanya berlaku untuk bro Fab & bro Adi, itupun tidak terbatas pada 1st post, tapi sayembara yang terus ditambah persyaratannya. Karena itulah bro Indra & saya menjanjikan hadiah lebih besar jika bisa 'menangkap belut' (yang sebetulnya adalah tidak mungkin).


gini aja deh, gue double-in, 14 jt untuk masing2 Bro Adi dan mbah Fabian, jika anda berdua bisa menemukan fakta spt topik sayembara. *kita adu ilmu geliat belut*

Tambah 6 juta, jadi 20 masing-masing. *siap dengan jurus belut berkeringat direndam oli*

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: dhammasiri on 14 April 2011, 09:17:56 AM
Samanera Dhammasiri yang saya hormati,   ^:)^  Sesuai dengan argumen yang dikemukakan oleh bro Indra, Samanera harus bisa membuktikan dengan apa tabib Jivaka Komarabacca memotong tengkorak kepala pasien (apakah dengan gergaji atau kapak) demikian juga dengan pembedahan perut, pisau bedah buatan mana tabib Jivaka mengoperasi pasien,  karena sesuai argumen bro Indra untuk membuktikan suatu tindak kriminal, selain adanya korban, kita harus memiliki bukti berupa alat yg digunakan dalam tindakan terse-but.

Untuk bro Indra terima kasih atas argumennya... 

Mettacittena,   _/\_
Saya melihat bahwa pihak penyelenggara sayembara ini tidak benar-benar mampu membedakan mana fakta yang berasal dari Tipitaka dan mana yang berasal dari Atthakatha. Terbukti dari fakta yang dikemukakan untuk berargumentasi tidak mencantumkan sumbernya. Lebih dari itu, definisinya selalu diubah-ubah. Saya melihat sikap Batara Indra bukan sebagai sesuatu yang serius tetapi sekedar untuk membuktikan bahwa dia pun bisa menggunakan theory "ell-wrinkle". Karena itu, saya melihat tidak ada keseriusan dalam sayembara ini.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 14 April 2011, 09:32:02 AM
Samanera Dhammasiri yang saya hormati,  ^:)^  Contoh yang paling jelas adalah Jivaka Komarabacca melukai kaki Sang Buddha untuk membuat agar darah mengalir supaya sembuh. Akankah ini juga berlalu untuk memenangkan hadiah ini dari bro kaynin dan bro Indra atau akan dijadikan dasar untuk berbelit...?

Mettacittena,   _/\_
Tentu saja akan digeliat-belut lagi, karena saya memang tidak berniat bertaruh pada hal yang tidak pasti.

[belut mode]Menurut saya kisah itu meragukan karena dalam berbagai Buddhapada (jejak kaki Buddha), tidak ada tanda bekas pisau bedahnya Jivaka tuh.[/belut mode]
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 14 April 2011, 09:35:36 AM
 :-&
[belut mode]Menurut saya kisah itu meragukan karena dalam berbagai Buddhapada (jejak kaki Buddha), tidak ada tanda bekas pisau bedahnya Jivaka tuh.[/belut mode]


 :-& muncrat =))
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 14 April 2011, 09:43:23 AM
Tetapi kejadian tentang Jivaka Komarabaccha melukai kaki Sang Buddha itu terdapat di mana? Apakah bisa disebutkan sumbernya? Jangan-jangan yang membuat sayembara sendiri belum tahu membedakan mana yang dari Tipitaka dan mana yang dari kitab komentar.

Samanera yang saya hormati,  ^:)^ Kisah tabib Jivaka mengobati Sang Buddha, melakukan operasi kecil terhadap kaki Beliau yang terluka akibat lemparan batu dari Devadatta bukan hanya ada di Atthakata. Silahkan baca di (Vin i.279 f)

Mettacittena,

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 14 April 2011, 09:45:57 AM
Tentu saja akan digeliat-belut lagi, karena saya memang tidak berniat bertaruh pada hal yang tidak pasti.

[belut mode]Menurut saya kisah itu meragukan karena dalam berbagai Buddhapada (jejak kaki Buddha), tidak ada tanda bekas pisau bedahnya Jivaka tuh.[/belut mode]


Jadi heran nih..... Yang disayembarakan adalah untuk mencari PERNYATAAN DALAM TIPITAKA sebagai evidence, tapi kok jadinya malah menyambung minta bukti-bukti lain. Sebenarnya jika yang disayembarakan adalah sekedar "PERNYATAAN', tidaklah penting untuk membuktikan apakah ada bekas pisau bedahnya atau tidak. Juga tidak penting apakah sebuah pernyataan yang dikutip benar-benar terjadi ataukah tidak.  Juga tidak penting apakah pernyataan tersebut disetujui oleh Buddha atau tidak, atau disetujui pihak tertentu atau tidak. Di sini yang dicari adalah pernyataan dalam tipitaka yang membenarkan bla bla...... dan bukan evidences lain...
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 14 April 2011, 09:58:33 AM
Jadi heran nih..... Yang disayembarakan adalah untuk mencari PERNYATAAN DALAM TIPITAKA sebagai evidence, tapi kok jadinya malah menyambung minta bukti-bukti lain. Sebenarnya jika yang disayembarakan adalah sekedar "PERNYATAAN', tidaklah penting untuk membuktikan apakah ada bekas pisau bedahnya atau tidak. Juga tidak penting apakah sebuah pernyataan yang dikutip benar-benar terjadi ataukah tidak.  Juga tidak penting apakah pernyataan tersebut disetujui oleh Buddha atau tidak, atau disetujui pihak tertentu atau tidak. Di sini yang dicari adalah pernyataan dalam tipitaka yang membenarkan bla bla...... dan bukan evidences lain...
Betul, namun samanera jangan melupakan esensi 'menangkap belut'.  Kalau straight to the point, membahas hanya yang penting dan relevan dengan topik, tidak melebar, namanya 'menangkap trenggiling', tidak licin karena bersisik, dan tidak berlari cepat atau melompat-lompat. Kalau kita memang sedang main trenggiling dari kemarin saya sudah dapat 6 juta, atau minimal 3 juta (bagi dua dengan Samanera untuk kasus 'keluarkan batu yang tertelan'). 


Spoiler: ShowHide
Sebetulnya saya tahu bro fab mencari penganiayaan makhluk yang dibenarkan oleh Buddha, tapi karena tidak jelas term & condition, maka jadi kacau. Sudah kepalang basah jadi begini, saya pikir lebih baik kita nikmati saja gurauan di sini sambil kita bongkar2 Tipitaka & tambah wawasan juga.


Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Landy Chua on 14 April 2011, 10:04:58 AM
pertarungan 5 juta yang sengit~  ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Indra on 14 April 2011, 10:07:43 AM
Betul, namun samanera jangan melupakan esensi 'menangkap belut'.  Kalau straight to the point, membahas hanya yang penting dan relevan dengan topik, tidak melebar, namanya 'menangkap trenggiling', tidak licin karena bersisik, dan tidak berlari cepat atau melompat-lompat. Kalau kita memang sedang main trenggiling dari kemarin saya sudah dapat 6 juta, atau minimal 3 juta (bagi dua dengan Samanera untuk kasus 'keluarkan batu yang tertelan').


jadi mana bagian saya? walaupun hanya sbg tim sukses?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 14 April 2011, 10:08:40 AM
Betul, namun samanera jangan melupakan esensi 'menangkap belut'.  Kalau straight to the point, membahas hanya yang penting dan relevan dengan topik, tidak melebar, namanya 'menangkap trenggiling', tidak licin karena bersisik, dan tidak berlari cepat atau melompat-lompat. Kalau kita memang sedang main trenggiling dari kemarin saya sudah dapat 6 juta, atau minimal 3 juta (bagi dua dengan Samanera untuk kasus 'keluarkan batu yang tertelan'). 


Spoiler: ShowHide
Sebetulnya saya tahu bro fab mencari penganiayaan makhluk yang dibenarkan oleh Buddha, tapi karena tidak jelas term & condition, maka jadi kacau. Sudah kepalang basah jadi begini, saya pikir lebih baik kita nikmati saja gurauan di sini sambil kita bongkar2 Tipitaka & tambah wawasan juga.




Setuju.. hehehe... ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 14 April 2011, 10:09:42 AM
Karena nampaknya postingan teman-teman nampaknya sudah melenceng dari tujuan awal, bahkan pernyataan-pernyataan mulai tak terkendali dan cenderung menjurus pada ad hominem dan ada juga yang disebabkan personal vendetta yang saya kira tak perlu saya ladeni. Maka saya perlu mengulangi spirit dari sayembara yang saya ingin agar diadakan ini:

Pada postingan terdahulu saya telah himbau teman-teman untuk membaca  awal thread, nampaknya tak ada satupun teman-teman yang getol posting disini yang berusaha membaca kembali dengan seksama, padahal saya sudah himbau. Oleh karena itu saya copas kembali:

Teman-teman sekalian, saya ada usul bagaimana bila DC mengadakan sayembara yang terbuka untuk umum, terbuka untuk seluruh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat dunia.

Isi sayembaranya adalah sebagai berikut: ........................................................ 
..............................................
Saya bersedia menyumbang Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) bagi mereka yang berhasil menemukan pernyataan yang membenarkan hal itu dalam Tipitaka.

Postingan diatas dibuat karena saya mengharapkan DC untuk menjawab usul saya ini.... Bahkan menambah hadiah.....

Dan saya sudah katakan sebelumnya: Belakangan saya menyadari mengapa postingan-postingan teman-teman ini melenceng dari tujuan awal.

Diatas jelas saya katakan bahwa saya tidak mengatakan sayembara untuk warga DC... Saya mengusulkan sayembara untuk umum.... Dan  mengusulkan kepada DC......

Saya menanggapi karena saya mengira teman-teman tidak terlalu serius.... Ternyata disebabkan salah menginterpretasikan kemudian menjadi sangat serius...

Mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 14 April 2011, 10:12:18 AM
Karena nampaknya postingan teman-teman nampaknya sudah melenceng dari tujuan awal, bahkan pernyataan-pernyataan mulai tak terkendali dan cenderung menjurus pada ad hominem dan ada juga yang disebabkan personal vendetta yang saya kira tak perlu saya ladeni. Maka saya perlu mengulangi spirit dari sayembara yang saaya ingin agar diadakan ini:

Pada postingan terdahulu saya telah himbau teman-teman untuk membaca  awal thread, nampaknya tak ada satupun teman-teman yang getol posting disini yang berusaha membaca kembali dengan seksama, padahal saya sudah himbau. Oleh karena itu saya copas kembali:

Teman-teman sekalian, saya ada usul bagaimana bila DC mengadakan sayembara yang terbuka untuk umum, terbuka untuk seluruh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat dunia.

Isi sayembaranya adalah sebagai berikut: ........................................................ 
..............................................
Saya bersedia menyumbang Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) bagi mereka yang berhasil menemukan pernyataan yang membenarkan hal itu dalam Tipitaka.

Postingan diatas dibuat karena saya mengharapkan DC untuk menjawab usul saya ini.... Bahkan menambah hadiah.....

Dan saya sudah katakan sebelumnya: Belakangan saya menyadari mengapa postingan-postingan teman-teman ini melenceng dari tujuan awal.

Diatas jelas saya katakan bahwa saya tidak mengatakan sayembara untuk warga DC... Saya mengusulkan sayembara untuk umum.... Dan  mengusulkan kepada DC......

Saya menanggapi karena saya mengira teman-teman tidak terlalu serius.... Ternyata disebabkan salah menginterpretasikan kemudian menjadi sangat serius...

Mettacittena,


Ah.. benar juga ya... Jadi hanya usul doang nih.. 
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 14 April 2011, 10:16:16 AM
jadi mana bagian saya? walaupun hanya sbg tim sukses?
Yah, komisi 10% deh dari masing2 pemenang :D




 [at]  fabian

Don't take it personally, bro Fab. Ini hanya simulasi saja dan menunjukkan bahwa oleh warga DC saja bisa serusuh ini, apalagi kalau terbuka untuk umum? Seharusnya kalau bro fabian memang baru berniat minta usul saja, dari posting awal sudah dikembalikan lagi ke topik, bukan menyanggah klaim dari member DC yang lain.


Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: andry on 14 April 2011, 10:19:18 AM
 :)) :)) ^:)^
ngakak buat yg sgt serius...
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 14 April 2011, 10:21:29 AM
Mungkin mengadakan sayembara lain... saya jadi pesertanya saja.. hehe..
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Landy Chua on 14 April 2011, 10:22:04 AM
 
Ah.. benar juga ya... Jadi hanya usul doang nih.. 

=)) =)) =)) =)) =))

sapa yang kena.. ? hayoo ngaku~~~ ampe semua jurus di keluarkan~  :))
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ryu on 14 April 2011, 10:22:47 AM
LDM nya masih tebal semua =))
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 14 April 2011, 10:31:38 AM

=)) =)) =)) =)) =))

sapa yang kena.. ? hayoo ngaku~~~ ampe semua jurus di keluarkan~  :))

ah... hitung-hitung.. asah otak.. ada bagusnya juga.. ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 14 April 2011, 10:35:07 AM
LDM nya masih tebal semua =))
Justru saya punya sudah tipis hampir kering.

Spoiler: ShowHide
Lui-Duit-Money
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: ryu on 14 April 2011, 10:38:05 AM
Justru saya punya sudah tipis hampir kering.

Spoiler: ShowHide
Lui-Duit-Money

khan 20jt nya kaga jadi =))
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: dhammasiri on 14 April 2011, 04:29:08 PM
Kalau saya menang, uangnya akn saya sumbangkan untuk DC. Tetapi sayang, jurus belut yang dipakai sehingga Tuhan DC juga hanya bisa gigit jari.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: hendrako on 15 April 2011, 12:21:39 PM
[belut mode]Wah, ga bisa gitu, bro... Tadi yang dokter bedah sama pembunuh pakai pisau bedah dipukul rata sama, sekarang masa' yang Buddha sama hidung belang dibedain??  ;D [/belut mode]

Sori bro bel (ut), yang di samain perbuatan luarnya, bukan niat dan statusnya....

Si anak dan pembunuh tikus sama2 memberi makan.
Pembunuh dan dokter sama2 melukai orang.
Buddha dan Nanda, sama2 melihat bidadari.

Jadi saya berpendapat samanera adalah pemenangnya nih. ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 15 April 2011, 03:18:48 PM
Sori bro bel (ut), yang di samain perbuatan luarnya, bukan niat dan statusnya....

Si anak dan pembunuh tikus sama2 memberi makan.
Pembunuh dan dokter sama2 melukai orang.
Buddha dan Nanda, sama2 melihat bidadari.

Jadi saya berpendapat samanera adalah pemenangnya nih. ;D
Sebetulnya diklarifikasi, sayembaranya belum mulai. Tapi tidak apa.

[bel mode]Iya, kalau semua dipukul rata, tidak diklasifikasi berdasarkan niat, berarti bro hendrako mengatakan Buddha ajak Nanda ajep-ajep 'kan? Selain itu berarti bro mengatakan Buddha & Sangha mengemis di jalanan (dan masih banyak lagi kasus yang bisa di-belut-in nih) ;D [/bel mode]
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 15 April 2011, 05:34:53 PM
Kalau saya menang, uangnya akn saya sumbangkan untuk DC. Tetapi sayang, jurus belut yang dipakai sehingga Tuhan DC juga hanya bisa gigit jari.

Samanera yang saya hormati,   ^:)^  Sayang sekali Saman ungkapkan sekarang...
Tapi kalau sekarang Samanera mau menyumbangkan sejumlah uang, saya rasa DC masih menerima dengan tangan terbuka kok...  :)

Mettacittena,   _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: hendrako on 15 April 2011, 05:37:36 PM
Sebetulnya diklarifikasi, sayembaranya belum mulai. Tapi tidak apa.

[bel mode]Iya, kalau semua dipukul rata, tidak diklasifikasi berdasarkan niat, berarti bro hendrako mengatakan Buddha ajak Nanda ajep-ajep 'kan? Selain itu berarti bro mengatakan Buddha & Sangha mengemis di jalanan (dan masih banyak lagi kasus yang bisa di-belut-in nih) ;D [/bel mode]


Nah, walau dipukul rata tetep aja bukan idung belang dan ngemis, tapi "melihat" bidadari dan menerima makanan.
Kalo melihat yang bening2 dan menerima makanan dijalan disebut idung belang dan pengemis itu namanya udah interpretasi/prasangka/menghakimi. Ndak boleh itu...ndak boleh.... [-X
 ;D
So......, ending thread ini ..... piye..???
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 15 April 2011, 05:42:09 PM
Sebetulnya diklarifikasi, sayembaranya belum mulai. Tapi tidak apa.

[bel mode]Iya, kalau semua dipukul rata, tidak diklasifikasi berdasarkan niat, berarti bro hendrako mengatakan Buddha ajak Nanda ajep-ajep 'kan? Selain itu berarti bro mengatakan Buddha & Sangha mengemis di jalanan (dan masih banyak lagi kasus yang bisa di-belut-in nih) ;D [/bel mode]


Sebetulnya mudah dilihat mana yang belut bro.... Sekarang saya tanya kepada anda:

Apakah Sang Buddha membenarkan seseorang membunuh ayah dan/atau ibunya...?
Sesuai dengan argumen anda berikut ini...?

"Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca khattiye;
Raṭṭhaṃ sānucaraṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo
.
Membunuh ayah dan ibu, dua raja khattiya;
Menghancurkan kerajaan beserta penduduknya, Brahmana sejati berjalan tak tergoyahkan

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca sotthiye;
Veyagghapañcamaṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo
.
Membunuh ayah dan ibu, dua raja makmur;
Membunuh harimau, Brahmana sejati berjalan tak tergoyahkan"

Saya ulangi pertanyaan saya, apakah Sang Buddha membenarkan untuk membunuh ayah dan/atau ibu...?
Apakah ini bisa dijadikan dasar pembenaran anda...?

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Mr.Jhonz on 15 April 2011, 06:31:42 PM
Wah..kalo para deva yg debat,para manusia kebingungan(bingung;ini serius atau cuma lelucon?)
Udah ada senior yg pake penebalan di postingannya..
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 15 April 2011, 06:56:41 PM
Nah, walau dipukul rata tetep aja bukan idung belang dan ngemis, tapi "melihat" bidadari dan menerima makanan.
Kalo melihat yang bening2 dan menerima makanan dijalan disebut idung belang dan pengemis itu namanya udah interpretasi/prasangka/menghakimi. Ndak boleh itu...ndak boleh.... [-X
 ;D
So......, ending thread ini ..... piye..???
Capek nih memikirkan belut-belut, saya jawab serius saja.
Memotong bagian tubuh adalah memotong bagian tubuh saja, belum bisa disebut melukai ataupun bedah. Ini kata yang netral. Ketika disebutkan bagian tubuhnya, objeknya (apakah mayat/manusia) tujuannya, caranya, maka baru bisa ditentukan istilah yang sesuai. Jika pemotongan itu bertujuan untuk menimbulkan rasa sakit, membuat cedera, maka bisa disebut melukai. Jika bertujuan untuk menyembuhkan penyakit dengan prosedur yang benar, maka disebut bedah.

Juga menghindari kejadian yang tidak diinginkan, saya tidak lanjutkan lagi.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 15 April 2011, 07:05:53 PM
Sebetulnya mudah dilihat mana yang belut bro.... Sekarang saya tanya kepada anda:

Apakah Sang Buddha membenarkan seseorang membunuh ayah dan/atau ibunya...?
Sesuai dengan argumen anda berikut ini...?

"Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca khattiye;
Raṭṭhaṃ sānucaraṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo
.
Membunuh ayah dan ibu, dua raja khattiya;
Menghancurkan kerajaan beserta penduduknya, Brahmana sejati berjalan tak tergoyahkan

Mātaraṃ pitaraṃ hantvā, rājāno dve ca sotthiye;
Veyagghapañcamaṃ hantvā, anīgho yāti brāhmaṇo
.
Membunuh ayah dan ibu, dua raja makmur;
Membunuh harimau, Brahmana sejati berjalan tak tergoyahkan"

Saya ulangi pertanyaan saya, apakah Sang Buddha membenarkan untuk membunuh ayah dan/atau ibu...?
Apakah ini bisa dijadikan dasar pembenaran anda...?
Bro fabian, di situ saya tidak pakai jurus belut, tapi menggunakan kelemahan term & condition. Diminta hanya pernyataan saja, tapi tidak menyebutkan apakah pernyataan itu bermakna denotatif (sebenarnya) ataukah konotatif (bukan sebenarnya).

Dalam syair itu, MEMANG BENAR Buddha menganjurkan pembunuhan ayah-ibu, dsb. Hanya saja, ayah-ibu dan lainnya itu BUKAN makna denotasi, melainkan metafora dari hal-hal yang harus ditinggalkan oleh para siswa.

Saya pamit, maaf kalau ada menyinggung. Kalau tidak puas, silahkan buka spoiler :D

Spoiler: ShowHide
"Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah ini belut - baiklah, bila aku pikir, ini belut, aku akan menjawab ini belut. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah ini bukan belut - baiklah, bila aku pikir bukan belut, aku akan menjawab bukan belut. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah ini belut dan bukan belut - baiklah, bila aku pikir belut dan bukan belut, aku akan menjawab ini belut dan bukan belut. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah ini bukan belut dan bukan non-belut - baiklah, bila aku pikir bukan belut dan bukan non-belut, aku akan menjawab bukan belut dan bukan non-belut. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya."
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 15 April 2011, 08:10:17 PM
Bro fabian, di situ saya tidak pakai jurus belut, tapi menggunakan kelemahan term & condition. Diminta hanya pernyataan saja, tapi tidak menyebutkan apakah pernyataan itu bermakna denotatif (sebenarnya) ataukah konotatif (bukan sebenarnya).

Dalam syair itu, MEMANG BENAR Buddha menganjurkan pembunuhan ayah-ibu, dsb. Hanya saja, ayah-ibu dan lainnya itu BUKAN makna denotasi, melainkan metafora dari hal-hal yang harus ditinggalkan oleh para siswa.

Saya pamit, maaf kalau ada menyinggung. Kalau tidak puas, silahkan buka spoiler :D

Spoiler: ShowHide
"Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah ini belut - baiklah, bila aku pikir, ini belut, aku akan menjawab ini belut. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah ini bukan belut - baiklah, bila aku pikir bukan belut, aku akan menjawab bukan belut. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah ini belut dan bukan belut - baiklah, bila aku pikir belut dan bukan belut, aku akan menjawab ini belut dan bukan belut. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah ini bukan belut dan bukan non-belut - baiklah, bila aku pikir bukan belut dan bukan non-belut, aku akan menjawab bukan belut dan bukan non-belut. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya."


Sayang sekali bro.... Saya baru akan membuktikan bahwa anda belut menuduh belut....  Anda berusaha menjebak saya dengan mencari kelemahan postingan di awal thread , bukan dengan semangat mempromosikan kebaikan dan menyebarkan mental attitude anti kekerasan. Dengan berbagai argumen belut, anda berusaha agar saya menerima sesuai postingan anda, dan ketika saya juga mengungkapkan harapan dan keinginan saya sesuai postingan awal thread anda jadi kecewa dan menuduh saya belut.

Lain kali renungkan dulu sebelum menuduh negatif orang lain.
Marilah berdiskusi tanpa prasangka, mendiskusikan kebenaran dan kebaikan bukan mencari menang-menangan...
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: hendrako on 15 April 2011, 11:06:56 PM
Capek nih memikirkan belut-belut, saya jawab serius saja.
Memotong bagian tubuh adalah memotong bagian tubuh saja, belum bisa disebut melukai ataupun bedah. Ini kata yang netral. Ketika disebutkan bagian tubuhnya, objeknya (apakah mayat/manusia) tujuannya, caranya, maka baru bisa ditentukan istilah yang sesuai. Jika pemotongan itu bertujuan untuk menimbulkan rasa sakit, membuat cedera, maka bisa disebut melukai. Jika bertujuan untuk menyembuhkan penyakit dengan prosedur yang benar, maka disebut bedah.

Juga menghindari kejadian yang tidak diinginkan, saya tidak lanjutkan lagi.

Sip......, lagian emang udah meragi jauh, dan licin............ ;D

Awalnya ane cuman mau mengoreksi bahwa yang jadi syarat dari TS adalah "melukai" bukan "menyakiti. (bold biru dibawah).

Tidak bisa, itu merknya 'operasi' bukan melukai kepala orang. Lagipula, bukan Buddha yang melakukan atau membimbing operasi tersebut, tapi Jivaka. Jadi itu bukan ajaran Buddha.

[belut mode]Apakah dibilang pakai anesthesia atau tidak? Karena kalau pakai, berarti tidak termasuk menyakiti.[/belut mode]

[at]  Bro Kaynin, ketentuan dari 1st post bukan menyakiti, tetapi melukai (lihat quote dibawah), kalo cuma menyakiti kisah raja naga yg dipecundangi Bhante Mogallana udah termasuk.


Teman-teman sekalian, saya ada usul bagaimana bila DC mengadakan sayembara yang terbuka untuk umum, terbuka untuk seluruh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat dunia.

Isi sayembaranya adalah sebagai berikut:

"Barang siapa yang bisa menemukan pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.

Saya bersedia menyumbang Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) bagi mereka yang berhasil menemukan pernyataan yang membenarkan hal itu dalam Tipitaka.

Bila ada teman-teman yang ingin urunan menambah besarnya hadiah, silahkan.... Bagaimana....?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 16 April 2011, 08:45:43 AM
Sayang sekali bro.... Saya baru akan membuktikan bahwa anda belut menuduh belut....  Anda berusaha menjebak saya dengan mencari kelemahan postingan di awal thread , bukan dengan semangat mempromosikan kebaikan dan menyebarkan mental attitude anti kekerasan. Dengan berbagai argumen belut, anda berusaha agar saya menerima sesuai postingan anda, dan ketika saya juga mengungkapkan harapan dan keinginan saya sesuai postingan awal thread anda jadi kecewa dan menuduh saya belut.

Lain kali renungkan dulu sebelum menuduh negatif orang lain.
Marilah berdiskusi tanpa prasangka, mendiskusikan kebenaran dan kebaikan bukan mencari menang-menangan...

Oh, masih dendam dan mau dibahas? Boleh.
Di awal saya memang tidak pakai jurus belut, tidak pakai jurus tafsir ini-itu. Sudah saya bilang saya hanya menggunakan kelemahan bahasa (denotatif/konotatif). Yang pertama kali menggunakan istilah belut juga bukan saya, tapi bro Indra. Walaupun berbeda dengan 'belut' Sanjaya Belatthaputta, tapi saya tahu maksudnya kalau pakai tafsir dan penambahan syarat terus, maka tidak ada yang bisa memenangkan sayembara, seperti belut yang menghindar terus dengan licin.

Lalu yang pertama kali klaim hadiah bukan saya, dan bukan hanya saya pula yang klaim hadiah (ada sedikitnya 3 orang lain selain saya). Mengapa hanya saya yang 'diserang' dengan 'mental hadiah'? Apakah karena saya tidak berjubah dan bro fabian tidak berani mengatakan hal itu kepada para Samanera? Juga bukankah sudah saya post bahwa jika saya dapat hadiah itu, saya sumbangkan 100% ke Peduli Kasih? Saya tidak cari menang-menangan, entahlah kalau bro fabian yang kecewa dengan raibnya 20jt dari bro Indra dan saya.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 16 April 2011, 11:13:52 AM
Oh, masih dendam dan mau dibahas? Boleh.
Di awal saya memang tidak pakai jurus belut, tidak pakai jurus tafsir ini-itu. Sudah saya bilang saya hanya menggunakan kelemahan bahasa (denotatif/konotatif). Yang pertama kali menggunakan istilah belut juga bukan saya, tapi bro Indra. Walaupun berbeda dengan 'belut' Sanjaya Belatthaputta, tapi saya tahu maksudnya kalau pakai tafsir dan penambahan syarat terus, maka tidak ada yang bisa memenangkan sayembara, seperti belut yang menghindar terus dengan licin.

Lalu yang pertama kali klaim hadiah bukan saya, dan bukan hanya saya pula yang klaim hadiah (ada sedikitnya 3 orang lain selain saya). Mengapa hanya saya yang 'diserang' dengan 'mental hadiah'? Apakah karena saya tidak berjubah dan bro fabian tidak berani mengatakan hal itu kepada para Samanera? Juga bukankah sudah saya post bahwa jika saya dapat hadiah itu, saya sumbangkan 100% ke Peduli Kasih? Saya tidak cari menang-menangan, entahlah kalau bro fabian yang kecewa dengan raibnya 20jt dari bro Indra dan saya.


Saya sudah terangkan bahwa bukan itu maksud saya dengan postingan awal, anda menuduh saya menambahkan term and condition yang mana...?

Anda tidak menjawab pertanyaan saya kemarin: "Apakah dalam ajaran Tipitaka pali membenarkan/menyetujui pembunuhan terhadap ayah dan ibu?"

Jawablah jangan menghindar bagai belut. Saya harapkan kejujuran anda dalam berdiskusi.

Memang bro Indra memulai, tapi ia telah berhenti setelah saya terangkan mengenai tujuan mengadakan sayembara ini, saya anggap selesai. Tapi anda meneruskan sindiran anda, dan saya ingin klarifikasi bahwa saya bukan belut seperti yang anda tuduhkan.

Mengenai Samanera, memang saya beda memperlakukan Samanera dan umat awam. Saya belum menganggap Samanera keterlaluan.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 16 April 2011, 12:10:44 PM
Saya sudah terangkan bahwa bukan itu maksud saya dengan postingan awal, anda menuduh saya menambahkan term and condition yang mana...?

Anda tidak menjawab pertanyaan saya kemarin: "Apakah dalam ajaran Tipitaka pali membenarkan/menyetujui pembunuhan terhadap ayah dan ibu?"

Jawablah jangan menghindar bagai belut. Saya harapkan kejujuran anda dalam berdiskusi.

Memang bro Indra memulai, tapi ia telah berhenti setelah saya terangkan mengenai tujuan mengadakan sayembara ini, saya anggap selesai. Tapi anda meneruskan sindiran anda, dan saya ingin klarifikasi bahwa saya bukan belut seperti yang anda tuduhkan.

Mengenai Samanera, memang saya beda memperlakukan Samanera dan umat awam. Saya belum menganggap Samanera keterlaluan.
"Membunuh ayah-ibu dsb, brahmana terbebaskan."
Apakah ada pernyataan dalam tipitaka yang menyetujui pembunuhan?
ADA

Apakah pernyataan tersebut secara konteks dan bermakna lugas, menyetujui pembunuhan?
TIDAK, karena itu bermakna konotatif di mana ayah-ibu dan objek terbunuh adalah sebuah metafora dari hal lain.


"Ketika semua belenggu ditinggalkan, maka seorang brahmana bebas dari cengkeraman Mara"
Apakah ada pernyataan bahwa mara bisa mencengkeram orang?
ADA

Apakah benar dalam makna sebenarnya Mara bisa mondar-mandir mencari mangsa dan mencengkeram orang?
TIDAK, karena Mara di sini adalah personifikasi dari kematian yang mana sebelum meninggalkan noda bathin sepenuhnya, seseorang akan terus mengalami kelahiran, sakit, tua, dan kematian.


"Bro fabian tidak mengerti denotatif dan konotatif? Bro fabian fasih yah ilmu bahasanya."
Apakah ada pernyataan dalam posting kainyn yang memuji fabian dalam hal bahasa?
ADA.

Apakah ada secara konteks dan makna sebenarnya, postingan Kainyn yang memuji fabian dalam hal bahasa?
Tidak ada, sebab pernyataan itu adalah satu gaya bahasa sarkasme.

---

Apa yang saya katakan sebagai penambahan 'term & condition' adalah bahwa di awal hanya disebutkan pernyataan, tetapi ternyata malah bahas komentar dari syair yang tidak ada di tipitaka, lalu interpretasi niat (menyakiti waktu mengeluarkan batu di tenggorokan) dan lain-lain.

Kalau masih tidak terima juga, terserah bro fabian saja. Biarkan pembaca yang menilainya sendiri. Nanti kalau suatu saat kalau saya sudah mengenakan jubah, baru kita lanjutkan lagi supaya objektif, bebas bias tanpa kambing hitam.

Spoiler: ShowHide
Betul, itu sinisme/sardonikisme.

Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 16 April 2011, 01:29:19 PM
"Membunuh ayah-ibu dsb, brahmana terbebaskan."
Apakah ada pernyataan dalam tipitaka yang menyetujui pembunuhan?
ADA

Apakah pernyataan tersebut secara konteks dan bermakna lugas, menyetujui pembunuhan?
TIDAK, karena itu bermakna konotatif di mana ayah-ibu dan objek terbunuh adalah sebuah metafora dari hal lain.

"Ketika semua belenggu ditinggalkan, maka seorang brahmana bebas dari cengkeraman Mara"
Apakah ada pernyataan bahwa mara bisa mencengkeram orang?
ADA

Apakah benar dalam makna sebenarnya Mara bisa mondar-mandir mencari mangsa dan mencengkeram orang?
TIDAK, karena Mara di sini adalah personifikasi dari kematian yang mana sebelum meninggalkan noda bathin sepenuhnya, seseorang akan terus mengalami kelahiran, sakit, tua, dan kematian.


"Bro fabian tidak mengerti denotatif dan konotatif? Bro fabian fasih yah ilmu bahasanya."
Apakah ada pernyataan dalam posting kainyn yang memuji fabian dalam hal bahasa?
ADA.

Apakah ada secara konteks dan makna sebenarnya, postingan Kainyn yang memuji fabian dalam hal bahasa?
Tidak ada, sebab pernyataan itu adalah satu gaya bahasa sarkasme.
---

Itulah sebabnya saya katakan anda yang bagai belut. Saya tahu, anda tahu, semua teman juga tahu bahwa Tipitaka tidak membenarkan/menyetujui membunuh ayah dan ibu. Tetapi anda dengan akal belut anda berusaha agar saya menerima pernyataan yang anda posting bahwa itu sesuai dengan postingan saya.

Memaksakan saya menerima sutta itu dengan berbagai alasan belut adalah, bagai belut teriak belut.

Ketika kemudian saya muat seluruh isi thread awal, yang menjelaskan dengan benar apa tujuan thread, anda menjadi kecewa, dan masih terus menyindir saya belut. Padahal penolakan satu kali dan keterangan saya cukup. Bahwa itu memang tidak sesuai dengan Tipitaka.

Karena argumen apapun yang anda kemukakan mengenai syair tersebut dimengerti hanya sebagai argumen belut untuk menjebak dengan paksa.

Quote
Apa yang saya katakan sebagai penambahan 'term & condition' adalah bahwa di awal hanya disebutkan pernyataan, tetapi ternyata malah bahas komentar dari syair yang tidak ada di tipitaka, lalu interpretasi niat (menyakiti waktu mengeluarkan batu di tenggorokan) dan lain-lain.

Saya menghindar dengan cara yang halus karena memang dari awal saya mengusulkan, bila memang DC menerima apa yang saya usulkan maka saya bersedia menanggung hadiah sebesar itu, bagi saya awalnya saya hanya menanggapi dan tak langsung bilang bahwa itu hanya usul, sayembaranya belum dimulai, karena saya ingin meng- encourage teman-teman untuk mengemukakan pendapatnya mengenai usul itu, itulah sebabnya saya hanya menanggapi dengan hahahehe....

Berkali-kali saya menghimbau teman-teman untuk membaca awal thread dengan teliti dan seksama untuk mengingatkan secara halus bahwa itu cuma usul, ternyata tak satu orangpun yang menyimak kata-kata usul tersebut dan menanggapi seolah-olah saya mengadakan sayembara.

Sebelum terlalu jauh salah paham maka saya langsung berusaha menyadarkan teman-teman bahwa itu baru usul. Siapa kira anda nampaknya kurang terima dan terus menyindir saya belut.

Quote
Kalau masih tidak terima juga, terserah bro fabian saja. Biarkan pembaca yang menilainya sendiri. Nanti kalau suatu saat kalau saya sudah mengenakan jubah, baru kita lanjutkan lagi supaya objektif, bebas bias tanpa kambing hitam.

Spoiler: ShowHide
Betul, itu sinisme/sardonikisme.


Saya rasa sudah cukup bagi saya sekarang. Saya kira pembaca akan dapat menilai siapa "belut" yang berusaha memaksa orang menerima pendapatnya dengan kelicinan argumen belut.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 16 April 2011, 01:36:21 PM
Itulah sebabnya saya katakan anda yang bagai belut. Saya tahu, anda tahu, semua teman juga tahu bahwa Tipitaka tidak membenarkan/menyetujui membunuh ayah dan ibu. Tetapi anda dengan akal belut anda berusaha agar saya menerima pernyataan yang anda posting bahwa itu sesuai dengan postingan saya.

Memaksakan saya menerima sutta itu dengan berbagai alasan belut adalah, bagai belut teriak belut.

Ketika kemudian saya muat seluruh isi thread awal, yang menjelaskan dengan benar apa tujuan thread, anda menjadi kecewa, dan masih terus menyindir saya belut. Padahal penolakan satu kali dan keterangan saya cukup. Bahwa itu memang tidak sesuai dengan Tipitaka.

Karena argumen apapun yang anda kemukakan mengenai syair tersebut dimengerti hanya sebagai argumen belut untuk menjebak dengan paksa.

Saya menghindar dengan cara yang halus karena memang dari awal saya mengusulkan, bila memang DC menerima apa yang saya usulkan maka saya bersedia menanggung hadiah sebesar itu, bagi saya awalnya saya hanya menanggapi dan tak langsung bilang bahwa itu hanya usul, sayembaranya belum dimulai, karena saya ingin meng- encourage teman-teman untuk mengemukakan pendapatnya mengenai usul itu, itulah sebabnya saya hanya menanggapi dengan hahahehe....

Berkali-kali saya menghimbau teman-teman untuk membaca awal thread dengan teliti dan seksama untuk mengingatkan secara halus bahwa itu cuma usul, ternyata tak satu orangpun yang menyimak kata-kata usul tersebut dan menanggapi seolah-olah saya mengadakan sayembara.

Sebelum terlalu jauh salah paham maka saya langsung berusaha menyadarkan teman-teman bahwa itu baru usul. Siapa kira anda nampaknya kurang terima dan terus menyindir saya belut.

Saya rasa sudah cukup bagi saya sekarang. Saya kira pembaca akan dapat menilai siapa "belut" yang berusaha memaksa orang menerima pendapatnya dengan kelicinan argumen belut.

OK deh, bro fabian mah memang paling hebat & konsisten, tidak pernah salah, argumennya lurus langsung mengena pada sasaran, maka tidak pernah ada yang mengeluh dengan postingnya.
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: fabian c on 16 April 2011, 01:54:11 PM
OK deh, bro fabian mah memang paling hebat & konsisten, tidak pernah salah, argumennya lurus langsung mengena pada sasaran, maka tidak pernah ada yang mengeluh dengan postingnya.

Saya kadang salah, ada orang yang tidak suka dengan postingan saya, gaya saya menulis, pendapat saya, persistensi saya, walau kadang saya melenceng, kadang saya nge"junk", kadang saya mengemukakan pendapat saya sendiri, kadang sarkastis, kadang bahkan menyindir Bhikkhu, tapi yang pasti saya akan berusaha selalu menulis dengan tetap berlandaskan Dhamma/kebenaran. Sejauh apapun saya melangkah, saya akan berusaha mengingat untuk kembali pada Dhamma. My guiding light.

Saya akan tetap menghargai tulisan yang berlandaskan Dhamma/kebenaran.

Jadi kita tutup sampai disini ya...?
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Peacemind on 16 April 2011, 06:18:57 PM
Oaaaaaaaaaaalaaaaaaahhhhhhhhhhh kok belum selesai nih. Sabar, sabar, sabar... orang sabar disayang Tuhan.. ;D Dan maafkan kami para samanera juga yang kelihatan serius dalam menanggapi an usuled sayembara. Padahal, saya pribadi (saya yakin juga dengan Sam Dhammasiri) dalam hatiku tidak serius dengan uang yang dihadiahkan. Bagaimanapun juga, saya selalu ingat dengan nasehat Buddha terhdp Piṇḍola Bhāradvāja yang mengikuti sayembara untuk mendapatkan mangkok cendana. Padahal yang disayembarakan hanya mangkok, itupun sudah dicela oleh Buddha. Lha.. ini.. uang... apalagi yang menjadi topik sayembara adalah Dhamma. hehehe.... ;D ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: pannadevi on 16 April 2011, 08:17:25 PM
karena sy juga pernah posting, jadi sy ikutan ingin memberi tanggapan atas perkembangan akhir2 ini.

setahu saya bro Fabian hanya "USUL" dan saya melihat animo dari "para ahli Tipiṭaka" juga sekedar meramaikan saja, tentang Rev.Peacemind, saya amat paham dengan karakter beliau (SORRY bukan membela), dia selama ini selalu lembut, baik sewaktu mengajar di kampus kami maupun dlm kehidupan sehari2 di vihara dan masyarakat. Sehingga amatlah tidak mungkin beliau itu NGOTOT, utk mempertahankan pendapatnya agar DITERIMA, sehingga postingan beliau selama inipun saya ANGGAP hanya meramaikan saja, sekali lagi HANYA meramaikan saja, sama sekali tidak ada niat utk meraih UANG, saya selama ini (sejak th.2006 sekampus dg beliau) tidak pernah sekalipun melihat beliau sampai marah atau kasar. Sehingga saya mohon agar seluruh pembaca dan member DC yg terlibat marilah menurunkan emosi masing2, baru sekali ini sy membaca beliau sampai menulis oalahhh yg panjanggg sekaliiiii.....

marilah kita semua bergandengan tangan dg penuh metta kepada semua anggota maupun tamu yg sekedar iseng membaca...marilah kita semua kembali kepada semangat "bersaudara dalam dhamma"...

saya sejak awal sudah posting tidak minta hadiah, karena tidak ada waktu bongkar2 Tipiṭaka, hanya ingin meramaikan saja krn thread yg menarik dari TS.

semoga semua dapat mengendalikan emosi masing2, dan tidak perlu diperpanjang lagi.

mettacittena,
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: wang ai lie on 17 April 2011, 02:05:53 AM
Teman-teman sekalian, saya ada usul bagaimana bila DC mengadakan sayembara yang terbuka untuk umum, terbuka untuk seluruh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat dunia.

Isi sayembaranya adalah sebagai berikut:

"Barang siapa yang bisa menemukan pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.

Saya bersedia menyumbang Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) bagi mereka yang berhasil menemukan pernyataan yang membenarkan hal itu dalam Tipitaka.

Bila ada teman-teman yang ingin urunan menambah besarnya hadiah, silahkan.... Bagaimana....?


gara2 usul malah makin panjang , kalau terlalu lama nanti bisa jadi bisul  :)) , dari pertama sudah keliatan kalau itu hanya usul aja   ;D   
tidak ada manusia yang sempurna , semua tidak luput dari salah . mending kita sudahi saja persoalan ini, sesama saudara di forum harus saling memahami dan menerima segala kekurangan saudara lain  _/\_


memaafkan lebih baik daripada di maafkan walaupun itu sulit  _/\_
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: K.K. on 18 April 2011, 08:39:47 AM
Saya kadang salah, ada orang yang tidak suka dengan postingan saya, gaya saya menulis, pendapat saya, persistensi saya, walau kadang saya melenceng, kadang saya nge"junk", kadang saya mengemukakan pendapat saya sendiri, kadang sarkastis, kadang bahkan menyindir Bhikkhu, tapi yang pasti saya akan berusaha selalu menulis dengan tetap berlandaskan Dhamma/kebenaran. Sejauh apapun saya melangkah, saya akan berusaha mengingat untuk kembali pada Dhamma. My guiding light.

Saya akan tetap menghargai tulisan yang berlandaskan Dhamma/kebenaran.

Jadi kita tutup sampai disini ya...?
Ya, saya sampai di sini saja. Silahkan lanjut bagi member lain yang mungkin mau lanjut membahas.






gara2 usul malah makin panjang , kalau terlalu lama nanti bisa jadi bisul  :)) , dari pertama sudah keliatan kalau itu hanya usul aja   ;D   
tidak ada manusia yang sempurna , semua tidak luput dari salah . mending kita sudahi saja persoalan ini, sesama saudara di forum harus saling memahami dan menerima segala kekurangan saudara lain  _/\_


memaafkan lebih baik daripada di maafkan walaupun itu sulit  _/\_
Justru itu kalau usul seharusnya balasan posting TS adalah mengingatkan "ini hanya usul" bukan bahas "sah (dapah hadiah) atau tidak".
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: bond on 18 April 2011, 05:25:25 PM
Sayembara belut =))
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: johan3000 on 19 April 2011, 03:44:41 AM
hati-hati lah dgn kata "USUL"...
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: wang ai lie on 19 April 2011, 03:57:12 AM
hati-hati lah dgn kata "USUL"...

bisa jadi biSUL   :)) :)) ^:)^ ^:)^
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: kuswanto on 19 April 2011, 11:54:08 AM
Awas ada SULe  :P :P
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: wang ai lie on 19 April 2011, 12:59:28 PM
Awas ada SULe  :P :P
=)) =)) =)) =)) =))
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Jerry on 03 June 2011, 02:41:07 AM
Jadi inget tayangan program Asal-Usul di satu stasiun TV dengan mottonya: "Kalau asal, jangan usul. Kalau usul, ga boleh asal." ;D
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: pannadevi on 03 June 2011, 08:37:42 AM
Jadi inget tayangan program Asal-Usul di satu stasiun TV dengan mottonya: "Kalau asal, jangan usul. Kalau usul, ga boleh asal." ;D

ya ampun lama ga muncul, sekali muncul cuman posting gini aja...

mana nih orangnya? hayoo...sini balik lagi....

klo baca ini jadi sedih deh, gara2 kemarin ada yg usul sesuatu tapi lalu ada salah paham sekarang malah keluar dari forum...pdhal pengetahuan dhammanya mendalam, saya aja banyak belajar dari postingan beliau....semoga beliau mau masuk lagi, mau posting lagi....
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Forte on 03 June 2011, 06:52:34 PM
ya ampun lama ga muncul, sekali muncul cuman posting gini aja...

mana nih orangnya? hayoo...sini balik lagi....

klo baca ini jadi sedih deh, gara2 kemarin ada yg usul sesuatu tapi lalu ada salah paham sekarang malah keluar dari forum...pdhal pengetahuan dhammanya mendalam, saya aja banyak belajar dari postingan beliau....semoga beliau mau masuk lagi, mau posting lagi....
btw emang ada statement bro fab keluar forum, sam ?
IMO, case ini cukup sensitif.. jadi "idealnya" kalau bro fab gak posting di sini cukup dikategorikan sebagai "bro fabian gak posting" bukan "keluar forum."
gak posting tidak berarti keluar forum, tapi keluar forum sudah pasti tidak posting lagi..
gak posting bisa saja karena lagi sibuk di dunia nyata, dll ya saya rasa itu privasi bro fabian yang idealnya juga tidak kita otak atik..
 
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Jerry on 03 June 2011, 10:06:04 PM
 [at] Neri: Halo Neri.. hehehe.. Pendapat saya sama dengan Ko Hedi. Masalah beda pendapat mah wajar aja.. Bukan terjadi 1-2 kali ini saja.. Udah dari dulu juga dan mungkin nantinya juga begitu lagi. Lebih bagus berbeda daripada dipaksakan sama. Lagi, kayanya Ko Fab mungkin karena kesibukan aja kalau sampai sementara berhalangan hadir di forum. Di luaran masih tetap ada komunikasi koq. :)
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: pannadevi on 03 June 2011, 10:41:14 PM
btw emang ada statement bro fab keluar forum, sam ?
IMO, case ini cukup sensitif.. jadi "idealnya" kalau bro fab gak posting di sini cukup dikategorikan sebagai "bro fabian gak posting" bukan "keluar forum."
gak posting tidak berarti keluar forum, tapi keluar forum sudah pasti tidak posting lagi..
gak posting bisa saja karena lagi sibuk di dunia nyata, dll ya saya rasa itu privasi bro fabian yang idealnya juga tidak kita otak atik..
 

iya deh bro...ga ada hak kita utk mengutak-atik privasi orang....mgk aja sy salah persepsi..... ;D

[at] Neri: Halo Neri.. hehehe.. Pendapat saya sama dengan Ko Hedi. Masalah beda pendapat mah wajar aja.. Bukan terjadi 1-2 kali ini saja.. Udah dari dulu juga dan mungkin nantinya juga begitu lagi. Lebih bagus berbeda daripada dipaksakan sama. Lagi, kayanya Ko Fab mungkin karena kesibukan aja kalau sampai sementara berhalangan hadir di forum. Di luaran masih tetap ada komunikasi koq. :)

bro Jerry kok double post?  ;D

iya bro Fabian mgk sibuk dg kegiatan lain, sehingga lupa ama kita disini, smg segera ingat lagi dan kembali lagi... :lotus:
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: Mr.Jhonz on 03 June 2011, 11:14:31 PM
sy rasa om fabian bukan keluar dari forum,tapi lg keluar dari pulau jawa(menurut pengakuan beliau) :)
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: adi lim on 04 June 2011, 10:40:30 AM
lagi latihan Bhavana kali ! ^:)^
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: pannadevi on 04 June 2011, 10:21:15 PM
sy rasa om fabian bukan keluar dari forum,tapi lg keluar dari pulau jawa(menurut pengakuan beliau) :)

semoga diluar pulau tidak lupa dg DC....jarak boleh jauh....persaudaraan dlm dhamma semoga tidak terputus..... :lotus:

lagi latihan Bhavana kali ! ^:)^

wkt bhavana menembus jhana 8 lalu naik jhana 10 kali..... ^-^

***) sorry bro fabian...
Title: Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
Post by: komet on 17 January 2015, 08:41:41 AM
Tipitaka disini maksudnya Pali Text kan?
Karena kalau di Sanskrit Text Mahayana maupun kanon Tibet saya bisa ketemu bagian yang bisa "dibengkokkan" dan "dimisinterpretasikan" seperti itu.

At xenacross
Saya menemukan ini. Bukan di tipitaka tapi di buku paritta. Ini sepertinya di"arahkan"
Begini
Kelemahannya ada pada kekuatan terbesarnya
Pada tulisan
Sabha satta bhavantu sukkhitatha

Apa mungkin hal itu terjadi

Lebih rasional sumpah bhodisatwa
Untuk menolong semua mahluk.
Daripada sekedar mendoakan saja.
setidaknya bodhisatwa ada tindakan
U memenuhi paramita


Iya khan.