Kantuk dan rasa sakitSeperti biasa uposatha sila selalu mewarnai hari uposatha, kewaspadaan mulai ditingkatkan, aktifitas yang tidak perlu mulai dikurangi. Dan justru karna itulah, selalu saja timbul rasa malas karena tak tau harus melakukan apa, sering tidur menjadi pilihan yang paling menyenangkan, tapi sepertinya ini bukanlah kebiasaan yang baik.
Kebetulan kemarin juga adalah hari uposatha, sekilas tidak ada yang spesial tapi sepertinya banyak pengalaman berharga. Setelah bersih2 rumah, saya lalu duduk membaca buku yang kebetulan pada saat itu adalah Samyutta Nikaya. Awal membaca masih fokus, tapi tak lama berselang, didukung oleh angin sepoi2 mulailah mata ini terasa berat dan “ngantuk”. Sekilas melirik ke arah jam dinding, ternyata masih pukul 10.00 wita, matilah saya, apapula ini masih pagi sudah mengantuk, walau kemarin bangun lebih awal tapi sepertinya ini agak tidak wajar.
Hmmm… maka terlintaslah peristiwa beberapa tahun yang lalu ketika saya dan teman2 sedang mengikuti rangkaian ospek di kampus, pada waktu kami harus bertahan melawan kantuk, sebab baru diperbolehkan tidur pada pukul 02.00 subuh, selain juga didukung oleh materi2 yang membosankan..hoooammm.. tapi apa yang kami lakukan pada saat itu adalah cubit2an. Sepertinya cukup manjur juga, tapi membawa dampak merugikan. Hehehe.
Saya pun mulai mencoba trik ini untuk menghilangkan rasa kantuk saya, saya mulai mencubit dan memukul2 kaki dan tangan saya, sedikit membantu karena ketika rasa sakit itu muncul, rasa kantuk mulai terabaikan. Tapi ketika rasa sakit hilang, maka rasa kantuk kembali muncul, begitu seterusnya sampai tangan dan kaki saya mulai memerah, akhirnya saya memutuskan untuk berhenti membaca.
Apa gunanya membaca sambil memukul dan mencubit kaki dan tangan saya, seperti orang yang tidak waras.
Perjuangan menahan kantuk tidak berhenti sampai disitu, saya tau bahwa saat2 siang itu merupakan saat2 dimana harus berjuang lebih keras untuk tidak terkalahkan oleh rasa kantuk ini, apalagi setelah perut terisi penuh. Dan ternyata dugaan saya tidak salah. Siang hari ketika saya kembali duduk membaca, rasa kantuk itu kembali datang, tapi saya tidak boleh tidur, tidak boleh. Akhirnya setelah disekitar saya sudah mulai sepi, saya mencoba untuk meditasi sejenak (soalnya kalo ada yang liat saya maluu..
), meluruskan badan dan mulai memejamkan mata, sejenak, sepertinya hanya 3-4 menit, setelah itu saya membuka mata dan wow magic…
hahahha.. rasa kantuknya malah hilang, padahal biasanya kalo udah pejam mata, wah tunggu aja pasti pindah ke alam lain (alam mimpi).
Setelah rasa kantuk mulai hilang, saya kembali melanjutkan membaca, sambil sesekali berdiri dan jalan2 ke balkon. Selesai… saya berhasil melewati satu tahap rasa ngantuk. Tanpa tidur siang.
Setelah selesai mandi, terasa lebih segar dan seperti biasa tempat yang paling aman dan nyaman pada malam hari ketika sedang uposatha sila adalah balkonnnnnn. Sambil membaca tinda di atas kertas (
hahahha,, jadi ingat om djoe), angin sepot2 menerpa, bulan yang bulat sempurna, suara masjid yang tak kalah kerasnya (maklum, beginilah berkah tinggal di samping masjid), dannnnnn “ngantuk lagi deh”,
hahhahha. Biasanya saya bisa bertahan sampai pukul 22.00, tapi kali ini kenapa begitu cepat mata saya ingin tertutup, ohhhh..mungkin saja karna hari ini saya tidak tidur siang.
Sikat gigi, cuci muka, cuci tangan dan cuci kaki, lalu masuk kamar, niatnya sih pegen tidur, tapi pas liat altar jadi terpikir untuk meditasi. Cuma g langsung, bimbang dulu,
hehehhhe... meditasi… ngak usah… meditasi saja… g usah deh, udah ngantuk… meditasii.. malasss.. meditasii..!
Jadilah akhirnya meditasi juga, pasang alarm 30 menit, duduk yang manis, mata dipejamkan, dan perhatikan napas, tapi pikirannya kabur kesana-kemari. Sampe akhirnya terasa pas menit2 terakhir kaki mulai keram, aduhhhh…sakitttt!! Bertahan..bertahan..bertahan… kembali ke napas, sakittt!! G tahan..!!
bagaimana caranya, pokoknya g boleh bergerak, g boleh ganti posisi, harus bisa.. Untuk menyemangati diri akhirnya saya mulai membayangkan ketika saya berhasil melewati ini, saya akan berseru “yeahh.. berhasill!”, harus bisa, bertahan..bertahan… kalo sudah begini modelnya, pasti konsentrasinya kacau balau.
Hahhahahha.. lagi berperang melawan rasa sakit. Akhirnya terjadi adegan ini, napas masuk..napas keluar.. (semangat!), napas masuk..napas keluar.. (semangat!), napas masuk..napas keluar.. (semangat!). tidak berhasil juga, rasa sakitnya semakin menjadi2, sudahlah..bergerak saja sedikit, jangan..g boleh..bergeraklah, sedikit saja (sambil terbayang ini kalo udah gerak sedikit pasti udah aman deh rasa sakitnya akan berkurang), tapi masih bertahan juga. Sampai akhirnya, terusan2 begitu, dan saya kalah.. saya lalu membuka mata tapi belum bergerak, lalu melihat jam di handphone saya, 21.11. Ya ampunnn..bodoh sekali, alarm ini akan berbunyi tepat pukul 21.12. satu menit lagi, bodoh..bodoh.. padahal sedikit lagi. Saya kembali menutup mata dan beberapa detik kemudian alarm berbunyi. Walau belum berganti posisi, tapi tetap saja gagal. Saya sudah membuka mata saya. Kecewaaa berattt…! Ini sudah yang kesekian kali saya gagal.
Saya lalu teringat satu pelajaran yang di kelas dhamma beberapa hari yang lalu, kebetulan pembahasan tentang uposatha sila. Waktu itu saya sempat bertanya bagaimana kalau seandainya seseorang pada hari uposatha merasa malas dan lalai, kemudian tidak menjalankan uposatha sila, padahal sebelum2nya latihan ini selalu ia laksanakan. Setelah hari itu berlalu, kemudian timbul penyesalan dalam dirinya. Apa yang harus ia lakukan?. Jawaban yang singkat “segera bertekad untuk menjalankan uposatha sila pada hari itu” (hari dimana penyesalan itu muncul). Hari ini saya gagal dalam meditasi, dan saya kecewa, apakah artinya? “segera laksanakan lagi”. Yah..kali ini lebih semangat, setelah gagal di 30 menit pertama, saya kembali memulai 30 menit kedua. (tidak biasanya saya seperti ini, biasanya kalo sudah ya sudah, tidur sajalah lebih baik.
Hahahha..)
30 menit kedua dimulai. Saya sadar bahwa pikiran saya lari kemana-mana, berantakan, fokus sama sekali “tidak”. Sampai akhirnya kaki kiri saya mulai terasa keram lagi, nah baru sadar saya kalo ternyata saya lagi meditasi.
Hahaha.. tadi sudah gagal, kali ini harus bisa. Sekarang saya mencoba untuk mengarahkan seluruh perhatian saya ke napas, hanya napas, tidak ada yang lain. Saya tidak lagi mencoba untuk menyemangati diri saya untuk bertahan seperti pada 30 menit yang pertama. Kali ini, konsentrasi hanya ke napas, saya tidak bisa memungkiri bahwa sekuat apapun saya mengarahkan pikiran saya ke napas, rasa sakit itu masih tetap saya rasakan. Disertai rasa takut, saya mulai mengarahkan sedikit perhatian saya ke rasa sakit itu, lalu kembali lagi ke napas, sambil masih merasakan sakit. Tidak berapa lama kemudian, saya mulai merasakan seolah2 ada sebongkah batu besar yang berada di atas pangkuan saya, menekan kaki, tangan yang saya letakkan diatas pangkuan, dan juga menekan bagian depan tubuh saya (mungkin ini hanya imajinasi saja), ketika perasaan itu muncul, rasa sakit dikaki mulai terabaikan. Pada saat itu saya mulai menyadari saat ini saya sedang duduk meditasi, kaki saya sakit, dan saya lagi berusaha berhadapan dengan rasa sakit itu. Saya tidak mencoba untuk memikirkan tentang masa depan ketika nanti saya berhasil melewati 30 menit ini, juga tidak sama sekali bahkan sangat menghindari untuk berpikir tentang berganti posisi. Saya menghindari pemikiran2 demikian, mencoba untuk mengarahkan semua perhatian saya pada saat ini, hanya pada saat ini, saat saya dimana saya sedang duduk meditasi, kaki saya sakit, dan saya lagi berusaha berhadapan dengan rasa sakit itu, dengan tetap mengarahkan perhatian saya pada napas. Pada saat itu muncul setitik ketenangan, saya merasa sedikit tenang walau rasa sakit itu masih ada, perhatian napas menjadi lebih terasa. Tapi sayangnya perasaan itu tidak berlangsung lama, rasa sakit kembali muncul, saya kembali mencoba cara yang tadi, fokus ke napas, hanya napas, hanya saat ini, dan perasaan tenang itu kembali muncul, tapi hanya beberapa detik saja, namun cukup membantu saya untuk tetap bertahan dan fokus ke napas. Setidaknya walau rasa sakit itu masih ada tapi saya dapat tetap bertahan dan fokus ke napas menjadi lebih kuat pada saat itu. Begitu seterusnya sampai akhirnya tanpa terasa alarm berbunyi, dannn 30 menit kedua berhasil dilalui tanpa penyesalan.
Semoga ini menjadi usaha yang tidak sia2, setidaknya sekarang saya tau bagaimana caranya menghadapi rasa sakit dengan lebih baik.