Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Topik Buddhisme => Studi Sutta/Sutra => Topic started by: Nagaratana on 12 January 2010, 05:12:53 PM

Title: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Nagaratana on 12 January 2010, 05:12:53 PM
Pada saat itu Mahāmati Bodhisattva Mahāsattva bertanya kepada Sang Bhagavan dalam gāthā, dan kembali membuat permohonan sbb.: “Ya Bhagavan, berkenanlah kiranya Tathāgata, sang Arhat, Yang Telah Mencapai Pencerahan Sempurna memberitahuku tentang kebaikan dan keburukan dari memakan daging sehingga aku dan Bodhisattva Mahāsattva lain di masa kini dan masa mendatang dapat mengajarkan Dharma kepada semua makhluk, untuk menyingkirkan kerakusan mereka akan daging; sebab mereka — karena pengaruh energi-kebiasaan tatkala [terlahir] sebagai pemakan daging — amatlah berminat akan daging. Dengan melepas keinginannya pada rasa [daging], mereka akan sebaliknya mencari Dharma sebagai makanan dan kenikmatan, memandang semua makhluk dengan cinta seperti kepada anak tunggalnya sendiri, dan memancarkan kasih sayang kepada semua makhluk. Dengan memancarkan [kasih sayang], mereka akan melatih diri mereka sendiri dalam tingkatan Kebodhisattvaan dan selekasnya merealisasi Pencerahan Tertinggi; atau mereka akan berdiam sementara dalam tingkatan Śrāvaka atau Pratyekabuddha, dan pada akhirnya akan mencapai tingkatan Tathāgata yang tertinggi.

“Bhagavan, bahkan para filsuf yang berpegang pada doktrin sesat dan melekat pada pandangan Lokāyata seperti: dualisme antara makhluk dan bukan-makhluk, nihilisme, dan eternalisme, melarang makan daging dan menghindarkan diri mereka sendiri dari memakan daging. Apalagi Ia, oh Lokanātha, yang mengembangkan rasa cinta kasih dan Telah Sempurna Tercerahkan — apalah alasannya Ia (Tathāgata), di dalam Ajaran-Nya, membolehkan diri-Nya sendiri dan orang lain memakan daging? Maka biarlah kiranya Bhagavan, yang hati-Nya dipenuhi belas kasih kepada seisi dunia, yang menganggap semua mahkluk sebagai anak-Nya yang tunggal, dan yang memiliki kasih sayang agung dan perasaan simpati, mengajari kami kebaikan dan keburukan dari makan daging sehingga aku dan Bodhisattva Mahāsattva lainnya dapat mengajarkan Dharma.”

Kata Sang Bhagavan: “Dengarkanlah, Mahāmati, dan renungkanlah olehmu baik-baik sebab Aku akan memberitahumu.”

“Baiklah, Bhagavan,” jawab Mahāmati Bodhisattva Mahāsattva, dan didengarkannya sabda sang Bhagavan.

Bhagavan bersabda demikian kepadanya: “Untuk berbagai alasan, Mahāmati, seorang Bodhisattva, yang hakikatnya adalah cinta kasih, dilarang makan daging. Aku akan menjelaskannya: Mahāmati, sepanjang alur kelahiran dan kematian ini, tiada satu makhluk pun, dalam bentuk apa pun, yang belum pernah menjadi ibumu, ayahmu, saudara laki-lakimu, saudara perempuanmu, putramu, putrimu, atau salah satu dengan hubungan kekerabatan lainnya denganmu; dan tatkala mereka memperoleh bentuk kehidupan lain, mereka hidup sebagai binatang buas, hewan ternak, unggas, atau makhluk yang terlahir melalui rahim, atau sebagai seseorang yang berkerabat denganmu; [karena hal ini] bagaimana mungkin seorang Bodhisattva Mahāsattva, yang menganggap semua makhluk sebagai dirinya sendiri dan berkeinginan mempraktekkan Kebenaran Buddha, memakan daging semua makhluk — yang hakikatnya sama dengan dirinya sendiri? Bahkan, Mahāmati, seorang rākṣasa, setelah mendengarkan khotbah Tathāgata tentang esensi tertinggi Dharma, bertekad untuk melindungi [Buddhisme] dan menghindari makan daging karena merasa berbelas kasih; apalagi mereka yang mencintai Dharma! Oleh sebab itu, Mahāmati, terhadap tingkat evolusi makhluk hidup mana pun, marilah kita memancarkan perasaan bersahabat; dan, dengan menganggap semua makhluk sebagai anak tunggal [yang kita cintai], hindarilah makan daging. Jadi, bagi para Bodhisattva, yang hakikatnya adalah cinta kasih, daging hendaknya dihindari. Bahkan dalam kasus-kasus khusus, adalah tidak [berbelas kasih] apabila seorang Bodhisattva yang telah mapan memakan daging. Daging seekor anjing, keledai, kerbau, kuda, banteng, atau manusia, atau yang lainnya — yakni yang tidak umum dimakan orang — dijual di pinggir jalan, Mahāmati, demi uang; dan karenanya, Mahāmati, Bodhisattva seharusnya tidak memakan daging.

“Untuk menjaga pikiran semua orang, Mahāmati, hendaknya Bodhisattva, yang hakikatnya suci dan tidak menginginkan Ajaran Buddha dicela, menghindari makan daging. Sebagai contoh, Mahāmati, ada beberapa orang di dunia yang menjelek-jelekkan Ajaran Buddha: ‘Mengapa mereka yang hidup sebagai Śramaṇa atau Brāhmaṇa menolak makanan yang telah dinikmati oleh para ṛṣi di masa lampau, dan [berperilaku] seperti binatang karnivora yang hidup di udara, di tanah, dan di air? Mengapa mereka berkeliaran menakuti makhluk hidup di seluruh dunia, merendahkan kehidupan seorang Śramaṇa dan menghancurkan sumpah seorang Brāhmaṇa? Tiada Dharma ataupun latihan dalam diri mereka.’ Banyak orang dengan pikiran menyimpang demikian yang menjelekkan Ajaran Buddha. Untuk alasan inilah, Mahāmati, untuk menjaga pikiran semua orang, hendaknya Bodhisattva, yang hakikatnya penuh belas kasih dan tidak menginginkan Ajaran Buddha dicela, menghindari makan daging.

“Mahāmati, umumnya keluar bau menyengat yang tak wajar dari sebuah mayat; oleh karena itu, hendaknya Bodhisattva menghindari makan daging. Mahāmati, ketika daging dibakar, baik daging orang mati atau makhluk mati lainnya, tiada perbedaan dalam baunya. Saat daging dari jenis apa pun dibakar, bau yang dikeluarkannya akan sama-sama berbahaya. Karenanya, Mahāmati, hendaknya Bodhisattva, yang selalu menginginkan kemurnian dalam latihannya, sepenuhnya menghindari makan daging.

“Mahāmati, ketika putra dan putri berbudi dari keluarga baik-baik ingin membina diri dalam berbagai latihan, seperti memperoleh hati penuh kasih sayang, mempertahankan dhāraṇī, atau menyempurnakan kemampuan magis; atau mulai melangkah dalam Mahāyāna; atau hendak berdiam di pekuburan, di padang belantara, atau di hutan yang menjadi tempat berkumpul atau sering didatangi hantu-hantu; atau sewaktu mereka berusaha duduk (bermeditasi) di tempat latihan; mereka akan terhalang dari memperoleh kekuatan magis atau memperoleh Pembebasan [karena pengaruh makan daging]. Mahāmati, karena melihat timbulnya halangan-halangan menuju penyempurnaan segala praktek, maka hendaknya Bodhisattva, yang ingin membawa kebaikan bagi dirinya sendiri maupun makhluk lain, sepenuhnya menghindari makan daging.

“Bahkan hanya karena melihat objek-objek (daging) secara visual dapat membangkitkan keinginan untuk mencicipi rasa nikmatnya, hendaknya Bodhisattva, yang hakikatnya adalah belas kasih dan menganggap semua makhluk sebagai anak tunggalnya, sepenuhnya menghindari makan daging. Sadar bahwa mulutnya akan berbau sangat menjijikkan, bahkan saat ia masih hidup, hendaknya Bodhisattva, yang hakikatnya adalah belas kasih, sepenuhnya menghindari makan daging.
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Nagaratana on 12 January 2010, 05:13:17 PM
 “[Pemakan daging] takkan tidur dengan nyenyak dan, ketika terbangun, ia akan merasa tertekan. Ia akan bermimpi buruk, yang menyebabkan bulu kuduknya berdiri. Ia akan terasing seorang diri di gubuk yang kosong; ia akan hidup sendirian; sukmanya akan ditangkap oleh hantu-hantu. Kerap kali ia terteror, ia gemetar tanpa tahu sebabnya. Makannya takkan teratur, ia takkan pernah merasa puas. Dalam hal makan, ia tidak akan tahu tentang tepatnya rasa, pencernaan, dan gizi. Jeroannya akan dipenuhi cacing dan makhluk-makhluk kotor lain; dan akan menyebabkannya sakit kusta. Ia takkan pula mempunyai pikiran jijik akan segala penyakitnya. Apabila Aku mengajari siswa-siswa-Ku untuk menganggap makanan sebagai daging anak sendiri atau sebagai obat, bagaimana mungkin Aku mengizinkan mereka, wahai Mahāmati, untuk memakan makanan yang mengandung daging dan darah — yang memuaskan mereka yang tidak bijaksana, namun menjijikkan bagi para bijak; yang membawa aneka kejahatan dan menjauhkan berbagai kebajikan; yang tidak pernah dipersembahkan bagi para ṛṣi dan memang tidak sesuai?

“Sekarang, Mahāmati, makanan yang Kuizinkan [untuk disantap siswa-siswa-Ku] yang memuaskan mereka yang bijaksana, namun dihindari oleh mereka yang tidak bijaksana; yang memunculkan berbagai kebajikan dan menjauhkan berbagai kejahatan; dan telah diresepkan oleh para ṛṣi di masa lampau, terdiri atas: nasi, gandum, tepung, kacang merah, kacang-kacangan, polong-polongan dsb., mentega murni, minyak, madu, melase, gula tetes, tebu, hablur gula, dsb.; makanan yang disiapkan dengan bahan-bahan ini adalah makanan yang tepat. Mahāmati, akan ada banyak orang yang tidak bijak di masa mendatang, yang akan membeda-bedakan dan menciptakan aturan-aturan latihan moral yang baru, dan — karena pengaruh energi-kebiasaan sebagai makhluk karnivora — akan menginginkan rasa [daging] dengan rakusnya. Bukan untuk orang-orang inilah makanan di atas diresepkan. Mahāmati, ini adalah makanan yang Kuanjurkan bagi para Bodhisattva Mahāsattva yang telah memberikan persembahan kepada para Buddha di masa lampau; yang telah menanam akar-akar kebajikan; yang memiliki keyakinan; yang menghindari diskriminasi; yang merupakan pria dan wanita keturunan Śākya, yang merupakan putra dan putri berbudi dari keluarga baik-baik; yang tidak melekat kepada tubuh, nyawa, dan hartanya; yang tidak menginginkan kenikmatan; tidak serakah; dengan penuh kasih sayang berkeinginan menjadikan semua makhluk sebagai anak tunggalnya dengan penuh perhatian.

“Jauh di masa lampau, Mahāmati, hiduplah seorang raja yang bernama Siṃhasaudāsa. Kesukaannya yang berlebihan pada daging, kerakusannya akan hidangan dari daging, telah membangkitkan citarasanya yang amat mendalam kepada daging sehingga ia [bahkan] memakan daging manusia. Sebagai akibatnya, ia diasingkan dari masyarakat oleh teman-teman, penasihat, sanak keluarga, handai taulan, penduduk sekota dan senegerinya. Akibatnya pula, ia harus meninggalkan takhta dan wilayah kekuasaannya, dan mengalami penderitaan besar karena nafsunya akan daging.

“Mahāmati, bahkan Indra, yang memperoleh kekuasaan atas para dewa, pernah sekali berubah menyerupai elang karena energi-kebiasaannya memakan daging di kelahiran sebelumnya. Ia kemudian mengejar Viśvakarma, yang mengambil rupa seekor burung dara, dan sengaja menjadikan diri sebagai korban. Karena merasa kasihan kepada [sang burung dara] yang tak bersalah, Raja Śivi terpaksa harus menderita [dengan memberikan dagingnya sebagai ganti]. Bahkan seorang dewa yang telah menjadi Indra yang perkasa — setelah melalui banyak kelahiran — masih dapat, Mahāmati, membawa kecelakaan bagi dirinya sendiri dan makhluk lain; apalagi mereka yang bukan Indra!

“Mahāmati, ada lagi raja yang dilarikan kudanya ke hutan. Setelah mengembara di dalam hutan, ia melakukan perbuatan dursila dengan seekor singa betina karena takut nyawanya terancam, sehingga singa itu melahirkan anak-anak baginya. Karena dilahirkan dari persatuan dengan singa betina, anak-anak tersebut dipanggil si Kaki Belang, dsb. Karena energi-kebiasaan jahatnya dari masa lampau — tatkala menjadi pemakan daging — anak-anak tersebut memakan daging, bahkan [sesudah menjadi] raja. Dalam kelahiran ini, Mahāmati, mereka tinggal di desa bernama Kuṭīraka (‘tujuh gubuk’), dan, karena melekat secara berlebihan pada makan daging, mereka melahirkan Ḍākā dan Ḍākinī yang merupakan pemakan daging manusia yang mengerikan. Melalui aneka kelahiran, Mahāmati, orang-orang seperti ini akan jatuh ke dalam rahim makhluk-makhluk pemakan daging seperti singa, harimau, macan kumbang, serigala, dubuk, kucing hutan, anjing hutan, burung hantu, dsb.; mereka akan jatuh ke dalam rahim rākṣasa mengerikan yang masih gemar memangsa daging. Terjatuh dalam kelahiran demikian, amat sulit bagi mereka untuk memperoleh kelahiran kembali melalui rahim manusia — apalagi untuk mencapai Nirvāṇa!

“Demikianlah, Mahāmati, keburukan-keburukan daripada makan daging; betapa banyak lagi sifat-sifat [jahat] dari mereka yang berpikiran menyimpang yang gemar [makan daging]. Mereka yang tidak memakan daging akan memperoleh kebajikan yang sangat besar. Mahāmati, mereka yang bodoh dan berpikiran sempit tidak sadar akan semua ini, dan akan semua kejahatan dan kebaikan [sehubungan dengan makan daging]. Aku meberitahumu, Mahāmati, dengan melihat kejahatan dan kebaikan ini, seorang Bodhisattva, yang hakikatnya adalah belas kasih, seharusnya tidak memakan daging.

“Kalau daging tidak dimakan oleh siapa pun, untuk alasan apa pun, Mahāmati, tidak akan terjadi penghancuran kehidupan. Mahāmati, dalam kebanyakan kasus, pembantaian makhluk hidup yang tidak bersalah dilakukan karena kesombongan dan sangat jarang disebabkan oleh sebab lain. Meskipun tiada hal istimewa yang dapat dikatakan dari memakan daging makhluk hidup seperti hewan dan unggas, namun, Mahāmati, tiada seorang pun yang cinta pada rasa [daging] yang memakan daging manusia! Mahāmati, dalam kebanyakan kasus, jaring dan peralatan lain disiapkan di berbagai tempat oleh manusia yang telah kehilangan akal sehat, karena nafsunya pada rasa daging; dan akibatnya banyak korban tak bersalah yang dibunuh demi harga tertentu — seperti burung-burung, Kaurabhraka, Kaivarta, dsb. yang bergerak di udara, di tanah, dan di air. Bahkan ada yang setiap saat, Mahāmati, seperti rākṣasa yang keras hati dan terbiasa melakukan tindak kekerasan, memandang: bahwa makhluk hidup hanya ditujukan sebagai makanan dan untuk dibunuh — tiada kasih sayang yang terlintas pada mereka.
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Nagaratana on 12 January 2010, 05:13:55 PM
“Tidak benar, Mahāmati, bahwa daging adalah makanan yang tepat dan diizinkan bagi para Śrāvaka apabila tidak dibunuh oleh dirinya sendiri, ia tidak memerintahkan orang lain membunuhnya, atau tidak secara khusus dimaksudkan bagi dirinya.   Lagipula, Mahāmati, akan banyak orang yang tidak cakap di masa mendatang, yang akan meninggalkan kehidupan berumah-tangga sesuai Ajaran-Ku, dikenali sebagai putra-putra Śākya, dan mengenakan jubah kāṣāya sebagai tanda, namun jahat dalam pikirannya karena terpengaruh kesimpulan yang salah. Mereka akan membahas berbagai pembedaan yang mereka buat dalam latihan moral karena melekat pada pandangan tentang adanya jiwa. Di bawah pengaruh kehausan akan rasa [daging], dalam berbagai cara mereka akan merangkai alasan-alasan yang ‘masuk akal’ untuk mempertahankan makan daging. Mereka mengira bahwa mereka dapat memfitnah-Ku dengan fitnah yang belum pernah ada sebelumnya, sewaktu mereka melakukan pembedaan dan menyatakan fakta-fakta yang memungkinkan aneka penafsiran. Dengan menganggap bahwa fakta anu dapat ditafsirkan begini, [mereka menyimpulkan] bahwa Sang Bhagavan mengizinkan daging sebagai makanan yang tepat, bahwa daging disebutkan di antara makanan-makanan yang diizinkan, dan mungkin Tathāgata sendiri memakannya. Akan tetapi, Mahāmati, tiada satu pun rujukan di dalam sūtra bahwa daging dibolehkan untuk dinikmati, atau sebagai salah satu makanan yang tepat yang disebutkan [bagi pengikut Buddha].

“Jika seandainya, Mahāmati, Aku pernah berpikiran untuk membolehkan [makan daging], atau berkata bahwa adalah tepat bagi para Śrāvaka [untuk makan daging], tentunya Aku takkan pernah melarang,  takkan melarang makan daging bagi para Yogi, yakni putra dan putri berbudi dari keluarga baik-baik, yang — karena berkeinginan menganggap semua makhluk sebagai anak tunggalnya — mengembangkan kasih sayang, mempraktekkan kontemplasi, pengekangan diri, dan melangkah dalam Mahāyāna. Dan, Mahāmati, larangan memakan daging apa pun ditujukan kepada semua putra dan putri berbudi dari keluarga baik-baik, baik mereka yang melakukan pertapaan dengan tinggal di pekuburan atau di hutan, maupun para Yogi yang mempraktekkan latihan — apabila mereka berhasrat akan Dharma dan melangkah untuk menguasai yāna mana pun — dengan mengembangkan kasih sayang, menganggap semua makhluk sebagai anak tunggalnya demi menyempurnakan latihannya.

Dalam teks-teks kanonik tertentu, proses latihan dikembangkan bertahap seperti tangga yang menanjak tingkat demi tingkat, dan terhubung dengan proses lainnya secara teratur dan metodis; setelah menerangkan tiap-tiap pokok, daging, yang diperoleh dalam keadaan khusus demikian, tidak dilarang. Selain itu, sehubungan dengan daging binatang yang mati secara alami, telah diberikan sepuluh larangan. Tetapi, dalam sūtra ini, [makan daging] dalam bentuk apa pun, dalam cara apa pun, dan di tempat mana pun, tanpa kecuali dan berlaku bagi semua, adalah terlarang. Maka, Mahāmati, Aku tidak pernah mengizinkan, tidak mengizinkan, dan tidak akan mengizinkan makan daging bagi siapa pun.  Makan daging — Kuberitahukan kepadamu, Mahāmati — adalah tidak layak bagi bhikṣu yang telah meninggalkan rumah-tangga. Mungkin ada beberapa orang, Mahāmati, yang mengatakan bahwa Tathāgata memakan daging, karena mengira ini dapat memfitnah-Nya. Orang-orang yang tidak cakap ini, Mahāmati, akan mengikuti jalan jahat dari rintangan karmanya, dan akan jatuh ke daerah di mana malam panjang berlalu tanpa keuntungan dan kebahagiaan. Mahāmati, para Śrāvaka yang mulia tidaklah memakan makanan yang [umumnya] dimakan orang biasa, apalagi makanan yang berasal dari daging dan darah yang seluruhnya tidak tepat. Mahāmati, makanan bagi para Śrāvaka, Pratyekabuddha, dan Bodhisattva-Ku adalah Dharma dan bukan daging; apalagi bagi Tathāgata! Tathāgata adalah Dharmakāya, Mahāmati; Ia berdiam dalam Dharma sebagai makanan; tubuh-Nya tidaklah diumpani dengan daging; Ia tidak memakan makanan dari daging. Ia telah menyingkirkan energi-kebiasaan dari kehausan dan keinginan yang mendasari segala eksistensi; Ia telah menyingkirkan energi-kebiasaan semua nafsu jahat; Ia Maha Tahu; Ia Maha Melihat; Ia menganggap semua makhluk sebagai anak tunggal-Nya tanpa kecuali; Ia adalah Hati Kasih Sayang Agung. Mahāmati, dengan anggapan semua makhluk adalah anak tunggal-Ku, bagaimana mungkin Aku memberi izin — untuk makan daging anak sendiri — kepada para Śrāvaka, sebagaimana Aku sendiri? Apalagi hingga memakannya! Bahwa Aku, wahai Mahāmati, mengizinkan para Śrāvaka, sebagaimana Aku sendiri, [untuk makan daging] adalah tidak berdasar.

Demikian disebutkan:

[1]
Minuman keras, daging, dan bawang
haruslah dihindari, Mahāmati,
oleh para Bodhisattva Mahāsattva
dan para Pahlawan Pemenang.


[2]
Daging tidaklah berkenan pada para bijak;
baunya memualkan dan menyebabkan reputasi buruk,
itu adalah makanan makhluk karnivora;
Kukatakan, Mahāmati, itu tidak boleh dimakan.

[3]
Ada akibat berbahaya bagi yang memakannya,
dan kebaikan bagi yang tidak.
Mahāmati, engkau harus tahu bahwa pemakan daging
membawa akibat berbahaya bagi dirinya sendiri.

[4]
Hendaknya seorang Yogi menghindari makan daging
karena itu merupakan dirinya sendiri,
karena merupakan pelanggaran,
karena itu berasal dari air mani dan darah,
dan karena [membunuh] menyebabkan teror bagi makhluk lain.

[5]
Hendaknya para Yogi senantiasa menghindari
daging, bawang merah, aneka minuman keras,
bawang-bawangan, dan bawang putih.

[6]
Jangan mengurapi tubuh dengan minyak wijen,
jangan tidur di atas dipan yang dilubangi paku;
sebab makhluk hidup menemukan perlindungannya di liang-liang
dan tempat tanpa liang akan amat menakutkan.

[7]
Dari memakan [daging] muncul kesombongan,
dari kesombongan muncul khayalan keliru,
dari khayalan muncul keserakahan;
karena alasan ini, hindarilah memakan [daging].


[8]
Dari khayalan muncul keserakahan,
dan oleh keserakahan pikiran digelapkan;
bila ada kemelekatan pada kegelapan,
tiadalah pembebasan dari kelahiran [dan kematian].

[9]
Demi keuntungan, makhluk hidup dibinasakan.
Demi daging, uang dibayarkan.
Keduanya adalah pelaku kejahatan
dan [perbuatannya] akan masak di Neraka Raurava.

[10]
Orang yang memakan daging
melanggar Sabda sang Muni dan berpikiran jahat;
ia ditetapkan, menurut Ajaran Śākya,
sebagai perusak kesejahteraannya sendiri di dua dunia.

[11]
Pembuat kejahatan akan pergi
ke neraka yang paling menakutkan,
pemakan daging akan menerima akibat
di neraka yang mengerikan seperti Raurava, dsb.

[12]
Tiada daging yang dianggap murni
di dalam tiga cara:
tidak direncanakan, tidak diminta, dan tidak disuruh;
karenanya, hindarilah makan daging.
 

[13]
Hendaknya para Yogi tidak memakan daging,
hal ini dilarang oleh-Ku serta oleh para Buddha;
makhluk hidup yang saling memakan dirinya
akan terlahir di antara binatang karnivora.

[14]
[Pemakan daging] berbau busuk, dipandang hina,
dan akan terlahir tanpa kecerdasan;
ia akan terlahir lagi dan lagi
di antara keluarga Caṇḍāla, Pukkasa, dan Domba.

[15]
Dari rahim Ḍākinī ia akan terlahir kembali
di tengah keluarga pemakan daging,
lalu ke rahim seorang rākṣasī dan seekor kucing;
ia termasuk manusia dalam tingkatan terendah.

[16]
Makan daging telah Kularang
dalam sūtra seperti Hastikakṣya,
Mahāmegha dan Nirvāṇa,
Aṅgulimālika dan Laṅkāvatāra.


[17]
[Makan daging] dicela oleh para Buddha,
oleh para Bodhisattva dan Śrāvaka;
jika seseorang menginginkan [daging] tanpa malu,
ia akan selalu [terlahir] tanpa indra.

[18]
Orang yang menghindari daging, dsb.
akan terlahir, karena Kebenaran ini,
di tengah keluarga Brāhmaṇa atau Yogi,
diberkati dengan kecerdasan dan kekayaan.

[19]
Hendaklah seseorang menghindari makan daging
[walau apa pun yang orang lain katakan]
berdasarkan kesaksian, kabar, dan sangkaan;
orang lain yang berteori demikian tidaklah paham
sebab mereka sendiri lahir di tengah kaum pemakan daging.

[20]
Sebagaimana keserakahan
merupakan penghalang bagi Pembebasan,
demikian pula makan daging, minuman keras
merupakan penghalang.

[21]
Di masa mendatang akan ada orang yang
membuat pernyataan bodoh tentang makan daging,
katanya: ‘Daging adalah tepat untuk dimakan,
tidak ditolak, dan diizinkan oleh Buddha.’
 

[22]
Makan daging hanyalah obat;
lagipula, itu seperti daging kanak-kanak.
Ikutilah takaran yang tepat dan merasa enganlah [padanya],
[demikianlah] hendaknya seorang Yogi berpiṇḍapata.

[23]
[Makan daging] Kularang di mana pun dan kapan pun
bagi mereka yang berdiam dalam kasih sayang;
[ia yang makan daging] akan terlahir di tempat yang sama
dengan singa, harimau, serigala, dsb.

[24]
Karenanya, janganlah memakan daging,
yang dapat menyebabkan teror bagi orang-orang,
sebab itu akan menghindarkan Kebenaran Pembebasan;
[tidak makan daging] — inilah tanda seorang bijak.

 

Akhir bab kedelapan (“Tentang Makan Daging”) dari
Laṅkāvatāra Sūtra: Inti Ajaran Para Buddha*)


*) Sarvabuddha-pravacana-hṛdaya.

***********


Ada yg mau komen?
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Sunce™ on 12 January 2010, 05:39:59 PM
satu hal yang gua binggung, sutra dari aliran mahayana dan sutta dari theravada itu nga pernah sama ya.. mskdnya gua binggung, aliran mahayana dari mana mendapat ref sutra ini??? :-?
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Juice_alpukat on 12 January 2010, 05:40:36 PM
Karma kebaikan tdk makan daging apa yah??
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Nevada on 12 January 2010, 05:51:04 PM
Memang ada banyak aroma mendiskreditkan pihak lain dari Sutra-sutra Mahayana. :)
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: GandalfTheElder on 12 January 2010, 06:04:53 PM
Kalau saya menganggapnya sebagai kata-kata yang tegas dan teguran, bukan pendiskreditan.

Sang Buddha tidak pernah mendiskreditkan ajaran sendiri.

Karma kebaikan? Banyak. Orang-orang yang vegetarian dengan motivasi yang benar, dapat mengembangkan cinta kasih pada hewan-hewan hingga tak tega memakan dagingnya. Seperti kita tentu tak tega memakan daging orang yang kita sayangi, kalau kita manusia normal!!

Karena mengembangkan cinta kasih = karma baik kan?  ;)  ;)

Siapa bilang Sutta dan Sutra nggak pernah sama? Pelajari lebih dalam lagi, lihat lebih teliti lagi jangan di permukaan. Dulu saya juga berpikir begitu, tapi lama kelamaan saya bisa melihat bahwa ajaran Sang Penakluk (Bhagava) tidak ada yang bertentangan. Ini yang dipelajari dalam Mahayana, terutama lagi di aliran Kadampa, di mana dari Shravakayana sampai Vajrayana dipelajari sebagai instruksi dari Sang Buddha yang bertahap dan satu kesatuan!!

Soal vegetarian atau tidak, bahkan tidak ada pertentangan kalau anda mau belajar lebih dalam lagi.  ;D  ;D

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Tekkss Katsuo on 12 January 2010, 06:16:04 PM
Muncul lagi Sutra baruuuuu...... kapan Sutra itu dibuat????
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: GandalfTheElder on 12 January 2010, 06:22:09 PM
Sutra baru? ? ? ?

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Sunce™ on 12 January 2010, 07:00:38 PM
mungkin maksudnya benar, cuma penyampaiannya saja agak ambigu kalo melalui sutra. soalnya referensi sutra itu sendiri pun .......

Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: The Ronald on 12 January 2010, 07:50:03 PM
...meragukan??
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Juice_alpukat on 12 January 2010, 08:08:42 PM
Jikalau memang brlatih untk cinta hewan, mengapa mau makan daging hewan?
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Hendra Susanto on 12 January 2010, 08:11:36 PM
sutta ini ada dibagian mana dari sutta pitaka?
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 12 January 2010, 08:23:55 PM
cara mengambil madu tanpa membunuh larva bagaimana ya?
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Umat Awam on 12 January 2010, 08:26:05 PM
Jika ingin berlatih untuk ga makan daging hewan/membunuh hewan?? kenapa masih makan sayur mayur??
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Juice_alpukat on 12 January 2010, 09:00:39 PM
Krna syur mayur tidak langsung makan daging hewannya.Cuma makan sayur. ;D
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: GandalfTheElder on 12 January 2010, 09:02:42 PM
Quote
sutta ini ada dibagian mana dari sutta pitaka?

Ada di Sutra Pitaka. Bahkan ada versi Sanskritnya.

Apa2 kok dipatok Sutta Pitaka??

Emang Buddha cuma ngomongin Sutta2 Shravakayana saja?

Quote
Jikalau memang brlatih untk cinta hewan, mengapa mau makan daging hewan?

Quote
Jika ingin berlatih untuk ga makan daging hewan/membunuh hewan?? kenapa masih makan sayur mayur??

??? ??? ???

Quote
...meragukan??

Yg tidak ada di Theravada, dianggap meragukan??  :whistle: :whistle:

 _/\_
The Siddha Wanderer
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 12 January 2010, 09:06:48 PM
ok, bagaimana dengan madu?
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Juice_alpukat on 12 January 2010, 09:12:57 PM
Cuma minum madunya saja,kan gak makan daging hewannya.:D
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: The Ronald on 12 January 2010, 09:25:46 PM
lol... emang larva nya makan apa? ambil madu..larva lebah makan apa?

klo di umpamakan..kmu hidup di pulau kecil, di sana cukup banyak rumput (dan rumput ini bisa dimakan manusia)... dan juga ada segerombolan sapi
tp kmu ga makan sapi..terus rumputnya kmu ambil semua..dan kmu simpan..mungkin juga buat satu lahan, dan di pagar..agar sapi tidak bisa masuk ..(dan tuh sapi.. hanya bisamakan rumput itu), kira2 apa yg terjadi?
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Juice_alpukat on 12 January 2010, 09:52:25 PM
Bila trnyata mrugikan larvanya yah gak perlu minum madu,cukup minum syusyu indomilk saja.
Kalau kita di pulau kcil, tak boleh egois tuh,makan rumput sndiri tapi tak berbagi dngan sapi,itu bukan cinta kasih,krna membiarkan makhluk lain mendrita,tidak sesuai dngan ajaran sang Buddha.
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: ryu on 12 January 2010, 10:06:38 PM
"Di masa mendatang akan ada orang yang
membuat pernyataan bodoh tentang makan daging,
katanya: ‘Daging adalah tepat untuk dimakan,
tidak ditolak, dan diizinkan oleh Buddha."

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
maksudnya siapa ya yang membuat pernyataan bodoh?
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: The Ronald on 12 January 2010, 10:08:37 PM
 [at] GandalfTheElder
meragukan ..karena dalam prateknya Buddha juga menerima dan memakan daging
dan Bhiku2 lain pun begitu... paling tidak ada di sutta Theravada...
makanya Devadatta, me-request peraturan agar tidak boleh makan daging sama sekali

 pertanyaannya apakah Buddha dan Bhikhu2 lain (baik yg sudah mencapai tingkat kesucian, maupun yg tidak) akan menjadi sombong, (hanya) karena memakan daging?

Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: The Ronald on 12 January 2010, 10:11:06 PM
"Di masa mendatang akan ada orang yang
membuat pernyataan bodoh tentang makan daging,
katanya: ‘Daging adalah tepat untuk dimakan,
tidak ditolak, dan diizinkan oleh Buddha."

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
maksudnya siapa ya yang membuat pernyataan bodoh?
entah, setau saya, Theravada pun..tidak menganggap semua daging layak untuk dimakan, masih banyak faktor...
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: tesla on 12 January 2010, 10:18:10 PM
Quote
Jikalau memang brlatih untk cinta hewan, mengapa mau makan daging hewan?

Quote
Jika ingin berlatih untuk ga makan daging hewan/membunuh hewan?? kenapa masih makan sayur mayur??

??? ??? ???

 _/\_
The Siddha Wanderer

setuju dg yg bilang:
"Jika ingin berlatih untuk ga makan daging hewan/membunuh hewan?? kenapa masih makan sayur mayur??"

krn GandalfTheElder tampaknya tidak mengerti, saya ingin membagikan salah satu pandangan saya:

vegan sendiri secara tidak langsung juga membunuh mahkluk hidup.
tumbuh2an juga menjadi tempat tinggal/makanan bagi mahkluk hidup lain.

soal scr langsung/tidak langsung, makan daging pun juga "tidak langsung" membunuh.
krn yg membunuh langsung adalah algojonya :)
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Riky_dave on 12 January 2010, 10:26:13 PM
_/\_
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: andry on 12 January 2010, 10:27:12 PM
saia rasa, dlm hal vege, yg diambil adalah pengamatan akan pikiran yg selalu makan daging.
jd perlu diamati dalam pikiran,
kenapa saya tertarik sama daging?

*cuma saran,bukan maksud menggurui/apa-pun, hanya saja bagi saya bermanfaat. makanya saia share

ada baiknya bagi para vegetarian, untuk uji coba laboratorium
1. makan daging mentah-yg timbul dlm batin apa?
2.makan daging yg sudah dimasak polos-reaksi dalam batin apa?
3.makan daging yg sudah dimasak dgn bumbu2-reaksi dlm batin apa?

untuk sayur pun serupa,
1.makan sayur mentah-reaksi dlm batin apa?
2 makan sayur yg sudah dimasak, tanpa bumbu-reaksi batin apa?
3. makan sayur yg sudah dimasak dengan bumbu-reaksi dalam batin apa?

setelah itu semua anda jalani, semoga anda dapat ambil kesimpulannya,
bahwa makan, hanyalah makan-untuk mempertahankan kehidupan
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Riky_dave on 12 January 2010, 10:39:58 PM
betul...sesungguhnya makan hanya suatu kebutuhan ...itu saja...tidak lebih..Buddha menganjurkan tidak berpatok pada satu hal(bervegetarian ria,dan menolak memakan daging)...seharusnya ia yang melatih melepas "AKU" tidak lagi melekat pada "apa" yang akan dimakan...
wekz..

trus dikatakan ada juga ya,pemberian yang cacad kepada para Buddha?
(saya baca di RAPB)..
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Juice_alpukat on 12 January 2010, 10:55:41 PM
Krna tidak makan sayur lalu mau makan apa lagi sbgai usaha paling meminimalisasi? Bisa kelaparan tuh,daripada nggak? Krna alasan begini lalu jadikan alasan untk makan daging?mana cintakasih kita kpda hewan2 yg tiap hari diternakkan untk dipotong? Apa arti Sabbe Satta Bhavantu Sukitatha?Hanya ucapan sajakah?
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Nagaratana on 12 January 2010, 10:59:58 PM
Dr banyak kalimat yg meragukan itu ada yg paling aneh

Dalam teks-teks kanonik tertentu, proses latihan dikembangkan bertahap seperti tangga yang menanjak tingkat demi tingkat, dan terhubung dengan proses lainnya secara teratur dan metodis; setelah menerangkan tiap-tiap pokok, daging, yang diperoleh dalam keadaan khusus demikian, tidak dilarang. Selain itu, sehubungan dengan daging binatang yang mati secara alami, telah diberikan sepuluh larangan. Tetapi, dalam sūtra ini, [makan daging] dalam bentuk apa pun, dalam cara apa pun, dan di tempat mana pun, tanpa kecuali dan berlaku bagi semua, adalah terlarang. Maka, Mahāmati, Aku tidak pernah mengizinkan, tidak mengizinkan, dan tidak akan mengizinkan makan daging bagi siapa pun.  Makan daging — Kuberitahukan kepadamu, Mahāmati — adalah tidak layak bagi bhikṣu yang telah meninggalkan rumah-tangga. Mungkin ada beberapa orang, Mahāmati, yang mengatakan bahwa Tathāgata memakan daging, karena mengira ini dapat memfitnah-Nya. Orang-orang yang tidak cakap ini, Mahāmati, akan mengikuti jalan jahat dari rintangan karmanya, dan akan jatuh ke daerah di mana malam panjang berlalu tanpa keuntungan dan kebahagiaan. Mahāmati, para Śrāvaka yang mulia tidaklah memakan makanan yang [umumnya] dimakan orang biasa, apalagi makanan yang berasal dari daging dan darah yang seluruhnya tidak tepat. Mahāmati, makanan bagi para Śrāvaka, Pratyekabuddha, dan Bodhisattva-Ku adalah Dharma dan bukan daging; apalagi bagi Tathāgata! Tathāgata adalah Dharmakāya, Mahāmati; Ia berdiam dalam Dharma sebagai makanan; tubuh-Nya tidaklah diumpani dengan daging; Ia tidak memakan makanan dari daging. Ia telah menyingkirkan energi-kebiasaan dari kehausan dan keinginan yang mendasari segala eksistensi; Ia telah menyingkirkan energi-kebiasaan semua nafsu jahat; Ia Maha Tahu; Ia Maha Melihat; Ia menganggap semua makhluk sebagai anak tunggal-Nya tanpa kecuali; Ia adalah Hati Kasih Sayang Agung. Mahāmati, dengan anggapan semua makhluk adalah anak tunggal-Ku, bagaimana mungkin Aku memberi izin — untuk makan daging anak sendiri — kepada para Śrāvaka, sebagaimana Aku sendiri? Apalagi hingga memakannya! Bahwa Aku, wahai Mahāmati, mengizinkan para Śrāvaka, sebagaimana Aku sendiri, [untuk makan daging] adalah tidak berdasar.

[16]
Makan daging telah Kularang
dalam sūtra seperti Hastikakṣya,
Mahāmegha dan Nirvāṇa,
Aṅgulimālika dan Laṅkāvatāra.



Hebat skali Sang Buddha udah menjelaskan kalo ada teks lain yg bilang kalo makan daging gk dilarang. Trus dijelaskan lg kalo Sutra ini Sang Buddha melarang. Memang nya zaman Sang Buddha itu udah ada tulis tripitaka apaa

Trus SAng Buddha jg bilang kalo dia melarang makan daging di sutra2 lain. Arti nya sutra2 lain itu udah dibabarkan sebelum nya. Begitu bukan, atau bukankah begitu? Apa sesuai tuh kronologi nya
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: tesla on 12 January 2010, 11:06:18 PM
^setahu saya pada zaman itu belum dikenal tulisan...
selain meragukan sutra mahayana, saya pribadi juga meragukan sutta Theravada dimana Sang Buddha mengacu pada "sutta" & vinaya, sedangkan disisi lain mengacu pada "dhamma" & vinaya.
tapi lebih ragu lagi kalau sampai dikatakan "teks2" kanonik...

kemungkinan:
-salah translate
-sutra tsb tidak berasal dari zaman Sang Buddha
-tidak dapat saya bayangkan :P
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Juice_alpukat on 12 January 2010, 11:12:40 PM
Iya bisa jadi memang dmikian. Pada msa itu ada dharma2 yg sudah dibabarkan dan dikelompokkan.Misal cntohnya tiga minggu lalu, aku berkotbah mengenai ajaran a,jadi disebut sbgai sutra a.
Dua minggu yg lalu berkotbh mengenai konsep ajaran b disbut sutra b.Hari ini sbgai ajaran tentang c,jadi sutra c. Dan ini diingat oleh murid2 beliau mengenai ajaran a,b,c,shngga disebut sbgai sutra,a,b,c, yg mgkn dimaksdkan agar trdapat pengelompokan ajaran.
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: marcedes on 13 January 2010, 12:13:57 AM
karena ini di tempatkan pada studi sutta/sutra....
sy mungkin cukup kritis...

1.apakah sang budda sedang melakukan upayakuasalya mengenai daging, bukti nya beliau sendiri makan daging...? ( fakta Sangbuddha menelan ludah sendiri )

2.dalam suatu waktu Devadatta mengajukan untuk vegetarian saja, lalu sang Buddha menolak alasannya? bahkan SangBuddha menceritakan kisah Buddha sebelumnya apa yang disebut ( gw lupa )...

Quote
Mungkin ada beberapa orang, Mahāmati, yang mengatakan bahwa Tathāgata memakan daging, karena mengira ini dapat memfitnah-Nya. Orang-orang yang tidak cakap ini, Mahāmati, akan mengikuti jalan jahat dari rintangan karmanya, dan akan jatuh ke daerah di mana malam panjang berlalu tanpa keuntungan dan kebahagiaan. Mahāmati, para Śrāvaka yang mulia tidaklah memakan makanan yang [umumnya] dimakan orang biasa, apalagi makanan yang berasal dari daging dan darah yang seluruhnya tidak tepat. Mahāmati, makanan bagi para Śrāvaka, Pratyekabuddha, dan Bodhisattva-Ku adalah Dharma dan bukan daging; apalagi bagi Tathāgata!
jadi sebenarnya waktu SangBuddha memakan daging, itu gimana? terutama waktu seorang bikkhuni mempersembahkan daging dari hasil pemberian seorang pencuri....

bagi saya ini aneh sekali Buddha mengkritik seseorang yang menganggap nya makan daging, tetapi kenyataan Buddha memang makan daging.....

3.sayuran juga pasti memakan korban ketika ditanam, apakah SangBuddha ga berpikir apalagi nasi,gandum,kacang-kacangan?

Quote
“[Pemakan daging] takkan tidur dengan nyenyak dan, ketika terbangun, ia akan merasa tertekan. Ia akan bermimpi buruk, yang menyebabkan bulu kuduknya berdiri. Ia akan terasing seorang diri di gubuk yang kosong; ia akan hidup sendirian; sukmanya akan ditangkap oleh hantu-hantu. Kerap kali ia terteror, ia gemetar tanpa tahu sebabnya. Makannya takkan teratur, ia takkan pernah merasa puas. Dalam hal makan, ia tidak akan tahu tentang tepatnya rasa, pencernaan, dan gizi. Jeroannya akan dipenuhi cacing dan makhluk-makhluk kotor lain; dan akan menyebabkannya sakit kusta. Ia takkan pula mempunyai pikiran jijik akan segala penyakitnya.
wah bagian ini bikin ketawa.... ;D

pada intinya Sutra ini mengatakan bahwa "semua orang yang memakan daging tidak mungkin mencapai kesucian arahat"
sederhananya "seorang arahat pasti memiliki pikiran jenuh akan badan yg penuh dengan kekotoran"

contoh nya saja disebuah Sutta dimana penanya menanyakan bahwa bagi seorang putthajana bagaimana harusnya memandang tubuh ini, kemudian di lanjutkan sampai tingkat sottapana dan seterusnya...Sariputta berkata bahwa tubuh ini harus di pandang jijik,dsb-nya...


Quote
bahkan Indra, yang memperoleh kekuasaan atas para dewa, pernah sekali berubah menyerupai elang karena energi-kebiasaannya memakan daging di kelahiran sebelumnya. Ia kemudian mengejar Viśvakarma, yang mengambil rupa seekor burung dara, dan sengaja menjadikan diri sebagai korban. Karena merasa kasihan kepada [sang burung dara] yang tak bersalah, Raja Śivi terpaksa harus menderita [dengan memberikan dagingnya sebagai ganti]. Bahkan seorang dewa yang telah menjadi Indra yang perkasa — setelah melalui banyak kelahiran — masih dapat, Mahāmati, membawa kecelakaan bagi dirinya sendiri dan makhluk lain; apalagi mereka yang bukan Indra!
ini benar-benar bikin ketawa lagi  ;D
Dewa itu memiliki kemampuan untuk menciptakan makanannya sendiri...buat apa merubah menjadi elang dengan bodohnya mengejar-ngejar burung dara?

ini dulu yah pandangan saya...mau off
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: ryu on 13 January 2010, 07:19:15 AM
sebaiknya di confirm dulu, ini asli atau palsu.
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: K.K. on 13 January 2010, 09:57:31 AM
Hebat skali Sang Buddha udah menjelaskan kalo ada teks lain yg bilang kalo makan daging gk dilarang. Trus dijelaskan lg kalo Sutra ini Sang Buddha melarang. Memang nya zaman Sang Buddha itu udah ada tulis tripitaka apaa

Sutta/Sutra tidak selalu mengacu pada "teks tertulis", tetapi pada sebuah uraian atau pembabaran dhamma/dharma. Mereka menamakan khotbah-khotbah tersebut sesuai karakteristiknya agar mudah diingat. Misalnya dalam Brahmajala Sutta, Ananda bertanya apakah nama pembabaran tersebut, dan Buddha mengatakan bisa menamakannya Atthajala, Dhammajala, Ditthijala, dll. Akhirnya disebutlah Brahmajala Sutta, walaupun tentu saja belum ada teks tipitaka tertulis waktu itu.
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Nevada on 13 January 2010, 10:07:33 AM
^setahu saya pada zaman itu belum dikenal tulisan...
selain meragukan sutra mahayana, saya pribadi juga meragukan sutta Theravada dimana Sang Buddha mengacu pada "sutta" & vinaya, sedangkan disisi lain mengacu pada "dhamma" & vinaya.
tapi lebih ragu lagi kalau sampai dikatakan "teks2" kanonik...

kemungkinan:
-salah translate
-sutra tsb tidak berasal dari zaman Sang Buddha
-tidak dapat saya bayangkan :P

Sejauh yang saya tahu, di dalam Tipitaka tidak dinyatakan istilah "sutta"; dan Sang Buddha juga tidak mengatakan bahwa Sutta dan Vinaya adalah fondasi Ajaran-Nya. Istilah "sutta" muncul ketika Tipitaka disahkan dan ditulis di atas daun lontar. Selama masa sebelum dituliskannya Tipitaka, yang dikenal sebagai khotbah Sang Buddha adalah "Dhamma". "Dhamma" ini yang dibagi menjadi "Sutta Pitaka" dan "Abhidhamma Pitaka" pada sidang konsili peresmian Tipitaka.

Kalau pada masa Sang Buddha sudah disinggung mengenai teks-teks kanonik (baca: tulisan di kitab), pembagian Sutra, nama-nama Sutra lain yang mendukung Sutra lainnya; maka ... ?
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: bond on 13 January 2010, 10:56:04 AM
^setahu saya pada zaman itu belum dikenal tulisan...
selain meragukan sutra mahayana, saya pribadi juga meragukan sutta Theravada dimana Sang Buddha mengacu pada "sutta" & vinaya, sedangkan disisi lain mengacu pada "dhamma" & vinaya.
tapi lebih ragu lagi kalau sampai dikatakan "teks2" kanonik...

kemungkinan:
-salah translate
-sutra tsb tidak berasal dari zaman Sang Buddha
-tidak dapat saya bayangkan :P

 Sejauh yang saya tahu, di dalam Tipitaka tidak dinyatakan istilah "sutta"; dan Sang Buddha juga tidak mengatakan bahwa Sutta dan Vinaya adalah fondasi Ajaran-Nya. Istilah "sutta" muncul ketika Tipitaka disahkan dan ditulis di atas daun lontar.Selama masa sebelum dituliskannya Tipitaka, yang dikenal sebagai khotbah Sang Buddha adalah "Dhamma". "Dhamma" ini yang dibagi menjadi "Sutta Pitaka" dan "Abhidhamma Pitaka" pada sidang konsili peresmian Tipitaka.

Kalau pada masa Sang Buddha sudah disinggung mengenai teks-teks kanonik (baca: tulisan di kitab), pembagian Sutra, nama-nama Sutra lain yang mendukung Sutra lainnya; maka ... ?

ic ...Yang dibold adalah point krusial dalam memahami Dhamma yang sesungguhnya dan memahami Tipitaka itu sendiri. Khususnya arti Dhamma dan sutta.

Pada konsili keberapakah tipitaka diresmikan?

Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Jerry on 13 January 2010, 11:11:24 AM
Kalo soal disebut Dhamma-Vinaya sementara di lain tempat disebut Sutta-Vinaya tidak berarti naskah yg menggunakan istilah Sutta-Vinaya adalah hasil pemalsuan. Karena pada awal ajaran Buddha, Dhamma-Vinaya dipelajari dan dibagi dalam beberapa kelompok dan diteruskan melalui transmisi lisan. Lalu dalam konsili Sangha, ketika Abhidhamma diusung menjadi sebuah bagian tersendiri dari Pitaka, maka Sutta-Vinaya digunakan sbg acuan baru utk Dhamma-Vinaya agar lebih spesifik. Dalam perkembangannya ada kelompok yg tetep stick to istilah lama Dhamma-Vinaya, sementara pada kelompok lain ada yg masih meneruskan menggunakan istilah Sutta-Vinaya. Kemudian tulisan dikenal dan Ti-pitaka selain bisa dihafalkan, juga bisa dituliskan.. Akhirnya di sini didapat perbedaan antara Sutta-Vinaya dan Dhamma-Vinaya.

Tulisan ini utk menyambung penjelasan Bro Kain dan Bro Upasaka.
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Nevada on 13 January 2010, 11:15:02 AM
Sejauh yang saya tahu, di dalam Tipitaka tidak dinyatakan istilah "sutta"; dan Sang Buddha juga tidak mengatakan bahwa Sutta dan Vinaya adalah fondasi Ajaran-Nya. Istilah "sutta" muncul ketika Tipitaka disahkan dan ditulis di atas daun lontar.Selama masa sebelum dituliskannya Tipitaka, yang dikenal sebagai khotbah Sang Buddha adalah "Dhamma". "Dhamma" ini yang dibagi menjadi "Sutta Pitaka" dan "Abhidhamma Pitaka" pada sidang konsili peresmian Tipitaka.

Kalau pada masa Sang Buddha sudah disinggung mengenai teks-teks kanonik (baca: tulisan di kitab), pembagian Sutra, nama-nama Sutra lain yang mendukung Sutra lainnya; maka ... ?

ic ...Yang dibold adalah point krusial dalam memahami Dhamma yang sesungguhnya dan memahami Tipitaka itu sendiri. Khususnya arti Dhamma dan sutta.

Pada konsili keberapakah tipitaka diresmikan?

Cikal-bakal Tipitaka (Dhamma dan Vinaya) sudah dikumpulkan sejak konsili pertama, beberapa bulan setelah mangkatnya Sang Buddha. Tetapi selama itu hingga beratus-ratus tahun ke depan, Dhamma dan Vinaya hanya dihafalkan dari generasi ke generasi.

Pada sekitar tahun 94-34 Sebelum Masehi (SM), ada peristiwa kelaparan dan perang yang terjadi di Sri Lanka. Peristiwa ini menimbulkan kekhawatiran akan kemerosotan moral yang mengancam kelestarian Buddhadhamma. Dengan alasan ini, Konsili Keempat diselenggarakan dan kitab suci Tipitaka untuk pertama kalinya ditulis di atas daun lontar (palem). Konsili ini diselenggarakan di bawah naungan Raja Vattagamani Abhaya dari Sri Lanka, berlokasi di Vihara Aloka, Desa Matale atau Malaya, Sri Lanka, serta dihadiri oleh 500 bhikkhu dan ahli tulis dari Mahavihara.

Sumber (http://bhagavant.com/home.php?link=sejarah&tipe=timeline)
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: bond on 13 January 2010, 11:30:38 AM
Sejauh yang saya tahu, di dalam Tipitaka tidak dinyatakan istilah "sutta"; dan Sang Buddha juga tidak mengatakan bahwa Sutta dan Vinaya adalah fondasi Ajaran-Nya. Istilah "sutta" muncul ketika Tipitaka disahkan dan ditulis di atas daun lontar.Selama masa sebelum dituliskannya Tipitaka, yang dikenal sebagai khotbah Sang Buddha adalah "Dhamma". "Dhamma" ini yang dibagi menjadi "Sutta Pitaka" dan "Abhidhamma Pitaka" pada sidang konsili peresmian Tipitaka.

Kalau pada masa Sang Buddha sudah disinggung mengenai teks-teks kanonik (baca: tulisan di kitab), pembagian Sutra, nama-nama Sutra lain yang mendukung Sutra lainnya; maka ... ?

ic ...Yang dibold adalah point krusial dalam memahami Dhamma yang sesungguhnya dan memahami Tipitaka itu sendiri. Khususnya arti Dhamma dan sutta.

Pada konsili keberapakah tipitaka diresmikan?

Cikal-bakal Tipitaka (Dhamma dan Vinaya) sudah dikumpulkan sejak konsili pertama, beberapa bulan setelah mangkatnya Sang Buddha. Tetapi selama itu hingga beratus-ratus tahun ke depan, Dhamma dan Vinaya hanya dihafalkan dari generasi ke generasi.

Pada sekitar tahun 94-34 Sebelum Masehi (SM), ada peristiwa kelaparan dan perang yang terjadi di Sri Lanka. Peristiwa ini menimbulkan kekhawatiran akan kemerosotan moral yang mengancam kelestarian Buddhadhamma. Dengan alasan ini, Konsili Keempat diselenggarakan dan kitab suci Tipitaka untuk pertama kalinya ditulis untuk di atas daun lontar (palem). Konsili ini diselenggarakan di bawah naungan Raja Vattagamani Abhaya dari Sri Lanka, berlokasi di Vihara Aloka, Desa Matale atau Malaya, Sri Lanka, serta dihadiri oleh 500 bhikkhu dan ahli tulis dari Mahavihara.

Sumber (http://bhagavant.com/home.php?link=sejarah&tipe=timeline)

Thanks infonya om Upasaka  _/\_
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: marcedes on 13 January 2010, 12:03:57 PM
Hebat skali Sang Buddha udah menjelaskan kalo ada teks lain yg bilang kalo makan daging gk dilarang. Trus dijelaskan lg kalo Sutra ini Sang Buddha melarang. Memang nya zaman Sang Buddha itu udah ada tulis tripitaka apaa

Sutta/Sutra tidak selalu mengacu pada "teks tertulis", tetapi pada sebuah uraian atau pembabaran dhamma/dharma. Mereka menamakan khotbah-khotbah tersebut sesuai karakteristiknya agar mudah diingat. Misalnya dalam Brahmajala Sutta, Ananda bertanya apakah nama pembabaran tersebut, dan Buddha mengatakan bisa menamakannya Atthajala, Dhammajala, Ditthijala, dll. Akhirnya disebutlah Brahmajala Sutta, walaupun tentu saja belum ada teks tipitaka tertulis waktu itu.

nah, itu dia..biasanya murid seperti Ananda atau Sariputta bertanya mengenai merek dari pembabaran tersebut ketika "selesai/alias bagian akhir" dibabarkan...

akan tetapi, sutra ini bagian depan sudah di beri merek....entah lah...

sebaiknya di confirm dulu, ini asli atau palsu.
bagi saya sudah jelas sutra editan dari pihak tertentu yg memang vegetarian otordoks.
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Nevada on 13 January 2010, 12:57:36 PM
Thanks infonya om Upasaka  _/\_

Sama-sama Bro. _/\_
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Mr.Jhonz on 13 January 2010, 01:05:09 PM
"Di masa mendatang akan ada orang yang
membuat pernyataan bodoh tentang makan daging,
katanya: ‘Daging adalah tepat untuk dimakan,
tidak ditolak, dan diizinkan oleh Buddha."

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
maksudnya siapa ya yang membuat pernyataan bodoh?
ini sih namanya nyulut api dgn bensin ni.. :)) *joke
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: adi lim on 14 January 2010, 10:11:09 AM
[at] GandalfTheElder
meragukan ..karena dalam prateknya Buddha juga menerima dan memakan daging
dan Bhiku2 lain pun begitu... paling tidak ada di sutta Theravada...
makanya Devadatta, me-request peraturan agar tidak boleh makan daging sama sekali
pertanyaannya apakah Buddha dan Bhikhu2 lain (baik yg sudah mencapai tingkat kesucian, maupun yg tidak) akan menjadi sombong, (hanya) karena memakan daging?

maka itu Devadatta masuk Neraka ! karena Kebodohan nya.
 _/\_
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Indra on 14 January 2010, 10:22:36 AM
[at] GandalfTheElder
meragukan ..karena dalam prateknya Buddha juga menerima dan memakan daging
dan Bhiku2 lain pun begitu... paling tidak ada di sutta Theravada...
makanya Devadatta, me-request peraturan agar tidak boleh makan daging sama sekali
pertanyaannya apakah Buddha dan Bhikhu2 lain (baik yg sudah mencapai tingkat kesucian, maupun yg tidak) akan menjadi sombong, (hanya) karena memakan daging?

maka itu Devadatta masuk Neraka ! karena Kebodohan nya.
 _/\_


bukan begitu menurut Teks, Devadatta masuk neraka avici karena melakukan akusala garuka kamma, yaitu melukai Sang Buddha dan memecah belah Sangha.
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: The Ronald on 14 January 2010, 11:44:24 AM
betul itu, sekedar merequest aturan bukan suatu hal yg jahat, itu termasuk dalam berdikusi ttg dhamma :P
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: dilbert on 14 January 2010, 12:52:28 PM
Muncul lagi Sutra baruuuuu...... kapan Sutra itu dibuat????

diambil dari alam NAGA...
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Juice_alpukat on 14 January 2010, 01:15:53 PM
 alam naga dimana?
Apa seprti film kera sakti,  raja naga ada dibwah laut?
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Kelana on 14 January 2010, 04:02:11 PM
Lagi..lagi dan lagi, saya sampaikan Laṅkāvatāra Sūtra ada 2 versi, versi panjang (ada masalah vegetarian) dan versi pendek (tidak ada vegetarian). Mana yang benar? Jika masih diperdebatkan mana yang benar maka sutra ini tidak bisa dijadikan rujukkan untuk membahas mengenai vegetarian.
Ada kutipan menarik dari DT Suzuki dalam Introduction Laṅkāvatāra Sūtra :

The Date of the Laṅkā

As is the case with other Buddhist texts it is quite impossible with our present knowledge of Indian history to decide the age of the Laṅkā. The one thing that is certain is that it was compiled before 443 a. d. when the first Chinese translation is reported to have been attempted. But this does not mean that the whole text as we have it now was then already in existence, for we know that the later translations done in 513 and 700-704 contain the Dhāraṇī and the Sagāthakam section which are missing in the 443 one (Sung). Further, the Meat-eating chapter also suffered certain modifications, especially in the 513 (Wei) one.

Even with the text that was in existence before 443 a. d. we do not know how it developed, for it was not surely written from the beginning as one complete piece of work as we write a book in these modern days. Some parts of it must be older than others, since there is no doubt that it has many layers of added passages.

To a certain extent, the contents may give a clue to the age of the text, but because of the difficulty of separating one part from another from the point of view of textual criticism, arguments from the contents as to the date are of very doubtful character. As long as we have practically no knowledge of historical circumstances in which the Buddhist texts were produced one after another in India or somewhere else, all the statements are more or less of the character of an ingenious surmise. All that we can say is this that the Laṅkā is not a discourse directly given by the founder of Buddhism, that it is a later composition than the Nikāyas or Āgamas which also developed some time after the Buddha, that when Mahayana thoughts began to crystallise in the Northern as well as in the Southern part of India probably about the Christian era or even earlier, the compiler or compilers began to collect passages as he or they came across in their study of the Mahayana, which finally resulted in the Buddhist text now known under the title of Laṅkāvatāra-sūtra.
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Juice_alpukat on 16 January 2010, 10:17:32 AM
Mengingat dan menimbang mengenai ajaranBUDdha yg welas asih, bhwa kita perlu mengambil tindakan semampunya untk mengatasi sbhagiaan pndritaan makhluk lain,yaitu menempuh jalur pancasila, melepas makhluk yg terkurung, membebaskn makhluk yg tertindas, tidak memakan daging makhluk yg pernah dikurung dan diternak,dan ditindas mlalui pembunuhan.

Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Juice_alpukat on 16 January 2010, 10:23:40 AM
Mengingat anda semua adlah mampu untk tidak memakan daging,krna sumber vitamin,karbohdrat, protein,zat besi,dn strusnya telah langkap oleh jenis-jenis tumbuhan.Bnyk para profsor tlah menyetujui ini,krna manusia tanpa makan daging adalah ttap dpt hdup, dan ttap kuat spti gajah tanpa makan daging. Usus kita panjang spti hwan pemakan tmbuhan, gigi kita seperti pmkan tmbuhan,dan tak spti singa yg panjang taring. Untk memupuk hati meta,karuna,mudita, kita perlu empati thdpt hwan yg menanti tiap hri dmi jadi daging makanan buat kita pd siang hari.
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Juice_alpukat on 16 January 2010, 10:30:31 AM
Supaya sbgian hama tidk perlu dijadi alasan agar kita terus makan daging. Yaitu hama spti belalang,serangga lain, ada tikus, ada bakteri di air minum, supaya jangan dijadikan alasan untk tetap menyantap daging hewan. Krna ada hal2 yg diluar jangkauan untk kita lakukan. Namun ada hal2 yg semampu kita lakukan dan dpt kita lakukan, yaitu tidk membunuh, melepas, tidak memakan daging, dan cukuplah tetumbuhan yg jadi sumber makanan. Ini salah st kewelasasihan kita pd para hewan, dan dngan salah satu ini, kita jg merealisasi apa yg kita haturkan sabbe satta bhavantu sukithata.
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: K.K. on 16 January 2010, 10:34:43 AM
 [at]  Juice_alpukat

Fokus pembahasan di sini adalah Sutra-nya, bukan ke arah Vegetarianismenya. Kalau mau bahas Vegetarianisme, mungkin bisa di Board lain.

Usahakan juga jika ingin menulis, tidak dipisah-pisah dalam banyak postingan jika tidak ada kepentingan memisahkannya.

Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: Juice_alpukat on 16 January 2010, 11:15:22 AM
maaf salah tmpat. ;D
Title: Re: LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)
Post by: kullatiro on 07 March 2010, 04:11:33 PM
jadi sutta ini sutta jenis apa?, apa sudah terlalu banyak kombinasi ( tambahan) dalam perjalan nan nya sampai kemasa sekarang?