terlihat apa bro morpheus ?... Jangan malu malu...
gini bang, misalnya anda adalah kakak seperguruan saya.
anda belajar duluan cuman selama beberapa hari, trus mengembara, sedangkan saya mengikuti sang guru terus2an sampai berpuluh2 tahun.
dengan memori fotografis saya, saya bisa mengingat setiap patah kata sang guru selama berpuluh2 tahun.
setelah sang guru tiada, anda ketemu saya lalu bikin meeting.
percakapan yg masuk akal seharusnya seperti ini:
anda /suheng: selama berpuluh tahun ini ada berapa banyak kotbah sang guru yg kamu ingat?
saya / sute: sebentar saya itung.... kira2 ada 84000 kotbah
suheng: wah, banyak ya... gimana ya caranya membaginya dengan bagian2 yg logis? saya tahu guru mengajarkan vinaya dan kotbah lainnya, jadi mungkin bisa dibagi 2, tapi masih blom bisa bikin daftar isinya nih... gimana menurut kamu?
sute: iya, mungkin bisa dibagi jadi 2. bentar saya pikir2... *buka laptop dan databasenya*
sute: kotbah guru bervariasi, mulai dari 1 halaman sampe 100 halaman...
suheng: hmmm... gimana kalo kita bagi jadi tiga: pendek, sedang atau panjang. dibawah 3 halaman masuk ke pendek. 4 - 15 halaman masuk ke menengah. sisanya masuk ke panjang?
sute: ide bagus! tapi daftar isinya masih blom bagus... bentar saya tulis di papan tulis dulu... *nulis*
sute: guru banyak berkotbah dengan menjawab pertanyaan dan ada juga yg spontan dari sebuah inspirasi
suheng: bagus! kalo gitu kita bisa bikin satu bab bernama "udana" (inspirasi). apa lagi yg bisa kamu ingat?
sute: guru sering berkotbah mengenai pokok2 pikiran berikut: deva, mara, raja pasenadi, brahma, dan seterusnya...
suheng: bagus! berarti masing2 bisa kita masupin satu bab.
*suheng dan sute bersama2 mengotak-atik daftar kotbah dipapan tulis sampe lupa mandi dan makan selama 2 minggu, sampe akhirnya bisa mengklasifikasikan semuanya dengan logis dan membentuk daftar isi yg enak dibaca dan mudah dicari*
percakapan seperti dibawah sangat janggal:
Kassapa, “Teman-teman, ada empat kumpulan (Nikàya) dari Sutta dalam Suttanta Piñaka; yang mana lebih dulu?”
Para Thera, “Yang Mulia, marilah kita mulai dengan yang panjang, Dãgha Nikàya.”
Kassapa, “Teman-teman, Dighà Nikàya terdiri dari tiga puluh empat khotbah (Sutta) dalam tiga bagian (Vagga), yang mana lebih dulu?”
Para Thera, “Yang Mulia, marilah kita mulai dari Sãlakkhandha Vagga.”
Kassapa, “Teman-teman, Sãlakkhandha Vagga terdiri dari tiga belas khotbah; yang mana lebih dulu?”
melihat keanehannya? kok bisa langsung kompak menyimpulkan pembagiannya, padahal yg tau isinya komplit hanyalah bhante ananda?
kesimpulan saya sih, cerita tersebut dibuat untuk meyakinkan legitimasi isi, bentuk, dan daftar isi tipitaka yg ada sekarang ini sebagai serangan terhadap kelompok lain yg tidak setuju.
maaf kalo tidak sepaham...