Tentang Rādha dan Pandangan-Pandangan
Terjemahan Saṃyukta-āgama Kotbah 111 sampai 138 (Jilid 6)
Bhikkhu Anālayo
Abstaksi
Artikel ini menerjemahkan jilid keenam dari Saṃyukta-āgama, yang mengandung kotbah 111 sampai 138.<1>
[Kotbah-Kotbah Berhubungan tentang Rādha]
111. [Kotbah tentang Saluran Kemenjadian]<2>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Gunung Makula.<3> Kemudian seorang bhikkhu pelayan bernama Rādha,<4> yang bangkit dari meditasi pada sore hari, mendekati Sang Buddha, memberikan penghormatan pada kaki Sang Buddha, mengundurkan diri untuk duduk pada satu sisi, dan berkata kepada Sang Buddha: “Seperti yang telah diajarkan Sang Bhagavā, terdapat arus kemenjadian. Apakah yang disebut arus kemenjadian? Apakah yang disebut lenyapnya arus kemenjadian?”
Sang Buddha berkata kepada Rādha: “Adalah bagus bagimu untuk menanyakan hal ini. Aku akan menjelaskannya kepadamu, yaitu apa yang disebut arus kemenjadian. Seorang duniawi bodoh yang tidak terpelajar tidak memahami sebagaimana adanya munculnya bentuk jasmani, lenyapnya bentuk jasmani, kepuasan dalam bentuk jasmani, bahaya dalam bentuk jasmani, dan jalan keluar dari bentuk jasmani. Karena tidak memahami sebagaimana adanya, ia menginginkan dan bergembira dalam bentuk jasmani, ia memujinya, ia menggenggamnya, dan terkotori oleh keterikatan [padanya]. Bergantung pada ketagihan dan kenikmatan dalam bentuk jasmani, terdapat kemelekatan. Bergantung pada kemelekatan, terdapat kemenjadian. Bergantung pada kemenjadian, terdapat kelahiran. Bergantung pada kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan kesakitan meningkat. Dengan cara ini keseluruhan kumpulan dukkha muncul. Perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran juga seperti ini. Ini disebut arus kemenjadian.<5>
“Seorang siswa mulia yang terpelajar memahami sebagaimana adanya munculnya bentuk jasmani, lenyapnya bentuk jasmani, kepuasan dalam bentuk jasmani, bahaya dalam bentuk jasmani, dan jalan keluar dari bentuk jasmani. Karena memahami sebagaimana adanya, ia tidak memunculkan ketagihan dan kenikmatan sehubungan dengan bentuk jasmani demikian, memujinya, memegangnya, atau terkotori oleh keterikatan [padanya]. Karena tanpa ketagihan dan kenikmatan, kemelekatan lenyap. Dengan lenyapnya kemelekatan, kemenjadian lenyap. Dengan lenyapnya kemenjadian, kelahiran lenyap. Dengan lenyapnya kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, kekhawatiran, dukacita, kesakitan dan kekesalan lenyap.<6> Dengan cara ini keseluruhan kumpulan dukkha lenyap.
Perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran juga seperti ini.
“Ini disebut arus kemenjadian dan lenyapnya arus kemenjadian, seperti yang diajarkan Sang Tathāgata.”
Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bhikkhu Rādha bergembira dan menerimanya dengan hormat.
112. [Kotbah tentang Pengetahuan yang Menembus]<7>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Gunung Makula.<8> Kemudian seorang bhikkhu pelayan bernama Rādha, yang bangkit dari meditasi pada sore hari, mendekati Sang Buddha, memberikan penghormatan pada kaki Sang Buddha, mengundurkan diri untuk duduk pada satu sisi, dan berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagavā, seperti yang telah diajarkan Sang Bhagavā, terdapat pemahaman yang menembus terhadap bentuk jasmani, pemahaman yang menembus terhadap perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran?”<9>
Sang Buddha berkata kepada Rādha: “Adalah bagus bagimu untuk menanyakan hal ini. Aku akan menjelaskannya kepadamu. Pelenyapan, memudarnya, lenyapnya, penenangan, dan hancurnya kekhawatiran, dukacita, kesakitan dan kekesalan sehubungan dengan bentuk jasmani, ini disebut pemahaman yang menembus terhadap bentuk jasmani. Pelenyapan, memudarnya, lenyapnya, penenangan, dan hancurnya kekhawatiran, dukacita, kesakitan dan kekesalan sehubungan dengan perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran, [38a] ini disebut pemahaman yang menembus terhadap perasaan ... persepsi ... bentukan ... kesadaran.”<10>
Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, mendengarkan apa yang telah dikatakan Sang Buddha, bhikkhu Rādha bergembira dan menerimanya dengan hormat.