B. SamadhiDisiplin mental adalah satu bentuk pengendalian diri melalui bentuk batin. Samadhi yang berlandaskan usaha dan keteguhan ini meliputi tiga bagian dari Jalan Mulia Beruas Delapan, yaitu:
1) Daya Upaya Benar
Ini berarti mengerahkan pikiran untuk:
- dengan sekuat tenaga mencegah munculnya unsur-unsur jahat dan yang tidak baik di dalam batin
- dengan sekuat tenaga berusaha untuk memusnahkan unsur-unsur jahat dan yang tidak baik di dalam batin
- dengan sekuat tenaga berusaha untuk membangkitkan unsur-unsur baik dan benar di dalam batin
- dengan sekuat tenaga memperkuat dan mengembangkan unsur-unsur baik dan benar di dalam batin
2) Perhatian Benar
Perhatian benar ini terdiri dari latihan pengembangan mental atau yang lebih dikenal dengan istilah meditasi (bhavana). Sang Buddha mengajarkan metode meditasi yang fokus pada tujuan akhirnya berupa Pencerahan. Seiring berkembangnya zaman, metode meditasi ini dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu Samatha Bhavana dan Vipassana Bhavana.
Meditasi adalah inti ajaran Buddha. Tujuan akhir yang dibabarkan oleh Sang Buddha (Nibbana) dapat dicapai dengan jalan meditasi. Meditasi yang dapat diterapkan pada setiap aktivitas sehari-hari adalah meditasi perhatian murni, menyadari betul semua yang terjadi pada aktivitas itu sedang berlangsung. Namun untuk mencapai Nibbana kita harus melaksanakan meditasi dalam postur waspada. Posisi meditasi yang baik sesuai yang diajarkan Sang Buddha adalah duduk bersila dan tegak. Meditasi juga dapat dilakukan dengan berjalan penuh kewaspadaan.
Sang Buddha dalam sikap bermeditasiA. Samatha Bhavana (Meditasi Ketenangan)Samatha Bhavana merupakan pengembangan batin yang bertujuan untuk mencapai ketenangan. Dalam Samatha Bhavana, batin dipusatkan pada suatu objek. Pikiran tidak boleh berkeliaran kesana-kemari, pikiran tidak melamun dan atau mengembara tanpa tujuan. Dengan melaksanakan Samatha Bhavana, rintangan-rintangan batin tidak dapat dilenyapkan secara menyeluruh. Kekotoran batin hanya dapat diendapkan, seperti batu besar yang menekan rumput hingga tertidur di tanah. Dengan demikian, Samatha Bhavana hanya dapat mencapai tingkat-tingkat konsentrasi yang disebut jhana-jhana, dan mencapai berbagai kekuatan batin. Dalam jenis meditasi ini, terdapat empat puluh macam objek meditasi, yaitu:
– 10 kasina (wujud benda)1. Pathavi kasina = wujud tanah
2. Apo kasina = wujud air
3. Teja kasina = wujud api
4. Vayo kasina = wujud udara atau angin
5. Nila kasina = wujud warna biru
6. Pita kasina = wujud warna kuning
7. Lohita kasina = wujud warna merah
8. Odata kasina = wujud warna putih
9. Aloka kasina = wujud cahaya
10. Akasa kasina = wujud ruangan terbatas
Dalam kasina tanah, dapat dipakai perenungan sebuah kebun yang baru dicangkul atau segumpal tanah yang dibulatkan. Dalam kasina air, dapat dipakai perenungan sebuah telaga atau air yang ada di dalam ember. Dalam kasina api, dapat dipakai perenungan api yang menyala yang di depannya diletakkan seng yang berlobang. Dalam kasina angin, dapat dipakai perenungan angin yang berhembus di pohon-pohon atau badan. Dalam kasina warna, dapat dipakai perenungan benda-benda seperti bulatan dari kertas, kain, papan, atau bunga yang berwarna biru, kuning, merah, atau putih. Dalam kasina cahaya, dapat dipakai perenungan cahaya matahari atau bulan yang memantul di dinding atau di lantai melalui jendela dan lain-lain. Dalam kasina ruangan terbatas, dapat dipakai perenungan ruangan kosong yang mempunyai batas-batas disekelilingnya.
Disini, langkah perenungan harus kita pusatkan seluruh perhatiannya pada bulatan yang berwarna biru (misalnya). Selanjutnya, dengan memandang terus pada bulatan itu, kita harus berjuang agar pikiran tetap terjaga, waspada, dan sadar. Sementara itu, benda-benda di sekeliling bulatan tersebut seolah-olah lenyap, dan bulatan tersebut kelihatan menjadi makin semu dan akhirnya sebagai bayangan pikiran saja. Kini, walaupun mata dibuka atau ditutup, kita masih melihat bulatan biru itu di dalam pikirann, yang makin lama makin terang seperti bulatan dari rembulan.
– 10 asubha (wujud ketidak-indahan)1. Uddhumataka = wujud mayat yang membengkak
2. Vinilaka = wujud mayat yang berwarna kebiru-biruan
3. Vipubbaka = wujud mayat yang bernanah
4. Vicchiddaka = wujud mayat yang terbelah di tengahnya
5. Vikkahayitaka = wujud mayat yang digerogoti binatang-binatang
6. Vikkhittaka = wujud mayat yang telah hancur lebur
7. Hatavikkhittaka = wujud mayat yang busuk dan hancur
8. Lohitaka = wujud mayat yang berlumuran darah
9. Puluvaka = wujud mayat yang dikerubungi belatung
10. Atthika = wujud tengkorak
Dalam sepuluh asubha ini, kita akan merenungkan sesosok tubuh yang telah menjadi mayat, membengkak, membiru, bernanah, terbelah di tengahnya sehingga organ-organnya berceceran, dikoyak-koyak oleh burung gagak atau serigala, hancur dan membusuk, berlumuran darah, dikerubungi oleh lalat dan belatung, dan akhirnya merupakan tengkorak. Selanjutnya meditator menarik kesimpulan terhadap badannya sendiri; "tubuhku ini adalah kotoran yang terbungkus rapi, yang juga mempunyai sifat-sifat itu sebagai kodratnya". Di sinilah hendaknya kita memegang dengan teguh di dalam pikiran mengenai objek yang timbul, seperti gambaran pikiran mengenai mayat-mayat tadi. Diharapkan dengan menggunakan objek asubha ini dalam meditasi, meditator tidak lagi melekat pada keindahan tubuh jasmani yang semu. Karena setampan dan secantik apapun manusia, manusia tetaplah tulang-belulang dan kotoran-kotoran yang terbungkus rapi oleh kulit.
– 10 anussati (perenungan)1. Buddhanussati = perenungan terhadap Buddha
2. Dhammanussati = perenungan terhadap Dhamma
3. Sanghanussati = perenungan terhadap Sangha
4. Silanussati = perenungan terhadap sila
5. Caganussati = perenungan terhadap kebajikan
6. Devatanussati = perenungan terhadap makhluk-makhluk agung atau para dewa
7. Marananussati = perenungan terhadap kematian
8. Kayagatasati = perenungan terhadap badan jasmani
9. Anapanasati = perenungan terhadap pernapasan
10. Upasamanussati = perenungan terhadap Nibbana
Dalam Buddhanussati, kita merenungkan sembilan sifat Buddha. Kesembilan sifat Buddha tersebut adalah maha suci, telah mencapai penerangan sempurna, sempurna pengetahuan dan tingkah lakunya, sempurna menempuh jalan ke Nibbana, pengenal semua alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, guru para dewa dan manusia, yang sadar, yang patut dimuliakan. Dalam Dhammanussati, kita merenungkan enam sifat Dhamma. Keenam sifat Dhamma itu adalah telah sempurna dibabarkan, nyata di dalam kehidupan, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan, menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing. Dalam Sanghanussati, kita merenungkan sembilan sifat Ariya-Sangha. Kesembilan sifat Ariya-Sangha itu adalah telah bertindak dengan baik, telah bertindak lurus, telah bertindak benar, telah bertindak patut, patut menerima persembahan, patut menerima tempat bernaung, patut menerima bingkisan, patut menerima penghormatan, lapangan untuk menanam jasa yang tiada taranya di alam semesta.
Dalam silanussati, kita merenungkan sila yang telah dilaksanakan, yang tidak patah, yang tidak ternoda, yang dipuji oleh para bijaksana, dan menuju pemusatan pikiran. Dalam caganussati, kita merenungkan kebajikan berdana yang telah dilaksanakan, yang menyebabkan musnahnya kekikiran. Dalam devatanussati, kita merenungkan makhluk-makhluk agung atau para dewa yang berbahagia, yang sedang menikmati hasil dari perbuatan baik yang telah dilakukannya. Dalam marananussati, kita merenungkan bahwa pada suatu hari kematian akan datang; bahwa tubuh ini akan diperebutkan oleh ulat-ulat, kutu, belatung, dan binatang lainnya yang hidup dengan ini; bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan, di mana, dan melalui apa orang akan meninggal, serta keadaan yang bagaimana setelah kematian. Dalam kayagatasati, kita merenungkan 32 bagian anggota tubuh, dari telapak kaki ke atas dan dari puncak kepala ke bawah, yang diselubungi kulit dan penuh kekotoran; bahwa di dalam badan ini terdapat rambut kepala, bulu badan, kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang, sumsum, ginjal, jantung, hati, selaput dada, limpa, paru-paru, usus, saluran usus, perut, kotoran, empedu, lendir, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, minyak kulit, ludah, ingus, cairan sendi, air kencing, dan otak.
Dalam anapanasati, kita merenungkan keluar masuknya napas dengan penuh kesadaran. Dalam upasamanussati, kita merenungkan Nibbana, yaitu kondisi yang terbebas dari kekotoran batin, hancurnya keinginan, putusnya lingkaran tumimbal lahir.
– 4 appamanna (keadaan tidak terbatas)1. Metta = cinta-kasih yang universal, tanpa pamrih
2. Karuna = belas-kasihan
3. Mudita = perasaan simpati
4. Upekkha = keseimbangan batin
Empat appamanna ini sering disebut juga sebagai Brahma-vihara (kediaman yang luhur). Dalam melaksanakan metta-bhavana, seseorang harus mulai dari dirinya sendiri, karena ia tidak mungkin dapat memancarkan cinta kasih sejati bila ia membenci dan meremehkan dirinya sendiri. Setelah itu, cinta kasih dipancarkan kepada orang tua, guru-guru, teman-teman laki-laki dan wanita sekaligus. Bagian yang tersulit adalah memancarkan cinta-kasih kepada musuh-musuh maupun makhluk-makhluk yang tidak kita sukai. Dalam hal ini mungkin timbul perasaan dendam atau sakit hati. Namun, hendaknya diusahakan untuk mengatasi kebencian itu dengan merenungkan sifat-sifat yang baik dari musuhnya dan jangan menghiraukan kejelekan-kejelekan yang ada padanya. Perlu diingat bahwa kebencian hanya dapat ditaklukkan dengan cinta kasih.
Dalam karuna-bhavana, kita memancarkan belas-kasihan kepada makhluk-makhluk yang sedang ditimpa kemalangan, diliputi kesedihan, kesengsaraan, dan penderitaan. Dalam mudita-bhavana, kita memancarkan perasaan simpati kepada makhluk-makhluk yang sedang bersuka-cita; turut berbahagia melihat kebahagiaan makhluk lain. Dalam upekkha-bhavana, kita akan merenungkan kondisi batin yang tetap tenang menghadapi suka dan duka, pujian dan celaan, untung dan rugi.
Metta (cinta-kasih) adalah kondisi batin yang berdiam ketika tidak ada lagi kebencian di dalam pikiran. Karuna (belas-kasih) adalah kondisi batin yang berdiam ketika tidak ada lagi keserakahan di dalam pikiran. Mudita (simpati) adalah kondisi batin yang berdiam ketika tidak ada lagi kemelekatan dan sifat egois di dalam pikiran. Upekkha (keseimbangan batin) adalah kondisi batin yang berdiam ketika tidak ada lagi ketidaktahuan (avijja) di dalam pikiran.
– 1 aharapatikulasanna (perenungan makanan menjijikan)Dalam aharapatikulasanna, kita merenungkan bahwa makanan yang lezat adalah barang yang menjijikkan bila telah berada di dalam perut; bahwa apapun yang telah dimakan, diminum, dikunyah, dicicipi, semuanya akan berakhir sebagai kotoran (tinja) dan air seni (urine).
– 1 catudhatuvavatthana (analisa empat unsur jasmani)Dalam catudhatuvavatthana, kita merenungkan bahwa di dalam badan jasmani terdapat empat unsur materi, yaitu :
1) Pathavi-dhatu (unsur tanah atau unsur padat) -> ialah segala sesuatu yang bersifat keras atau padat. Misalnya: rambut, tulang, kuku, gigi, dll.
2) Apo-dhatu (unsur air atau unsur cair) -> ialah segala sesuatu yang bersifat saling berhubungan antara satu dengan yang lain atau melekat. Misalnya: empedu, lendir, nanah, darah, dll.
3) Tejo-dhatu (unsur api atau unsur panas) -> ialah segala sesuatu yang bersifat panas-dingin (suhu). Misalnya: setelah selesai makan dan minum, atau bila sedang sakit, tubuh akan terasa panas-dingin (perubahan suhu tubuh).
4) Vayo-dhatu (unsur angin atau unsur gerak) -> ialah segala sesuatu yang bersifat bergerak. Misalnya: angin yang ada di dalam perut dan usus, angin yang keluar masuk waktu bernapas, dan lain-lain.
– 4 arupa (tanpa materi)1. Kasinugaghatimakasapannatti = objek ruangan yang sudah keluar dari kasina
2. Akasanancayatana-citta = objek kesadaran yang tanpa batas
3. Natthibhavapannati = objek kekosongan
4. Akincannayatana-citta = objek bukan pencerapan pun tidak bukan pencerapan
Dalam kasinugaghatimakasapannati, batin yang telah memperoleh gambaran kasina dikembangkan ke dalam perenungan ruangan yang tanpa batas sambil membayangkan “ruang tanpa batas” dan kemudian gambaran kasina dihilangkan. Jadi, pikiran ditujukan kepada ruangan yang tanpa batas, dipusatkan di dalamnya, dan menembus tanpa batas. Dalam akasanancayatana-citta, ruangan yang tanpa batas itu ditembus dengan kesadaran sambil merenungkan "kesadaran adalah tak terbatas". Meditator harus berulang-ulang memikirkan penembusan ruangan itu dengan sadar, mencurahkan perhatiannya kepada hal tersebut.
Dalam natthibhavapannati, meditator harus mengarahkan perhatiannya pada kekosongan atau kehampaan dan tidak ada apa-apanya dari kesadaran terhadap ruangan yang tanpa batas itu. Meditator terus-menerus merenungkan "kekosongan / kehampaan dari ruang tak terbatas itu". Dalam akincannayatana-citta, meditator merenungkan keadaan kekosongan sebagai ketenangan atau kesejahteraan, dan setelah itu kembangkan pencapaian dari sisa unsur-unsur batin yang penghabisan, yaitu perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaran sampai batas kelenyapannya. Jadi, setelah kekosongan itu dicapai, maka kesadaran mengenai kekosongan itu dilepas, sehingga tidak ada pencerapan lagi.
B. Vipassana Bhavana (Meditasi Pandangan Terang)Vipassana Bhavana menerapkan nama-rupa (batin-materi) atau pancakkhandha (faktor kehidupan, yaitu jasmani, pencerapan, kesadaran, perasaan dan pikiran) sebagai objeknya. Namun pada tahap permulaan, meditator bisa mengarahkan fokus kesadaran penuh pada anapanassati (keluar-masuknya nafas). Secara garis besar, perenungan terhadap batin-jasmani ini dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:
– Kaya-nupassana (perenungan terhadap tubuh)
– Vedana-nupassana (perenungan terhadap perasaan)
– Citta-nupasaana (perenungan terhadap keadaan batin atau kondisi mental)
– Dhamma-nupassana (perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran)
Pancakkhandha (lima kelompok faktor kehidupan) terdiri atas :
Rupa-khandha (kelompok jasmani), vedana-khandha (kelompok perasaan), sanna-khandha (kelompok pencerapan), sankhara-khandha (kelompok bentuk pikiran), dan vinnana-khandha (kelompok kesadaran). Pancakkhandha adalah kelompok penggerak kehidupan yang berada dalam satu fenomena yang disebut sebagai makhluk.
Empat macam satipatthana (empat macam perenungan) terdiri atas :
Kaya-nupassana (perenungan terhadap badan jasmani), vedana-nupassana (perenungan terhadap perasaan), citta-nupassana (perenungan terhadap pikiran), dan dhamma-nupassana (perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran). Empat macam satipatthana itu adalah pancakkhandha, atau nama dan rupa itu sendiri. Kaya nupassana adalah rupa-khandha, vedana-nupassana adalah vedana-khandha, citta-nupassana adalah vinnana-khandha dan dhamma-nupassana adalah pancakkhandha.
Di sini kita merenungkan sensasi badan jasmani, timbul-tenggelamnya perasaan, timbul-tenggelamnya kondisi mental dan bentuk-bentuk pikiran dengan sewajarnya. Dan dalam dhamma-nupassana, meditator merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima macam rintangan (nivarana), merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima kelompok faktor kehidupan (pancakkhandha), merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari enam landasan indriya dalam dan luar (dua belas ayatana), merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari tujuh faktor Penerangan Agung (satta bojjhanga), dan merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari Empat Kebenaran Mulia (cattari ariya saccani).
3) Konsentrasi Benar
Konsentrasi benar adalah penerapan berkesinambungan dari perhatian itu pada suatu objek tanpa terpecahnya pikiran. Konsentrasi adalah praktik mengembangkan pemusatan pikiran pada satu objek tunggal, baik fisik maupun mental. Pikiran terserap total pada objek tanpa terpecah, goyang, cemas atau pusing. Konsentrasi ini akan menyejahterakan mental dan fisik sehingga memunculkan kenyamanan, kegembiraan dan ketenangan. Kemudian konsentrasi juga akan menyiapkan pikiran untuk melihat sesuatu sebagaimana adanya dan mencapai kebijaksanaan.
Konsentrasi benar juga dapat ditujukan pada tingkat jhana dalam meditasi. Dalam konteks yang lebih komprehensif, konsentrasi benar juga bisa merujuk pada Samatha Bhavana seperti yang sudah dijelaskan di atas.