//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - CHANGE

Pages: [1] 2 3 4 5 6 7 8 ... 40
1
Personality / Re: Motivasi dan Inspirasi
« on: 25 August 2014, 10:45:29 AM »
Cara Alam Menghibur Kita

Pernahkah kita mengalami ketika hujan deras mengguyur, kita lupa membawa payung. Lalu kita pun berbasah kuyup kedinginan. Namun, ketika kita siapkan jas hujan, justru panas dan terik datang membakar hari. Sebalkah anda?

Atau mungkin kita pernah terburu-buru mengejar waktu, tetapi perjalanan malah tersendat, seolah membiarkan kita terlambat. Namun, ketika kita ingin melaju dengan tenang, pengendara lain malah membunyikan klakson agar kita mempercepat langkah. Sebalkah anda?

Mengapa keadaan seringkali tidak bersahabat? Mereka seakan meledek, mengecoh, bahkan tertawa terbahak-bahak. Inikah yang disebut dengan “ketidakmujuran”?

Sadari saja, itu adalah cara alam menghibur kita. Itulah cara alam mengajak kita tersenyum, menertawakan diri kita sendiri, dan bergurau secara nyata. Kejengkelan itu muncul dari karena kita tak mencoba bersahabat dengan keadaan. Kita hanya mementingkan diri sendiri. Kita lupa bahwa jika toh keinginan kita tidak tercapai, tak ada salahnya kita menyambutnya dengan senyum, meski secara kecut, tak apalah.


2
Personality / Re: Motivasi dan Inspirasi
« on: 25 August 2014, 10:43:37 AM »
MASALAH PALING SULIT DISELESAIKAN ADALAH MASALAH YANG TAK INGIN DIHADAPI

 

"Berdiskusi dengan sikap yang tenang adalah suatu hal, bisa merealisasikan apa yang dipikirkan merupakan hal yang lain." Roland, sastrawan Prancis

Seorang pria telah di-PHK oleh perusahaannya. Perasaan hatinya selalu murung dan suram. Setiap hari mengeluh memiliki kepandaian tapi tak ada kesempatan untuk memanfaatkannya.

Mengetahui hal ini, istrinya merasa iba dan selalu memberikan dorongan semangat agar dia mau mencari pekerjaan yang baru. Tetapi pria tersebut selalu menolak, dia mengatakan bahwa dirinya masih belum siap menghadapi masalah.
Suatu hari pria tersebut sedang melamun di rumah, mengetahui hal ini istrinya menyodorkan dua potong kemeja yang kotor terkena noda. Istrinya meminta tolong membantu membersihkan noda pada dua potong pakaian itu.

Sang istri berkata, "Dua kemeja tersebut terkena noda kecap, tolong bantu saya untuk membersihkan."

Kemudian pria itu membasahi dua kemeja tersebut lalu mengoleskan sabun cuci, menggunakan sikat untuk membersihkannya. Anehnya, baju yang satu hanya dengan perlahan disikat beberapa kali, noda kecapnya sudah hilang tidak terlihat lagi. Sedangkan baju yang satunya lagi, tidak peduli segiat apa Anda menyikatnya, noda di atas baju tersebut tetap tak bisa dibersihkan. 

Pria tersebut menanyakan hal ini pada istrinya, "Sama-sama terkena noda kecap, mengapa yang satu bisa hilang sedangkan yang lain tidak bisa hilang? Barangkali di sebabkan bahan baju yang tidak sama?"

Sang istri menjawab, "Bukan begitu, bahan kedua baju itu sama."

Pria tersebut tidak habis mengerti perkataan istrinya.

Akhirnya sang istri memberitahunya, "Baju pertama, baru saja terkena noda kecap, jadi sangat mudah membersihkannya, sedang baju yang kedua terkena noda kecap selama satu minggu. Nodanya sudah meresap ke dalam serat kain, jadi sangat sulit dibersihkan."

Selanjutnya istrinya memegang tangan suaminya, dan berkata dengan lembut, "Sama halnya pakaian yang terkena noda itu, semakin tidak ingin menyelesaikan masalah, akan makin lama semakin sulit diselesaikan."

Pria tersebut merasakan ketulusan dan kebaikan hati istrinya, dia lalu memeluk istrinya. Si pria itu akhirnya mau memandang serius kesulitan yang dialami, serta berupaya untuk menyelesaikannya.

Saya mengenal seorang anak muda yang sangat berbakat. Pemuda tersebut dulunya bekerja di perusahaan hi-tech yang sangat terkenal. Karena krisis ekonomi global beberapa waktu yang lalu, dia terkena PHK. Setelah itu dia selalu mengurung dirinya di dalam rumah, menjadi seorang "pria pingitan". Terakhir saya mendengar kabar berita bahwa anak muda tersebut terjangkit penyakit murung (stres). Setiap hari membutuhkan obat-obatan yang berdosis tinggi.

Saya juga pernah bertemu dengan seorang karyawan biasa dari sebuah pasar swalayan. Ketika bertemu dengan orang itu saya merasakan kepribadian dan tutur katanya yang luar biasa, berangsur-angsur setelah mengenal dia semakin lama baru mengetahui bahwa ternyata dulu dia juga pernah bekerja di perusahaan hitech. Sama seperti anak muda di atas juga terkena PHK. Sekarang sambil bekerja, ia sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian sebagai anggota diplomatik.

Ketika saya bertanya kepadanya apakah bekerja di pasar swalayan membuat dia merasa "direndahkan". Sambil tertawa dia berkata, "Mana mungkin! Bekerja di sini bisa berhubungan dengan banyak orang, masih memiliki waktu yang cukup banyak untuk membaca buku. Pekerjaan ini adalah satu pekerjaan yang paling baik bagi saya!"

Mengalami nasib yang sama, dihadapi dengan sikap hati yang berbeda, hasil yang didapatkan akan berbeda pula, di dalam kehidupan ini tinggi rendahnya "indeks kegembiraan" lebih-lebih sangat berbeda sekali.

Kadang kala permasalahan bukan tidak bisa diselesaikan, melainkan kita sendiri yang menganggap cara penyelesaian begini ini kurang sempurna, maka tidak mau menerima. Sebenarnya asalkan kita mau melangkah maju satu langkah, akan timbul keyakinan diri, akan bisa memiliki energi untuk menerobos, menggapai kesempatan untuk mengubah diri dan situasi.

3
Keluarga & Teman / Re: Apakah Anda Akan Marah dan Malu jika... ?
« on: 24 February 2014, 09:47:16 AM »
Sabarlah, Anakku!

Pada suatu hari, seorang anak mengeluh pada ayahnya. "Ayah, aku lelah harus belajar setiap hari, tetapi teman-temanku yang menyontek dapat nilai yang lebih bagus.

Aku lelah harus membantu ibu, padahal teman-temanku yang lain punya pembantu.

Aku lelah kalau harus menabung, padahal kalau ayah mau memberi uang jajan yang banyak setiap hari.." Anak laki-laki itu mengambil napas untuk kembali menumpahkan rasa kesalnya.

Tetapi sang ayah hanya diam mendengarkan. "Aku juga capek harus menahan diri untuk tidak menyakiti hati orang lain, tetapi teman-temanku justru sering mengejekku dan membuatku sakit hati.

Kenapa aku selalu begini ayah? Aku capek..." Akhirnya anak laki-laki itu terisak dan menangis di depan ayahnya. Sang ayah hanya menenangkan dengan mengusap bahu.

Setelah anak laki-lakinya tenang, pria itu mengajak anak laki-lakinya menuju sebuah semak belukar yang becek dan dipenuhi tanaman berduri. "Kenapa kita harus masuk ke semak-semak ini ayah?" tanya sang anak laki-laki, "Aku tidak suka, sepatuku jadi kotor kena lumpur, celana jeansku kotor, banyak duri yang kena kulitku, sakit.."

Ayah anak laki-laki itu diam tetapi memberikan senyuman agar anak laki-lakinya tetap tenang dan mengikuti jalan tersebut. Hingga pada akhirnya, mereka tiba pada sebuah danau kecil yang pada bagian pinggirnya ditumbuhi tanaman dan bunga-bunga cantik. "Kamu suka tempat ini anakku?" tanya sang ayah. Anak laki-laki itu mengangguk semangat dan bibirnya tak dapat menyembunyikan senyum.
"Kamu tahu mengapa tempat ini sepi padahal banyak yang tahu bahwa di balik semak belukar, ada danau yang sangat indah?" Anak laki-laki menggeleng.

"Karena banyak orang yang tidak mau melewati semak belukar. Padahal dengan kesabaran, semua orang dapat melihat dan menikmati danau cantik ini." Sang ayah tersenyum lalu melanjutkan.

"Begitu juga dengan hidup, butuh kesabaran untuk mendapatkan ilmu, butuh kesabaran saat bersikap baik, butuh kesabaran saat mengendalikan amarah, butuh kesabaran dalam berbuat kebaikan, butuh kesabaran dalam menghadapi masalah dan butuh kesabaran jika kamu ingin mendapatkan hasil yang indah. Karena itu, kamu harus belajar untuk sabar, anakku! Sekalipun itu adalah hal yang sulit!" Anak laki-laki itu akhirnya mengerti akan arti kesabaran, kemudian dia memeluk ayahnya sambil berjanji bahwa dia akan belajar untuk bersabar.

Melatih kesabaran adalah tapa yang tertinggi.

Sabar itu ilmu tingkat tinggi
Belajarnya setiap hari
Latihannya setiap saat
Ujiannya sering mendadak
Sekolahnya seumur hidup


 _/\_

4
Keluarga & Teman / Re: Apakah Anda Akan Marah dan Malu jika... ?
« on: 21 February 2014, 12:06:04 PM »
Memang suatu kebahagiaan yang berkondisi adalah relatif dan sangat banyak dan tidak sama. Seperti kasus cerita kenikmatan secangkir kopi juga mempengaruhi bathin, padahal minum kopi adalah hal yang sangat umum bagi kita semua, tapi yang membedakan hanya "Cara Menyikapi".

Contohnya, tiba-tiba mendapat uang 2 juta. Sikap bathin "pengemis" dan orang yang mampu adalah berbeda. Pengemis mungkin merasa bahagia dengan rezeki nomplok, mungkin bagi yang mampu akan menganggap biasa saja, mungkin juga kecewa karena dapatnya sedikit.

Demikian suatu kebahagiaan yang berkondisi ( duniawi ) selalu tidak pernah memuaskan.

5
Keluarga & Teman / Re: Apakah Anda Akan Marah dan Malu jika... ?
« on: 20 February 2014, 02:15:07 PM »
Minum kopi   


Pagi ini saya habis minum secangkir kopi tubruk. Saya ingat pengalaman beberapa bulan yg lalu. Apakah itu kenikmatan atau kah kemelekatan terhadap kenikmatan?

Pada pertengahan tahun 2006 saya mempunyai kebiasaan baru yaitu minum kopi. Sebenarnya saya bukan peminum kopi. Kalau sedang ingin minum kopi, ya kemudian bikin segelas kopi dan meminumnya. Namun sebaliknya bila saya sedang ikut suatu kegiatan yg sampai bermalam atau kerja lembur, maka saya minum kopi seperti minum air putih saja. Kalau tidak ingin minum kopi, ya tidak apa-apa. Kebiasaan yg cukup rutin adalah minum teh segelas besar pada pagi hari dan sore hari, minum teh segelas besar itu habis tidak dalam waktu singkat tapi habis dalam beberapa jam (2-3 jam).

Jadi pada pertengahan tahun 2006 itu tiap pagi dan sore hari oleh pembantu rumah tangga, saya dibuatkan segelas teh tubruk dan secangkir kopi tubruk. Hal ini berlangsung sampai sekitar 3 bulan. Suatu saat beberapa kali pembantu rumah tangga saya lupa utk membuatkan teh dan kopi itu. Ada rasa marah terasa. Ada rasa kecewa. Ada tuntutan utk dilayani. Namun demikian, tentu saja, saya tidak mengungkapkan emosi-emosi itu kepada pembantu rumah tangga dan istri saya. Di permukaan, tampilan saya biasa-biasa saja; tapi di dalam terjadi emosi-emosi negatif yg seru.

Saya gali lebih dalam ada apa di balik emosi-emosi itu? Ternyata banyak perasaan yg bersembunyi di balik emosi-emosi itu. Ini perasaan yg sangat halus dan samar.

Pertama, kenikmatan

Dengan tidak disediakannya minuman kopi itu, maka tiada pula kesempatan utk menikmati secangkir kopi panas. Menyeruput harum kopi dan meneguk kopi tubruk dengan rasa pahit kopi dan manis gula pasir.

Kedua, hak istimewa (privilese)

Walau hanya dalam ukuran sangat kecil, rumah tangga, ternyata ada hak-hak istimewa yg saya terima. Hak-hak istimewa ini tampak kecil dan tidak berarti, tapi memberi perasaan puas diri dan berkuasa. Tidak disajikannya secangkir kopi dan segelas besar teh tubruk di pagi hari dan di sore hari seperti biasanya, seperti menantang otoritas. Hak-hak istimewa saya terasa dilecehkan dan oleh karena itu menimbulkan keinginan utk "menegakkan" otoritas seperti biasa: "siapa yg berkuasa dan siapa yg dikuasai".

Ketiga, kemelekatan

Kebiasaan setiap pagi dan sore disediakan kopi dan teh, dan kemudian menikmati minum kopi dan teh, ternyata menimbulkan suatu rutinitas seperti ritual. "Ritual" minum kopi dan teh ini menjadikan suatu hal yg melekat pada diri saya. Ada terasa "kekosongan" ketika ritual tsb dilanggar dan menimbulkan gejala-gejala ikutan, seperti sakit kepala, malas, rasa ingin terhadap sesuatu yg mesti dipenuhi, dll.

Hal-hal itu terus membuat saya semakin dalam utk merenung dan bertanya-tanya kepada diri saya sendiri. Saya bertanya pada diri sendiri:
# Apakah saya benar-benar menikmati minuman kopi tersebut?
# Apakah saya memang punya hak utk dilayani seperti ini setiap hari? Apakah ini memang jadi privilese saya sebagai seorang kepala rumah tangga?
# Apakah kebiasaan ini begitu mengikat saya demikian kuat?
# Apa perasaan terdalam pada masalah ini?

Bila saya jujur pada diri sendiri, minum kopi atau tidak minum kopi ya biasa-biasa saja. Bahkan saya tidak bisa membedakan mana kopi yg enak dan mana kopi yg tidak enak. Tapi kalau kopi yg sudah dingin agak lama sering kali tidak enak dan bikin "neg"; juga kopi bikinan pabrik, seperti Nescape dll tidak saya sukai. Pada dasarnya saya tidak pilih-pilih dalam meminum kopi, entah kopi warung tegal, kopi Lampung, kopi jagung, dll. Selain itu, kebiasaan atau "ritual" minum kopi ini hanya berlaku di rumah saja, di tempat-tempat lain tidak ada kebiasaan itu -- dalam artian bila ingin minum kopi ya bikin sendiri atau membeli dari warung. Jadi apa yg sebenarnya mendasari kemarahan saya itu? Ini perlu menggali lebih dalam lagi, upaya utk memahami diri sendiri dan motiv-motiv tersembunyi.

Ternyata, motiv terdalam adalah hal "ritual" minum kopi. Dengan tidak disajikannya kopi dan teh oleh pembantu rumah tangga, maka ini terasa menantang hak privilese saya. Berani-beraninya seorang pembantu rumah tangga di dalam "kerajaan" saya kok malah menantang otoritas saya sebagai kepala rumah tangga? Penantangan terhadap otoritas ini kemudian terasa menantang "eksistensi" sebagai "raja kecil". Ini namanya "subsversif".

Saya terkejut sekali setelah memahami motivasi terdalam saya dalam hal minum teh dan kopi tsb.

Selanjutnya, saya menantang diri sendiri, "Apakah ada pengaruhnya bila saya tidak disediakan minuman kopi dan teh, baik di pagi hari maupun di sore hari oleh pembantu rumah tangga atau pun oleh istri saya?" Bila saya memang benar-benar ingin minum teh atau kopi, maka saya dapat membuatnya sendiri daripada mesti minta disediakan oleh pembantu rumah tangga atau oleh istri. Beranikah saya melakukan eksperimen dalam praktek utk bilang bahwa tidak perlu disediakan minuman kopi dan teh setiap pagi dan sore, saya akan bikin sendiri bila memang saya ingin minum itu.

Kemudian saya menjalankan percobaan ini dalam kehidupan sehari-hari. Pada awalnya memang terasa agak aneh dan terasa tidak nyaman, tapi dari hari ke hari dan minggu menjadi bulan, ternyata tidak ada dampak negatif pada diri saya. Minum kopi atau tidak minum kopi ya biasa-biasa saja. Tidak ada "ritual" minum kopi di pagi dan sore hari juga biasa-biasa saja. Tidak disajikan minuman kopi di pagi dan sore hari juga tidak apa-apa. Dalam hal ini tidak ada yg hilang atau diremehkan otoritasnya. Semua terasa mengalir begitu saja dan ringan. Ternyata menyadari kemelekatan dan memutus rantai kemelekatan ( KARENA KEINGINAN ) itu tidak mudah, ini terutama sekali utk menyadari bahwa saya "melekat" pada sesuatu hal -- dalam hal ini melekat pada kebiasan minum kopi dan teh (fisik) serta perasaan berkuasa sebagai seorang "raja kecil" dalam rumah tangga karena dilayani setiap hari (mental).

Sekarang dan selanjutnya, kadang-kadang saya masih dibuatkan secangkir kopi dan segelas teh tiap pagi dan sore. Ada perbedaan besar antara "kebiasaan" yg sekarang ini dengan "kebiasaan" yg dulu. Setelah saya dapat memutuskan "rantai kemelekatan" itu, minum kopi/teh merupakan suatu hal yg biasa-biasa saja. Bila dijalankan OK, tapi bila tidak dijalankan ya tetap OK. Minum kopi/teh atau tidak minum kopi/teh ya biasa-biasa saja. Tidak ada lagi terasa suatu hak istimewa utk mendapatkan perlakuan khusus. Ada penyajian atau tidak ada penyajian juga tidak apa-apa, tidak ada tuntutan untuk begini dan begitu.

Begitulah, ternyata secangkir kopi mempunyai sebuah cerita yg cukup panjang, karena kemelekatan terhadap minum kopi juga menimbulkan penderitaan ( ketidakbahagiaan )

6
Keluarga & Teman / Re: Apakah Anda Akan Marah dan Malu jika... ?
« on: 20 February 2014, 02:06:01 PM »
Dialog yang menarik mengenai kebahagiaan yang hilang dan penderitaan yang mendera, ini adalah dialog seorang hypnotherapy yang terkenal di Indonesia dengan seseorang, dan saya sharing



HAPPINESS IS JUST A DECISION AWAY

"Only one thing has to change for us to know happiness in our lives: where we focus our attention."
~ Greg Anderson


"Apa sih yang sebenarnya Ibu Ani cari dalam hidup?" tanya saya memulai sesi konseling dengan seorang ibu muda yang lagi stres karena problem rumah tangga yang ia hadapi.

Ani adalah ibu dari dua anak yang masih kecil, berusia sekitar 34 tahun. Sudah setahun ini pusing tujuh keliling, stres berat, sakit hati, bingung, takut, cemas, dan masih banyak keluhan lainnya karena suaminya lagi "sakit". Suaminya ternyata mengidap trauma akibat perceraian orangtuanya saat ia masih kecil. Saat ini si suami sudah tidak mau ngurus soal rumah tangga. Komunikasi tidak jalan. Kerjanya mereka bertengkar setiap hari.

Si Ibu mengeluh, "Hidup saya sekarang tidak bahagia. Saya stres dengan keadaan saya."

"Kebahagiaan adalah suatu pilihan atau keputusan," jawab saya.

"Maksud Pak Adi?" tanyanya bingung.

"Sebenarnya Anda tidak perlu suami Anda untuk bisa menjadi bahagia. Kebahagiaan tidak ditentukan oleh faktor eksternal. Kebahagiaan lebih ditentukan oleh cara kita berpikir," jawab saya.

"Lha kok bisa begitu? Kan, keluarga yang bahagia adalah keluarga yang lengkap. Ada suami, istri, dan anak," jawabnya lagi.

"Bu, orang hidup tidak berarti harus menikah. Siapa yang buat peraturan bahwa kita harus menikah? Kalau sudah menikah kan nggak harus punya anak. Anak adalah konsekwensi logis dari suatu pernikahan. Kalau sudah punya anak, nggak harus punya anak laki dan perempuan. Kita mau menikah atau tidak itu adalah suatu keputusan, bukan keharusan. Saya mengenal orang yang tidak menikah namun hidupnya bahagia. Saya mengenal orang yang menikah dan tidak punya anak namun mereka sangat bahagia. Saya juga mengenal orang yang menikah dan punya anak hanya laki saja atau perempuan saja atau komplit laki dan perempuan dan mereka semua bahagia. Sebaliknya saya mengenal orang yang tidak menikah namun hidupnya menderita. Ada lagi yang keluarganya komplit, harta melimpah, namun tidak bahagia. Ada kawan saya yang single parent, seorang Ibu dengan satu anak laki, hidupnya bahagia walaupun tidak punya suami. Jadi, kesimpulannya, kebahagiaan itu tidak ditentukan oleh faktor eksternal," jawab saya panjang lebar.

Pembaca, bila kita bertanya pada diri sendiri, "Apa sih yang sebenarnya saya cari di dunia ini?" atau, "Sebelum saya mati, apa yang benar-benar ingin saya capai dalam hidup?" Maka, jawabannya pasti bukan uang atau sesuatu yang bersifat materi. Semua manusia bila ditanya dan mencari ke dalam dirinya dengan sungguh-sungguh maka pasti akan menemukan jawaban tertinggi yaitu kebahagiaan.

Kebahagiaan adalah kondisi emosi atau pikiran yang dicari semua orang. Namun sayangnya selama ini kita salah mencari. Kita mencari kebahagiaan di luar diri kita. Kita mencari kebahagiaan bukan di sumber segala kebahagiaan. Banyak orang mencari kebahagiaan, di luar dirinya, dan menemukan "kebahagiaan" yang tidak membahagiakan. Namun mengapa kebahagiaan tampak begitu sulit untuk dialami?

Pernyataan orang, pada umumnya, yang mengatakan, "Saya ingin menemukan kebahagiaan. .." justru akan menyulitkan diri mereka untuk bisa mengalami kebahagiaan. Mengapa? Karena mereka menempatkan kebahagiaan sebagai sesuatu yang berada di luar diri mereka.

Sebenarnya sulit nggak sih untuk bisa bahagia? Apa rahasianya untuk bisa bahagia?

Seorang guru agung spiritual yang hidup 2.500 tahun lalu memberikan resep jitu mengenai hidup. Beliau berkata bahwa untuk bahagia sebenarnya mudah. Pertama, kita harus sadar kalau kita tidak bahagia.
Dengan kata lain kita harus sadar akan kondisi yang sedang kita alami.
Langkah kedua, kita harus menemukan sebab mengapa kita tidak bahagia yaitu semua hanyalah permainan pikiran.
Langkah ketiga, setelah sebabnya diketahui, yaitu kita tidak bahagia karena pikiran, maka ketidakbahagiaan itu dapat kita atasi.
Langkah keempat adalah dengan melakukan tindakan nyata yang didasari oleh prinsip dan cara berpikir yang benar.

Saya setuju sekali dengan apa yang diuraikan oleh guru spiritual tersebut. Benar, kunci kebahagiaan atau kualitas hidup letaknya di pikiran.

Kembali pada Ibu Ani, untuk memperjelas maksud saya maka saya mengajukan pertanyaan, "Bu, apa syaratnya agar ibu yakin bahwa ibu adalah orangtua yang baik bagi anak-anak ibu?"

"Saya merasa sebagai ibu yang baik bila saya menyediakan semua kebutuhan anak saya, memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak saya," jawab ibu Ani.

"Apakah ibu merasa sebagai ibu yang baik?" kejar saya.

"Oh, tentu," jawab ibu Ani cepat dan mantap.

"Dulu waktu kuliah apakah ibu merasa sebagai mahasiswi yang cerdas?" tanya saya lagi.

"Lha, apa hubungan antara kuliah dengan masalah saya, Pak?" tanya Ibu Ani bingung.

"Ibu jawab saja pertanyaan saya," pinta saya.

"Saya tidak merasa sebagai mahasiswi yang cerdas," jawab ibu Ani

"Mengapa ibu tidak merasa cerdas?" kejar saya lagi.

"Karena saya tidak mencapai IPK 3.0 atau lebih," jawab Ibu Ani.

"Oh, begitu. Jadi, ibu hanya akan merasa cerdas bila IPK ibu 3.0 atau lebih," tanya saya meminta penegasan.

"Ya, Pak. Di mana-mana yang namanya cerdas itu kalo IPK-nya minimal 3.0. Kalau di bawah 3.0 itu biasa-biasa saja," jawab ibu Ani mantap.

"Dari mana ibu tahu bahwa yang namanya cerdas itu IPK harus minimal 3.0? Atau dengan kata lain siapa yang mengatakan demikian?" tanya saya lagi.

"Bagaimana sih Pak Adi ini? Di mana-mana ya begitu kan?" jawab ibu Ani agak jengkel.

"Nah, pertanyaannya sekarang adalah apa syaratnya agar ibu merasa bahagia?" tanya saya.

"Saya hanya akan merasa bahagia bila suami saya selalu mendukung, menyayangi, mencintai, memperhatikan, dan mengerti saya. Saya bahagia bila anak-anak saya sehat," jawab ibu Ani.

"Bu, mungkinkah ibu merasa bahagia bila ibu memutuskan untuk merasa bahagia tanpa diembeli dengan berbagai syarat seperti yang baru ibu sebutkan?" kejar saya.

"Ya.. nggak mungkin toh Pak. Yang namanya keluarga bahagia ya seperti itu," jawab ibu Ani ngotot.

Pembaca yang budiman. Inilah akar segala ketidakbahagiaan. Kebanyakan kita, seperti juga ibu Ani, sering kali menetapkan syarat yang sangat sulit untuk kita penuhi untuk bisa bahagia.

Sebenarnya kita bisa bahagia kapanpun dan di manapun tanpa harus terikat oleh suatu kondisi, situasi, atau orang lain. Untuk bisa bahagia kita perlu belajar untuk membuka pintu hati. Kebahagiaan sulit atau tidak mungkin dicapai karena kita tidak tahu cara membuka pintu hati. Pintu hati, menurut Rumi, hanya bisa dibuka dari dalam, bukan dari luar.

Seringkali perasaan tidak bahagia hanyalah suatu bentuk kamuflase dari emosi lain. Seringkali apa yang kita rasakan sebagai ketidakbahagiaan adalah suatu bentuk perasaan atau emosi lain yang kita salah atau tidak tahu namanya yang tepat.

Nah, pembaca, bila anda merasa tidak bahagia dengan keadaan anda, coba jawab pertanyaan berikut dengan jujur dan apa adanya:

1. Apa tepatnya yang membuat saya merasa tidak bahagia?
2. Kalau hal itu terjadi apa yang paling saya takutkan?
3. Mengapa saya tidak bahagia mengenai hal ini?
4. Apa yang saya takutkan akan terjadi jika saya tidak tidak bahagia mengenai hal ini?
5. Mengapa saya percaya bahwa kalau sekarang saya merasa bahagia maka hal ini akan tidak baik bagi diri saya?

Jawaban anda akan mengungkapkan alasan sesungguhnya yang membuat anda merasa tidak bahagia.

Sumber: Happines Is Just A Decision Away oleh Adi W. Gunawan

7
DhammaCitta PEDULI / Re: Bantuan untuk Oma Shasika
« on: 22 November 2013, 04:25:41 PM »
KU BERIKAN SAAT MASIH HIDUP

Suatu ketika seorang yang sangat kaya bertanya kepada temannya.

"Mengapa aku dicela sebagai orang yang kikir? Padahal semua orang tahu bahwa aku telah membuat surat wasiat untuk mendermakan seluruh harta kekayaanku bila kelak aku mati."

"Begini," kata temannya, akan kuceritakan kepadamu tentang kisah babi dan sapi.

Suatu hari babi mengeluh kepada sapi mengenai dirinya yang tidak disenangi manusia.

"Mengapa orang selalu membicarakan kelembutanmu dan keindahan matamu yang sayu itu, tanya babi. Memang kau memberikan susu, mentega dan keju. Tapi yang kuberikan jauh lebih banyak. Aku memberikan lemak, daging, paha, bulu, kulit. Bahkan kakiku pun dibuat asinan! Tetapi tetap saja manusia tak menyenangiku. Mengapa?"

Sapi berpikir sejenak dan kemudian menjawab, "Ya, mungkin karena aku telah memberi kepada manusia ketika aku masih hidup."

 _/\_
 
Semoga cerita cerita inspirasi ini memberi motivasi untuk MEMBERI dan BERBUAT KEBAIKAN 

8
DhammaCitta PEDULI / Re: Bantuan untuk Oma Shasika
« on: 22 November 2013, 04:22:05 PM »
MEMBERI DAN BERBUAT UNTUK ORANG LAIN

John D. Rockfeller, seorang yang pernah menjadi orang terkaya di Amerika dan dunia, bisa 'memperpanjang' usianya selama 45 tahun dari sewaktu berusia 53 tahun dengan kondisi fisik yang sangat memprihatinkan (rapuh, kepala hampir botak, punggung bongkok, mata yang kekurangan semangat hidup), sampai akhirnya bisa meninggal di usia 98 tahun.

Sepanjang hidupnya sampai berusia 53 tahun, dia sangat kikir dan sering dilanda kecemasan mengenai harta yang sudah dimiliki dan masih berharap bisa mendapatkan banyak harta di masa mendatang.

Suatu pagi Rockfeller ditemukan dalam kondisi memprihatinkan di atas lantai kantor oleh rekan bisnisnya. Menyadari kondisi ini terjadi karena si Kaya merasa sedemikian cemas mendapat berita semalam bahwa kapalnya yang penuh dengan muatan akan tetapi tanpa asuransi sedang berjuang keras melewati badai dahsyat di lautan yang sedang diarungi, si rekan bisnis menawarkan untuk mencoba membeli asuransi bagi muatan kapal tersebut. Melihat kesempatan untuk tidak rugi besar karena karamnya kapal akan membuat pihak asuransilah yang harus membayar harga muatannya, Rockfeller segera mengiyakan.

Si rekan bisnis begitu gembira setelah berhasil membeli dan menutup asuransi seperti yang disepakati dengan John. Akan tetapi yang didapati setibanya di kantor adalah kondisi John D. Rockfeller yang semakin sekarat di atas lantai. Ternyata begitu dia ditinggalkan, Rockfeller menerima kabar bahwa kapal tersebut selamat sedang dia tidak berdaya untuk mencegah temannya membeli asuransi sehingga dia merasa begitu nelangsa karena harus kehilangan uang untuk membeli asuransi.

Setelah kejadian tersebut, John D. Rockfeller lebih bermurah hati dan menggunakan kekayaannya untuk lebih banyak memberi dan berbuat bagi orang lain sehingga membawa kebahagiaan yang berujung pada 'perpanjangan' usianya hingga mencapai sedemikian lanjut.

Pertanyaannya sudahkah kita menggunakan hal-hal baik dan kemampuan yang kita miliki saat ini untuk sedikit memberi dan berbuat bagi orang lain yang membutuhkan ?

Seringkali kita menikmati semua yang kita miliki untuk diri kita sendiri tanpa mau mengingat bahwa masih banyak orang-orang yang lebih menderita di sekitar kita dan memerlukan uluran tangan kita. Perbuatan baik kita tidak harus yang besar dan mentereng tetapi cukup dengan kebaikan-kebaikan kecil yang terus-menerus dilakukan. Kata pepatah 'sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit'


9
DhammaCitta PEDULI / Re: Bantuan untuk Oma Shasika
« on: 22 November 2013, 04:15:44 PM »
HANYA TIGA JAM

Hari itu, saya bersama suami beruntung bisa mendapatkan karcis bus pulang ke rumah mertua. Setelah didalam bus menemukan ada seorang gadis yang sedang duduk di nomor tempat duduk kami. Suami memberi isyarat kepada saya agar duduk lebih dulu di tempat duduk sebelah gadis itu, tetapi dia sendiri tidak mempersilakan gadis tersebut untuk pindah ke nomor bangkunya sendiri.

Saya baru mengetahui bahwa kaki kanan gadis tersebut tidak normal (cacat), baru mengerti mengapa suami saya tidak meminta gadis tersebut pindah dari tempat duduk itu.

Dengan demikian suami saya berdiri selama perjalanan luar kota, dari awal hingga akhir suami  saya  tidak  mengatakan sepatah pun kepada gadis itu bahwa nomor yang sedang dia duduki itu adalah miliknya.

Setelah turun dari bus, saya berkata kepada suami: "Memberikan tempat duduk kepada orang lain adalah perilaku yang terpuji, tetapi perjalanan yang kita tempuh itu sangat jauh, semestinya di tengah perjalanan engkau bisa meminta dia mengembalikan tempat duduk itu kepadamu, ganti dirimu yang duduk."

Suami saya malah berkata: "Gadis itu tidak leluasa (karena cacat) untuk seumur hidupnya, sedangkan kita hanya tidak leluasa atau tidak nyaman untuk waktu tiga jam saja, tidak masalah!"

Mendengar suami saya berkata demikian saya menjadi sangat terharu, mempunyai seorang suami demikian baik dan tulus, melakukan kebaikan dan tidak ingin orang lain untuk mengetahui, membuat saya merasakan dunia ini telah banyak berubah menjadi lebih damai. Lebih banyaklah memikirkan orang lain jangan hanya semata-mata memikirkan diri sendiri.

Mengapa tidak melakukan kebaikan sejauh yang diri kita mampu lakukan?

Banyak melakukan kebaikan dengan MEMBERI adalah hal yang baik sekali. Dunia ini membutuhkan lebih banyak orang seperti ini, membutuhkan orang yang lebih belas kasih, juga orang yang lebih berpengertian kepada orang lain.

Bila banyak orang yang demikian, dunia ini barulah bisa ada banyak peristiwa yang sangat indah.

10
DhammaCitta PEDULI / Re: Bantuan untuk Oma Shasika
« on: 22 November 2013, 04:08:50 PM »
KITA TIDAK MISKIN

"Apakah kemiskinan itu, Bu? Anak-anak di taman bilang kita miskin. Benarkah itu, Bu?" "Tidak, kita tidak miskin, Aiko"

"Apakah kemiskinan itu?"

"Miskin berarti tidak mempunyai sesuatu apapun untuk diberikan kepada orang lain."

"Oh? Tapi kita memerlukan semua barang yang kita punyai, apakah yang dapat kita berikan?"

"Kau ingatkah perempuan pedagang keliling yang ke sini minggu lalu? Kita memberinya sebagian dari makanan kita kepadanya. Karena ia tidak mendapat
tempat menginap kota, ia kembali ke sini dan kita memberinya tempat tidur."

"Kita menjadi bersempit-sempitan"

"Dan kita sering memberikan sebagian dari sayuran kita kepada keluarga Watari, bukan?"

"Ibulah yang memberinya. Hanya saya sendiri yang miskin. Saya tak punya apa-apa untuk saya berikan kepada orang lain."

"Oh, kau punya. Setiap orang mempunyai sesuatu untuk diberikan kepada orang lain. Pikirkanlah hal itu dan kau akan menemukan sesuatu."

"Bu! Saya mempunyai sesuatu untuk saya berikan. Saya dapat memberikan cerita-cerita saya kepada teman-teman saya. Saya dapat memberikan kepada mereka cerita-cerita dongeng yang saya dengar dan baca di sekolah. Juga cerita-cerita Dhamma dari Sekolah Minggu."

"Tentu! Kau pintar bercerita. Bapakmu juga. Setiap orang senang mendengar cerita."

"Saya akan memberikan cerita kepada mereka, sekarang ini juga!"

Nampaknya yang perlu ditanyakan bukanlah "Apakah saya punya?", karena kita pasti mempunyai sesuatu. Melainkan "Apakah yang saya punya?" yang bisa diberikan -waktu, perhatian, cerita, tenaga, makanan, tumpangan, uang, ...

Pertanyaannya bukanlah "Seberapa saya punya?", karena kekayaan sejati lebih ditentukan oleh "Seberapa saya MEMBERI ?"

11
DhammaCitta PEDULI / Re: Bantuan untuk Oma Shasika
« on: 22 November 2013, 04:04:34 PM »
KIsah-kisah menarik dibalik kebajikan MEMBERI

KISAH DUA LAUT

Di Palestina ada dua laut. Keduanya sangat berbeda. Yang satu dinamakan Laut Galilea, yaitu sebuah danau yang luas dengan air yang jernih dan bisa diminum. Ikan dan manusia berenang dalam danau tersebut. Danau itu juga dikelilingi oleh ladang dan kebun hijau. Banyak orang mendirikan rumah mereka di sekitarnya.

Laut yang lain dinamakan Laut Mati, dan sungguh-sungguh sesuai dengan namanya. Segala sesuatu yang ada di dalamnya mati. Airnya sangat asin sehingga Anda pun bisa sakit bila meminumnya. Danau itu tidak ada ikannya. Tak ada sesuatupun yang tumbuh di tepiannya. Tak seorangpun ingin tinggal di sekitar danau ini karena baunya yang tidak sedap.

Jadi yang menarik tentang kedua laut itu adalah bahwa ada satu sungai yang mengalir ke keduanya. Jadi apa yang membuat keduanya berbeda? Bedanya adalah, danau yang satu menerima dan memberi; sedangkan danau yang satunya hanya menerima dan menyimpan.

Sungai Yordan mengalir ke permukaan Laut Galilea dan mengalir keluar dari dasar danau itu. Danau tersebut memanfaatkan air Sungai Yordan dan meneruskannya kepada danau lainnya untuk juga memanfaatkannya. Sungai Yordan kemudian mengalir ke dalam Laut Mati namun tidak pernah keluar lagi. Laut Mati secara egois menyimpan air Sungai Yordan bagi dirinya sendiri. Hal itulah yang membuatnya mati.

Karena Laut Mati hanya menerima dan tidak memberi.

Inilah kebahagiaan MEMBERI

12
DhammaCitta PEDULI / Re: Bantuan untuk Oma Shasika
« on: 21 November 2013, 05:10:50 PM »
KEHIDUPAN MEMILIKI KEMUNGKINAN TAK TERBATAS

Tahun yang baru, berpindah kantor, selagi mengatur dan menata ruangan, diluar dugaan saya menemukan di ujung lorong yang sepi terdapat sebuah pot tanaman hias yang sudah gundul dan layu, kulit batangnya terkelupas, batang utamanya juga terpatahkan, mungkin ini adalah hasil perbuatan anak-anak nakal yang aktif melampiaskan kelebihan tenaga mereka, Ah, sungguh mengenaskan hati orang!

Tidak tega mencampakkan tanaman itu begitu saja, saya lalu memangkasnya sedikit, menaburinya dengan sedikit pupuk, serta menyiramnya dengan sedikit air, terkadang hal ini dapat memberikan tanaman itu sedikit semangat, maka untuk selanjutnya kita hanya dapat melihat nasib keberuntungan tanaman itu sendiri…….


Musim gugur telah pergi dan musim dingin tiba, cuaca silih berganti, akhirnya tiba pada musim semi yang semarak mempesona.

Suatu siang hari, ketika selesai makan siang saya berjalan-jalan di lorong panjang itu, secara tidak sengaja saya melihat ujung batang pohon itu muncul tunas baru!

Mulanya mengira lukanya sangat parah, selama beberapa bulan sama sekali tidak ada perkembangan, saya kira mungkin sudah tidak bisa terselamatkan, tidak disangka daya hidupnya masih ada. Menyambut musim semi tumbuh lagi, kekuatan dan ketabahan dari kehidupan sungguh tidak dapat dibayangkan.

Saya bergegas memberitahu kabar “kehidupan baru” ini kepada semua orang, para sejawat juga merasakan senang dan puas. Kembalinya semangat hidup, setelah memberikan dia kesempatan dan dirawat dengan hati-hati.

Setelah lewat beberapa hari, daun-daun yang tumbuh di dahannya menjadi sangat lebat, persis seperti anak muda yang bervitalitas tinggi. Kelihatannya tanaman ini tidak lama lagi akan menjadi tanaman yang berdaun lebat, anggun dan tinggi kekar.   

Tanaman kecil yang dapat tertolong ini, di luar dugaan memberi inspirasi kepada kita: Asalkan tidak ditinggalkan, kehidupan memiliki kemungkinan yang tidak terbatas.

Cerita dari pengalaman seorang pelukis yang bernama Xie Kunshan, membuat orang melihat harapan dalam tetesan air mata keharuan. Sewaktu masih berusia 16 tahun, karena suatu kesalahan menyentuh aliran listrik bertegangan tinggi, sehingga kehilangan sepasang tangan, satu kaki dan satu matanya, tetapi dia tidak terpuruk oleh nasibnya yang tragis itu. Dia masih tetap mempertahankan diri menyelesaikan pendidikan SMA, setelah itu menikah dan mempunyai anak.

Sekarang dia bisa menulis dan melukis, mendaki gunung dijadikan sebagai penggemblengan tekadnya. Saat menjadi pembicara di kampus-kampus maupun di penjara, seringkali  terdengar suara tawanya.

Isteri Xie Kunshan berkata, “Senyuman di wajah Xie Kunshan merupakan kumpulan dari hasil menanggulangi segala kesulitan yang  terus-menerus”.

Dia juga sering memberi semangat kepada orang yang sedang berada dalam keadaan sulit, “Anda boleh tidak bercermin, tetapi Anda tidak bisa tidak menghadapi bayangan Anda sendiri”. Mengapa Anda masih hidup, pasti mempunyai alasannya. Anda bisa menggunakan kesempatan yang Anda pilih sendiri untuk memulai dari awal.   

Sejak kecil Zhang Wenyan menderita kelainan selaput jala mata, penglihatannya terus mengalami masalah yang sangat serius. Saat berusia 22 tahun sudah mengalami kebutaan total, dia adalah seorang atlit marathon yang dijuluki sebagai A Gan dari Taiwan.

Zhang tidak pernah merasa terbelakang tidak terhenti kemauan untuk maju karena terjerumus ke dalam kegelapan. Dia berusaha keras belajar mereparasi motor, memanjat gunung Giok, lari marathon, mendaki tembok besar, marathon keliling pulau Taiwan, menunggang kuda besi mengelilingi pulau.

Ketika orang lain sedang meratapi kebutaan yang menimpanya, Zhang Wenyan malah telah membuka sebuah jalan yang terang demi dirinya sendiri.

Dia berkata, “Saya adalah orang yang berlari di atas jalanan yang tidak terlihat. Tetapi, nasib itu sungguh lucu sekali, krisis itu juga merupakan perubahan yang menguntungkan.” Ini merupakan pandangan Zhang Wen Yan tentang kehidupan.

Lin Qifang, kekasih Zhang  berkata, “Dia sangat tekun, juga tidak pernah mau melepaskan, saya melihat di dalam kehidupannya penuh dengan karakter spesial untuk bisa mencapai keberhasilan.”

Zhang Wenyan walaupun kehilangan penglihatannya, tetapi dia tidak pernah kehilangan tujuan hidup dan cita-citanya terhadap kehidupan. Pandangan hidupnya yang menggairahkan dan penuh semangat, adalah sebagai pendorong paling kuat bagi orang yang sedang menderita kesulitan!

Masih ada lebih banyak lagi cerita dari orang yang ternama atau orang yang tidak ternama, mereka sedang berjuang dengan diam-diam di sudut dunia, sedang berusaha keras, menggunakan air mata darah serta keuletan mereka untuk menuliskan legenda hidup.

Kepala koki yang hebat atau seorang seniman yang berbakat, mungkin mereka pada mulanya adalah seorang anak pemurung dan penyendiri yang bersembunyi di sudut halaman sekolah. Para terkemuka yang menerima keulungan literer tunggal di segala bidang, mungkin kehidupan mereka yang sebelumnya adalah sebagai orang yang gagal dalam mencapai cita-cita, jatuh melarat dan patah semangat yang berkeliaran di jalanan.
Manusia sayur yang telah tertidur nyenyak selama bertahun-tahun, karena diperlakukan dengan baik oleh handai taulan yang tidak mau meninggalkan dan tidak mau melepas akhirnya bisa sadar kembali. Sel kanker yang ganas dan menganiaya penderita dengan semau-maunya, hilang atau sirna dalam pengaturan perubahan setelah dirinya mencapai kesadaran.

Tanah tandus berubah menjadi sawah yang subur, ombak gandum lautan padi sedang bergoyang di atas sawah. Puing-puing berubah menjadi kebun, dengan bunganya yang berwarna-warni sedang bermekaran…

Kesemuanya ini, tidak lain hanya menampakkan kemuskilan kehidupan kepada kita: Asalkan berpikiran secara lurus, bersikap dengan terbuka, bertindak dengan penuh semangat, ditambah lagi dengan kebajikan-kebajikan yang sudah dilakukan maka semua ini sudah cukup, kesempatan sudah matang.

Kehidupan memiliki kemungkinan tak terbatas, setiap orang berkemungkinan menciptakan keajaiban!

13
DhammaCitta PEDULI / Re: Bantuan untuk Oma Shasika
« on: 21 November 2013, 04:59:39 PM »
MUDA KEMBALI BAGAI BURUNG ELANG

Elang adalah jenis unggas di dunia ini yang paling panjang umurnya. Elang bisa mencapai 70 tahun untuk satu masa siklus hidupnya.

Jika elang tersebut ingin hidup panjang umur, sewaktu dia mencapai umur 40 tahun, dia harus membuat suatu keputusan penting yang sulit.

Ketika seekor elang hidup hingga mencapai umur 40 tahun, cakarnya sudah mulai menua, sudah tidak bisa lagi menangkap mangsanya dengan efektif. Paruhnya berubah menjadi panjang dan melengkung, yang hampir-hampir menyentuh di atas dadanya. Kedua sayapnya juga berubah menjadi sangat berat, karena bulunya tumbuh semakin panjang tebal dan lebat, yang membuat dia menjadi berat mengepakkan sayap untuk terbang.

Saat ini dia hanya punya dua pilihan: menunggu ajal tiba, atau menjalani proses menjadi muda kembali yang sangat menderita.

“Pertapaan” panjang selama 150 hari. Elang itu harus berusaha mendaki ke puncak gunung, di atas tebing yang curam dia membangun sarangnya, dan berdiam di sana tidak boleh terbang.

Pertama elang itu harus mematukkan paruhnya ke atas batu karang, hingga paruh itu sama sekali terlepas dari mulutnya. Dia kemudian berdiam diri menunggu pertumbuhan paruh yang baru.

Setelah paruh barunya tumbuh, dia akan menggunakan paruh itu untuk mencabut kuku-kukunya satu persatu. Setelah kuku-kuku barunya tumbuh, dia lalu mencabut bulunya satu demi satu.

Lima bulan kemudian, setelah bulu barunya tumbuh sempurna. Elang itu mulai terbang kembali. Kehidupan baru ini akan membuat elang itu melanjukan kehidupannya selama 30 tahun lagi!

Di dalam kehidupan kita manusia, kadang kala kita diharuskan membuat suatu keputusan yang sangat sulit, sebagai proses untuk memulai kehidupan yang baru.

Kita harus mencampakkan segala kebiasaan, dan tradisi lama, agar kita bisa terbang kembali.
Asalkan kita mau melepaskan beban buntalan yang lama, bersedia mempelajari kemampuan teknik yang baru, kita akan bisa mengembangkan potensi kita yang masih belum kita ketahui, menciptakan masa depan yang baru!


Meskipun memutuskan suatu pilihan adalah suatu proses yang sangat menderita, tetapi jika kita melewatkan kesempatan yang sangat bagus di saat kita sedang menanti dan melihat, maka penyesalan yang akan diderita akan jauh lebih besar dari pada penderitaan saat Anda mengambil keputusan itu.

Dari pada melewatkan hari-hari dalam lembah penyesalan dan penderitaan, lebih baik kita belajar seperti elang, yang mengalami proses kehidupan baru setelah melewati suatu penderitaan selama proses disintegrasi.

Yang kita butuhkan dalam banyak kesempatan adalah, tekad dan keberanian merubah diri kita sendiri dan keteguhan hati untuk hidup kembali, seperti apa yang telah ditunjukkan oleh seekor burung elang.

Selama kita berada pada jalur yang benar, maka semua penderitaan yang harus kita hadapi dan lewati itu hanyalah sebuah batu ujian untuk  bisa mencapai kondisi yang lebih baik, yang lebih mulia, dan merupakan suatu kondisi yang kita cari dan kita harapkan ….

14
DhammaCitta PEDULI / Re: Bantuan untuk Oma Shasika
« on: 21 November 2013, 04:58:00 PM »
KEHIDUPAN BAGAIKAN PERMAINAN CATUR

Jika dengan membaca karya tulis seseorang, kita  bisa mengetahui kemampuan orang itu, dan dari perilaku kita bisa membaca watak dari seseorang, maka dari permainan catur kita juga bisa melihat dan mengetahui sikap dan perangai dari pemain catur tersebut.

Setelah masuk sekolah, kebiasaan anak saya bermain catur yang telah dipupuk sejak liburan musim panas masih juga berlanjut. Menjelang tidur selalu tidak lupa untuk mengajak saya untuk bermain catur dahulu.

Sekarang dalam menghadapi serangannya saya sudah tidak seleluasa dulu waktu dia masih menjadi pemula, karena kini ia sudah bisa membaca keunggulan dan kekurangan saya dalam bermain catur. Karena ini sedikit pun saya tidak boleh lengah.

Setelah mendapatkan pelajaran dari beberapa kali permainan, maka sebelum permainan dimulai, saya selalu bertanya dengan tenang kepadanya, “Menang atau kalah dari permainan ini apakah akan berpengaruh padamu?”

Sebagai seorang pemain yang baik, harus bisa menerima menang atau kalah dengan perasaan yang tenang dan damai. Hal tersebut telah menjadi peraturan utama sebelum permainan catur dimulai. Ini dikarenakan saya telah mendapatkan banyak sekali pengalaman ketika bermain catur dengan anak bungsu saya. Jika dia kalah dalam permainan catur maka akan uring-uringan, menjadi sangat emosional, dan tak mau melepaskan musuhnya.

Bahkan pernah suatu saat dia membalik papan caturnya, saya lalu mengambil kesempatan ini untuk mendidiknya. Menasehati dirinya sendiri harus melakukan pencegahan sehingga hal-hal tersebut tidak terjadi lagi.

Selama dalam proses  pengulangan yang terus-menerus, saya juga mengharapkan anak bungsu saya itu bisa mengerti, di dalam persaingan hidup manusia kelak, tidak mungkin dia bisa selalu mendapatkan nomor satu.

Demi mencegah saya menggunakan serangan dahsyat, menyerang dari dua arah untuk menghimpit, kadang kala dia tidak segan-segan mengorbankan bentengnya untuk ditukar dengan benteng saya. Oleh karenanya saya terpaksa merubah strategi penyerangan.

Lama kelamaan dia semakin mengerti strategi permainan catur saya, dan mengamat-amati dengan serius, di dalam hal ini dia lebih unggul dari kakaknya, tidak salah jika kakaknya sering kalah bermain catur dengan dia.

Sebenarnya di dalam kehidupan juga sama, mengingat dan menarik pelajaran dari sebuah kegagalan adalah sangat penting sehingga kita tidak mengulang kesalahan yang sama.

Anak sulung saya berbeda, dia sering kehilangan bidak penting di daerah musuh setelah itu merasa sangat menyesal. Setelah bidak dipegang mau tidak mau harus jalan, tidak boleh membatalkan. Adiknya was-was untuk mencegah kecurangan kakaknya, saya yang berada di samping melihat hati menjadi tidak sabar, tetapi apa boleh buat penonton dilarang berkomentar. Jika tidak mematuhi peraturan tidak akan luput dari pertengkaran mulut.

Bermain catur harus mencurahkan segenap tenaga. Penyerangan dan pertahanan sama-sama dipentingkan, acapkali perbedaan menang atau kalah hanya karena satu langkah.
Anak saya telah mempelajari beberapa jurus serangan dari buku catur, sedikit kelengahan saja membuat saya sendiri juga bisa kalah. Oleh karena itu dalam permainan catur, langkah-langkah yang diambil harus dipertimbangkan dengan teliti.

Dari permainan catur yang terus-menerus, dapat mengumpulkan banyak pengalaman dan memiliki strategi catur yang lumayan. Anak saya ini sangat suka memikirkan untuk mencapai hasil dengan cara yang luar biasa.

Sekarang ini dalam bertanding sudah bukan siapa yang lebih berkualifikasi dan lebih berpengalaman, melainkan siapa yang bisa mendadak memiliki pemikiran ‘aneh’. Acapkali ini merupakan kunci untuk bisa memenangkan permainan catur.

Kehidupan bagaikan permainan catur, maju sambil mengonsolidasi diri pada setiap langkah. Tidak boleh tidak berhati-hati. Kita harus mentaati peraturan permainan yang telah disepakati bersama dan tidak boleh melewati batas dari peraturan itu.

Orang yang sukses acapkali adalah orang yang telah menghabiskan banyak usaha, di saat yang kritis sekali baru bisa terbang menembus ke langit. Bencana alam serta malapetaka akibat ulah manusia bagai ombak yang dahsyat mungkin bisa hadir di dalam kehidupan.


Hal ini persis seperti penyerangan lawan yang bertubi-tubi di dalam permainan catur, tidak boleh bingung tak berdaya, dan kalang kabut. Jika tidak maka tidak akan bisa secara objektif dan berakal budi menghadapi  serangan.

Salah melangkah satu langkah saja, kadang kala harus menggunakan banyak perhatian untuk menutup, masih belum tentu bisa mengembalikan posisi yang sulit.

Kalah satu kali dalam permainan catur boleh diulang kembali, tetapi di dalam papan catur kehidupan ini tidak akan ada kesempatan untuk mengulang kembali, maka dari itu kita mutlak harus lebih berhati-hati.

Hidup dengan penuh perhatian, menyayangi hidup kita, sama juga dalam permainan catur,  tidak boleh meremehkan setiap langkah, memegang kesempatan yang berada di depan mata, menyayangi setiap keputusan yang telah diambil dan menikmati pemandangan indah yang berada di depan mata, jangan meninggalkan penyesalan di kemudian hari… permainan catur bagaikan kehidupan manusia, kehidupan bagaikan permainan catur.


15
DhammaCitta PEDULI / Re: Bantuan untuk Oma Shasika
« on: 21 November 2013, 04:55:28 PM »
Cerita Pembukaan

MEMBERI DAN MENERIMA

Alkisah, dua setan cilik menghadap Raja Neraka begitu mereka meninggal. Setelah melihat buku catatan tentang kebaikan dan kejahatan kedua orang ini, Raja Neraka berkata, "Semasa kalian hidup, tidak ada kejahatan besar yang kalian lakukan. Maka pada kelahiran mendatang, kalian akan tetap menjadi manusia.

"Kalian akan menjadi saudara. Tapi salah satu dari kalian akan menjalani hidup "memberi", sedang yang satu lagi, menjalani hidup "menerima". Siapa yang mau menjalani hidup "menerima?"

Mendengar pertanyaan itu, setan cilik yang pertama berpikir dalam hati, "Menjalani hidup menerima tidak akan menderita malahan menyenangkan."

Setelah berpikir demikian ia segera menjawab, "Raja Neraka, izinkanlah saya menjalani hidup hanya dengan menerima."

Melihat A berujar demikian, B sama sekali tidak iri. Bahkan ia berpikir, "Menjalani hidup memberi berarti selalu membantu orang lain. Suatu perbuatan yang mulia! Tanpa ragu-ragu, B berkata, "Raja Neraka, saya rela menjalani hidup memberi."

Setelah mendengar jawaban kedua setan cilik itu, Raja Neraka mencatat penentuan masa depan keduanya dan berujar, "B, karena kau memilih hidup memberi, maka engkau akan menjadi orang kaya yang dermawan, suka beramal dan menolong orang. Sedangkan kau A, karena mengharapkan hidup menerima, maka engkau akan menjadi pengemis yang hidup dari pemberian orang lain."

Hidup memberi menunjukkan bahwa kita memiliki kelebihan, sehingga dapat menolong orang lain. Hidup menerima menunjukkan kita hidup dalam kekurangan. Ada pepatah yang mengatakan "Tangan yang memberi berada di atas tangan yang menerima."

Dengan bersikap memberi dan melindungi sesama, membantu mengurangi penderitaan sesama, seperti memberi semangat bagi yang sedang bersedih, memberi makanan pada orang yang sedang kelaparan akan menjadikan bumi yang kita huni ini sebagai tempat yang menyenangkan

Pages: [1] 2 3 4 5 6 7 8 ... 40
anything