//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - sala45

Pages: 1 2 3 [4] 5 6 7 8
46
Buddhisme Awal / Re: apakah kita buddhist?
« on: 11 June 2017, 11:29:25 PM »
Anda mirip hudoyodantesla

hdy dan tsla melamun ditengah atas dasar pengertian anatta
Anda melamun ditengah atas dasar metta.

tanpa viriya, tdk ada jhana1.tanpa jhana1, metta, anatta jadi tdk berguna.
knp tdk berlatih upekkha dulu, u masuk di samadi yg kasar.
Nanti jika sdh bisa, tdk perlu ngomong metta ini dan itu.

otomatis metta akan berkembang. spt Buddha dan gajah nalagiri.
buddhanya diam, gajahnya jadi jinak.







47
Mengenai "jalan spiritualitas", secara garis besar ada dua pendapat:

(1) mayoritas terbesar (di semua agama, termasuk agama Buddha) melihat spiritualitas sebagai "jalan" menuju "sesuatu" yang diidam-idamkan. "Sesuatu" yang ideal itu diletakkan di masa depan, dan "jalan" itu membawa dari 'apa yang ada sekarang' (yang ingin diubah) menuju 'apa yang seharusnya' (yang ingin dicapai) di 'masa depan', atau disebut juga "pantai seberang". Pendapat seperti ini berasal dari pembelajaran secara intelektual atas kitab-kitab. (Di dalam kitab Tipitaka itu disebut Jalan Suci Berfaktor Delapan)

(2) segelintir orang (cuma Buddha dan Krishnamurti) menyatakan "tidak ada jalan", melainkan hanya "diam" bersama 'apa yang ada' pada 'saat kini', tanpa memikirkan segala harapan & cita-cita ke 'masa depan'. Pendapat seperti ini berasal dari pengalaman meditasi, tanpa melalui pembelajaran dari buku. (Buddha mengatakan itu di dalam Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta).

Rekan Tesla mau memadukan kedua pandangan--yang sebetulnya tidak bisa dipadukan itu--dengan mengatakan bahwa "jalan" (#1) itu adalah untuk mencapai keadaan "diam" (#2).

Ibu Lily mempertanyakan apakah "diam" itu bisa sepanjang waktu.

Saya berpendapat, kedua sudut pandang ini tidak bisa dipertemukan. Pandangan yang satu berasal dari pemahaman secara intelektual, pandangan yang lain bukan pemahaman secara intelektual, melainkan secara intuitif berasal dari pengalaman meditasi.

Kalau orang berpikir, harus berupaya dulu untuk sampai pada kesadaran keheningan, maka ia tidak akan pernah hening, karena upaya itu menyiratkan adanya aku yang terus mengharap & berusaha; selama aku ada selama itu pula tidak akan pernah ada keheningan.

Jadi, "diam" itu harus terjadi mulai saat sekarang, betapa pun pikiran ini masih berseliweran, tidak ditunda-tunda dengan sibuk berlatih ini-itu. Justru "diam" itu harus terjadi di tengah-tengah kita berhubungan dengan orang lain, berhubungan dengan dunia sekitar, berhubungan dengan pikiran-pikiran & harapan-harapan kita sendiri. Justru "diam" (dalam arti tidak bereaksi) itu harus terjadi setiap saat, terus-menerus, kalau mau. :)

Sang Buddha kepada Angulimala:

"Angulimala, aku sudah lama berhenti. Kamulah yang masih terus berlari. Apa yang kamu cari? Berhentilah."

Apakah kita tidak terus berlari mengejar "kesadaran", mengejar "nibbana"?

Salam,
hudoyo

y.a angulimala sebelum bhikkhu menguasai jhn4. tdk ada satu ksatria yg mampu menahan pedangnya.
tdk ada manusia yg lolos dari kejaran angulimala.guru angulimala top dlm jhna.

ketika Buddha mengatakan kalimat berhenti, angulimala istirahat di jhn4.
kalimat itulah yg mdnyebabkan angulimala berubah mdnjadi bhikkhu,
mdlepaskan ajaran salah ttg 1000 jari manusia.

gampang memang , namun jika melihat cara brahmana mdlatih samadhi,
sungguh tdk sama dgn kdjadian diatas. Mesti sungguh sunguh, puasa, disiplin.
bukan seenaknya sendiri melepas viriya, nyontek sutta kmd dipadankan dgn apa yg
muncul saat melamun ditengah.

Angulimala mdnguasai iddhipada, lari secepat kijang, tenaga sekuat gajah.





48
bagi siswa yg suka samadhi, kemudian mengikuti ajaran mmd, samadi tanpa viriya, melepas tujuan dgn alasan tdk terikat,
maka panca bala yg dimiliki setelah berlatih bertahun tahun merosot dan punah.
tinggal melamun ditengah.

apa yg disampaikan j.k murti dgn pengamatan pasif adalah keliru, tdk sama dgn memisahkan indria dan obyeknya,
tdk sama dgn yg diajar Buddha di taman kalaka dan pertapa subhada, parinibbhana sutta.

itu bukan ajaranBuddha, sudah sinkritis dan modifikasi

49
Buddhisme Awal / Re: apakah kita buddhist?
« on: 11 June 2017, 05:58:16 AM »
Berlatih lah lebih banyak tersenyum dengan cinta kasih kepada diri sendiri dan orang lain. Dengan belajar mengasihi diri sendiri dan orang lain dengan metta maka jawab yang anda pertanyakan akan bisa anda jawab sendiri dan anda dapat mengerti sendiri. Sesungguhnya semua jawaban dalam kehidupan kita dijawab dengan diri sendiri bukan dengan orang lain, jawaban orang lain yang ada katakan benar sesungguhnya hanyalah suatu jawaban untuk pembenaran bukan kebenaran. Orang lain hanya bisa memberikan petunjuk cocok atau tidak semua balik lagi kepada diri kita masing masing.
Jadi pertanyaan anda bisa anda jawab sendiri,...

Anda belum menjawab pertanyaan diatas.apa bersedia belajar agama buddha 39 pokok yg lainnya.
padanan metta, jhana 1 adalah updkkha. bisa melihat kenyataan jika tdk semua bernilai dgn metta.
menerima kenyataan dgn seimbang baru lebih bernilai.
selain itu metta tdk berguna u memenangkan arus kehidupan.kamu bisa diambil mantu olehdevata.

Allucard, namamu westrn style.fotonya mirip bruce pardin. Jika ada senggang, tolong terjemahkan kalaka sutta.
sy puxing membaca terjemahan versi sangha dhammayut cabang metta arama.
jika bersedia , thankyu sebelumnya

50
terjemahan kalaka sutta versi sangha dhammayuth cabang metta arama kurang pas.
Mas dagang jamu, atau siapa sj selain penerjemah versi diatas, tolong bantu terjemahin ya.
nanti kelihatan jelas mmd, j.k murti dan yg sejenis itu tdk sama dgn kalaka sutta.

thankyu sebelumnya


AN 4.24 PTS: A ii 23
Kalaka Sutta: At Kalaka's Park
translated from the Pali by
Thanissaro Bhikkhu
© 2002
On one occasion the Blessed One was staying in Saketa at Kalaka's park. There he addressed the monks: "Monks!"

"Yes, lord," the monks responded.

The Blessed One said: "Monks, whatever in the cosmos — with its devas, Maras, & Brahmas, its generations with their contemplatives & brahmans royalty & common people — is seen, heard, sensed, cognized, attained, sought after, pondered by the intellect: That do I know. Whatever in the cosmos — with its devas, Maras, & Brahmas, its generations with their contemplatives & brahmans, their royalty & common people — is seen, heard, sensed, cognized, attained, sought after, pondered by the intellect: That I directly know. That has been realized by the Tathagata, but in the Tathagata[1] it has not been established.[2]

"If I were to say, 'I don't know whatever in the cosmos... is seen, heard, sensed, cognized... pondered by the intellect,' that would be a falsehood in me. If I were to say, 'I both know and don't know whatever in the cosmos... is seen, heard, sensed, cognized... pondered by the intellect,' that would be just the same. If I were to say, 'I neither know nor don't know whatever in the cosmos... is seen, heard, sensed, cognized... pondered by the intellect,' that would be a fault in me.

"Thus, monks, the Tathagata, when seeing what is to be seen, doesn't construe an [object as] seen. He doesn't construe an unseen. He doesn't construe an [object] to-be-seen. He doesn't construe a seer.

"When hearing...

"When sensing...

"When cognizing what is to be cognized, he doesn't construe an [object as] cognized. He doesn't construe an uncognized. He doesn't construe an [object] to-be-cognized. He doesn't construe a cognizer.

Thus, monks, the Tathagata — being the same with regard to all phenomena that can be seen, heard, sensed, & cognized — is 'Such.' And I tell you: There's no other 'Such' higher or more sublime.


"Whatever is seen or heard or sensed
   and fastened onto as true by others,
One who is Such — among the self-fettered —
wouldn't further claim to be true or even false.

"Having seen well in advance that arrow
where generations are fastened & hung
 — 'I know, I see, that's just how it is!' —
there's nothing of the Tathagata fastened."
Notes

1.
Reading tathagate with the Thai edition.
2.
I.e., the Tathagata hasn't taken a stance on it.
See also: MN 2; MN 58; MN 63; MN 72; AN 10.93; AN 10.94; AN 10.95; AN 10.96; Ud 1.10; Ud 8.1.



51
Buddhisme Awal / Re: apakah kita buddhist?
« on: 10 June 2017, 07:02:56 PM »
[at] sala45
Satu hal yg pasti anda masih harus banyak berlatih

kenapa menulis sptitu

 

52
Kemudian Bāhiya, didera secara mendalam oleh sang devatā, meninggalkan Suppāraka pada saat itu dan, dalam waktu satu malam,1 pergi sepanjang hari menuju tempat Sang Bhagavā sedang menetap di dekat Sāvatthi di Hutan Jeta, vihara milik Anāthapiṇdika. Sekarang pada kesempatan itu, sejumlah besar bhikkhu sedang melakukan meditasi berjalan di tempat dengan udara terbuka. Ia pergi menemui mereka, dan setibanya, berkata, “Di mana, para yang mulia, Sang Bhagavā – sang arahat, yang berkewaspadaan diri dengan benar – sedang menetap?” Kami ingin melihat Sang Bhagavā itu – sang arahat, yang berkewaspadaan diri dengan benar.”

“Sang Bhagavā sudah pergi ke kota untuk menerima dana makanan.”

Kemudian Bāhiya, dengan terburu-buru menginggalkan Hutan Jeta dan memasuki Sāvatthī, melihat Sang Bhagavā sedang menerima dana makanan di Sāvatthī – tenang dan kepercayaan diri tenang yang menginspirasi, menenangkan, indra terasa damai, batin terasa damai, telah mencapai ketenangan penuh dan seimbang, terkendali, terjaga, indranya terkendali, a Great One (nāga). Melihatnya, ia mendekati Sang Bhagavā dan, saat tiba, bersujud, dengan kepalanya berada di kaki Sang Bhagavā, dan berkata, “Ajarkan aku Dhamma, oh Bhagavā! Ajarkan aku Dhamma, oh Yang Telah Pergi, yang akan menjadi kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagiku.”

--------------
Dibbha cakkhu berubah menjadi Dhamma cakkhu
--------------

Ketika hal ini diucapkan, Sang Bhagavā berkata kepadanya, “Bukan waktunya, Bāhiya, kami telah memasuki kota untuk menerima dana makanan.”

Untuk kedua kalinya, Bāhiya berkata kepada Sang Bhagavā, “Tapi sulit sekali untuk mengetahui dengan pasti bahaya apa yang mungkin muncul pada hidup Bhagavā, atau bahaya apa yang mungkin muncul padaku. Ajarkan aku Dhamma, oh Bhagavā! Ajarkan aku Dhamma, oh Yang Telah Pergi, yang akan menjadi kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagiku.”

Untuk kedua kalinya, Sang Bhagavā berkata kepadanya, “Bukan waktunya, Bāhiya. Kami telah memasuki kota untuk menerima dana makanan.”

Untuk ketiga kalinya, Bāhiya berkata kepada Sang Bhagavā, “Tapi sulit sekali untuk mengetahui dengan pasti bahaya apa yang mungkin muncul pada hidup Bhagavā, atau bahaya apa yang mungkin muncul padaku. Ajarkan aku Dhamma, oh Bhagavā! Ajarkan aku Dhamma, oh Yang Telah Pergi, yang akan menjadi kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang bagiku.”

------------------
Samvega
----------------

“Kemudian, Bāhiya, kau harus melatih dirimu seperti ini: mengacu pada yang terlihat, maka hanya ada yang terlihat. Mengacu pada yang terdengar, hanya yang terdengar. Mengacu pada yang terasa, hanya akan terasa. Mengacu kepada yang diperhatikan, hanya yang diperhatikan. Demikianlah kau harus melatih dirimu sendiri. Ketika bagimu sudah hanya melihat pada acuan yang terlihat, hanya mendengar pada acuan yang terdengar, hanya merasa pada acuan yang terasa, hanya memerhatikan pada acuan yang diperhatikan, kemudian, Bāhiya, kau tidak berhubungan dengan hal itu. Ketika dirimu tidak berhubungan dengan hal itu, maka tidak ada dirimu di sana. Ketika tidak ada dirimu di sana, kau tidak berada di sini atau di sana atau keduanya. Ini, hanya ini, akhir dari penderitaan.”2

-------------
Jhana4 turun jhana 1
Dari jhana 1 naik ke 2 , 3 dan 4 dengan pandangan benar
------------

Dengan mendengarkan penjelasan singkat mengenai Dhamma dari Sang Bhagavā, pikiran Bāhiya dari kaum berpakaian kulit di sana pada saat itu juga terlepas dari arus melalui berkurangnya kemelekatan/makanan. Setelah menasihati Bāhiya dari kaum berpakaian kulit dengan penjelasan singkat mengenai Dhamma, Sang Bhagavā pergi.

------------
Jhana 4 yg baik
Digunakan u mengurangi, mengurai kmd padam.bukan menambah spt sebelum bertemu Buddha.
------------

Tidak lama setelah Sang Bhagavā berlalu, Bāhiya diserang dan terbunuh oleh seekor sapi dengan seekor anak sapi. Kemudian Sang Bhagavā, setelah selesai menerima dana makanan di Sāvatthī, setelah makan, kembali dari menerima dana makanan bersama dengan sejumlah besar bhikkhu, melihat Bāhiya telah meninggal. Saat melihatnya, beliau berkata kepada para bhikkhu, “Bawa tubuh Bāhiya, para bhikkhu, dan, tempatkan pada sebuah tandu dan bawalah pergi, kremasikan dan bangun tanda peringatan baginya. Temanmu dalam kehidupan suci telah meninggal.”



Dijawab, “Seperti yang kau katakana, tuan,” kepada Sang Bhagavā, para bhikkhu – meletakkan tubuh Bāhiya pada sebuah tandu, membawanya pergi, mengkremasikannya, dan membangun tanda peringatan baginya – pergi menghadap Sang Bhagavā. Setibanya, setelah bersujud kepadanya, duduk di sebuah sisi. Saat mereka duduk di sana, mereka berkata kepada beliau, “Tubuh Bāhiya sudah dikremasikan, tuan, dan tanda peringatan baginya sudah dibangun. Apa tujuannya? Apa kehidupannya di masa depan?”

“Para Bhikkhu, Bāhiya dari kaum berpakaian kulit bersifat bijak. Ia melaksanakan Dhamma sesuai dengan Dhamma dan tidak menggangguku dengan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan Dhamma. Bāhiya dari kaum berpakaian kulit, para bhikkhu, sudah terbebas secara total.”

Kemudian, dengan menyadari pentingnya hal tersebut, Sang Bhagavā pada kesempatan itu berseru:

Di mana air, tanah,
api, dan air
tidak memiliki pijakan:


Di sana bintang-bintang tidak bersinar,
matahari tidak dapat terlihat.
Di sana rembulan tidak muncul.
Di sana kegelapan tidak ditemukan.

-----------------
Pembentuk kelahiran, bhava mati
---------------

Dan di mana seorang bijak,
seorang brahmana melalui kebijaksanaannya,
telah merealisasikan (hal ini) untuk dirinya sendiri,
kemudian dari berbentuk dan tidak berbentuk,
dari kebahagiaan dan rasa sakit,
ia terbebaskan.

-------------
Nirodha
-----------

Catatan:
1. Eka-ratti-parivāsena: Frase ini juga bisa berarti, “mengambil persinggahan satu malam” (yakni, beristirahat tidak lebih dari satu malam dalam satu tempat); atau “dengan persinggahan satu malam.” Komentar memilih makna yang digunakan dalam terjemahan, memerhatikan jarak di antara Suppāraka dan Sāvatthī yang berjumlah 120 liga, atau kira-kira 1.200 mil. Dalam versi kisah Bāhiya sendiri, Bāhiya tidak memiliki pencapaian meditatif sama sekali, sehingga kecepatan ajaib dari perjalanannya harus dikatikan baik dengan kekuatan mandeva  atau kekuatan Buddha. Namun, ia mungkin sebenarnya telah memiliki kekuatan konslaentrasi yang besar dengan pencapaian kekuatan psikis melalui dirinya sendiri.
2. Untuk diskusi mengenai instruksi-instruksi tersebut, lihat artikel, “Makanan untuk Pencerahan: Peran dari Perhatian Sesuai”
[/quoe]

--------------------
Mana ada ajaran j.k murti di sutta ini. Bahkan sebelum bertemu Buddha, samana Bahiya tdk spt j.k murti. 

Apa bedanya nasehat Buddha kpd samana ybs dgn nasehat kpd pesertammd. Knp hasilnya berbeda. Bahkan sampai melamun di tengah.

yg original melatih diri dgn tekun, sungguh sungguh, semangat. Yg nyontek tinggal memadankan contekan dengan meditasi melamun ditengah.


53
[qute author=Mr. Wei link=topic=24511.msg454010#msg454010 date=1377340345]
Udana 1.10. Bāhiya: Bāhiya Sutta
Telah kudengar dalam satu kesempatan Sang Bhagavā sedang menetap di dekat Sāvatthi di Hutan Jeta, vihara milik Anāthapiṇdika. Dan pada kesempatan tersebut Bāhiya dari kaum berpakaian kulit sedang menetap di Suppāraka di pantai – penerima jubah, dana makanan, penginapan, & kebutuhan obat-obatan bagi orang sakit. Kemudian, ia sedang sendirian dalam pengasingan, sebaris pemikiran ini kemudian muncul dalam kesadarannya: “Sekarang, dari orang-orang di dunia ini yang adalah arahat atau sudah memasuki jalan menuju ke-arahat-an, apakah aku salah satunya?”

------------------
Samana
------------------

Kemudian seorang devatā yang pernah memiliki hubungan darah dengan Bāhiya dari kaum berpakaian kulit – berbelaskasihan, mengharapkan kesejahteraan dirinya, mengetahui dengan kesadarannya sendiri sebaris pemikiran yang sudah muncul pada kesadarannya – pergi menghadapnya dan setibanya berbicara kepadanya, “Kau, Bāhiya, bukanlah seorang arahat atau sudah memasuki jalan ke-arahat-an. Kau bahkan tidak memiliki latihan yang dapat membuatmu menjadi arahat atau memasuki jalan menuju ke-arahat-an.”

“Lalu siapa, di dunia ini bersama dengan para deva, adalah arahat atau telah memasuki jalan menuju ke-arahat-an?”

“Bāhiya, ada sebuah kota di negara utara bernama Sāvatthī. Di sana ada Sang Bhagavā – seorang arahat, yang berkewaspadaan diri dengan benar – sedang hidup saat ini. Beliau benar-benar seorang arahat dan mengajarkan Dhamma yang membawa menuju ke-arahat-an.

-----------------
rupaJhana 4, kelas unggul
----------------

bersambung

54
[qute author=hudoyo link=topic=2355.msg34173#msg34173 date=1208522974]
Jawaban untuk Rekan Bond. :)

Cerita dari retret MMD di Samarinda, 19 – 23 Maret 2008:

MMD MENEMUKAN WUJUD FINALNYA

Pada waktu Meditasi Mengenal Diri (MMD) mulai diajarkan pada Mei 2000, modelnya mengikuti meditasi vipassana versi Mahasi Sayadaw. Selama beberapa tahun kemudian, model ini tetap dipertahankan.

Beberapa karakteristik dari meditasi vipassana versi Mahasi Sayadaw adalah:

(1) menggunakan Maha-satipatthana-sutta sebagai referensi,
 
(2) dilandasi oleh usaha (viriya) yang maksimal,

(3) menekankan konsentrasi pada “obyek utama”, yakni napas pada meditasi duduk, dan langkah pada meditasi jalan, di samping menyadari pula segala fenomena lain yang masuk melalui indra-indra selama bermeditasi,

(4) menggunakan beberapa teknik untuk memperkuat konsentrasi, yakni:
- mencatat (naming, labeling) segala sesuatu yang diamati,
- memperlambat semaksimal mungkin segala gerakan tubuh ketika meditasi jalan dan ketika melakukan kegiatan sehari-hari.

(5) bertujuan mencapai ‘nyana-nyana’ (pencerahan, insights) yang bertingkat-tingkat, yang berpuncak pada tercapainya magga & phala, yakni kesadaran ariya (suci) Sotapana dst sampai Nibbana (Nirwana).

--------------------
Ini yg benar, sesuai dgn tuntunan meditasi.
--------------------

Dalam perkembangan MMD selanjutnya, dalam interaksi pembimbing dan para praktisi MMD yang serius, secara berangsur-angsur berkembanglah suatu versi meditasi vipassana yang sama sekali berbeda. Versi vipassana ini banyak diilhami oleh pencerahan & ajaran J. Krishnamurti.

Namun, ini bukan berarti bahwa MMD telah menyimpang dari ajaran Buddha Gotama yang asli. Oleh karena, ternyata kemudian ditemukan sutta-sutta dalam kitab suci Tipitaka Pali yang mengandung ajaran meditasi oleh Buddha Gotama yang persis sama dengan meditasi yang diajarkan oleh J. Krishnamurti. Sutta-sutta itu adalah:
(1) Bahiya-sutta (Udana, 1.10)
(2) Malunkyaputta-sutta (Samyutta-nikaya, 35.95)
(3) Kalaka-sutta (Anguttara-nikaya, 4.24)
Tambahan pula, mengingat sutta-sutta ini termasuk sutta-sutta pendek, dapat disimpulkan mereka berasal dari masa yang relatif lebih tua dari kitab suci Tipitaka Pali.

Sejak tahun 2007 sampai sekarang, praktik MMD berangsur-angsur telah menemukan wujudnya yang final, yang amat berbeda dengan meditasi vipassana versi Mahasi Sayadaw atau dengan teknik-teknik meditasi vipassana lainnya. Beberapa karakteristik MMD yang berbeda itu adalah:

(1) menggunakan Bahiya-sutta, Malunkyaputta-sutta dan Kalaka-sutta sebagai referensi;

(2) sama sekali tidak dilandasi oleh usaha (viriya) - alih-alih menekankan pada sadar/eling (sati) secara pasif (usaha dipahami sebagai gerak dari pikiran/si aku/atta);

(3) tidak menekankan pada konsentrasi, melainkan pengembangan sadar/eling (sati) seluas-luasnya, tanpa mengamati satu obyek dalam waktu relatif lama (tidak ada "mengamati" secara sengaja) – dalam keadaan ini konsentrasi akan berkembang dengan sendirinya—bukan dibuat/disengaja—bersama dengan berkembangnya keheningan;

(4) karena tidak mengembangkan konsentrasi secara sengaja, maka tidak menggunakan teknik apa pun, seperti “mencatat”--yang adalah gerak pikiran--atau memperlambat gerakangerakan tubuh akan melambat dengan sendirinya bersama menguatnya kesadaran;

(5) tidak mempunyai tujuan, cita-cita atau harapan apa pun yang disadari, tidak bertujuan mencapai “nyana-nyana”, bahkan tidak bertujuan mencapai nibbana, di masa depan; alih-alih, sekadar menyadari munculnya si aku/atta dalam segala bentuknya dari saat ke saat, pada saat kini.

--------------------
Ini salah.melamun dgn berada di tengah.
--------------------

Di dalam retret MMD, perbedaan mendasar dengan teknik meditasi vipassana versi Mahasi Sayadaw atau dengan teknik-teknik meditasi vipassana lainnya terlihat nyata pada kesulitan yang dihadapi oleh para peserta retret yang sebelumnya telah terbiasa dengan teknik-teknik meditasi vipassana tertentu. Dalam beberapa jam pertama, mereka harus “membongkar” keterkondisian terhadap teknik-teknik meditasi vipassana itu, untuk dapat masuk ke dalam keheningan MMD yang tanpa teknik, tanpa tujuan dan tanpa usaha apa pun.

Pada beberapa peserta retret yang berhasil mengatasi keterkondisiannya pada teknik-teknik meditasi vipassana tertentu, akan dirasakan suatu kelegaan, keringanan, kejernihan, seolah-olah suatu beban yang berat terlepas dari pundak, yakni “beban meditasi”.

---------------------------
Jelas ringan lha wong tujuannya dilepaz.apa saja tanpa tujuan, sedikit usaha ya ringan.
Semestinya usaha maksimal, seperti bhodisatta di bawah pohon bodhi. Viriya atau mati (tdk mungkin u bodhisatta).

Seperti orang yg berlari, kaki dan tangannya diisi pemberat. Hari 1 sd.3 1kg. Hari 4 sd 6 2kg. Sisanya
5kg.begitu pula viriya, semakin masuk kedalam, viriya mesti bertambah atau vipasanna gugur.
Jk gugur, perhatian pasti tdk ada.mulai berpaling.memperhatikan bunga, kupu, tamu vihara, dsb.

Waktu vipasana, mengurangi makan u mendorong semangat. 3 hari pertama 2 kali mkn. Kemudian 1
Kali makan. Kemudian hanya 5 sendok nasi putih sj. tetap samadi mulai jam 04 pagi s.d jam 08. Malam.

nanti setelah ini bisa, baru belajar, misalnya anathalakhana sutta. Jangan dibalik. Jawaban suttanya diberikan dahulu,
kemudian saat meditasi tinggal memadankan sutta dgn pengalamannya selama melamun di tengah.

pertanyaaan yg timbul. Jika memang benar 5khanda adalah disebut sebagai notself, lantas apa yg tersisa ...

Jawabnya  ya itu tadi .... VIRIYA.Itu baru belajar viriya, belum 6yang lain dari sattasabhojangga.jangan viriya dibuat
notself sehingga jadi melamun ditengah.

jika sdh mdnyadari kekeliruan akibat sinkritis dgn agama lain, tentu segera menghentikan dan kembali pada cara meditasi yg sudah baku.

-------------------------

Mengingat adanya perbedaan-perbedaan mendasar di antara MMD dengan berbagai teknik meditasi vipassana lain, maka semakin dirasa mendesak perlunya sebuah buku panduan MMD yang lengkap.

Di bawah ini disajikan beberapa testimoni dari para peserta retret MMD 3 hari 4 malam di Vihara Ekayana, Samarinda, tgl 19 – 23 Maret 2008.

Pembimbing,
Hudoyo Hupudio

*****


55
Diskusi Umum / Re: Ilmu Hitam dalam agama Buddha
« on: 09 June 2017, 11:55:52 PM »
Jika niat membantu, znda mesti memiliki pertahanan yg baik u kasus yg sama.
sekalipun saudara kandung, kalau sdh masuk berarti mesti siap kenatikam.
kemanapun lari, anda tetapkena. Hal begini diluar kemampuan manusia biasa.

56
Cinta (love) antara pria dan wanita, biasa para wanita yang jatuh cinta jantung berdebar muka merah atau pipi memerah, tergolong warna merah, api, jantung.

Wa mengusulkan pengobatan melalui metal (hidung / paru paru) karena api membatasi metal, menjaga metal qi terjaga dgn baik hingga memproduksi air yang balik membatasi api.

Obat untuk dibuat menjadi potpori:
GeGen 5 qian
Man fang zi 3 qian
FangFeng 2 qian

Gegen menguatkan tanah menghasilkan cairan, ManFangZi menghilangkan angin panas, menjernihkan kepala dan mata, fangfeng mengeliminir angin.

apa ada resep jamu u orang kdna ilmu blakmagik. Ada yg kesusahan di forum

57
Diskusi Umum / Re: Ilmu Hitam dalam agama Buddha
« on: 09 June 2017, 11:31:56 PM »
Untuk hal yg begini, anda mesti tdk ikut campur.benar dan salah tdk jelas.jika memang mau tolong,
beritahu orang yg dihormati sang pria u bicara.

Banyak kasus orang yg menolong malah kenatikam.

58
Meditasi / Re: Metoda apa yang anda gunakan untuk bermeditasi ?
« on: 09 June 2017, 10:01:16 PM »

----------------

Pada saat meditasi sore hari ke-2, entah bagaimana awalnya, tapi saya sebagai subjek mendadak melemah, dan saya tersadar bahwa selama ini saya hanya terpusat pada fenomena yang terjadi pada diri saya*pikiran, perasaan, kenangan, fisik*tapi tidak sekalipun saya memperhitungkan fenomena di sekitar saya seperti suara burung, suara mobil di kejauhan, atau bunyi gesekan karpet. Pengamatan saya yang tadinya berbatas seperti sorot senter, mendadak meluas seperti lampu ruangan. Dan saya menyadari bahwa hal-hal kecil yang saya lewatkan ternyata fenomena yang sama rata dengan pegal kaki atau celotehan benak saya. Setelah diberi perhatian yang serupa, mendadak tak ada yang menetap. Label lenyap, hanya murni mengamati. Dan pengamatan ini menghentikan semuanya, termasuk kaki saya yang kesemutan. Satu peserta bertanya saat diskusi, apakah saya pernah bermeditasi selama itu sebelumnya, karena dilihatnya saya bermeditasi dua jam tanpa bergerak. Saya jujur menjawab, belum. Itulah meditasi duduk terlama yang pernah saya lakukan.

-------------------

       Ini benar.saat itu sila baik.

------------------

Dari pengalaman tadi, saya menyadari betapa si “aku” menciptakan subjek dalam setiap diri kita, membuat kita pusat yang terpenting dan semua hanyalah objek dalam pengalaman si subjek. Namun tak sekalipun kita menyadari bahwa si subjek, si “aku”, juga rekaan. Dalam pengamatan murni, “aku” tereduksi menjadi objek, sama-sama cuma fenomena. Perasaan saya hanya fenomena, fisik saya juga fenomena, burung di udara pun fenomena. Sebagai konsep, kita bisa meneriakkan “kita adalah satu, we are one” dan membungkusnya dalam melodi indah. Namun tanpa berhentinya pikiran, kebersatuan hanyalah semboyan manis. Kita mengaku mengenal Tuhan dan beragama, tapi dalam mimpi kolektif kita tentang Tuhan dan agama, perdamaian hanya akan seperti hantu yang tak terkejar.

-------------------
Salah.
Seharusnya bukan self. ini lah yg menyebabkan jiddu krishna murti menyatakan 'bersatu'dgn
A, b , c , d dst .
Bukan ajaran Buddha.
Jika  hudoyo diam tanda setuju berarti dia seperti itu juga

------------------

Pada meditasi pagi hari ke-3, saya mulai memasuki suasana hening sejak berjalan menuju aula. Dan pagi itu, saya mengalami sesuatu yang sangat sulit diungkap dengan kata-kata. Segalanya menjadi denyut. Timbul dan lenyap begitu cepat. Denyut ini seperti “memakani” segala pengalaman seperti mulut PacMan. Tak ada yang dibiarkannya bertahan sedikit lama. Dengan ritme yang cepat dan cenderung tetap, semua fenomena yang muncul pun padam lagi tanpa kecuali. Bahkan luapan ekstase yang saya rasakan tak bisa bertahan lama. Pikiran yang hendak berkata-kata putus di tengah-tengah. Rasa haru yang singgah pun pergi lagi tanpa bisa saya cegah. Namun sebutir air mata berhasil lolos, saya merasakannya mengalir di pipi. Dan saat mata saya akhirnya membuka, air mata itu sudah kering tanpa bekas.

---------------------

Buddhicaritta, pendidikan luas.
Citta dan cettasika lebur.

-----------------

Dalam diskusi terakhir, Pak Hudoyo menjelaskannya sebagai pencerahan akan timbul dan lenyapnya fenomena. Apa yang kita pikir sebagai kontinuitas sesungguhnya adalah keterputusan. Seperti riil film yang sebenarnya cuma potongan gambar yang terputus-putus, tapi tampak bergerak kontinu ketika diputar. Para ilmuwan menelaahnya dalam fisika kuantum. Sebuah partikel sesungguhnya tidak diam statis, melainkan muncul dan lenyap. Anicca, atau impermanensi, adalah kata yang membersit saat saya merenungkan pengalaman meditasi saya tadi. Konsep yang sudah lama saya tahu dan akhirnya menjadi aktual lewat pengalaman.

--------------------

Nyana, proses nama rupa berubah bagai air mengalir. Masuk di gelas jadi gelas, masuk di aquarium jadi aquarium, masuk di sungai jadi sungai, masuk di samudra jadi samudra.

Tidak ada hubungan dgn hawking , teori quantum .

--------------------


Tiga hari bermeditasi di Mendut menjadi titik balik saya berikutnya. Sesudah Five Mindfulness Trainings di Hongkong yang memberi pemahaman segar tentang kode etik hidup,

------------------

Bukan beginner
Gurunya top.

------------------

Meditasi Mengenal Diri memberi pengalaman tentang realitas sejati dari hidup itu sendiri. Dan ada benang merah yang menalikan keduanya: Thich Nhat Hanh dan Hudoyo Hupudio dengan caranya masing-masing telah mampu menghadirkan ajaran universal Sang Buddha bagi siapa saja yang ingin bebas dari penderitaan*apa pun denominasi agama dan kepercayaannya. Vipassana sebaiknya tidak dipandang eksklusif milik umat Buddha, tapi siapa pun yang ingin mengenal diri. Lima Sila yang diikuti pemahaman benar dapat diterapkan dalam hidup siapa saja, selama mereka memang berkomitmen untuk menciptakan koeksistensi yang harmonis dengan semua makhluk.



Saya akan mengakhiri artikel ini dengan mengutip pesan Pak Hudoyo setiap usai berdiskusi: lupakan ini semua. Lupakan cerita saya. Setiap kata adalah upaya, bukan kenyataan yang sesungguhnya. Kenyataan itu sendiri telah pergi dan berganti. Pikiran kita hanya bisa mengejar dan berujar. Namun pada saat yang sama, kita pun bisa tersadar dan terbangun dari mimpi panjang ini.

--------------------
Habis memberi pengarahan, lupakan semua kata kata. Lha terus apa yg dikerjakan.
Buddha saja tdk seperti ini dihadapan murid.beginilah jadinya sinkritis.

J.k .murti memang pandai, namun tetap bukan ajaran Buddha.
Jhana adalah tidK kekal.mana mungkin ia mau berkomentar spt itu.
arupa jhana 5 memang langka di jaman sekarang.bukan berarti tdk ada yg mampu
lebih dari itu.


----------------



* Keterangan dan diskusi tentang MMD dapat disimak di milis-spiritual [at] yahoogroups.com atau meditasi-mengenal-diri [at] yahoogroups.com

Posted by Dewi Lestari at 3:58 PM
[/quote]

59
Meditasi / Re: Metoda apa yang anda gunakan untuk bermeditasi ?
« on: 09 June 2017, 09:54:50 PM »
[quoe author=hudoyo link=topic=2355.msg34157#msg34157 date=1208516297]
Apakah MMD (Meditasi Mengenal Diri) itu? MMD adalah suatu meditasi yang unik. Bagaimana keunikannya akan terlihat dalam artikel-artikel--dan mungkin juga diskusi-diskusi--dalam thread ini.

Untuk pertama kali, saya forward artikel dari blogspot Dewi Lestari (penulis, selebriti) tentang MMD.

Salam,
hudoyo


Dari: http://dee-idea.blogspot.com/

Thursday, June 21, 2007

TUJUH TAHUN MENUJU MENDUT

Barangkali inilah artikel dengan tingkat kesulitan paling tinggi yang pernah saya tulis, karena saya akan mencoba menuliskan sesuatu yang sudah pasti tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Semua yang saya tulis berikut ini ibarat setetes air laut mencoba menjelaskan samudera. Kendati terdengar sia-sia, mudah-mudahan upaya ini masih punya makna.

Selama tiga hari, berlokasikan di Vihara Mendut – Magelang, saya mengikuti Meditasi Mengenal Diri (MMD) di bawah bimbingan Pak Hudoyo Hupudio. Beliau, MMD, dan milis spiritualnya, sudah saya kenal sejak tujuh tahun yang lalu lewat internet, bahkan beliau pernah saya “todong” untuk membuat pengantar buku pertama saya “Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh”. Namun baru tahun inilah saya berkenalan langsung dengan Pak Hudoyo. Pertama, ketika kami sama-sama menjadi pembicara dalam diskusi tentang meditasi di Bandung bulan Februari lalu, dan kedua ketika saya menjadi peserta MMD angkatan ke-99 di Mendut.

Meski berbasiskan meditasi vipassana, MMD sendiri merupakan meditasi lintas agama, terbukti dari komposisi peserta yang beragam. Angkatan ke-99 yang berjumlah total 31 orang ini, mayoritas peserta beragama Katholik dan Islam, disusul Buddhis sebanyak lima orang, dan yang beragama Protestan sebanyak empat orang.

Sekalipun sudah delapan tahun menggeluti dan merenungi masalah spiritualitas, saya bukanlah meditator yang disiplin. Kegiatan bermeditasi saya lakukan dengan frekuensi dan intensitas yang acak. Saya tidak asing dengan konsep vipassana, tapi baru di Mendutlah saya secara fokus menyelami pengalaman mengamati diri.

Hari pertama dimulai dengan pengarahan. Pak Hudoyo berpesan agar kami meninggalkan semua pemahaman, pengetahuan, harapan, dan segala teknik yang kami ketahui. Tidak ada doa. Tidak bicara. Tidak ada apa-apa. Tugas kami hanya menjadi pengamat pasif. Total. Dan beliau mengingatkan, “Kalian akan memasuki neraka.” Neraka yang dimaksud adalah segala sakit yang akan dimuntahkan oleh badan, segala resah dan bimbang yang akan dimuntahkan oleh batin, dan sekali lagi, tugas kami hanya mengamati.

Kami bermeditasi kurang lebih dua belas jam sehari, diselingi tiga kali diskusi, satu kali istirahat, dan dua kali makan. Neraka itu saya alami dalam tiga sesi pertama. Perjuangan berat untuk sekadar duduk diam satu jam, dan perjuangan lebih berat lagi untuk mengalami apa artinya “mengamati”.
--------------------------------

Sankhara upekkha nyana

--------------------------

Saya mulai dengan tidak menjustifikasi dan bereaksi, tapi hanya memberi label pada segala fenomena batin yang terungkap: “perasaan”, “memori”, “gambar”, “bosan”, “pegal”, dan seterusnya. Hingga pada satu titik saya kelelahan sendiri dengan proses memberi label itu. Fenomena fisik seperti rasa pegal dan kesemutan pun enggan hilang, bahkan ketika saya pikir saya sudah “mengamati”.

--------------------------

Tdk akan hilang kalau begitu caranya.

-----------------------


Pada saat meditasi pagi hari ke-2, saya mulai mengalami sesuatu. Selagi pikiran saya lepaskan mengembara tanpa label, tiba-tiba saya seperti terjatuh. Tepatnya, seperti dibangunkan. Bukan oleh kehendak, melainkan terjadi tiba-tiba di luar kendali sang “aku”. Dan deskripsi paling mendekati dari kondisi terbangun itu adalah… hening. Tak lama, pikiran kembali lolos seperti belut licin dan mulai berkata “Barangkali ini hening yang dimaksud. Bagaimana caranya bisa kembali ke sini?” Seketika, hening itu hilang.

-----------------------

Salah. Konsentrasi kurang.Mesti tahu sebelum ada 'diam'. Itu bukan hening.tahu setelah 'diam' ada berarti metode salah.

----------------------

Saya merenungi pengalaman sekian detik itu dan menyadari bahwa manusia menghabiskan hidupnya dalam bermimpi. Kita hidup dalam kuasa pikiran yang tak pernah dibiarkan berhenti. Tak henti-hentinya tertarik ke masa lalu dan terdorong ke masa depan. Dan kita menyangka kita sungguhan hidup. Guru saya pernah berkata: Mind is always delayed. Evaluating is the job description of the mind. That’s why, the mind is always slightly behind, and at the same time always trying to be slightly forward so it can protect. Hal itu juga dikonfirmasi oleh penjelasan Pak Hudoyo saat diskusi, pikiran adalah alat manusia untuk bertahan hidup, tapi ketika pikiran dijadikan penuntun maka selamanya kita terseret-seret ke masa lalu yang sudah tidak ada dan masa depan yang belum terjadi. Kita bermimpi sekalipun kita terjaga. Kita bermimpi tentang cinta, tentang hidup, dan tentang Tuhan. Tanpa menghentikan pikiran, tak sekalipun kita mengalami cinta, hidup, dan Tuhan yang sesungguhnya. Yang ada hanyalah konsep dan upaya.

----------------

Bersambung

60
Meditasi / Re: Metoda apa yang anda gunakan untuk bermeditasi ?
« on: 09 June 2017, 08:31:09 PM »
AFAIE sih yah,

Berpikir = to think. itu hal yang terpisah dengan mengamati.
Misalnya ketika melihat objek A atau mendengar B. Sampai disana adalah mengamati. Biasanya setelah itu pikiran akan bergerak, misalnya Si A ngapain nih ? Bunyi B ini berisik atau indah.


Ini benar jika anda mulai dgn 1 dari 40 obyek meditasi.jika langsung setahu sy itu salah.
bukan ajaran Buddha.

saya melakukan metode yg sama seperti saudara uwi lakukan.... duduk diam dan mengamati secara pasif...


Ini bukan mediitasi. bahkan jhana 1 sj tdk sampai. memang benar jadinya kesadaran meningkat.
Tapi jauh kualitasnya dibandingkan mulai dgn salah satu dari 40 obyek meditasi.

Selain itu di indonesia juga ada model MMD yang dikembangkan oleh Dr. Hudoyo Hupudio, MPH yang lebih loose dan tidak kaku, metodanya berdasarkan bahiya sutta. Metodanya dibuat sekuler dan ditargetkan untuk semua kalangan dan agama/kepercayaan. Beliau mantan bhikkhu juga

Ada juga model Pa Auk Sayadaw (http://www.paauk.org/)

Mantan bhikkhu khan bukan bhikkhu.anda terlalu membela mantan.
Coba pada waktu dia jadi bhikkhu, kmd ngajar meditasi spt ini, apa boleh
sama gurunya.



Pages: 1 2 3 [4] 5 6 7 8
anything