Kasih ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi
Tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia
Itulah syair lagu tentang ibu yang sangat akrab kita nyanyikan sewaktu kita masih kecil. Mungkin sewaktu itu, kita masih belum mengerti apa-apa makna dari lagu tersebut. Jika kita melihat jauh ke belakang akan masa-masa kecil, kita akan tahu betapa berjasanya ibu kita, tahu akan perjuangan ibu kita yang keras untuk membesarkan kita.
Kita juga sering mendengar istilah “durhaka” atau “bo hau”. Seorang ibu tentunya sangat mengharapkan anaknya berbakti. Tetapi, kita sering melihat beberapa contoh kasus di masyarakat yang menunjukkan hal sebaliknya, misalnya seorang ibu yang sakit hati (khek-sim), bersedih karena anak-anaknya pergi meninggalkannya setelah mereka berumah tangga. Meskipun dari luar kelihatan orang tua membiarkan anak-anaknya tinggal pisah dengan mereka, tetapi sebenarnya mereka sangat berharap untuk dapat berkumpul bersama anak cucu mereka, menghabiskan masa tua mereka bersama keluarga. Marilah kita merenung sejenak, apalah yang kita harapkan setelah tua nanti setelah menjadi orang tua? Apakah kita masih akan mengejar karier, pekerjaan, harta, nama baik, dan sebagainya? Tentulah sangat logis, orang tua cuma bisa berharap berkumpul bersama keluarga menghabiskan sisa umur mereka. Perlu diingat bahwa sebagai anak yang berbakti, kita memiliki kewajiban merawat orang tua kita sebagaimana yang tertera pada Sigalovada Sutta. Sebagai anak yang berbakti, kita memiliki kewajiban untuk merawat dan menjaga orang tua kita, terutama di hari tua mereka.
Guru Buddha menyabdakan bahwa ibu adalah sahabat yang terbaik di rumah. Kemudian apakah akibatnya, jika kita melupakan jasa-jasa mulia ibu, yang telah mengasuh kita dengan penuh kasih sayang? Di dalam Sonanda Jataka dikatakan, jika seorang anak berani menipu ibu, apakah yang akan diperolehnya, selain neraka? Di dalam agama Buddha, ibu merupakan salah satu dari empat ladang kebajikan yang tersubur, untuk menyemai/menimbun karma baik. Orang yang semasa hidupnya sangat mencintai, menyayangi, dan melindungi serta merawat ibunya, akan senantiasa hidup dengan penuh kebahagiaan dan kesejahteraan. Dan sebaliknya, jika hidupnya selalu menyakiti dan membuat penderitaan bagi ibunya, maka setelah kematiannya, tiada alam lain yang akan didiami, selain alam neraka. Anak yang durhaka terhadap ibunya, tidak akan pernah menikmati kebahagiaan, baik di kehidupan ini maupun mendatang. Sang Buddha bersabda:
“Bila seseorang tidak berbhakti (mencintai, melindungi, dan memelihara) ibunya, maka ketika hidupnya berakhir dan badannya membusuk, dia akan jatuh ke dalam neraka avici yang tak terbatas. Neraka yang besar ini dikelilingi oleh delapan puluh ribu yojana dan juga dikelilingi oleh dinding dinding besi pada ke empat sisinya. Di atasnya ditutup oleh jarring-jaring dan lantainya juga dibuat dari besi, api akan membakar dengan berkobar-kobar, sementara itu petir bergemuruh dan sambaran kilat yang berapi api akan membakar. Perunggu yang cair dan cairan besi akan disiramkan ke atas badan orang-orang yang bersalah ini. Anjing-anjing perunggu dan ular-ular besi, terus menerus memuntahkan api dan asap, yang membakar orang-orang bersalah dan memanggang badan dan lemaknya, hingga menjadi bubur. Oh, penderitaan yang hebat! Sukar menahankannya, sukar menanggungnya! Ada galah yang mengait, mengait, lembing-lembing, tombak-tombak besi dan rantai-rantai besi, pemukul-pemukul dari besi, dan jarum-jarum besi. Roda-roda dari pisau besi bagai hujan dari udara. Orang yang bersalah itu dicincang, dipotong atau ditikam dan mengalami hukuman-hukuman yang mengerikan ini selama berkappa-kappa lamanya dan tiada henti hentinya. Kemudian mereka memasuki neraka-neraka berikutnya, di mana kepala mereka akan ditutupi dengan mangko-mangkok yang panas sekali, sedangkan roda-roda besi akan menggilas badan mereka secara mendatar dan tegak lurus, sehingga perut mereka pecah dan daging serta tulang tulangnya menjadi lebur. Dalam satu hari, mereka mengalami beribu-ribu kelahiran dan kematian. Penderitaan-penderitaan yang demikian adalah akibat melakukan kelima perbuatan jahat (membunuh ayah, ibu, arahat, melukai Sang Buddha dan memecah belah Sangha (persaudaraan bhikkhu bhikkhuni) dan karena tidak berbhakti selama seseorang masih hidup.”