//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - No Pain No Gain

Pages: 1 2 3 [4] 5 6 7 8
46
Tolong ! / [ASK] Tentang Jenis Font Tulisan
« on: 05 October 2010, 05:44:06 AM »
ada gak jenis font tulisan dimana teks huruf berwarna putih berada di dalam lingkaran berwarna hitam?

47
akhir-akhir ini ada beberapa thread yang menjadi topik hangat...seiring dengan timbulnya selisih paham antar beberapa member DC, saya melihat cukup banyak member2 baru yang register di DC ini...Tapi bukan itu inti masalahnya, masalahnya terletak pada id klonengan yang dibuat untuk membela member lain yang tersudutkan..sehingga dalam hal ini mengganggu jalannya diskusi di thread terkait..mohon hal tersebut ditindaklanjuti dengan membatasi 1 id pada 1 ip.

thx

48
Tolong ! / [help] EYD yang benar?
« on: 03 September 2010, 12:52:48 AM »
menvisualisasikan?

memvisualisasikan?

mevisualisasikan?


ada yg jago bhs indo di sini? tlgin dong

49
Tolong ! / ada yang tau cara konversi file .swf ke jpeg?
« on: 31 August 2010, 10:07:20 AM »
ada yang tau gak nih? caranya gmn? saya uda search di google tapi semua softwarenya harus dibeli...

50
Lingkungan / [pic] interpretasikan sendiri...
« on: 14 August 2010, 04:19:55 PM »



51
Time   
September 23 at 8:00am - September 27 at 6:00pm
Location   Bojjhanga Bhavana Center
Penelokan, Kedisan, Kintamani, Bali
Kintamani, Indonesia
Created By   
Bojjhanga Bhavana Center (BBC), Bali
More Info   
JANGAN LEWATKAN KESEMPATAN YANG ADA, MARI BERSAMA-SAMA BERLATIH MEDITASI DENGAN BIMBINGAN YANG MULIA SAYALAY DIPANKARA

BIAYA : FREE (TERMASUK MAKAN & TEMPAT TINGGAL)

AKOMODASI PESAWAT & TRANSPORTASI DITANGGUNG OLEH MASING-MASING PESERTA RETREAT
...
KAPASITAS TEMPAT TERBATAS HANYA 50 KAMAR, 1 KAMAR/PESERTA

SEGERA DAFTARKAN DIRI ANDA

NB :
TOLONG BAGI YG MAU DAFTAR RETREAT, HUBUNGI NO. HP DIBAWAH INI
APABILA MELALUI SMS TOLONG DICANTUMKAN ALAMAT EMAIL AGAR KITA BISA KIRIMKAN FORM PENDAFTARAN RETREAT. TRIMS

INFO & PENDAFTARAN HUB:
ARIS 0852 1021 1010 (BALI)
RUDY 0878 8436 2088 (JAKARTA)

Riwayat Singkat YM. Sayalay Dipankara:

Sayalay Dipankara dilahirkan pada tahun 1964 di Myanmar. Saat usia masih sangat muda, beliau sudah melatih meditasi tanpa bimbingan dari luar. Ketika dewasa, beliau mulai melatih meditasi dengan bimbingan dari beberapa Guru Besar meditasi.

Ketika kuliah, beliau diperkenalkan oleh seorang profesornya, yang juga merupakan Guru Besar Abhidhamma yang terkenal di Myanmar, kepada Y.M. Pa-Auk Sayadaw untuk mendapat bimbingan langsung Meditasi Samatha dan Vipassana. Beliau berhasil mencapai kemajuan batin dalam waktu yang sangat singkat dibawah bimbingan dari gurunya yang sangat baik kemampuannya tersebut.

Tahun 1990 dia ditahbiskan sebagai seorang Sayalay di Vihara Pa-Auk Tawya. Sejak itu, beliau dilatih untuk menjadi guru meditasi. Sayalay Dipankara mempunyai pengalaman dalam mengajarkan setiap dari 40 Kamatthana seperti yang tertulis di kitab Visuddhi Magga seperti Anapanasati, Empat Unsur Meditasi, Metta, Buddhanussati, Asubha, Marananussati dan 8 Samapatti ( Jhana 1 sampai Jhana 8 ), Kasina, dll dan Meditasi Vipassana.

Tahun 1996, beliau diundang ke Sri Lanka oleh yang sangat terhormat Yang Mulia Mahathera Ariya Dhamma untuk mendampingi gurunya,
Y.M. Pa-Auk Sayadaw untuk membimbing para Yogi. Sejak itu, beliau sering diundang oleh berbagai Pusat Buddhist terkenal lainnya di berbagai negara untuk mengajar meditasi dan membimbing Retreat Meditasi yang intensif selama 2 bulan. Negara-negara tersebut seperti Amerika ( Insight Meditation Center), Canada, Taiwan ( Hong Shih Foundation ), Inggris ( Amaravati dan Citta Vevekha ), Jepang, Malaysia, Singapore, Australia, New Zealand dan lainnya.

Selama tinggal di Inggris, Oxford University dan Manchester University mengundang beliau untuk diskusi Mind Training. Beliau juga diundang untuk The Western Conference mengenai Jhana di Jubilados Foundation/Leigh Brasington, Santa Fe, New Mexico pada tahun 2001.

Sejak akhir tahun 2005, beliau mulai membimbing retreat di Brahma Vihari Meditation Centre, Maymyo, Myanmar yang telah berhasil dirikannya dan merupakan cabang dari Pa Auk Tawya Meditation Centre. Hingga saat ini waktu beliau selalu berkeliling tanpa mengenal lelah untuk membimbing meditasi

Are you ready to face the sunset?
By Sayalay Dipankara

Do you know where you came from?
Tahukah Anda darimana Anda berasal?

What are you doing now?
Apakah yang Anda kerjakan sekarang?

Where do you want to go?
Kemanakah Anda akan menuju?

We have seen the sun rise (birth)
Kita telah melihat Sang Mentari terbit ( Kelahiran )

Now we are using up the energy from the sun (aging)
Sekarang kita sedang menghabiskan energi Sang Mentari ( Pelapukan )

Soon the sun will be setting (death)
Sang Mentari akan segera terbenam ( Kematian )

Are you ready to face the sunset?
Siapkah Anda menghadapi terbenamnya Sang Mentari?

Will you be happy or worried when the sun sets?
Akankah anda bahagia atau cemas saat Sang Mentari terbenam?

I will also have to face the sunset very soon
Aku pun segera akan menghadapi terbenamnya Sang Mentari

Before that happens , I want to build a pagoda in my heart
Sebelum itu terjadi, aku ingin membangun Pagoda didalam hatiku

The pagoda will be built with loving and kindness,
Pagoda itu akan dibangun dengan Cinta Kasih,

Compassion , patience , truth and understanding.
Kasih sayang, Kesabaran, Kebenaran dan Pemahaman

I hope that you will also build the pagoda in your heart before the sunset arrives.
Harapanku Anda pun akan membangun pagoda dalam hati Anda sebelum terbenamnya Sang Mentari

When you "see" the pagoda , wisdom will arise with happiness.
Saat Anda "menyaksikan" pagoda itu, kebijaksanaan akan muncul bersama kebahagiaan

And the sunset will be beautiful for you.
Maka terbenamnya Sang Mentari akan tampak indah bagimu

52
Pojok Seni / Foto2 Sangha
« on: 25 July 2010, 10:59:17 PM »



53
Buddhisme untuk Pemula / Berikan Yang Terbaik
« on: 25 July 2010, 10:12:31 PM »
Berikan Yang Terbaik

Oleh: Yang Mulia Bhikkhu Sucitto



Di dunia ini, sulit mencari orang yang menginginkan sesuatu yang buruk. Semua orang pasti menginginkan yang terbaik. Sesuatu itu, baik berupa barang, pelayanan, penghormatan, dan nasihat serta segala macam keperluan lainnya. Sayangnya, tidak jarang segala sesuatu yang terbaik �yang diinginkan oleh setiap orang tersebut� tidak kunjung tiba. Sebaliknya hal-hal yang buruk, bahkan yang paling buruk menurut anggapan kita, yang kita terima.

Di samping kesulitan mencari yang terbaik �menurut anggapan kita sendiri yang batasannya tidak sama� juga ada jenis kesulitan lainnya. Sangat sulit mencari orang yang mampu memberikan sesuatu yang terbaik. Demikianlah, mendapatkan yang terbaik dan memberikan yang terbaik kepada orang lain merupakan dua hal yang sulit dicari.

Manusia yang memiliki sifat serakah (lobha) menyebabkan mereka tidak akan pernah merasa cukup dan merasa puas dengan apa yang sudah ia miliki. Semua orang hanya menginginkan yang terbaik dari orang lain, tetapi tidak pernah mau memberikan yang terbaik kepada orang lain sesuai dengan kebutuhan orang itu.

Apabila tindakan di atas kita lalaikan, maka sulit untuk mendapatkan hal yang terbaik, yang kita inginkan. Kita selalu merasa kurang dan tidak mengerti apa yang sesungguhnya yang terbaik, yang kita miliki.

Bagaimana mungkin kita dapat memberikan sesuatu yang terbaik kepada orang lain jika kita tidak tahu sesuatu yang baik,yang kita miliki. Kita tidak bisa memberi kepada orang lain jika kita tetap merasa selalu kekurangan.

Sebaliknya, jika kita memberikan yang terbaik untuk orang lain, apakah sesuatu yang terbaik yang dapat kita berikan? Apakah kita memiliki hal yang terbaik tersebut? Apakah kita tahu sesuatu yang baik itu?

Jawabannya tergantung pada kita masing-masing. Karena ada orang yang memiliki sesuatu yang terbaik tetapi dia sendiri tidak mengetahuinya dan tidak mampu memberikannya. Hal ini disebabkan karena kemelekatan orang itu sendiri.

Semua orang boleh saja berkata;

"Apa yang bisa saya berikan? Saya orang miskin, tidak punya apa-apa, kaum papa, orang bodoh, dan selalu kalah. Tidak ada yang bisa saya berikan".

Ucapan yang demikian seharusnya tidak perlu muncul karena akan mengembangkan rasa rendah diri, merasa pesimis. Ucapan seperti ini sama sekali tidak pantas, tidak sesuai.

Kita boleh mengaku sebagai orang yang miskin, tidak punya, kaum papa, orang bodoh, orang yang selalu kalah atau yang lainnya. Tetapi di balik semuanya itu, sesungguhnya masih banyak yang bisa kita berikan sebagai pemberian yang terbaik, asal kita melihat dan mengerti cara memberikannya.

Kita tidak punya materi, tetapi kita masih memiliki yang lainnya. Kita dapat memberikan pikiran yang baik, yang tidak diliputi keserakahan dan kebencian. Kita bisa memberikan nasihat, petunjuk, saran-saran, anjuran, dan yang sejenis. Inilah pemberian yang terbaik yang mampu kita berikan.

Apakah perbuatan yang telah kita lakukan kepada orang lain tersebut akan dibalas dengan kebaikan atau tidak? Ini merupakan masalah yang sering menjadi dilema.

Janganlah mengharapkan balasan, pamrih atau akibat yang akan diterima terlebih dahulu. Jika dibalas dengan kebaikan, terimalah sebagaimana adanya. Jika dibalas dengan perbuatan buruk, itupun kita terima dengan tangan terbuka, juga tidak menjadi masalah. Semuanya tidak kita harapkan sebelumnya.

Bila kita memiliki sesuatu yang terbaik dan memberikan yang terbaik kepada orang lain, mengapa harus menuntut balasan yang terbaik? Perbuatan ini telah menunjukkan sifat manusia yang serakah, tidak ikhlas dalam membantu orang lain karena mengharapkan balasan. Apakah kita tidak mau disebut sebagai manusia serakah? Tentu saja, tidak!

Tanpa dimintapun, bila perbuatan baik pasti akan mendatangkan kebahagiaan dan perbuatan buruk akan menghadirkan penderitaan. Ini sudah merupakan hukum alam yang abadi, berlaku kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja; tanpa memandang segala macam perbedaan yang ada.

Dengan kenyataan tersebut, sudah seharusnya kita memberikan sesuatu yang terbaik kepada setiap orang yang sesungguhnya juga dibutuhkan oleh semua orang. Kalau orang bisa melakukan, maka dia akan mengerti bahwa ada sesuatu yang terbaik di dalam dirinya.

Sesuatu hal yang mustahil jika seseorang dapat memberikan sesuatu yang terbaik kepada orang lain tanpa memiliki yang terbaik di dalam dirinya. Dengan memberikan yang terbaik kepada orang lain, orang dapat mengikis keserakahan yang ada di dalam dirinya sendiri.

Dengan memberikan yang terbaik, kita akan merasa bahagia walaupun pemberian tersebut bukan berupa materi. Kita akan memiliki sahabat yang banyak, tidak ada perasaan cemas, takut, khawatir, dan prasangka buruk yang lainnya. Kehidupan kita akan penuh dengan kedamaian, ketentraman, kebahagiaan dan kesejahteraan.

Ini semua adalah akibat dari perbuatan baik yang kita praktikkan dalam kehidupan ini. Apalagi jika telah menyadari kebenaran Hukum Kamma yang telah ditunjukkan oleh Sang Buddha �Guru Agung junjungan kita� sejak 2500 tahun yang silam, tentunya kita semua tidak ingin mendapatkan hal-hal yang buruk di masa yang akan datang.

Kita semua mengharapkan segala sesuatunya lebih baik dari hari ini. Jika kita ingin yang baik di masa yang akan datang, marilah kita menanam perbuatan baik terlebih dahulu di masa sekarang. Jangan hanya berharap tapi tanpa pernah menanam. Tidak ada buah yang akan dipetik tanpa bibit yang ditanam.

Siapkan diri anda untuk menanam (memberikan) yang terbaik kepada orang lain dan anda pasti akan menerima yang terbaik di masa yang akan datang? Apakah anda sudah siap sekarang.

54
Menyadari dan Mengatasi Timbulnya Ke-Aku-An


Oleh: Sri Pannyavaro Mahathera


Pikiran, Pemikiran, 'Sankhara'

Dalam pandangan agama Buddha, antara pikiran dan pemikiran tidaklah dibedakan. Pemikiran yang dalam pengertian umum adalah hasil dari pikiran, sesungguhnya adalah pikiran itu sendiri. Sama seperti kita melihat rumah. Komponen-komponen seperti tiang, kasau-kasau, dinding, kerangka atap, genteng dan lantai; yang disusun membentuk rumah, sebenar-benarnya adalah rumah itu sendiri. Sama sekali tidak bisa dikatakan, bahwa "rumah" ini memiliki tiang seperti ini, dinding seperti ini, atap begini, lantai begitu, dan sebagainya. Rumah yang mana yang memiliki atau menjadi si pemilik semua itu? Tidak ada! Komponen atau bagian-bagian itu sendiri, yang tersusun seperti itu, adalah "rumah" itu sendiri. Tidak ada si pemilik atau bagian utama rumah, dan bagian lainnya adalah bagian yang dimiliki atau menjadi pelengkap. Persis seperti itu adalah pikiran kita. Pikiran ini adalah pemikiran itu sendiri, termasuk juga proses berpikir.

Pemikiran itu pun bukan juga suatu yang muncul kemudian berhenti, sehingga boleh dianggap sebagai hasil akhir dari suatu proses berpikir. Satu pemikiran muncul sesaat, kemudian berubah, cepat sekali, terus begitu tanpa henti.

Semua yang muncul menjadi pikiran atau pemikiran disebut 'sankhara', perpaduan. Disebut perpaduan karena sifat kemunculannya yang tidak mandiri tetapi terjadi karena banyak faktor. Dan juga faktor-faktor yang memungkinkan timbulnya pikiran itu tidak kekal, berubah terus, maka pikiran yang muncul pun berubah dengan cepat.

Pengertian Benar

Bila faktor yang berpengaruh pada pikiran itu benar dan baik, maka pikiran pun mendapatkan faktor yang benar dan baik. Pengaruh baik itu dalam Delapan Unsur Jalan Mulia disebut Pengertian Benar atau Pandangan Benar. Pengertian yang benar adalah pengertian yang sesuai dengan Hukum Alam ('niyama dhamma') dan membawa keterbebasan dari penderitaan.

Seluruh ajaran Guru Agung Buddha Gotama atau Dhamma, yang kita pelajari dan fahami adalah pengertian benar. Pengertian benar ini mempengaruhi pikiran. Tetapi pikiran tidak selalu berada dalam pengaruh atau arahan pengertian yang benar. Faktor-faktor lain pun masih sering muncul mempengaruhi pikiran kita, misalnya keserakahan, kebencian, keakuan, dan berbagai angan-angan lainnya.

Bila pengaruh buruk itu muncul pada pikiran, lalu seseorang teringat pada pengertian benar bahwa keburukan akan berakibat keburukan; oleh karenanya pengaruh buruk jangan diikuti; maka pikiran buruk tidak akan berlanjut terus. Proses tidak berlanjutnya pikiran buruk itu dapat diterangkan sebagai berikut: Adanya kewaspadaan yang mengetahui bahwa pikiran buruk sedang atau mulai muncul, kemudian digunakanlah pengertian atau konsep yang baik untuk menghentikannya. Memang bisa berhasil. Meski bisa juga tidak berhasil. Artinya, pikiran yang buruk itu berjalan terus sampai muncul menjadi ucapan atau tindakan yang buruk. Cara ini yang dilakukan oleh hampir semua umat beragama. Pengertian benar yang sudah diyakini atau diimani digunakan untuk mengatasi pikiran-pikiran buruk.

Demikian juga, umat Buddha mengenal pengertian 'Anatta' (tanpa-aku), atau 'Sunyata' (Tanpa inti yang kekal). Tetapi, bukan berarti kalau seseorang sudah mengerti atau faham benar tentang pengertian 'Anatta' yang diajarkan oleh Guru Agung Buddha Gotama, maka sudah tidak ada lagi pikiran keakuan padanya. Pikiran keakuan itu tetap saja timbul dengan begitu cepat dan begitu sering meskipun dia sudah sangat faham 'Anatta' dan juga sudah tidak menghendaki pikiran keakuan itu timbul.

Bila ia waspada terhadap munculnya pikiran keakuan itu: "Ini kebaikanku. Ini jasaku. Ini kewajibanku. Ini hasilku," dan masih banyak lagi, lalu dilawanlah pikiran keakuan itu dengan pengertiannya tentang 'Anatta' (Tanpa-aku) yang sudah diyakini kebenarannya. Maka yang sekarang menjadi pikirannya adalah pikiran atau konsep tentang 'Anatta' (Tanpa-aku) tersebut. Cara ini bukanlah cara mengatasi atau menghabiskan keakuan, melainkan melawan konsep (keakuan) dengan konsep (tanpa-aku).

Untuk memudahkan mengingat, kita berikan saja nama untuk cara ini: cara konvensional atau cara biasa.

Kewaspadaan atau Perhatian

Cara menghabiskan pikiran keakuan yang sering muncul dan menjadi sumber keburukan atau penderitaan menurut ajaran Guru Agung Buddha Gotama adalah: Perhatikan atau waspadai terus-menerus bila pikiran keakuan itu muncul. Jangan menyesali bila pikiran keakuan muncul, tetapi yang sangat penting adalah menyadari atau memperhatikan pikiran itu. Perhatikan saja! Waspadai saja! Waspadai dengan sikap pasif. Artinya, tidak perlu menggunakan konsep 'Anatta' (Tanpa-aku) untuk menghentikan atau melawannya. Tidak menganalisis dari mana munculnya pikiran keakuan itu, dan juga tidak perlu ingin menghentikannya karena tidak sesuai dengan Dhamma. Tetapi, perhatikan saja terus-menerus, awasi saja terus-menerus. Mengawasi dengan pasif. Hanya mengawasi saja! Maka, pikiran keakuan itu akan teratasi, akan berhenti dengan sendirinya. Inilah cara yang diajarkan oleh Dhamma ajaran Guru Agung Buddha Gotama sebagai cara untuk menghabiskan keakuan. Kita namakan cara ini: cara 'vipassana' atau cara pencerahan.

Memang kita belum mampu mengawasi setiap timbulnya pikiran buruk: keserakahan, iri hati, kebencian, kekejaman, kejengkelan, kekecewaan dan keakuan. Tetapi bila kita mengetahui atau menyadari bahwa pikiran itu mulai atau sedang muncul, maka perhatikanlah, awasilah! Pikiran itu akan berrhenti. Selanjutnya hanya kesadaran murni yang berlangsung. Kesadaran murni itu adalah kata lain dari kebebasan. Kebebasan dari penderitaan. Meski hanya dialami sesaat, kesadaran murni adalah kebebasan. Bagi yang belum mencapai kebebasan penuh, kebebasan itu hanya dialami sesaat. Mengapa hanya dialami sesaat? Karena kotoran yang lain dari pikiran masih akan muncul lagi.

Beda antara manfaat kedua cara

Apakah perbedaan di antara kedua cara, yakni cara biasa dan cara 'vipassana', dalam mengatasi pikiran buruk? Cara biasa, yaitu cara melawan konsep buruk atau pikiran buruk dengan pikiran baik yang didasari pengertian benar atau keyakinan memang bisa menghentikan pikiran buruk. Karena pikiran buruk bisa dihentikan, maka perilaku buruk tidak akan dilakukan. Tetapi cara ini tidak banyak mengurangi kelekatan seseorang pada kenikmatan dalam melakukan keburukan. Ketagihan pada kenikmatan terhadap keburukan, dan juga kenikmatan terhadap kebaikan, akan memperkuat pikiran keakuan. Keakuan ini kemudian menyebabkan berbagai keinginan bermunculan.

Cara 'vipassana' atau mengembangkan pandangan terang akan menumbuhkan pencerahan mental yang menyadarkan kita bahwa kondisi pikiran ini adalah tidak kekal. Dalam perhatian penuh atau perhatian terus-menerus itu kita akan menyadari dengan jelas munculnya suatu pikiran, bertahan sebentar, lalu tenggelam. Kemudian muncul pikiran yang lain, bergolak, berkembang, tidak lama juga lalu tenggelam. Begitu seterusnya! Arus pikiran ini tidak akan pernah berhenti. Pencerahan mental yang timbul dari perhatian terus-menerus ('nyana'), bukan logika intelektual, terhadap pikiran kita sendiri ini akan mengurangi kelekatan atau kelengketan kita terhadap segala kenikmatan sesaat. Kekuatan keakuan yang timbul dalam pikiran menjadi berkurang. Kekuatannya yang membakar-bakar berbagai keinginan pun berkurang.

Kemampuan mengetahui pikiran-pikiran yang muncul, utamanya pikiran keakuan, dan mengawasi atau memperhatikannya terus-menerus sampai pikiran keakuan itu lenyap adalah latihan dan juga tujuan meditasi Buddhis.

Keterangan:

Sri Pannyavaro Mahathera saat ini menjabat sebagai Kepala Sangha (Sanghapamokha) Sangha Theravada Indonesia. Beliau tinggal di Vihara Mendut, Mungkid, Jawa Tengah.

55
Buddhisme untuk Pemula / Fakta Kehidupan
« on: 25 July 2010, 10:06:45 PM »
Fakta Kehidupan


Oleh: Ven. Narada Maha Thera
[/b]



Kita hidup dalam dunia yang tidak seimbang. Dunia yang tidak seluruhnya berisi bunga mawar atau pun seluruhnya berduri. Bunga mawar itu lembut, indah dan harum, tetapi tangkainya penuh dengan duri. Bagaimanapun, orang tidak akan meremehkan bunga mawar karena ada duri-durinya.

Bagi orang yang optimis, dunia ini seluruhnya berisi bunga mawar, bagi seorang yang pesimis, dunia in seluruhnya berduri. Tapi untuk seorang realistis, dunia ini tidak seluruhnya berisi bunga mawar ataupun seluruhnya berduri. Baginya dunia berisi keduanya, bunga mawar yang indah dan duri-duri yang tajam.

Orang yang mengerti tidak akan terbius oleh keindahan bunga mawar, tapi ia akan melihatnya sebagaimana adanya. Dengan mengetahui dengan baik sifat dari duri-duri, ia pun akan melihat mereka sebagaimana adanya dan akan berhati-hati agar tidak terluka.

Bagaikan bandul yang terus menerus bergoyang ke kiri dan kanan, empat keadaan yang diinginkan dan empat keadaan yang tidak diinginkan terus berlangsung di dunia ini. Setiap orang dalam hidupnya tanpa kecuali akan menghadapi keadaan-keadaan ini. Keadaan ini adalah keuntungan dan kerugian, terkenal akan kebaikan dan terkenal akan keburukan, pujian dan celaan, kegembiraan dan kesedihan.

Keuntungan Dan Kerugian

Pengusaha, sesuai hukumnya , akan mengalami keuntungan maupun kerugian. Adalah hal yang wajar bahwa seorang akan merasa puas diri ketika ia memperoleh keuntungan. Dalam hal ini tidak ada yang salah. Keuntungan baik legal maupun ilegal menghasilkan kenikmatan dalam jumlah tertentu yang dicari oleh umat manusia biasa.

Tanpa saat-saat yang menyenangkan, bagaimanapun singkatnya, hidup tak akan berarti. Dalam dunia yang kacau dan penuh persaingan, adalah benar bahwa orang hendaknya menikmati beberapa jenis kegembiraan yang menyenangkan hatinya. Kegembiraan ini, walaupun secara materil, akan membantu meningkatkan kesehatan dan umur penjang.

Masalah akan timbul jika kerugian terjadi. Keuntungan diterima dengan gembira, tapi tidak demikian halnya dengan kerugian. Kerugian sering menyebabkan penderitaan batin dan kadang kala usaha bunuh diri dilakukan karena karena kerugian yang tidak tertanggulangi. Dalam situasi yang berlawanan inilah, seseorang hendaknya menunjukkan keberanian moral yang tinggi dan mempertahankan keseimbangan batin yang baik. Kita semua pernah mengalami jatuh dan bangun dalam perjuangan hidup. Seseorang hendaknya menyiapkan diri menghadapi yang baik maupun yang buruk, sehingga ia tidak terlalu kecewa.

Ketika sesuatu dicuri, orang umumnya merasa sedih. Tetapi dengan merasa sedih, ia tidak akan dapat mengganti kehilangannya. Ia hendaknya menerima kehilangan itu secara filosofis. Hendaknya ia memiliki sikap yang murah hati dengan berpikir: "Si pencuri lebih membutuhkan barang tersebut daripada saya, semoga ia berbahagia." Pada masa Sang Buddha, seorang wanita bangsawan mempersembahkan makanan kepada Yang Ariya Sariputra dan beberapa orang bhikkhu. Ketika melayani mereka, ia menerima pesan yang menyatakan bahwa suatu musibah telah terjadi pada keluarganya. Tanpa menjadi cemas, dengan tenang ia menaruh pesan itu dalam kantung di pinggangnya dan melayani para bhikkhu seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Seorang pelayannya yang membawakan guci berisi mentega(terbuat dari susu kerbau India) untuk dipersembahkan kepada para bhikkhu, secara tidak disengaja tergelincir dan memecahkan guci yang dibawanya. Mengira bahwa sang wanita akan merasa sedih karenanya , Yang Ariya Sariputra menghiburnya dengan berkata bahwa segala sesuatu yang dapat pecah suatu saat pasti akan pecah. Sang wanita berkata, "Bhante, apalah artinya kehilangan yang tak berarti ini? Saya baru saja menerima pesan yang menyatakan suatu musibah telah menimpa keluarga saya. Saya menerima hal itu tanpa merasa kehilangan keseimbangan batin saya. Saya melayani anda semua walaupun ada berita buruk tersebut."

Ketabahan semacam ini yang dimiliki wanita tersebut sungguh sangat terpuji. Suatu saat Sang Buddha pergi mencari sedekah di suatu desa. Karena campur tangan Mara, Sang Buddha tidak memperoleh makanan. Ketika Mara menanyakan apakah Sang Buddha merasa lapar, Sang Buddha dengan agung menerangkan sikap mental mereka yang telah terbebas dari kekotoran batin, dan menjawab, "Ah, betapa bahagianya kita yang hidup terbebas dari kekotoran batin. Sebagai pemberi kebahagiaan, kita bahkan dapat disamakan dengan para dewa di alam cahaya."

Pada kesempatan lain, Sang Buddha dan para muridnya berdiam selama musim hujan di suatu desa atas undangan seorang brahmana yang ternyata benar-benar lupa akan tugasnya untuk memenuhi kebutuhan Sang Buddha dan Sangha. Selama tiga bulan, walaupan Yang Ariya Monggalana rela berkorban untuk mendapatkan makanan dengan kekuatan batinnya, Sang Buddha tidak mengeluh, dan merasa puas atas rumput makanan kuda yang ditawarkan oleh seorang penjual kuda.

Seseorang yang tidak beruntung harus berusaha untuk menerima kenyataan secara dewasa. Sungguh sayang, orang menghadapi kerugiannya seringkali secara kelompok dan tidak sendirian. Ia harus menghadapinya dengan ketenangan dan memandangnya sebagai suatu kesempatan untuk menumbuhkan kebajikan yang mulia.

Terkenal Akan kebaikan Dan Terkenal Akan Keburukan

Terkenal atas hal yang baik dan terkenal atas hal yang buruk adalah pasangan keadaan lain yang tidak terhindarkan, yang kita hadapi dalam kehidupan kita sehari-hari. Terkenal karena hal yang baik kita terima, terkenal karena hal yang buruk sangat kita benci. Terkenal karena hal yang baik menggembirakan hati kita, terkenal karena hal yang buruk menyedihkan kita. Kita ingin menjadi terkenal. Kita mendambakan foto kita terpampang di surat kabar. Kita sangat gembira ketika kegiatan kita, bagaimanapun tidak berartinya, dipublikasikan. Kadang kala kita bahkan menginginkan publikasi yang berlebihan.

Banyak orang ingin melihat fotonya di majalah, seberapapun biayanya yang harus dikeluarkannya. Untuk mendapatkan kehormatan, sebagian orang menawarkan hadiah atau memberikan sumbangan besar kepada orang yang berkuasa. Demi ketenaran, sebagian orang memamerkan kedermawanan mereka dengan memberikan sedekah kepada seratus orang bhikkhu atau lebih, tetapi mungkin mereka sama sekali tidak memperdulikan penderitaan orang miskin dan orang yang membutuhkan di lingkungan sekitar mereka. Seseorang dapat mendenda dan menghukum orang yang sangat kelaparan, yang untuk menghilangkan rasa laparnya mencuri sebutir kelapa di kebunnya, tetapi ia tidak ragu-ragu untuk mempersembahkan seribu butir kelapa untuk mendapatkan nama baik.

Inilah kelemahan-kelamahan manusia. Kebanyakan orang memiliki maksud terselubung. Orang yang tidak egois yang bertindak tanpa terpengaruhi oleh perasaannya sangatlah jarang di dunia ini. Kebanyakan orang yang terikat keduniawian memiliki maksud terselubung. Siapakah orang yang sempurna? Berapa banyak orang yang memiliki maksud yang benar-benar murni? Berapa banyak orang yang benar-benar tidak mementingkan diri sendiri dan mendahulukan kesejahteraan dan kebahagiaan orang lain?

Kita tidak perlu memburu ketenaran. Jika kita benar-benar pantas untuk menjadi terkenal, ketenaran akan datang kepada kita tanpa perlu dicari. Kumbang akan tertarik pada bunga yang berisi madu. Bunga sendiri tidak mengundang kumbang.

Tentu saja, kita tidak hanya merasa senang tapi juga sangat bahagia ketika ketenaran kita tersebar. Tetapi kita harus menyadari bahwa ketenaran, kehormatan, dan kekuasaan hanyalah bersifat sementara. Mereka dapat menghilang begitu saja.

Bagaimana dengan ketenaran akan keburukan? Hal ini tidak enak didengar dan mengganggu pikiran. Kita pasti gelisah ketika kata-kata tentang reputasi buruk kita menusuk telinga. Perasaan sakit akan lebih hebat ketika laporan tersebut tidak adil dan fitnah belaka.

Umumnya diperlukan waktu bertahun-tahun untuk mendirikan gedung yang megah. Dalam satu atau dua menit, dengan senjata penghancur modern, dengan mudah gedung itu runtuh. Kadang kala diperlukan waktu bertahun-tahun atau bahkan seumur hidup untuk membangun reputasi yang baik. Dalam waktu singkat nama baik yang diperoleh dengan susah payah itu hancur. Tidak ada orang yang terlepas dari kata penghancur yang dimulai dengan kata 'tetapi'. "Ya, ia orang baik, dia melakukan ini dan melakukan itu," tetapi reputasi yang baik ini diperburuk dengan kata 'tetapi'. Anda mungkin hidup sebagai seorang Buddha tetapi anda tidak akan terlepas dari kritik, serangan, dan hinaan.

Sang Buddha adalah guru yang paling dikenal dan paling sering difitnah dalam masanya. Orang-orang besar sering kali dikenal, walaupun kadang kala mereka dikenal bukan karena hal-hal yang baik. Beberapa orang yang membenci Sang Buddha menyebarkan desas-desus bahwa seorang wanita sering bermalam di vihara. Setelah gagal dalam upaya ini, mereka menyebarkan fitnah diantara penduduk bahwa Sang Buddha dan para muridnya membunuh wanita tersebut dan menyembunyikan mayatnya di timbunan sampah bunga-bunga layu dalam vihara. Para penghasut akhirnya mengakui bahwa merekalah pelakunya.

Ketika misi bersejarah-Nya berhasil dan banyak orang meminta ditahbiskan oleh-Nya, para musuh memfitnah-Nya, dengan berkata bahwa Beliau merebut putra dari para ibu, memisahkan para istri dari suami mereka, dan bahwa Beliau menghambat kemajuan negara.

Gagal dalam usaha-usaha untuk menghancurkan sifat-Nya yang mulia, Sepupu-Nya sendiri Devadatta, murid-Nya yang iri, berusaha membunuh-Nya dengan menggulingkan batu dari atas, tetapi gagal. Jika demikian menyedihkannya nasib Sang Buddha yang sempurna dan tidak bersalah, bagaimanakah nasib dari manusia biasa yang tidak sempurna?

Semakin tinggi anda mendaki bukit, semakin mudah anda terlihat dan tampak dalam mata orang lain. Punggung anda terlihat, tapi bagian depan tersembunyi. Dunia mudah menemukan kesalahan, menunjukkan kegagalan dan keraguan anda, tetapi mangabaikan kebajikan anda yang lebih mudah terlihat. Kipas perontok merontokkan sekam tapi tetap membiarkan padinya, sebaliknya saringan mempertahankan ampas yang kasar dan membiarkan sari buah yang manis mengalir. Orang yang bermoral mengambil bagian yang halus dan menghilangkan bagian yang kasar, Orang yang tidak bermoral memgambil bagian yang kasar, tapi menghilangkan bagian yang halus.

Ketika anda difitnah, secara sengaja atau tidak, ingatlah nasehat dari Epictus, untuk berpikir atau berkata, "O, dengan pengenalannya yang terbatas dan pengetahuannya yang sedikit tentang saya, saya hanya sedikit dikritik. Tetapi jika ia mengenal saya lebih baik, maka lebih serius dan lebih hebatlah tuduhan yang ditujukan kepada saya.

Tidaklah perlu menghabiskan waktu memperbaiki laporan-laporan palsu kecuali jika keadaan memaksa anda membuat suatu penjelasan. Musuh anda akan senang ketika ia melihat anda terluka. Inilah yang sesungguhnya diharapkannya. Jika anda acuh saja, tuduhan itu akan menghilang dengan sendirinya.

Dengan melihat kesalahan orang lain, hendaknya kita berlaku seperti orang buta. Dalam mendengar kritikan yang tidak adil kepada orang lain, hendaknya kita berlaku seperti orang tuli. Dalam membicarakan keburukan orang lain, hendaknya kita berlaku seperti orang bisu.

Adalah tidak mungkin untuk menghentikan tuduhan, laporan, maupun desas-desus yang salah. Dunia ini penuh dengan duri dan kerikil. Adalah tidak mungkin untuk memindahkan seluruhnya. Tapi, jika kita harus berjalan melewati rintangan tersebut, daripada mencoba memindahkannya, lebih baik memakai sepasang sandal dan berjalan tanpa terluka.

Dharma mengajarkan: Berlakulah seperti seekor singa yang tidak takut akan suara apapun. Berlakulah seperti angin yang tidak terikat oleh jaring. Berlakulah seperti bunga teratai yang tidak terkotori oleh lumpur dimana ia tumbuh. Berkelanalah sendiri bagaikan seekor badak. Sebagai raja rimba, singa tidak memiliki rasa takut. Secara alamiah singa tidak dapat ditakuti oleh geraman dari binatang lain. Dalam dunia ini, kita dapat mendengar laporan palsu, tuduhan yang tidak benar, dan kata-kata hinaan. Seperti seekor singa, kita hendaknya tidak mendengarkannya. Seperti sebuah bumerang, semua akan kembali ke tempat asalnya. Anjing menggonggong tapi kafilah tetap berlalu.

Kita hidup dalam dunia yang berlumpur. Begitu banyak bunga teratai muncul dari lumpur tanpa terkotori dan menghiasi dunia. Bagaikan bunga teratai kita hendaknya mencoba menjalani kehidupan yang tidak tercela dan mulia, tidak memperdulikan lumpur yang mungkin dilemparkan kepada kita.

Kita hendaknya mengharapkan lumpur yang dilemparkan kepada, bukan bunga mawar. Dengan demikian kekecewaan tidak akan terjadi. Walaupun sulit, kita hendaknya berusaha mengembangkan ketidakterikatan. Kita datang sendiri dan kita akan pergi sendiri. Ketidakterikatan adalah suatu kebahagiaan di dunia ini.

Tanpa memperdulikan fitnahan, kita hendaknya berkelana sendiri melayani orang lain dengan seluruh kemampuan kita. Hal yang agak aneh bahwa orang-orang besar telah difitnah, dicemarkan namanya, diracun, disalib atau ditembak. Socrates yang agung telah diracun. Yesus Kristus yang mulia telah disalibkan. Mahatma Gandhi yang tidak bersalah telah ditembak. Apakah berbahaya untuk menjadi orang yang terlalu baik? Ya, selama hidup mereka dikritik, diserang, dan dibunuh. Setelah kematiannya, mereka dipuja dan dihormati. Orang-orang besar tidak peduli akan kemahsyuran ataupun namanya tercemar. Mereka tidak marah ketika dikritik atau difitnah karena mereka bekerja bukan untuk nama baik atau kemahsyuran. Mereka tidak peduli apakah orang menghargai jasa mereka atau tidak. Mereka memiliki hak atas kerja mereka, tapi tidak atas buah yang diperolehnya (kritik dan hinaan).


57
Rekan-rekan,
Kabar gembira kami mengadakan Retret Meditasi 27 Jul - 22 Okt 2010 bersama 6 Sayadaw dari Pa Auk Tawya Centre.
Bagi yang ingin ikut serta dapat mendaftar ke daftarhadaya [at] gmail.com dengan Karman. Tempat yg kami sediakan tinggal hanya untuk sekitar 20 orang saja.

Bagi yang ingin ikut kurang dari 3 bulan, silakan mendaftar dulu dan akan segera kami infokan jika memang tempatnya masih ada. Info selanjutnya akan kami susulkan.

Terima kasih.

Mettacittena,
charles hardono

58
saya tidak menyuruh temen2 di sini untuk percaya ya..hanya sekedar share aja menurut ilmu2 "ramalan" ;D



Coba Anda perhatikan telapak tangan Anda, baik di telapak tangan kanan maupun di telapak tangan kiri. Biasanya pada bagian tertentu telapak tangan terdapat tahi lalat, meskipun ada juga orang-orang yang tidak mempunyai tahi lalat di tempat-tempat tersebut. Sekiranya ada, terutama di tempat-tempat tersebut, maka cerita tentang nasib Anda menjadi lebih banyak.

   1. Bisa menjadi orang terkenal dan kaya raya setelah usia 35 tahun.
   2. Bisa mengalami kecelakaan di jalan raya sampai luka berdarah atau patah tulang.
   3. Sering mengalami kerugian oleh penipuan.
   4. Bisa memperoleh rezeki kaget dalam jumlah yang lumayan besar sehingga bisa membantu atau meningkatkan karir/usaha.
   5. Bisa memiliki isteri atau suami lebih dari satu orang.
   6. Bisa menggapai cita-cita dan hidup berkecukupan.
   7. Kemungkinan tidak memperoleh keturunan/anak.
   8. Kemungkinan mengalami banyak kesulitan dalam rumah tangga atau menikah lebih dari satu kali.
   9. Kemungkinan mengalami banyak peristiwa menyenangkan dan menguntungkan. Sepanjang hidup sulit menikah hanya satu kali. Memiliki teman-teman dekat yang terlalu pribadi.
  10. Kemungkinan memiliki harta yang berkecukupan. Tidak pernah mengalami kesulitan keuangan.
  11. Kemungkinan akan selalu mengalami luka perasaan dan menderita kekecewaan tidak ringan. Merasa hidup tidak bahagia.
  12. Kemungkinan akan tinggal di rantau.
  13. Kemungkinan akan memperoleh bantuan yang bisa mengorbitkan karir atau usaha, saat berusia di atas 40 tahun.
  14. Kemungkinan hubungan dengan putra/putri dingin, bahkan sampai membeku. Tidak pernah cocok dan selalu berselisih paham.
  15. Kemungkinan sering memperoleh rezeki kaget yang cukup menyenangkan.
  16. Kemungkinan sulit memperoleh jodoh yang sesuai dengan kehendak hati.
  17. Kemungkinan akan menderita penyakit yang sangat serius dan mengancam keselamatan jiwa saat berusia di bawah 35 tahun.
  18. Kemungkinan sulit memperoleh rezeki kaget. Harus bekerja keras untuk hidup berkecukupan.
  19. Kemungkinan mengalami musibah di kolam renang atau laut.
  20. Kemungkinan akan memiliki teman hidup yang cukup menyenangkan dan rukun.
  21. Kemungkinan memiliki kehidupan yang menyenangkan di luar tanah kelahiran.
  22. Kemungkinan ada hubungan gelap, skandal seks dengan orang yang masih memiliki hubungan dekat atau sanak famili.
  23. Kemungkinan hubungan dengan suami/istri seperti tikus dengan kucing. Tidak pernah rukun dan selalu muncul salah paham.
  24. Kemungkinan sering mengalami kesulitan keuangan. Setiap membangun usaha baru mengalami hambatan atau apa yang diusahakan/dikerjakan acap kali gagal.
  25. Kemungkinan kurang mesra dalam hubungan seksual (impotensi atau frigid).
  26. Kemungkinan bisa menjadi pengusaha yang cukup kaya raya.
  27. Kemungkinan bisa mengalami saat-saat sangat berputus asa dan usaha untuk bunuh diri.
  28. Kemungkinan sering mengalami kehilangan barang berharga.
  29. Kemungkinan senang menyeleweng atau mengkhianati pasangan hidup.
  30. Kemungkinan sering mengalami kejadian yang menyedihkan.
  31. Kemungkinan bisa memperoleh keberuntungan sangat besar dalam usaha maupun dalam pernikahan.
  32. Kemungkinan sering jatuh sakit serius sehingga kesehatan kurang menyenangkan.
  33. Kemungkinan bisa berhasil di rantau sebagai tokoh yang terkenal dan dihormati masyarakat sekitar.
  34. Kemungkinan Anda seorang pemberang dan sering histeris jika dilanda kemarahan.
  35. Kemungkinan bisa memperoleh teman hidup yang menyebalkan dan tidak Anda sukai. Anda merasa tersiksa hidup dengan teman Anda tersebut.
  36. Kemungkinan bisa menderita kesulitan keuangan sepanjang hidup. Apa yang dilakukan lebih banyak gagal daripada berhasilnya.
  37. Kemungkinan Anda seorang pemboros dan terlalu senang makan.
  38. Kemungkinan Anda selalu salah paham dan terlibat pertengkaran dengan tetangga.
  39. Kemungkinan bisa memperoleh keberuntungan serta menjadi kaya setelah lewat usia 50 tahun.
  40. Kemungkinan akan menemui banyak kekecewaan dalam kehidupan. Bahkan sering dikhianati oleh orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan Anda.
  41. Kemungkinan akan bercerai dari pasangan hidup setelah menikah 8 tahun.
  42. Kemungkinan bisa menjadi orang terkenal dan sangat populer setelah berusia 25 tahun.
  43. Kemungkinan sangat jenius dan memiliki kecerdasan yang luar biasa mengagumkan. Bisa menjadi seorang tokoh masyarakat dan sebagai panutan orang banyak.
  44. Kemungkinan mengalami musibah patah tulang bagian tangan atau kaki.
  45. Kemungkinan mengalami penyakit hepatitis di atas usia 30 tahun.
  46. Kemungkinan akan mengalami kehidupan sangat sulit dan sengsara di atas usia 40 tahun.
  47. Kemungkinan bisa menjadi kaya raya di atas usia 50 tahun.
  48. Kemungkinan mengalami musibah di jalan raya yang mengancam jiwa di atas usia 30 tahun.
  49. Kemungkinan memiliki usaha yang mengalami kemajuan sangat pesat dan membuat Anda kaya raya.
  50. Kemungkinan berhasil duduk di puncak karir dan hidup cukup menyenangkan.
  51. Kemungkinan hidup makmur dan menyenangkan di atas usia 50 tahun.
  52. Kemungkinan besar bisa mengalami peristiwa yang sangat menyenangkan dan bisa menjadi kaya raya setelah berusia 40 tahun.

(disunting dari Cap Jie Shio, 1996)

sumber: hxxp://santai2008.wordpress.com/2010/03/06/tahi-lalat-berpengaruh-khusus-di-telapak-tangan/

59
Buddhisme untuk Pemula / PANCASILA DAN ATTHANGASILA
« on: 15 June 2010, 12:28:26 AM »
“Ia yang memiliki Sila yang kuat dan mantap, memiliki kebijaksanaan dan konsentrasi, serta bersemangat dan rajin, akan dapat menyeberangi arus yang sukar diseberangi.” ( Samyutta Nikaya i.53 )

“Dengan perbuatan, pengertian, dan kebajikan, dengan Sila serta hidup suci – Dengan cara inilah orang-orang menjadi suci, dan bukan karena keturunan dan harta kekayaan” ( Majjhima Nikaya iii.262 )

“Bukan karena kelahiran orang menjadi sampah. Bukan karena kelahiran pula orang menjadi Brahmana (mulia). Oleh karena perbuatanlah orang menjadi sampah. Oleh karena perbuatan pula orang menjadi Brahmana.”

( Vasala-Sutta ( Khotbah tentang “Manusia-Sampah (Spiritual)” ; Sutta-Nipata, Sutta ke-7 )

___________________________________________________________

“Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa“

( tikkhattum (3X) )

Namatthu Buddhassa,

Dhamma indah pada permulaan, pada pertengahan, dan indah pada pengakhirannya ; demikian seringkali dinyatakan. Apa yang indah pada permulaan adalah moralitas ( Sila );  apa yang indah pada pertengahan adalah ketenangan ( samatha ) dan pandangan-terang ( vipassana ) serta Jalan ( Magga ) ; dan apa yang indah pada pengakhirannya adalah Buah ( Phala ) serta Nibbana .

Dalam Visuddhi-Magga karya Bhadantacariya Buddhaghosa disebutkan ada sembilan (9) manfaat dan kegunaan dari SILA :

   1. Serangkai “Tiga-Latihan”, Sila menunjang Samadhi ; dan Samadhi yang ditunjang Sila, akan menghasilkan akhir yang indah : Panna ( Kebijaksanaan Penembusan ).
   2. Disebutkan bahwa Sila menunjukkan manfaat awal dari Dhamma. Ada disebutkan ; “Dan apakah awal dari hal-hal yang bermanfaat ? Sila yang benar-benar murni” (Samyutta Nikaya v.143 ), “Tidak melakukan kejahatan” (Dhammapada 183 ) adalah Sila yang merupakan awal dari Ajaran. Dan itu adalah baik, sebab ia menghasilkan kualitas istimewa, yakni ketidak menyesalan ( Seseorang yang ber-Sila tidak akan menyesal ).
   3. Syarat-syarat yang diperlukan untuk tiga macam pengetahuan-batin (tevijja) ditunjukkan oleh Sila ; Karena ditunjang oleh Sila yang sempurna, seseorang mencapai tiga macam pengetahuan-batin ( Tevijjo ; 1). Pubbenivasanussati-nana : mengetahui kehidupan-kehidupannya yang lampau (tumimbal-lahir) , 2). Cutupapata-nana : mengetahui tumimbal lahir dari semua makhluk hidup, darimana sebelum dilahirkan dan akan terlahir kemana setelah kematiannya, 3). Asavakhaya-nana : mengetahui jalan melenyapkan nafsu kekotoran batin ) .
   4. Sila juga bermanfaat untuk penghindaran terhadap ekstrem pemuasan nafsu-nafsu keinginan.
   5. Demikian pula cara-cara untuk mengatasi keadaan yang merugikan ditunjukkan dengan Sila.
   6. Penglepasan kekotoran batin, dengan menggantikannya dengan sifat-sifat yang berlawanan dari kekotoran batin ditunjukkan dengan Sila.
   7. Pencegahan terhadap pelanggaran yang disebabkan oleh kekotoran batin, ditunjukkan dengan Sila.
   8. Pembersihan dari kekotoran tingkah-laku ditunjukkan dengan Sila.
   9. Demikian pula, syarat-syarat untuk tercapainya tingkat “Pemasuk-Arus” ( Sotapatti ) dan tingkat “Yang-Kembali-Sekali-Lagi” ( Sakadagami ) ditunjukkan dengan Sila.  Seorang “Pemasuk-Arus” ( Sotapanna ) disebut sebagai yang “Telah Sempurna dalam Sila”, demikian pula dengan “Yang-Kembali-Sekali-Lagi” ( Sakadagami ).  Tetapi bagi “Yang-Tidak-Kembali-Lagi” ( Anagami ) disebut “Telah Sempurna dalam Konsentrasi” ; dan Arahat disebut “Telah Sempurna dalam Kebijaksanaan”.

Ajaran Buddha adalah ajaran tentang pengakhiran penderitaan samsara melalui sebuah “Jalan” yang indah pada permulaan, pertengahan, dan pengakhirannya sebagaimana tersebut diatas.  Inilah “Tiga-Rangkaian-Latihan” : SILA -> SAMADHI -> PANNA. Dan pada kesempatan ini, kita akan membahas mengenai “SILA” , atau praktik latihan pemurnian-moralitas , yang merupakan awal dari sebuah kehidupan-suci.

PRAKTIK LATIHAN MORALITAS ( SILA ) DALAM SEJARAH BUDDHIS

Ajaran tentang praktik Sila ini diucapkan oleh Sang Buddha, pertama kalinya ketika Sang Buddha membabarkan Empat-Kesunyataan-Mulia pada kelima petapa :   Assaji, Vappa, Bhadiya, Kondanna dan Mahanama. Khotbah ini adalah khotbah pertama Sang Buddha setelah mencapai pencerahan-sempurna, dan khotbah ini kemudian dikenal sebagai “Dhammacakkapavatthana-Sutta”. Dalam Khotbah inilah Sang Buddha menyebutkan adanya Jalan untuk menuju berakhirnya Dukkha, ialah “Ariya-Atthangika-Magga” ( Jalan Ariya Beruas Delapan ), yang didalamnya terdapat ruas-ruas : Ucapan-Benar (Samma-Vaca), Perbuatan-Benar (Samma-Kamanta), Mata-Pencaharian-Benar (Samma-Ajiva) yang menunjuk pada “SILA”.

Meskipun demikian, sesungguhnya praktik “Sila” ini sudah dikenal sejak jaman para Buddha yang terdahulu, sebelum Sang Buddha Gotama. Di dalam Jataka ( kisah-kisah kehidupan lampau Siddhatta Gotama ) banyak sekali disebutkan kisah mengenai praktik “PANCASILA” ( Lima Aturan Moralitas )  dan “ATTHANGASILA” ( Delapan Aturan Moralitas ) pada saat hari Uposattha ; yang keduanya (Pancasila dan Atthangasila) ditujukan untuk dilatih oleh ummat awam. Sehingga, setidaknya praktik “PANCASILA” dan “ATTHANGASILA” ini telah dikenal dalam dunia Buddhis sejak empat (4) Asankkheyya-Kappa + seratus ribu ( 100.000 ) Kappa yang lampau  ( Sejak masa Buddha Dipankara, Buddha yang pertama kali yang tercatat  dalam khasanah Buddhisme ); dalam masa yang sangat jauh / lama sekali sebelum Siddhatta-Gotama terlahir kembali sebagai manusia sebagai Pangeran Kapilavatthu dan kemudian merealisasi ke-Buddha-an. Hal ini adalah wajar, sebab memang ajaran semua Buddha adalah sama, tiada beda.

Dalam “Jalan Ariya Beruas Delapan” ( Ariya Atthangika Magga ), “SILA” ini merupakan ruas dari : Ucapan-Benar (Samma-Vaca), Perbuatan-Benar (Samma-Kamanta), Mata-Pencaharian-Benar (Samma-Ajiva) . Dalam Cullavedala-Sutta dinyatakan :

-          Ucapan Benar (Samma-Vaca) yang manapun, Perbuatan Benar ( Samma-Kamanta) yang manapun, dan Mata Pencaharian Benar ( Samma-Ajiva ) yang manapun, kesemuanya disusun dalam kelompok Aturan Moralitas (Sila ).

-          Usaha Benar ( Samma- Vayama ) yang manapun, Perhatian Benar ( Samma-Sati ) yang manapun, dan Konsentrasi ( Samma-Samadhi ) yang manapun, kesemuanya disusun dalam kelompok Semedi ( Samadhi ).

-          Pengertian Benar (Samma-Ditthi ) yang manapun dan Pikiran Benar ( Samma-Sankappa ) yang manapun, kesemuanya disusun dalam kelompok Kebijaksanaan ( Panna ).

Dalam Visuddhi-Magga, Acariya Buddhaghosa menerangkan “Tujuh-Tingkat-Pemurnian” ( Satta-Visuddhi ). Sejalan dengan pencapaian masing-masing tingkat ini, berbagai pengetahuan pandangan-cerah / insight ( Nyana ) akan berkembang, menuju tingkat Pembebasan / Kesucian Tertinggi.  Tahap pemurnian yang pertama adalah “Pemurnian-Perilaku” atau “Pemurnian-Moralitas” ( Sila-Visuddhi ).

Lebih lanjut Acariya Buddhaghosa mendeskripsikan “Aturan-Moralitas-Buddhis” sebagai berikut :

-          Menunjukkan sikap batin atau kehendak.

-          Menunjukkan penghindaran  yang merupakan unsur batin.

-          Menunjukkan pengendalian diri.

-          Menunjukkan tiada pelanggaran peraturan yang telah ditetapkan.

MANFAAT DARI PRAKTIK “SILA”

Mengapa “SILA” ini merupakan awal dari tiga-rangkaian-latihan ( Sila -> Samadhi -> Panna ) ? Karena, Sila ini bermanfaat memberikan “Ketiadaan-Rasa-Sesal”. Dengan begitu, batin menjadi tenang, damai, karena terkondisikan dalam perbuatan-perbuatan yang bajik, benar, lurus, dan oleh karenanya tiada lagi penyesalan atas tindakan-tindakan salah ( sebab telah dihindari / tidak dilakukan ).

Praktik “SILA” juga merupakan cara untuk mengendalikan diri dari segala bentuk-bentuk pikiran yang tidak baik atau merupakan usaha untuk membebaskan diri dari lobha (keserakahan/nafsu-indriya), dosa (kemarahan/kebencian), moha (kebodohan-batin).

Dalam Mahaparinibbana-Sutta ( Diggha-Nikaya ) , Sang Buddha bersabda pada ummat perumah-tangga mengenai manfaat yang akan diperoleh dari dilaksanakannya praktik latihan moralitas ( Sila ) :

-          Menyebabkan seseorang memiliki harta kekayaan yang melimpah.

-          Mendatangkan nama baik.

-          Menimbulkan rasa percaya diri dalam lingkungan pergaulan dengan golongan sosial manapun.

-          Menyebabkan kelahiran-kembali ke alam-alam surga.

DASAR TIMBULNYA PRAKTIK “SILA”

Munculnya “SILA” ini didasari adanya :

-          Hiri : Rasa malu untuk berbuat jahat.

-          Otappa : Rasa takut akan akibat perbuatan jahat.

Hiri dan Ottapa ini disebut sebagai “pelindung-dunia” ( Lokapaladhamma ). Tanpa adanya “Hiri” dan “Otappa” , maka dunia ini akan dicengkeram kejahatan, para makhluk menjadi “tidak-aman” untuk berdiam dalam bumi ini ; karena manusia akan bertindak tanpa merenungkan konsekuensi dari tindakannya. “Hiri” dan “Otappa” ini pula yang akan digunakan oleh seseorang untuk melindungi praktik Sila-nya.

PRAKTIK PENSUCIAN-SILA : AKAR KEHIDUPAN SUCI

Matara Sri Nanarama Mahathera, dalam bukunya “Tujuh Tingkat Kesucian & Pengertian Langsung” (Yayasan Penerbit Karaniya, Juli 2003 ) menyatakan, yang paling pertama dan paling mendasar dari kehidupan meditasi adalah “Kesucian-Sila” yang terdiri dari pengertian dan mempertahankan pengendalian, yaitu :

   1. Mematuhi janji pelaksanaan Sila yang telah diucapkan dan melindunginya seperti melindungi kehidupannya sendiri.
   2. Menjaga enam pintu indera dan tidak membiarkan timbulnya noda.
   3. Mempertahankan kehidupan yang benar.
   4. Menggunakan keperluan hidup dengan bijaksana.

Seorang yogi yang hidup menuruti keempat cara pengendalian tersebut akan memperoleh ketidakterikatan terhadap sesuatu atau pun penolakan terhadap sesuatu. Dengan demikian yogi tersebut memiliki kehidupan yang “Terang”, ringan jasmani dan puas dalam batin, bebas dari beban kepemilikian apa pun juga di dunia ini.

Setiap siswa Sang Buddha hendaknya memiliki Sila yang baku yang ditujukan pada realisasi Nibbana. Bagi para Bhikkhu dan Bhikkhuni diharapkan mematuhi peraturan yang diberikan dalam dua disiplin moral sesuai dengan tanggung jawab mereka dalam Patimokkha. Samanera dan Samaneri harus memperhatikan “DASASILA” sebagai standar Sila mereka.

Sedangkan bagi para upasaka dan upasika hendaknya memegang teguh PANCASILA sebagai standar Sila mereka dalam kehidupan sehari-hari ; dan ATTHANGASILA ( Delapan Sila ) dianjurkan sebagai Sila khusus untuk hari-hari Uposatha.

Seorang Upasaka / sika yang tertarik untuk lebih memperdalam spiritualitas dan semakin dalam melepaskan kemelekatan-kemelekatan, dapat menjadi seorang ANAGARIKA / ANAGARINI yang memegang teguh praktik ATTHANGASILA ( Delapan Sila ), atau pun juga mempraktekkan DASASILA dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupannya bermasyarakat.

Lebih lanjut, Matara Sri Nanarama Mahathera, dalam bukunya “Tujuh Tingkat Kesucian & Pengertian Langsung” (Yayasan Penerbit Karaniya, Juli 2003 ) menyatakan, untuk mencapai Jalan Suci ( Magga ) dan Buahnya ( Phala ), baik Bhikkhu maupun ummat awam keduanya harus mengembangkan Sila pengendalian indera. Sila pengendalian indera ini adalah menjaga dengan penuh perhatian keenam pintu indera : mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran. Dengan penuh kesadaran ia harus mencegah munculnya noda-noda yang dicetuskan dari kesan-kesan indera – semua bentuk keinginan – keruwetan yang kecil maupun yang besar, atau pun juga kesombongan yang sangat halus, yang berakar pada “kepalsuan-diri” , dan kebodohan. “Kepalsuan-diri” ( Atta ) adalah sesuatu yang sangat sukar dipahami. Tetapi dengan penuh kesadaran, seseorang mencatat dalam batin setiap objek yang “muncul” pada keenam indera, maka orang tersebut akan dapat membembaskan diri dari “kepalsuan-diri” ( atta ). Ketidaktahuan mengenai yang seharusnya diketahui adalah sama dengan pengertian yang salah mengenai diri ( atta ).

Bila gagal untuk mencatat dalam batin atas timbulnya suatu perasaan yang menyenangkan maka hal itu akan memberi kesempatan bagi keserakahan ( lobha ) untuk muncul. Kegagalan mencatat dalam batin terhadap perasaan yang tidak menyenangkan dapat menjadi kesempatan bagi timbulnya kebencian (dosa), sedangkan kegagalan mencatat dalam batin terhadap perasaan yang bukan-menyenangkan-maupun-bukan-tidak-menyenangkan memberikan kesempatan bagi kepalsuan, pengertian yang salah, atau pun kebodohan untuk muncul. Karena itu latihan untuk mencatat dalam batin terhadap setiap objek yang muncul pada keenam indera akan sangat menolong dalam mengusir kecenderungan terhadap kebodohan yang sudah ada secara laten.

Sang Buddha bersabda, “ Dalam hal perasaan yang menyenangkan, Visakha, kecenderungan laten dari kemelekatan (lobha) harus dihancurkan. Dalam hal perasaan yang menyakitkan, kecenderungan laten dari kebencian (dosa) harus dihancurkan. Dalam hal perasaan yang bukan-menyenangkan-maupun-tidak-menyenangkan, kecenderungan laten dari kebodohan (moha) harus dihancurkan.” ( M.I 303 ; Culavedalla Sutta ).

60
Buddhisme untuk Pemula / Rumah Kita Yang Sebenarnya(Ajahn Chah)
« on: 11 June 2010, 01:11:00 PM »
Rumah Kita Yang Sebenarnya

Oleh : Venerable Ajahn Chah


Sekarang, bertekadlah di dalam batin anda untuk mendengarkan Dhamma dengan penuh hormat. Ketika saya sedang berbicara, perhatikanlah kata-kata saya seolah-olah Sang Buddha sendiri yang duduk di hadapan anda. Tutuplah mata anda dan buatlah diri anda nyaman, tata pikiran anda dan jadikan ia terpusat pada satu titik. Izinkanlah dengan segala kerendahan hati, Tiga Permata dari kebijaksanaan, kebenaran dan kemurnian untuk tinggal di hati anda, sebagai cara untuk menunjukkan rasa hormat kepada Yang Telah Tercerahkan.

Hari ini, saya tidak membawa benda-benda material untuk diberikan kepada anda, hanya Dhamma, ajaran dari Sang Buddha. Anda seharusnya memahami bahwa bahkan Sang Buddha sendiri, dengan segudang besar kebajikan yang telah dikumpulkan, tidak dapat menghindar dari kematian fisik. Ketika beliau mencapai usia tua, beliau menyerahkan tubuhnya dan melepaskan beban yang begitu berat. Sekarang, anda juga semestinya belajar untuk merasa puas dengan telah sebegitu lamanya anda bergantung kepada tubuh anda. Anda seharusnya merasa bahwa itu sudah cukup.

Seperti alat-alat rumah tangga yang telah anda miliki untuk waktu yang lama � cangkir, piring-piring kecil, panci dan seterusnya � ketika pertama kali anda memilikinya, mereka tampak bersih dan mengkilat, tetapi kini setelah memakainya begitu lama, mereka mulai usang. Beberapa sudah rusak, ada yang sudah hilang, dan yang masih tersisa pun sudah berkarat, mereka tidak memiliki bentuk yang stabil. Dan itu adalah sifat alami mereka untuk menjadi seperti itu. Tubuh anda juga sama� ia telah secara terus-menerus berubah dari sejak anda dilahirkan, melalui masa kanak-kanak dan masa muda, hingga sekarang ia telah mencapai usia tua. Anda harus menerimanya. Sang Buddha mengatakan bahwa kondisi-kondisi, apakah internal, kondisi-kondisi tubuh atau kondisi-kondisi eksternal, adalah tanpa inti, sifat alami mereka adalah untuk berubah. Renungkanlah kebenaran ini secara jernih.

Gumpalan daging yang sedang melapuk ini adalah suatu kenyataan (note: Saccadhamma). Fakta-fakta tentang tubuh ini adalah kenyataan, mereka adalah ajaran Sang Buddha yang tak lekang oleh waktu. Sang Buddha mengajarkan kita untuk merenungkan hal ini dan menerima sifat alami mereka. Kita harus bisa berdamai dengan tubuh ini, tidak peduli dalam keadaan apa pun dia. Sang Buddha mengajarkan bahwa kita seharusnya memastikan hanya tubuh ini saja yang terpenjara, dan bukan batin yang ikut dipenjara bersamanya. Sekarang, ketika tubuh anda mulai merosot dan melapuk sejalan dengan bertambahnya usia, janganlah melawannya, tetapi jangan pula membiarkan pikiran anda ikut lapuk dengannya. Jagalah pikiran agar tetap terpisah. Berikan energi kepada pikiran dengan cara menyadari sifat-sifat sejati dari segala sesuatu. Sang Buddha mengajarkan bahwa inilah sifat alami dari tubuh, tidak ada lagi jalan yang lain. Begitu dilahirkan, ia menjadi tua dan sakit dan kemudian ia mati. Ini adalah kebenaran mulia yang saat ini sedang anda saksikan. Lihatlah tubuh ini dengan kebijaksanaan dan sadarilah hal ini.

Jika rumah anda kebanjiran atau terbakar habis, atau apapun ancaman terhadapnya, biarkanlah ia berurusan hanya dengan rumahnya saja. Jika ada banjir, jangan biarkan ia membanjiri batin anda. Jika ada kebakaran, jangan biarkan ia membakar hati anda. Biarkan saja rumah itu yang mengalaminya sendirian, yang berada di luar anda, apakah ia kebanjiran ataupun terbakar. Kini sudah saatnya anda mengizinkan batin anda untuk melepaskan segala kemelekatan.

Anda telah hidup untuk waktu yang lama sampai saat ini. Mata anda telah melihat berbagai macam bentuk dan warna, telinga anda sudah mendengar begitu banyak suara-suara, anda telah memiliki banyak pengalaman. Dan hanya itu saja mereka adanya � pengalaman. Anda telah menyantap makanan-makanan yang enak, dan semua citarasa yang enak tersebut hanyalah citarasa yang enak, tidak lebih. Citarasa yang tidak enak hanyalah citarasa yang tidak enak, itu saja. Jika mata melihat suatu bentuk yang indah, hanya itu saja� suatu bentuk yang indah. Bentuk yang jelek hanyalah bentuk yang jelek. Telinga mendengar suara yang lembut dan merdu, dan tidak lebih dari itu. Bunyi yang ribut dan menggelisahkan, juga hanya itu, tidak lebih.

Sang Buddha mengatakan bahwa kaya atau miskin, muda atau tua, manusia atau binatang, tidak ada satu makhluk pun di dunia ini yang dapat mempertahankan diri mereka dalam suatu keadaan yang tetap untuk waktu yang lama. Semuanya mengalami perubahan dan kehilangan. Ini adalah suatu kenyataan hidup yang kita tidak bisa lakukan apapun untuk menghentikannya. Tetapi Sang Buddha mengatakan bahwa yang bisa kita lakukan adalah merenungkan tubuh dan pikiran ini guna melihat ketiadaan jati dirinya, bahwa tidak ada satupun dari mereka yang merupakan �aku� ataupun �milikku.� Mereka hanyalah kenyataan yang sementara saja. Seperti rumah ini, ia hanyalah milik anda secara nominal. Anda tidak dapat membawanya ke mana-mana. Hal yang sama berlaku untuk kesehatan anda, harta anda dan keluarga anda. Mereka hanyalah milik anda di dalam nama dan sebutan saja. Mereka tidaklah benar-benar milik anda, mereka adalah milik alam ini.

Sekarang, kebenaran ini tidak hanya berlaku untuk anda seorang saja, semua orang berada dalam perahu yang sama � bahkan Sang Buddha sendiri dan murid-muridNya yang telah tercerahkan. Mereka berbeda dari kita hanya dalam satu hal, dan itu adalah pemahaman mereka akan sifat sejati dari segala sesuatu. Mereka melihat bahwa tidak ada jalan yang lain lagi.

Jadi, Sang Buddha mengajarkan kita untuk menelusuri dan menyelidiki tubuh kita, mulai dari telapak kaki hingga ke puncak kepala kita, dan kemudian kembali lagi ke kaki. Perhatikan saja tubuh kita. Benda-benda apa yang anda lihat? Adakah sesuatu yang benar-benar bersih di sana? Bisakah anda menemukan unsur-unsur yang tetap dan tidak berubah? Seluruh tubuh ini melapuk dan merosot secara teratur. Sang Buddha mengajarkan kita untuk memahami bahwa ia bukanlah milik kita. Adalah merupakan hal yang alamiah jika tubuh berlaku seperti ini, karena segala fenomena yang berkondisi akan tetap berubah. Dengan cara apa lagi anda akan menanggapinya? Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan sifat-sifat tubuh ini. Bukan tubuh kita yang menyebabkan penderitaan, tetapi pemikiran yang salah yang menyebabkan penderitaan. Ketika anda memandang sesuatu dengan cara yang salah, akan ada kebingungan.

Seperti air di sungai. Ia mengalir ke tempat yang lebih rendah secara alami, ia tak pernah mengalir ke tempat yang lebih tinggi. Itu adalah sifat alaminya. Jika seseorang pergi dan berdiri di tepi sungai dan menginginkan air tersebut untuk mengalir kembali ke tempat yang lebih tinggi, dia adalah orang bodoh. Ke mana pun dia pergi, pemikiran bodohnya itu akan membuat batinnya tidak tenang. Dia akan menderita karena pandangan salahnya, pikirannya melawan arus. Jika dia mempunyai pandangan yang benar, dia akan memahami bahwasannya air akan selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah, dan sampai dia menyadari dan menerima kenyataan ini, dia akan tetap bingung dan frustrasi.

Air sungai yang harus mengalir di sepanjang alurnya itu adalah seperti tubuh anda. Setelah melewati masa muda, tubuh anda menjadi tua dan bergerak terseok-seok menuju kematiannya. Jangan mengharapkan yang sebaliknya, ia bukanlah sesuatu yang bisa anda hentikan. Sang Buddha mengatakan kepada kita untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya dan melepaskan kemelekatan kita terhadap mereka. Ambillah perasaan melepaskan ini sebagai tempat perlindungan anda. Teruslah bermeditasi walaupun jika anda merasa lelah dan kehilangan tenaga. Biarkan pikiran anda bersama-sama dengan nafas. Tariklah beberapa nafas panjang dan kemudian pusatkan perhatian pada pernafasan, dengan memakai mantra Bud-dho. Jadikanlah latihan ini sebagai rutinitas. Semakin anda merasa kehabisan tenaga, akan semakin halus dan semakin fokus pula konsentrasi anda, sehingga anda dapat mengatasi apapun rasa sakit yang timbul. Ketika anda mulai merasa lelah, hentikan semua pikiran anda, biarkan pikiran anda mengumpulkan dirinya sendiri dan kemudian arahkanlah ia untuk memperhatikan nafas. Teruslah melafalkan dalam batin, Bud-dho, Bud-dho.

Lepaskan semua hal yang berada di luar. Jangan terikat pada pikiran-pikiran tentang anak-anak dan sanak keluarga anda, jangan terikat pada apapun. Lepaskanlah. Biarkan pikiran berkumpul dalam satu titik dan arahkan pikiran yang menyatu ini untuk memperhatikan nafas. Biarkan nafas menjadi objek tunggal pengetahuannya. Berkonsentrasilah hingga pikiran menjadi semakin halus, hingga perasaan menjadi tidak berarti lagi dan terdapat kejernihan serta kesadaran yang tinggi di dalam batin. Lalu, apapun rasa sakit yang muncul akan sedikit demi sedikit menghilang dengan sendirinya.

Pages: 1 2 3 [4] 5 6 7 8
anything