//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan  (Read 580755 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #900 on: 17 October 2011, 02:54:48 PM »
Nah, ini juga hal yang menarik. Bagaimana kalau kita semua masing-masing kumpulkan data, apakah benar kalau gak laku, pembantaian dikurangi? Ada banyak tempat yang bisa diselidiki, dari pasar tradisional, sampai pabrik besar yang mungkin akan memberikan informasi yang bervariasi. Kalau Sis Mayvise dan yang lainnya ada selidiki hal ini, boleh dibagikan di sini untuk masukan kita semua.

Saya hanya pake logika. Sampai saat ini saya masih merasa hal tersebut cukup logis, yaitu semakin banyak pemakan daging maka semakin banyak hewan yang diternakkan untuk dijadikan makanan. Saya belum punya argumen lain yang lebih kuat.
_______
Tentang contoh tukang mie ayam, memang hari itu telah terbantai 10 ekor. Tapi kalo kurang laku terus, besok-besok ayam yang dibantai berkurang. Mungkin dia ganti ayamnya jadi sayur?! (Tapi saya rasa bro Kainyn akan mengatakan bahwa ini adalah contoh masyarakat sederhana, bukan global).
_______
Tentang contoh hubungan seksual di luar nikah & adopsi anak. Saya setuju bahwa makan daging bukan berarti mendukung pembunuhan. Demikian pula, mengadopsi anak-di-luar-nikah bukan berarti mendukung pelanggaran sila ke-3.

Contoh tersebut memang menunjukkan independensi antara pembunuhan dan konsumsi daging. Tapi kalau semakin banyak pengkonsumsi daging berarti juga semakin banyak pembunuhan, maka perumpamaan tersebut tidak sesuai lagi karena semakin banyak anak-di-luar-nikah yang diadopsi bukan berarti semakin banyak pelanggaran sila ke-3.
« Last Edit: 17 October 2011, 03:02:25 PM by Mayvise »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #901 on: 17 October 2011, 03:19:23 PM »
saya rasa tidak ada pandangan yang salah, dalam situasi manusia dewasa yang sejak lahir telah diberi makanan non vege. tentunya sangat sulit untuk menjauhkan makanan2 berdaging tersebut dalam menu sehari hari, tanpa diberi pandangan bagaimana makanan mereka diperoleh.

sudah sangat obvious Paha KFC, Ayam Goreng, Bakso Malang, dan lain sebagainya diperoleh dengan merenggut nyawa makhluk hidup. Lain halnya jika dikatakan makanan tersebut diambil dari pemeliharaan binatang ternak, lalu ditunggu meninggal dan baru diolah.

note: saya tidak mengganggap memakan daging adalah kamma/karma buruk karena daging hanyalah objek.
Pandangan salah yang saya maksud adalah pandangan seseorang bisa mengembangkan cinta kasih dengan memilih menu apa yang dimakan.


Quote
Dengan mengesampingkan seperti pandangan ormas di Indo seperti MUI yang mengharamkan sesuatu berdasar penyalahgunaan, demikian juga kita mengesampingkan bahwa memakan daging adalah akar dari suatu Perbudakan dan Pembunuhan massal Makhluk hidup.

Bagi para peternak selain mereka ingin memakan daging juga, sebenarnya motif mereka adalah uang, jadi para peternak bukan memuaskan nafsu mereka dengan semakin banyak membunuh maka semakin puas mereka.

Menjadi Vege adalah sesuatu yang benar (NOTE : Saat anda bisa memilih) adalah pandangan yang paling tepat menurut saya.
Saya sama sekali tidak menentang, bahkan menganggap vegetarian (yang tidak ekstrem) adalah bagus. Tapi saya menentang pandangan bahwa vegetarian = cinta kasih.


Quote
Mungkin akan ada banyak kontroversi mengenai pernyataan, "Menjadi Vege Mengurangi Pembunuhan"

tetapi saya rasa tidak ada yang dapat mengcounter pernyataan "Menjadi Non Vege Menambah Pembunuhan"
Ini tidak bisa dinilai secara mutlak, maka saya mengajak kita semua coba menyelidiki, benarkan kalau kita vegetarian, lalu pembantaian berkurang. Sebaliknya juga cobalah teliti apakah jika seorang vegetarian kemudian makan daging, apakah benar ada penambahan pembantaian. Bisa dicoba dari yang dekat, misalnya pasar atau pedagang penjual ayam/daging. Saya punya beberapa jawaban, tapi lebih 'afdol' kalau orang lain saja yang memberi input.


Quote
Saya kurang mengerti makna FangShen sebenarnya, demikian pandangan saya mengenai Fangshen teman FB tersebut

FangShen intinya adalah selain "Merasakan" , Belajar, Melakukan Pelepasan. intinya adalah suatu usaha untuk mengorbankan (dalam arti merelakan) suatu tindakan yang tidak baik dan tidak melakukannya lagi, walaupun hal itu akan merugikannya/menyakitinya secara duniawi(sebagaimana seperti orang yg tidak lulus karena menolak contekan teman dan gurunya).
 
FangShen mungkin suatu tindakan penuh toleransi bagi seorang manusia dalam existensinya dengan Alam (saya menggunakan kata Alam sebagai wakil dari Makhluk2 lainnya)

Jadi bagi teman FB tersebut, dengan merelakan tidak memakan makanan kesukaan dia, maka dia "berharap" keesokannya tidaklah perlu lagi untuk seekor ayam yang dipersiapkan dengan dipelihara, dikandangkan, di bunuh dan juga digoreng untuknya.

memang lucu sih ;D
Fangsheng itu seharusnya adalah praktik melepaskan makhluk yang terancam bahaya. Jadi misalnya ada lele menunggu ajal digoreng, kita beli lele itu dan kita lepaskan.


Quote
untuk pandangan Theravada saya punya contoh, seorang bhikkhu yang memakan ayam goreng yang dibeli oleh umatnya lalu dipersembahkan kepada Bhikkhu tersebut, bagaimana hal tersebut dikatakan bukan pembunuhan langsung. Penjual ayam goreng membunuh ayamnya secara khusus untuk dijual kepada pembeli, umat adalah pembeli maka umat membeli dari penjual tersebut.

Sang Bhikkhu memang hanya menerima dan tidak terkait dengan urusan si penjual dan pembeli tadi, dia hanya berurusan dengan Umat saja. Menolak makanan sungguh tidak enak, karena menghalangi perbuatan baik si Umat.

Pertanyaannya bila apa yang dilakukan Umat tersebut pada saat menjadi Pembeli salah, bagaimanakah penilaian seorang bhikkhu seharusnya terhadap pembeli tersebut?
Kalau ayam memang sudah dibunuh dan digoreng, maka dibeli atau tidak oleh si umat, tetap ayamnya sudah mati. Sudah tidak relevan lagi, apalagi terhadap si bhikkhu. Apakah si bhikkhu terima atau tidak, ayamnya tetap sudah mati.

Tapi jika si bhikkhu mengetahui atau minimal menduga bahwa si umat memesan ayam untuknya, yang karena hal tersebut, ada ayam yang kemudian dibunuh/disakiti, maka si bhikkhu memang sudah seharusnya menolaknya, sebab penerimaan hal tersebut berarti menyetujui makhluk dibunuh demi dia. 

Sebetulnya sederhana saja, sama seperti ada gelandangan meninggal, setelah dikremasi, sisa tubuhnya diberikan ke bhikkhu untuk meditasi asubha. Kalau memang demi si bhikkhu meditasi asubha, maka ada umat membunuh (secara langsung atau tidak) agar mayatnya bisa diberikan ke si bhikkhu, maka sudah sepatutnya si bhikkhu tidak menerima 'pemberian' itu.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #902 on: 17 October 2011, 03:38:56 PM »
Mungkin gak cuma diusir alias gak dibunuh?  :P
Kalo misalnya sapi ato ayamnya ga dibunuh, cuma ga dikasih makan sampe stress & mati, jadi daging 'organik' ga? ;D


Quote
Ia itu aku jg bingung soalnya merugikan itu relatif, tapi gmn menurut kk dgn pernyataan berikut:
Quote
Objek dari pembunuhan makhluk hidup yang dimaksud dibedakan menjadi :

1. Manusia
2. Binatang

1. Binatang yang berguna
2. Binatang yang tidak berguna
3. Binatang yang merugikan
4. Binatang yang tidak merugikan
Bobot kejahatan tergantung pada kebaikan dan besarnya makhluk yang bersangkutan. Pembunuhan terhadap seorang saleh atau seekor hewan besar ( gajah, lembu, kerbau, dll. ) dipandang lebih kejam daripada pembunuhan terhadap seorang yang keji, bengis, jahat ataupun seekor hewan kecil ( nyamuk, semut, kecoa, ulat, dll. ). Hal itu dianggap demikian karena usaha lebih besar diperlukan untuk melakukan kejahatan itu dan kehilangan yang ditimbulkan dipandang lebih besar.
Saya setuju bahwa memang sepertinya beda makhluk, beda akibat. Tapi saya juga tidak mau berspekulasi macam-macam. Hewan keji darimana? Bodhisatta pernah jadi singa lho dalam perjalanan penyempurnaan paraminya. Bahkan Pindola Bharadvaja juga terlahir jadi singa waktu jaman Buddha Padumuttara, di mana si singa melayani Buddha selama tujuh hari, meninggal, terlahir di Tavatimsa. Kemudian di Tavatimsa, ia bertekad menjadi savaka yang terkemuka dalam 'raungan singa' (sihanada).

Berdasarkan kisah ini saja cukup membuat saya tidak berani untuk tebak-tebakan mana yang lebih mulia, dan mana lebih hina antara singa (si keji) dibanding kerbau (yang rajin). 


Quote
Yup, tp menurutku makan vegetarian jg bgs sepanjang gak fanatik, lebih tepatnya ada apa aja ya makan tidak terikat kemelekatan pada rasa ya?
Menurutku bukan vegetariannya, tapi pandangan salah yang mendasari praktik vegetarian itu yang harus dihindari. Terpisah dari itu, kemelekatan pada rasa juga hal yang perlu disadari. Bukan objeknya (daging/non-daging), tapi kemelekatan pada rasanya yang berbahaya.


Quote
ic... Tapi menurut kk cara yg tepat untuk mengurangi kemelekatan pada makanan n cara untuk mengurangi pembantaian hewan ternak gmn kk? Kl biasa kt makan diluar kan mikir mau makan apa yah... kl pgn makan ini itu termasuk kemelekatan bkn kk? Thx....
Mengurangi kemelekatan pada makanan dengan membatasi makan seperti pada uposatha. Otomatis ada waktu-waktu di mana kita menahan diri dari keinginan makan.
Mengurangi pembantaian hewan ternak secara global? Anda harus punya kuasa untuk mempengaruhi sistem kehidupan secara global dulu. Kalau saya, akan perhatikan sejauh yang berkenaan langsung dengan saya sendiri yaitu menghindari perbuatan (apakah makan daging atau lainnya) yang menyebabkan atau menyetujui pembantaian. Hal lain adalah dengan fangsheng yang tepat, yaitu membebaskan hewan yang memang akan dibantai.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #903 on: 17 October 2011, 03:46:06 PM »
Jadi vegetarian ada yg salah gak kk? kl gak sebaiknya mereka boleh kampanye gak? Kalo boleh sebaiknya dgn slogan apa yah kalo bukan dengan cinta kasih?
Seperti sebelumnya, bukan praktik vegetarian yang salah, tapi pandangan salah yang menyertai praktik tersebut yang salah. Kampanye apapun saya pikir tidak masalah asal tidak memberikan fakta palsu saja. Misalnya beberapa waktu lalu ada kampanye global warming disebabkan ternak, padahal itu adalah gejala kosmik yang berhubungan dengan aktifitas matahari. Selain itu, pembukaan lahan juga menyebabkan timbunan metana dalam tanah, yang jadi 'bom waktu' suatu saat terlepas ke udara. Nah, katanya cinta kasih, kok ngebo'ong?

Kalau saya pribadi, ketimbang kampanye yang motifnya ga jelas, tujuannya juga ga jelas, lebih baik yang memang nyata saja, misalnya mengenai pembantaian hewan. Jika pembantaian ini tidak bisa dihindari, minimal kita usahakan agar jangan mereka dibantai dengan cara yang kejam. Sebelum pembantaian juga jangan mereka disiksa dengan cara apapun. Kampanye ini di luar negeri sudah menghasilkan ketentuan-ketentuan dalam pembantaian hewan. Walaupun mungkin pembantaian tidak berkurang, tapi penyiksaan dan cara2 kejam itu bisa dikurangi.


Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #904 on: 17 October 2011, 04:00:10 PM »
Ini tidak bisa dinilai secara mutlak, maka saya mengajak kita semua coba menyelidiki, benarkan kalau kita vegetarian, lalu pembantaian berkurang. Sebaliknya juga cobalah teliti apakah jika seorang vegetarian kemudian makan daging, apakah benar ada penambahan pembantaian. Bisa dicoba dari yang dekat, misalnya pasar atau pedagang penjual ayam/daging. Saya punya beberapa jawaban, tapi lebih 'afdol' kalau orang lain saja yang memberi input.

Hal ini sudah ada contohnya, dalam Negara Islam saya rasa setidaknya tidak ada babi yang diternakan dan dibunuh untuk konsumsi.

note : Walaupun mungkin ada babi yang dibunuh, tentunya misal karena sebagai hama, setidaknya pembunuhan untuk konsumsi lebih banyak daripada dibunuh karena hama.

Nah, misalkan pada suatu saat (walau tidak mungkin, lagipula ini hanya sekedar contoh) nanti di Negara Islam tersebut menghalalkan memakan babi, tentunya akan ada pemakan babi, karena ada pemakan babi, maka kebutuhan akan daging babi meningkat, karena daging babi tidak datang begitu saja, maka perlu ada babi yang dibunuh untuk diambil dagingnya. seiring semakin banyaknya pemakan babi, maka diperlukan banyak babi pula yang dibunuh dan diambil dagingnya, dst sampai ke peternakan.

Jadi kesimpulannya, karena ada yang memakan babi, jadi ada babi yang terbunuh. (walau sekali lagi saya tidak menyimpulkan secara umum, memakan daging harus membunuh makhluk yg punya daging. Tetapi umumnya kita harus membunuh makhluk itu)


Quote
Kalau ayam memang sudah dibunuh dan digoreng, maka dibeli atau tidak oleh si umat, tetap ayamnya sudah mati. Sudah tidak relevan lagi, apalagi terhadap si bhikkhu. Apakah si bhikkhu terima atau tidak, ayamnya tetap sudah mati.

Tapi jika si bhikkhu mengetahui atau minimal menduga bahwa si umat memesan ayam untuknya, yang karena hal tersebut, ada ayam yang kemudian dibunuh/disakiti, maka si bhikkhu memang sudah seharusnya menolaknya, sebab penerimaan hal tersebut berarti menyetujui makhluk dibunuh demi dia. 

Sebetulnya sederhana saja, sama seperti ada gelandangan meninggal, setelah dikremasi, sisa tubuhnya diberikan ke bhikkhu untuk meditasi asubha. Kalau memang demi si bhikkhu meditasi asubha, maka ada umat membunuh (secara langsung atau tidak) agar mayatnya bisa diberikan ke si bhikkhu, maka sudah sepatutnya si bhikkhu tidak menerima 'pemberian' itu.


Mengenai hal ini, sebelum saya bertanya lebih jauh, ada yg perlu penjelasan lebih dari om KK

Mengenai ayam yang sudah mati dan digoreng, mau dibeli atau tidak memang betul ayam itu yah sudah mati.

pertama, saya menelusuri dahulu, bagaimana ada ayam mati dan digoreng yang tau tau ada di pajang oleh penjual. tentunya sang Pembeli yaitu umat itupun tau, Ayam itu dikhususkan dibunuh oleh penjual untuk dibeli oleh pembeli.

Alasan saya mengatakan Ayam itu dikhususkan di bunuh oleh si Penjual untuk dibeli umat (umat menjadi pembeli) adalah :

Kita tilas balik, maksud si penjual. seperti yg saya katakan sebelumnya Si Penjual membutuhkan Uang, Maka dia akan menjual Daging Ayam (bukan membunuh) , bagaimana daging ayam itu diperoleh, yah tentu saja dengan Membunuh Ayam.

Dalam hal ini terlihat membunuh itu adalah syarat dia menjual daging. (Note : Penjual disini saya contohkan penjual langsung yang beternak ayam)

Lalu ada umat yang ingin membeli daging (tentunya dia bisa memilih untuk tidak harus daging) saat dia melihat daging yang dijajakan oleh penjual, tentu saja itu hanyalah seongok daging, tidak terlihat pertumpahan darah disitu.

lalu kembali ke aturan "Pembunuhan Langsung", bila saya sebagai pembeli yang tertarik dengan daging itu, lalu saya bertanya kepada penjual.

"Bang, abang menjual daging ini ke saya apakah abang dengan khusus menyembelih ayam yang abang ternak demi mendapatkan dagingnya sehingga bisa ditawarkan kepada saya?"

kira2 jawaban apa yang diterima si pembeli?
kalau menurut saya tentu jawaban si penjual adalah "Ya" , karena Penjual tersebut tidak ada maksud lain dalam membunuh ayamnya selain untuk mengambil dagingnya dan ditawarkan kepada pembeli.

(nb : walau mungkin ada jawaban "Ohhh tidak dek, saya membunuh Ayam ternak saya karena mereka selalu mengganggu tidur pagi saya, yah daripada dibuang daginggnya, jadi saya jual saja". tetapi hal ini sepertinya terlalu aneh :hammer:  )

Bila Cerita diatas adalah ideal, maka tentunya sudah tidak sesuai dengan aturan tersebut.

Lalu kembali kepada Bhikkhu, Sang Bhikkhu hanya menerima persembahan dari Umatnya, yang ternyata adalah daging ayam. Sang Bhikkhu tentu bisa bertanya,

"Apakan anda (sang Umat) mengkhususkan membunuh Ayam yang mempunyai daging dihadapan saya ini, untuk dipersembahkan kepada saya?"

Sang Umat tentu menjawab tidak, karena tidak ada pembunuhan olehnya, Pekerjaan dia hanya Membeli dan mempersembahkan, tentunya sang Bhikkhu "halal" memakan ayam tersebut. tetapi saya ingin tahu, kira2 bagaimana penilaian sang Bhikkhu saat hadir dalam percakapan Penjual dan Pembeli saat Pembeli bertanya bagaimana daging tersebut bisa ditawarkan ;D
« Last Edit: 17 October 2011, 04:05:27 PM by hatRed »
i'm just a mammal with troubled soul



Offline M14ka

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.821
  • Reputasi: 94
  • Gender: Female
  • Live your best life!! ^^
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #905 on: 17 October 2011, 04:04:31 PM »

Mengurangi kemelekatan pada makanan dengan membatasi makan seperti pada uposatha. Otomatis ada waktu-waktu di mana kita menahan diri dari keinginan makan.

Ic... kk napa mengurangi kemelekatan harus dengan cara tidak makan? Bukankah lapar itu bukan dibuat2 sendiri, kalo mis makan disaat lapar, tapi tidak memilih2 makanan bukankah juga bs melatih kemelekatan kk? O ya, kalo guling yg empuk juga merupakan kemelekatan ya?

Quote
Mengurangi pembantaian hewan ternak secara global? Anda harus punya kuasa untuk mempengaruhi sistem kehidupan secara global dulu. Kalau saya, akan perhatikan sejauh yang berkenaan langsung dengan saya sendiri yaitu menghindari perbuatan (apakah makan daging atau lainnya) yang menyebabkan atau menyetujui pembantaian. Hal lain adalah dengan fangsheng yang tepat, yaitu membebaskan hewan yang memang akan dibantai.
Soal fangsheng kalo kita beli dari pedagang hewan dia juga akan menangkap lagi, jadi kita bkn malah mendukung mata pencahariannya? Maap byk tanya hehe....

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #906 on: 17 October 2011, 04:12:34 PM »
Fangsheng itu seharusnya adalah praktik melepaskan makhluk yang terancam bahaya. Jadi misalnya ada lele menunggu ajal digoreng, kita beli lele itu dan kita lepaskan.

Maaf OOT, jadi FangShen itu adalah praktik penyelamatan makhluk hidup lain yang terancam bahaya yah?

Apakah pelepasan itu perlu? jadi misal ada kucing yang hampir terlindas lalu kita selamatkan, tetapi tidak kita lepas, tapi kita kurung didalam rumah itu termasuk FangShen atau tidak?

Apa FangShen itu harus ada "Penyelamatan Nyawa" AND "Pelepasan" ?

kalo misal Harus, berarti membeli burung sangkar bukan termasuk fangshen yah, karena tidak ada nyawa yg terancam disana sepertinya ???
i'm just a mammal with troubled soul



Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #907 on: 17 October 2011, 04:49:00 PM »
Saya hanya pake logika. Sampai saat ini saya masih merasa hal tersebut cukup logis, yaitu semakin banyak pemakan daging maka semakin banyak hewan yang diternakkan untuk dijadikan makanan. Saya belum punya argumen lain yang lebih kuat.
Nah, ini menarik. Saya mau cerita. Sekitar 10 tahun lalu, daging hiu masih jarang dimakan karena berbau 'pesing'. Tapi sekarang ini dengan pengolahan beda, daging hiu jadi agak biasa untuk dimakan. Sekarang beberapa restoran menyediakan daging hiu dan otomatis pemakan daging hiu jadi bertambah.

Pertanyaannya: Apakah bertambahnya orang mencari daging menyebabkan bertambahnya pembantaian, ataukah bertambahnya pembantaian dan persediaan daging yang menyebabkan meningkatnya konsumen daging? Bisakah dipastikan?


Quote
Tentang contoh tukang mie ayam, memang hari itu telah terbantai 10 ekor. Tapi kalo kurang laku terus, besok-besok ayam yang dibantai berkurang. Mungkin dia ganti ayamnya jadi sayur?! (Tapi saya rasa bro Kainyn akan mengatakan bahwa ini adalah contoh masyarakat sederhana, bukan global).
Nah, ini 'kan tugas kita masing-masing untuk survey. Besok2 saya janji akan tanyakan ke beberapa penjual di sini yang saya kenal. Dan untuk memperjelas maksud saya pada 'global' dan 'lokal', tanyakan 2 hal:
1. Apa yang akan dilakukan jika langganannya di daerah sini beralih jadi vegetarian?
2. Apa yang akan dilakukan jika semua langganannya beralih jadi vegetarian?


Quote
Tentang contoh hubungan seksual di luar nikah & adopsi anak. Saya setuju bahwa makan daging bukan berarti mendukung pembunuhan. Demikian pula, mengadopsi anak-di-luar-nikah bukan berarti mendukung pelanggaran sila ke-3.

Contoh tersebut memang menunjukkan independensi antara pembunuhan dan konsumsi daging. Tapi kalau semakin banyak pengkonsumsi daging berarti juga semakin banyak pembunuhan, maka perumpamaan tersebut tidak sesuai lagi karena semakin banyak anak-di-luar-nikah yang diadopsi bukan berarti semakin banyak pelanggaran sila ke-3.
Ya, memang konteksnya adalah hubungan tidak langsung antara perbuatan dan hasil perbuatan.

Nah, saya tanya lagi. Jika memang suatu saat banyak permintaan adopsi anak meningkat dan stock anak yang siap diadopsi tidak mencukupi. Bayaran untuk anak angkat menjadi mahal dan menggiurkan. Apakah mungkin atau tidak mungkin orang terpikir untuk sengaja berhubungan seksual, menghamili wanita2 hanya demi menghasilkan bayi untuk kemudian dijual?


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #908 on: 17 October 2011, 05:08:08 PM »
Hal ini sudah ada contohnya, dalam Negara Islam saya rasa setidaknya tidak ada babi yang diternakan dan dibunuh untuk konsumsi.

note : Walaupun mungkin ada babi yang dibunuh, tentunya misal karena sebagai hama, setidaknya pembunuhan untuk konsumsi lebih banyak daripada dibunuh karena hama.
Jangan memberikan contoh di mana orangnya terkondisi untuk tidak ada pilihan donk. ;D Di kutub utara juga ga ada vegetarian, karena bisa beku kepala mereka semua karena tidak makan.


Quote
Nah, misalkan pada suatu saat (walau tidak mungkin, lagipula ini hanya sekedar contoh) nanti di Negara Islam tersebut menghalalkan memakan babi, tentunya akan ada pemakan babi, karena ada pemakan babi, maka kebutuhan akan daging babi meningkat, karena daging babi tidak datang begitu saja, maka perlu ada babi yang dibunuh untuk diambil dagingnya. seiring semakin banyaknya pemakan babi, maka diperlukan banyak babi pula yang dibunuh dan diambil dagingnya, dst sampai ke peternakan.

Jadi kesimpulannya, karena ada yang memakan babi, jadi ada babi yang terbunuh. (walau sekali lagi saya tidak menyimpulkan secara umum, memakan daging harus membunuh makhluk yg punya daging. Tetapi umumnya kita harus membunuh makhluk itu)
Kembali lagi ke masalah tersedianya komoditi menyebabkan konsumsi, atau konsumsi menyebabkan tersedianya komoditi. Kalau halal dan tidak ada yang menyediakan, tidak ada yang bisa mengolah, juga saya rasa tidak ada yang makan daging babi tersebut.


Quote
Mengenai hal ini, sebelum saya bertanya lebih jauh, ada yg perlu penjelasan lebih dari om KK

Mengenai ayam yang sudah mati dan digoreng, mau dibeli atau tidak memang betul ayam itu yah sudah mati.

pertama, saya menelusuri dahulu, bagaimana ada ayam mati dan digoreng yang tau tau ada di pajang oleh penjual. tentunya sang Pembeli yaitu umat itupun tau, Ayam itu dikhususkan dibunuh oleh penjual untuk dibeli oleh pembeli.

Alasan saya mengatakan Ayam itu dikhususkan di bunuh oleh si Penjual untuk dibeli umat (umat menjadi pembeli) adalah :

Kita tilas balik, maksud si penjual. seperti yg saya katakan sebelumnya Si Penjual membutuhkan Uang, Maka dia akan menjual Daging Ayam (bukan membunuh) , bagaimana daging ayam itu diperoleh, yah tentu saja dengan Membunuh Ayam.

Dalam hal ini terlihat membunuh itu adalah syarat dia menjual daging. (Note : Penjual disini saya contohkan penjual langsung yang beternak ayam)

Lalu ada umat yang ingin membeli daging (tentunya dia bisa memilih untuk tidak harus daging) saat dia melihat daging yang dijajakan oleh penjual, tentu saja itu hanyalah seongok daging, tidak terlihat pertumpahan darah disitu.

lalu kembali ke aturan "Pembunuhan Langsung", bila saya sebagai pembeli yang tertarik dengan daging itu, lalu saya bertanya kepada penjual.

"Bang, abang menjual daging ini ke saya apakah abang dengan khusus menyembelih ayam yang abang ternak demi mendapatkan dagingnya sehingga bisa ditawarkan kepada saya?"

kira2 jawaban apa yang diterima si pembeli?
kalau menurut saya tentu jawaban si penjual adalah "Ya" , karena Penjual tersebut tidak ada maksud lain dalam membunuh ayamnya selain untuk mengambil dagingnya dan ditawarkan kepada pembeli.

(nb : walau mungkin ada jawaban "Ohhh tidak dek, saya membunuh Ayam ternak saya karena mereka selalu mengganggu tidur pagi saya, yah daripada dibuang daginggnya, jadi saya jual saja". tetapi hal ini sepertinya terlalu aneh :hammer:  )

Bila Cerita diatas adalah ideal, maka tentunya sudah tidak sesuai dengan aturan tersebut.

Lalu kembali kepada Bhikkhu, Sang Bhikkhu hanya menerima persembahan dari Umatnya, yang ternyata adalah daging ayam. Sang Bhikkhu tentu bisa bertanya,

"Apakan anda (sang Umat) mengkhususkan membunuh Ayam yang mempunyai daging dihadapan saya ini, untuk dipersembahkan kepada saya?"

Sang Umat tentu menjawab tidak, karena tidak ada pembunuhan olehnya, Pekerjaan dia hanya Membeli dan mempersembahkan, tentunya sang Bhikkhu "halal" memakan ayam tersebut. tetapi saya ingin tahu, kira2 bagaimana penilaian sang Bhikkhu saat hadir dalam percakapan Penjual dan Pembeli saat Pembeli bertanya bagaimana daging tersebut bisa ditawarkan ;D
;D
Simple, bro, jujur saja pada diri sendiri. Kalau memang anda menduga benar sejauh itu, maka janganlah beli. Tapi kalau memang dalam kejujuran kita yakin bahwa memang pembunuhan itu tidak ditujukan untuk kita, maka makanlah tanpa perlu merasa bersalah.

Di sini hanya ada 2 masalah ekstrem: tidak mau jujur pada diri sendiri (yang mengarah pada pembenaran), serta spekulasi yang menghubungkan apa yang tidak berhubungan (yang mengarah pada penyalahan). Dan kedua ini tidak bisa dinilai secara empiris, namun bisa diselidiki oleh diri sendiri.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #909 on: 17 October 2011, 05:15:26 PM »
Ic... kk napa mengurangi kemelekatan harus dengan cara tidak makan? Bukankah lapar itu bukan dibuat2 sendiri, kalo mis makan disaat lapar, tapi tidak memilih2 makanan bukankah juga bs melatih kemelekatan kk? O ya, kalo guling yg empuk juga merupakan kemelekatan ya?
Soal fangsheng kalo kita beli dari pedagang hewan dia juga akan menangkap lagi, jadi kita bkn malah mendukung mata pencahariannya? Maap byk tanya hehe....
Ya, itu hanya salah satu cara saja. Dengan menahan diri dari nafsu makan, maka otomatis kita melatih diri dari kenikmatan jenis makanan apapun yang kita lekati. Cara tidak memilih-milih makanan juga bisa dilakukan.
Kalo guling dan lain-lain yang memang memberikan perasaan menyenangkan ketika ada, dan memberikan rasa kehilangan/kerinduan jika tidak ada, itu adalah kemelekatan.

Soal fangsheng, bagaimana hasilnya juga memang kita tidak tahu, seperti misalnya dia telepon cabangnya yang masih sisa untuk kemudian dikirim & dibantai. Tapi setidaknya, hewan yang kita lepaskan itu tidak jadi dibantai. Hasilnya tersebut adalah nyata, setidaknya bagi hewan yang dilepaskan. Kalau soal lainnya, kita sebaiknya tidak perlu berspekulasi dan mengembangkan tebak-tebakan lebih jauh, karena bisa-bisa sampai pada kesimpulan: "bakar restorannya, maka tidak ada pembantaian lebih jauh."


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #910 on: 17 October 2011, 05:21:39 PM »
Maaf OOT, jadi FangShen itu adalah praktik penyelamatan makhluk hidup lain yang terancam bahaya yah?

Apakah pelepasan itu perlu? jadi misal ada kucing yang hampir terlindas lalu kita selamatkan, tetapi tidak kita lepas, tapi kita kurung didalam rumah itu termasuk FangShen atau tidak?
Itu Fangsheng juga, pengurungan juga. Tapi kalau memang dipelihara bukan dianiaya, sepertinya bukan perbuatan buruk.

Quote
Apa FangShen itu harus ada "Penyelamatan Nyawa" AND "Pelepasan" ?

kalo misal Harus, berarti membeli burung sangkar bukan termasuk fangshen yah, karena tidak ada nyawa yg terancam disana sepertinya ???
Fangsheng seharusnya memberikan keselamatan dan kenyamanan bagi si makhluk. Kalau memang kondisi paling baik tidak dilepaskan, maka sebaiknya jangan dilepaskan. Tergantung kondisi saja. "Melepas" itu hanya istilah saja.

Fangsheng burung yang sengaja ditangkap, sebetulnya juga fangsheng (karena kalau dibiarkan desak2an terus, lama-lama mati burungnya). Tapi mengenai ini, saya menilai praktik penangkapan burung ini adalah hasil dari fangsheng yang tidak bijaksana sehingga burung yang tadinya aman sentosa, gara-gara umat Buddha haus mencari makhluk menderita untuk dilepas, maka ada orang yang memberikan kepuasan kehausan itu dengan memberikan penderitaan bagi makhluk yang sebetulnya tidak menderita.


Offline The Ronald

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.231
  • Reputasi: 89
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #911 on: 17 October 2011, 05:52:13 PM »
hmm..klo semua jd vege..harga daging murah... harga sayur mahal..trus org miskin makan daging...krn murah lama2 banyak org demi hemat makan daging...trus lama2 seperti skrg deh..trus harga sayur murah..org miskin makan vege...trus biar hemat org2 makan vege.. trus lama2.. semuanya vege...harga daging murah..harga sayur jd mahal...sistim ekonomi lah...
...

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #912 on: 17 October 2011, 06:33:20 PM »
hmm..klo semua jd vege..harga daging murah... harga sayur mahal..trus org miskin makan daging...krn murah lama2 banyak org demi hemat makan daging...trus lama2 seperti skrg deh..trus harga sayur murah..org miskin makan vege...trus biar hemat org2 makan vege.. trus lama2.. semuanya vege...harga daging murah..harga sayur jd mahal...sistim ekonomi lah...
[sarcastic mode]Salah, kalau semua orang vegetarian, maka semua orang mencapai minimal jhana I metta bhavana, lalu semua orang jadi tidak kikir, tidak membenci, tidak serakah, tidak nafsu, dan dunia tenteram, aman, damai, sentosa. Mengapa demikian? Sebab cinta kasih berkembang dari menu non-daging.[/sarcastic mode]

« Last Edit: 17 October 2011, 07:12:09 PM by Kainyn_Kutho »

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #913 on: 18 October 2011, 07:54:23 AM »
Ya, kalau sebagai bentuk protes, saya setuju. Beberapa makanan juga saya tidak makan bukan karena saya lihat makan makanan itu = tidak cinta kasih, atau makanan itu = kotor/haram, tapi memang sebagai sikap protes saja, kadang agar orang juga lebih memperhatikan.

Sepakat. memilih2 dalam hal makan, tidak terkait dengan cintakasih ataupun pencapaian kesucian. Alih2 malah menjadikan semakin dosa/lobha...

Quote
Nah, kalau di sini, kembali lagi saya kurang cocok.
Daging disiapkan untuk dikonsumsi. Apakah kita konsumsi atau tidak, hewan telah dibantai. Misalnya di depan kantor ada tukang mie ayam, anggaplah 10 ayam terbantai untuk dagangannya sehari. Nah, apakah saya makan atau tidak makan, tetap ayam itu sudah terbantai. Jika semua konsumennya hari itu terconvert jadi MLDD dan tidak ada yang makan mie ayam tersebut, tetap 10 ayam telah terbantai.

Listrik tersedia untuk dikonsumsi. Misalnya total pemakaian AC adalah 10. Jika saya mematikan 1, walaupun yang lain tetap menyala, tapi tetap ada penghematan 1 AC, jadi pemakaian adalah 9 AC.
Begitu juga plastik, misal per hari ada pemakaian di kantor 20 kantong plastik, jika saya mengurangi untuk diri sendiri dan pemakaian jadi 19 kantong plastik, maka ada pengurangan sampah plastik dari 20 menjadi 19.

Pengurangan listrik dan sampah adalah hal-hal yang nyata hasilnya yang bisa kita lakukan, berbeda dengan 'tidak makan daging' yang proses pembunuhan dan konsumsinya adalah independen, makan/tidak makan, tidak memiliki relevansinya, setidaknya tidak secara langsung. 

sy paparkan sedikit analisa sy:

Ambil contoh kantong plastik dan daging.

Jika kita giat mengurangi pemakaian kantong plastik, maka produksi kantong plastik akan dikurangi sehingga sampah kantong plastik akan berkurang, bandingkan seperti selama ini, kantong plastik sangatlah murah sehingga pemakaian kantong plastik besar2an dan menjadi masalah sampah serius bagi lingkungan.

IMO, ini persis halnya jika sbgn masyarakat tidak makan daging. Maka produksi daging akan dikurangkan, otomatis pembantaian makhluk tertentu akan dikurangi. Ambil contoh kita kurang suka makan anjing, maka tidak banyak anjing yg dibantai. Di China banyak anjing2 yg dibantai setiap hari untuk dimakan. Krn memang ada pasar/konsumen disitu. Bandingkan dengan disini, dimana anjing2 berkeliaran bebas *)

Juga, sejak meningkatnya permintaan akan kulit trenggiling, di daerah sy banyak yg ikut jadi pemburu trenggiling. Dulu tidak ada yg mengacuhkan trenggiling, namun akhir2 ini hampir tiap hari ada trenggiling yg ditangkap, dibunuh dan dipreteli kulitnya.

Saya bayangkan jika sy sudah mulai menyukai daging anjing, maka sy akan datang ke resto anjing (resto batak; yg tidak banyak di daerah sy). Jika bbrp atau puluhan orang bertindak seperti sy, maka pasti akan menambah jumlah anjing2 yg akan dibantai.

Permintaan mempengaruhi pasar. Ini hukum ekonomi.

---

*) belakangan di kota sy populasi anjing berkeliaran bebas sudah mulai berkurang sejak mulai maraknya resto batak yg menyediakan daging anjing. Bahkan anjing sy sendiri, yg jinak dan jika sesekali lari keluar, selalu pulang ke rumah kembali dlm bbrp jam, terakhir, tidak pernah kembali lagi. Semua orang mengatakan ia telah ditangkap dan dijual ke resto batak.
 
::

« Last Edit: 18 October 2011, 07:59:05 AM by williamhalim »
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #914 on: 18 October 2011, 08:44:46 AM »
Nah, ini menarik. Saya mau cerita. Sekitar 10 tahun lalu, daging hiu masih jarang dimakan karena berbau 'pesing'. Tapi sekarang ini dengan pengolahan beda, daging hiu jadi agak biasa untuk dimakan. Sekarang beberapa restoran menyediakan daging hiu dan otomatis pemakan daging hiu jadi bertambah.

Pertanyaannya: Apakah bertambahnya orang mencari daging menyebabkan bertambahnya pembantaian, ataukah bertambahnya pembantaian dan persediaan daging yang menyebabkan meningkatnya konsumen daging? Bisakah dipastikan?

Ya, betul juga, berarti ada hubungan timbal-balik. Penjual daging menarik minat pembeli, dan di sisi lain, meningkatnya pembeli maka meningkatkan penjualan daging. Jadi intinya ada di pengendalian nafsu?

Quote
Nah, ini 'kan tugas kita masing-masing untuk survey. Besok2 saya janji akan tanyakan ke beberapa penjual di sini yang saya kenal. Dan untuk memperjelas maksud saya pada 'global' dan 'lokal', tanyakan 2 hal:
1. Apa yang akan dilakukan jika langganannya di daerah sini beralih jadi vegetarian?
2. Apa yang akan dilakukan jika semua langganannya beralih jadi vegetarian?

Untuk nomor 1, jawabannya pasti bervariasi. Kalau dia percaya diri bahwa dagangannya itu spesial, maka dia akan tetap berjualan daging tapi pindah ke tempat lain. Tapi kalau dia tidak PD (atau nomor 2), dia akan menuruti selera konsumen.

Quote
Ya, memang konteksnya adalah hubungan tidak langsung antara perbuatan dan hasil perbuatan.

Nah, saya tanya lagi. Jika memang suatu saat banyak permintaan adopsi anak meningkat dan stock anak yang siap diadopsi tidak mencukupi. Bayaran untuk anak angkat menjadi mahal dan menggiurkan. Apakah mungkin atau tidak mungkin orang terpikir untuk sengaja berhubungan seksual, menghamili wanita2 hanya demi menghasilkan bayi untuk kemudian dijual?

Kayaknya gak mungkin permintaan adopsi anak meningkat hingga menjadi demikian (mungkin saja, tapi kemungkinannya kecil). Tapi ya, perumpamaan memang tidak selalu mewakili kebenaran (apa yang ingin disampaikan) :D

 

anything