//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan  (Read 588498 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #420 on: 05 May 2010, 04:52:10 PM »
Om,mau tanya pendapat om lg ;D
Di buddhism selalu ditekankan panna dan mempraktikan JALAN TENGAH
Lalu,bagaimana dengan praktek "keras" bhikkhu dhutanga?
*mereka terkenal keras dalam berlatih,menghadapi rasa takut dgn berlatih di tempat2 berbahaya(seperti sarang2 harimau,ditepi jurang,di gua2 yg banyak setannya)
*mereka rela mati demi dhamma(*maksudnya,demi melatih diri mereka rela mengorbankan nyawa)
mereka tidak takut akan malaria,bahkan [kadang] ketika terserang malaria mereka lebih memilh memakai dhamma sebagi obatnya(perenungan),daripada obat konvensional..

Bagaimana menurut om dan teman2 lain??
Jalan tengah adalah yang menghindari kenikmatan dan penyiksaan indera. Walaupun ada beberapa praktek yang sama, misalnya makan benar-benar hanya sekali, atau tidur di tempat terbuka, saya pikir perbedaan yang paling mendasar antara dhutanga/praktek bhikkhu hutan dan petapaan menyiksa diri adalah pandangannya. Petapaan menyiksa diri adalah untuk menghabiskan kamma buruk masa lampau sehingga mencapai kesucian, sementara praktek bhikkhu hutan tidak bertujuan untuk menyiksa diri, apalagi menghabiskan kamma buruk, namun menjalankan disiplin yang lebih keras untuk mendukung kemajuan mereka dalam melepaskan kemelekatan.

Kalau saya tidak salah, 13 sila tambahan bagi bhikkhu hutan adalah menyangkut: memakai jubah dari kain bekas, tidak menyimpan jubah cadangan, tidak menerima undangan makan, tidak mendatangi lagi tempat yang menyajikan makanan enak, hanya makan sekali dan tidak menerima tambahan, tinggal di tempat sepi, tinggal di tempat terbuka, tidak tinggal di bawah pohon, tinggal di kuburan, tinggal di mana pun (dalam perjalanan) selama layak ditinggali, tidak berbaring.

Kalau menurut saya pribadi, praktik demikian yang dilakukan oleh orang sehat, tidak membahayakan kesehatan, juga jika dengan kebijaksanaan (tidak tidur di sebelah harimau yang baru melahirkan) juga tidak merusak tubuh. Secara garis besar, mereka menghindari kenyamanan, namun tidak pada sampai merusak tubuh, dan yang terpenting, didasari dengan pandangan benar, yaitu bukan beranggapan dengan melakukan petapaan itu, orang jadi lebih suci, namun karena melihat petapaan itu lebih mendukung bagi dirinya untuk menuju lenyapnya kemelekatan. 


Quote
Apakah di buddhism ada istilah "rela mati demi latihan dhamma"?

Thank sebelumnya
Sering terdengar kutipan dari dhammapada: "kesehatan adalah berkah terbesar, kepuasan adalah kekayaan terbesar, teman terpercaya adalah yang terbaik di antar semua hubungan, Nibbana adalah kebahagiaan  tertinggi." Dalam Magandiya Sutta (Majjhima Nikaya 75), Buddha menjelaskan bagaimana ungkapan itu lambat laun disalahartikan sebagai kesehatan fisik. Kesehatan yang dimaksud adalah kesehatan bathin, yaitu tercapainya magga-phala yang menuju pada berakhirnya kelahiran kembali. Apalah artinya kesehatan tubuh yang fana dibanding dengan berakhirnya penderitaan? Setiap kelahiran selalu ada kebahagiaan, kesedihan, dan kematian; namun tidak di setiap kelahiran ada kesempatan menjalankan Buddha-dhamma.

Namun demikian, juga perlu diperhatikan agar jangan sampai terjerumus pada sikap ekstrem yang masih terjebak pada pandangan salah, mengabaikan kesehatan demi petapaan keras.Hasilnya kesehatan bathin tidak dapat, kesehatan fisik juga hancur. Ini keputusan yang tidak bijaksana. Seseorang harus mengenal dirinya sendiri, mengetahui kekuatan dan potensi, serta kelemahan dan keterbatasannya sendiri, baru kemudian bisa menentukan dengan benar apa yang bermanfaat bagi dirinya. Begitu menurut saya.

Offline Mr.Jhonz

  • Sebelumnya: Chikennn
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.164
  • Reputasi: 148
  • Gender: Male
  • simple life
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #421 on: 05 May 2010, 07:05:48 PM »
thank atas pandangannya om :)

Quote
Kalau saya tidak salah, 13 sila
tambahan bagi bhikkhu hutan adalah
menyangkut: memakai jubah dari kain
bekas, tidak menyimpan jubah
cadangan, tidak menerima undangan
makan, tidak mendatangi lagi tempat
yang menyajikan makanan enak, hanya
makan sekali dan tidak menerima
tambahan, tinggal di tempat sepi,
tinggal di tempat terbuka, tidak
tinggal di bawah pohon, tinggal di
kuburan, tinggal di mana pun (dalam
perjalanan) selama layak ditinggali,
tidak berbaring.
Kalo boleh tahu itu vinaya tradisi mana om?
Sepengetahuan sy tradisi acariya man tidak demikian ketatnya..

Thank sebelumnya
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #422 on: 05 May 2010, 09:57:35 PM »
duthanga gak ada di vinaya manapun. tapi duthanga diijinkan oleh Sang Buddha sendiri loh.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #423 on: 06 May 2010, 12:03:42 AM »
tapi ada beberapa bikkhu lebih memilih mati ketimbang melanggar sila...
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline Mr.Jhonz

  • Sebelumnya: Chikennn
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.164
  • Reputasi: 148
  • Gender: Male
  • simple life
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #424 on: 06 May 2010, 05:53:21 AM »
Btw, bagaimana cara bhikkhu dhutanga bertahan hidup di hutan atau gua2 yg tidak terdapat pemukiman penduduknya?
*apakah bhikkhu dhutanga diperbolehkan mencari umbi-umbian atau buah-buahan?
*keknya bhikkhu hutan ga di perbolehkan membawa bekal.cmiiw

Thank
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #425 on: 06 May 2010, 08:40:37 AM »
thank atas pandangannya om :)

Quote
Kalau saya tidak salah, 13 sila tambahan bagi bhikkhu hutan adalah menyangkut: memakai jubah dari kain bekas, tidak menyimpan jubah cadangan, tidak menerima undangan makan, tidak mendatangi lagi tempat yang menyajikan makanan enak, hanya makan sekali dan tidak menerima
tambahan, tinggal di tempat sepi, tinggal di tempat terbuka, tidak tinggal di bawah pohon, tinggal di
kuburan, tinggal di mana pun (dalam perjalanan) selama layak ditinggali, tidak berbaring.
Kalo boleh tahu itu vinaya tradisi mana om?
Sepengetahuan sy tradisi acariya man tidak demikian ketatnya..

Thank sebelumnya
Setahu saya itu dari Tradisi Theravada, tetapi bukan vinaya. Itu semacam peraturan tambahan yang boleh dijalankan, boleh juga tidak. Jika menjalankan, juga boleh sebagian, boleh keseluruhan. Mungkin juga tradisi yang berkembang sekarang juga ada perbedaan minor.


Btw, bagaimana cara bhikkhu dhutanga bertahan hidup di hutan atau gua2 yg tidak terdapat pemukiman penduduknya?
*apakah bhikkhu dhutanga diperbolehkan mencari umbi-umbian atau buah-buahan?
*keknya bhikkhu hutan ga di perbolehkan membawa bekal.cmiiw

Thank
Kalau tidak salah, mereka memang harus berjalan jauh untuk pindapata. Jika telat sampai atau tidak dapat makanan, mereka tidak makan.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #426 on: 06 May 2010, 09:02:50 AM »
tapi ada beberapa bikkhu lebih memilih mati ketimbang melanggar sila...
Jika ia memiliki pandangan benar, maka ia kehilangan nyawa, namun merupakan pawaris dhamma.
Jika ia tidak memiliki pandangan benar, maka ia kehilangan nyawa, namun hanya memiliki kekayaan sejauh sila itu saja.


Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #427 on: 06 May 2010, 06:49:20 PM »
Btw, bagaimana cara bhikkhu dhutanga bertahan hidup di hutan atau gua2 yg tidak terdapat pemukiman penduduknya?
*apakah bhikkhu dhutanga diperbolehkan mencari umbi-umbian atau buah-buahan?
*keknya bhikkhu hutan ga di perbolehkan membawa bekal.cmiiw

Thank
Bro Jhonz yang baik, seorang bhikkhu tidak dianjurkan memilih tempat meditasi yang terlalu jauh dari desa, karena bila terjadi sesuatu sulit meminta pertolongan.
Menurut Vinaya, bhikkhu dilarang bercocok tanam atau memetik tanaman.
Bhikkhu tidak diperbolehkan membawa bekal makanan (hanya boleh digunakan sebelum jam 12.00).
Gula dan madu boleh disimpan selama seminggu karena dianggap setengah obat.

Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline sukuhong

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 279
  • Reputasi: 8
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #428 on: 07 May 2010, 06:42:02 AM »
Btw, bagaimana cara bhikkhu dhutanga bertahan hidup di hutan atau gua2 yg tidak terdapat pemukiman penduduknya?
*apakah bhikkhu dhutanga diperbolehkan mencari umbi-umbian atau buah-buahan?
*keknya bhikkhu hutan ga di perbolehkan membawa bekal.cmiiw
Thank
Bro Jhonz yang baik, seorang bhikkhu tidak dianjurkan memilih tempat meditasi yang terlalu jauh dari desa, karena bila terjadi sesuatu sulit meminta pertolongan.
Menurut Vinaya, bhikkhu dilarang bercocok tanam atau memetik tanaman.
Bhikkhu tidak diperbolehkan membawa bekal makanan (hanya boleh digunakan sebelum jam 12.00).
Gula dan madu boleh disimpan selama seminggu karena dianggap setengah obat.

Setuju bang Fabian
Memang demikian seharusnya kalau Vinaya/Sila di praktekkan dengan Benar

Sekilas cerita ttg Achan Chop Bhikkhu dhutanga dari Thailand dimana perjalanan dari Myanmar menuju perbatasan Thailand melalui hutan pada masa peperangan.
Karena bertekad mematuhi Sila dalam perjalanan.
Beliau menderita kelaparan selama 4 hari tanpa makanan
Pada hari terakhir beliau mendapat dana makanan dari seorang lelaki (masih didalam hutan) dengan makanan yang enak sekali dan luar biasa harumnya makanan itu.
Menurut Beliau diyakini, lelaki penderma itulah adalah Mahluk Dewata yang menyamar jadi manusia untuk membantu seorang Bhikkhu yang sedang menderita kelaparan selama 4 hari dalam perjalanan hutan.
Dan pada waktu menderita kelaparan beliau sempat berpikir bahwa harusnya para Dewata sekarang diyakin dan sehati dengan dewata jaman Buddha karena kehidupan dewata berumur panjang. Diwaktu jaman sang Buddha para dewata sering ke Bumi utk mempersembahkan makanan kepada para Bhikkhu Sangha.

Dan pada waktu jaman Sang Buddha ada beberapa Bhikkhu Ariya yang menderita kelaparan sehingga menyebabkan terjadi kematian (karena kamma buruk berbuah).

IMO
Didalam cerita Achan Chop, intinya saya melihat begitu patuhnya seorang Bihkkhu Sangha mempraktekkan Vinaya & Sila dengan baik sehingga dapat terhindar dari kelaparan.
Dalam hal ini tentunya Beliau juga punya kamma baik berbuah sehingga dapat terhindar dari kelaparan dengan bantuan makhluk Dewa.

kam sia
« Last Edit: 07 May 2010, 06:45:44 AM by sukuhong »

Offline Mr.Jhonz

  • Sebelumnya: Chikennn
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.164
  • Reputasi: 148
  • Gender: Male
  • simple life
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #429 on: 09 May 2010, 08:01:42 PM »
Ada yg bilang praktek kehidupan selibat-bhikkhu dhutanga adalah praktek penyangkalan(cth:tidak memakan makanan enak,tidur di kuburan,hidup serba kekurangan) diri..
Bagaimana menurut om??

Thank sebelumnya
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #430 on: 10 May 2010, 11:53:34 AM »
Ada yg bilang praktek kehidupan selibat-bhikkhu dhutanga adalah praktek penyangkalan(cth:tidak memakan makanan enak,tidur di kuburan,hidup serba kekurangan) diri..
Bagaimana menurut om??

Thank sebelumnya
Mengenai penilaian orang tentang itu, tentunya subjektif. Misalnya ada orang yang karena sakit pencernaan, ia punya banyak pantangan makanan. Ketika diajak makan, ia hanya makan bubur polos saja. Mungkin saja orang melihatnya sebagai penyangkalan diri. Ditraktir makan enak, pilih yang tidak enak. Hanya makan bubur polos. Mungkin sebagian lain melihat dia sebagai orang tolol yang tidak tahu makanan enak. Mungkin juga yang lain mengira dia petapa yang dikekang oleh silanya.

Apakah kemudian berarti orang yang memilih makan bubur polos menyangkal diri? Apakah ia tidak tahu banyak makanan lain yang lebih enak? Dia tahu. Apakah ia boleh makan enak? Boleh saja, tidak ada yang melarang. Hanya saja, dia menyadari kesehatannya lebih berharga daripada kepuasan lidahnya. Sama halnya dengan bhikkhu hutan mengenali dan mengetahui kesenangan indriah, tidak menyangkalnya, namun melihat terbebas dari hausnya kemelekatan indriah lebih berarti ketimbang memuaskan kesenangan indriah itu sendiri.


Offline Mr. pao

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 792
  • Reputasi: 29
  • KeperibadianMuYanGakuSuka
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #431 on: 10 May 2010, 12:09:13 PM »
sekedar bahan renungan bagi kita semua agar bisa mengurangi keterikatan pada makanan enak:

Makanan se-enak apapun, yang terasa hanya tiga inci lidah saja.
Jika ada yang menampar pipi kananku aku akan segera memberikan pipi kirinya telapak kananku, karena dengan demikian hutang karma kita akan segera selesai ditempat. ;D

Offline johan3000

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 11.552
  • Reputasi: 219
  • Gender: Male
  • Crispy Lotus Root
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #432 on: 10 May 2010, 12:57:34 PM »
sekedar bahan renungan bagi kita semua agar bisa mengurangi keterikatan pada makanan enak:

Makanan se-enak apapun, yang terasa hanya tiga inci lidah saja.

setuju, trus mr. Pao. nyari isteri yg manis, aerodynamic... atau yg over size ?
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #433 on: 10 May 2010, 05:29:47 PM »
Ada yg bilang praktek kehidupan selibat-bhikkhu dhutanga adalah praktek penyangkalan(cth:tidak memakan makanan enak,tidur di kuburan,hidup serba kekurangan) diri..
Bagaimana menurut om??

Thank sebelumnya

Bro Jhonz yang baik, penyangkalan atau bukan tergantung dari sisi mana kita menilai, bagi umat Islam selibat adalah penyangkalan, bagi orang ka****k tidak makan daging babi adalah penyangkalan.
Bagi mereka hidup sebagai bhikkhu adalah penyangkalan, terlebih bila hidup sebagai bhikkhu dhutanga.

Ada kebahagiaan yang mungkin hanya dirasakan oleh para bhikkhu dhutanga, umpamanya perasaan bebas merdeka yang tidak terikat kepada para perumah tangga, sesuai dengan isi salah satu syair dalam Sutta (mungkin Dhammapada) yang isinya kurang lebih begini: "seorang bhikkhu yang berkelana berpindapatta dari desa satu ke desa yang lainnya tanpa melekat kepada perumah tangga,  hidup bagaikan kumbang yang menikmati manisnya madu tanpa merusak keindahan kembang tersebut".

Ketika Y.A. Maha Kassapa ditanyakan mengapa beliau hidup ber-dhutanga dengan keras bukankah hal itu tidak diperlukan dan bagi seorang Arahat tak ada lagi yang perlu dipelajari? Beliau menjawab bahwa beliau memberi contoh untuk generasi muda.

 _/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline thres

  • Teman
  • **
  • Posts: 62
  • Reputasi: 4
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #434 on: 29 January 2011, 08:15:03 PM »
Om kainy,mau tahu pendapat om dan teman2 soal ini,
*nb,ini pertanyaan rekan forum sebelah

Tiba2 teringat sebuah cerita yg ku dengar, tapi lupa namanya...
So pakai karang2 aja ya....

Di jaman kerajaan Cina dulu ada seorang raja yg mempunyai 2 putera, yg pertama namanya Pangeran A & kedua namanya Pangeran B. Ratu sangat membenci anak pertamanya Pangeran A, karena waktu melahirkan Pangeran A, ratu sakit2an. Setiap hari Ratu hanya mengatakan bertapa rajin, pintar & hebatnya Pangeran B.
Setelah sang Raja meninggal dunia, Raja mengwariskan tahta ke putera pertamanya, Pangeran A. Karena Pangeran B bukanlah seorang yg bijaksana. Lalu sang Ratu meminta pangeran A memberikan sebuah kota yg sangat penting ke Pangeran B. Walau keberatan Pangeran A tetap menuruti permintaan Ibunya.
Pangeran B tidak puas dengan sebuah kota saja, dia memperkuat tentaranya dan merampas kota2 Pangeran A. Karena sangat berbakti kepada ibunya Pangeran A hanya bisa diam2 saja.....
Daerah Kekuasaan Pangeran B semakin lama semakin besar, tentaranya juga semakin banyak.Lalu Sang Ratu menulis sebuah surat kepada Pangeran B, dia menyuruh Pangeran B menyerang ibu kota, tempat tinggalnya Pangeran A, & dia akan membantu dari dalam. Sehingga Pangeran B bisa menjadi Raja.
Berita tersebut sampai ke telinga Pangeran A, Pangeran A cepat2 menyiapkan tentara untuk melawan serangan Pangeran B. Setelah pertempuran yg dasyat, tentara Pangeran A dapat memukul mundur tentara Pangeran B.
Pangeran A memanggil Ibunya, tapi Sang Ratu sama tidak merasa bersalah. Karena sangat marah, Pangeran A mengusir ibunya keluar dari istana dan bilang kita tidak akan bertemu sebelum sampai ke akhirat.
Setelah beberapa waktu, Pangeran A merasa sedih karena telah mengusir ibunya. Tetapi dia tidak bisa berbuat apa2, karena perkataan seoranga raja tak bisa di tarik.
& Para pejabat juga tidak setuju, karena kehadiran Sang Ratu sangat membahayakan negara.

Menurut teman2 berdosakah Pangeran A yg mengusir ibunya?

Saya rasa sih tidak, karena Ibunya sangat keterlaluan. Dia sudah menuruti semua permintaan ibunya, tetapi ibunya mesih tega mau mencelakan dia. Lagipun sebagai seorang Raja tentu dia harus mengutamakan kepentingan negara, Right??

Kalau dalam Buddhisme, yang menentukan suatu hal "salah" adalah pikiran dan niat, bukan tindakan. Kalau ia mengusir ibunya demi keselamatan diri dan negaranya, bukan karena memang ingin mencelakai ibunya, saya rasa merupakan hal yang wajar.
Kerugian tindakan tersebut adalah ia tidak punya kesempatan membahagiakan dan membimbing ibunya.

Bro Kainyn, apa yang saya alami tidak se-sederhana itu. Misalnya contoh Pangeran A di atas. Anggap saja pikiran dan niat awalnya memang bukan ingn mencelakai ibunya. Tapi kompleksitas pikiran yang liar ini bisa bercampur dengan pikiran lain yang tidak mau tahta-nya direbut. Bahkan mungkin muncul juga pikiran yang menghalalkan tindakannya itu karena terpikir olehnya bahwa ibunya ini jahat, dan dia melakukan ini semua demi kebaikan. Akhirnya dia mengambil keputusan untuk mengusir ibunya.

Saya juga kadang demikian. Sebelum dan setelah mengambil keputusan, saya sering bingung dan bertanya-tanya apakah saya melakukan kesalahan atau tidak. Seolah pikiran saya terlalu kompleks, yang membuat saya bingung apa pikiran dan niat saya yang sebenarnya.

Bagaimana menurut bro Kainyn?
« Last Edit: 29 January 2011, 08:17:40 PM by thres »

 

anything