115. Kotbah dengan Perumpamaan Bola Madu<338>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di antara orang-orang Sakya di Kapilavatthu.
Kemudian Sang Bhagavā, pada saat fajar, ketika malam telah berlalu, setelah mengenakan jubahnya dan membawa mangkuknya, pergi ke Kapilavatthu untuk mengumpulkan dana makanan. Setelah makan siang, beliau meletakkan jubah dan mangkuknya dan mencuci tangan dan kakinya. Dengan alas duduk di atas bahunya beliau pergi ke tempat pemujaan orang Sakya di sebuah hutan bambu. Memasuki hutan besar itu, beliau membentangkan alas duduknya di bawah sebatang pohon dan duduk bersila.
Kemudian orang Sakya Daṇḍapāṇi, dengan bersandar pada sebuah tongkat, datang dalam jalan-jalan sorenya. Ia mendekati Sang Buddha dan bertukar salam. Dengan bersandar pada tongkatnya, ia berdiri di hadapan Sang Buddha dan bertanya kepada Sang Bhagavā, “Pertapa Gotama, apakah dasar pengajaranmu? Apakah yang engkau ajarkan?”
Sang Bhagavā menjawab:
Orang Sakya, [ajaranku] adalah untuk tidak berselisih dengan siapa pun di seluruh dunia – para dewa,
māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa – untuk berlatih kehidupan suci yang terasing dari kenikmatan indria,<339> meninggalkan sifat bermuka dua, memotong kekhawatiran, dan tidak melekat pada penjelmaan, tanpa penjelmaan, atau tanpa persepsi. Ini adalah dasar pengajaranku, ini adalah apa yang kuajarkan.
Ketika orang Sakya Daṇḍapāṇi mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, ia tidak menyetujui maupun menolak. Menggeleng-gelengkan kepalanya, orang Sakya Daṇḍapāṇi pergi. Tidak lama setelah orang Sakya Daṇḍapāṇi telah pergi, pada sore menjelang malam hari, Sang Bhagavā bangkit dari duduk bermeditasi dan pergi menuju aula pertemuan. Beliau duduk pada sebuah tempat duduk yang disediakan di hadapan Sangha para bhikkhu dan berkata kepada para bhikkhu:
Pagi ini aku mengenakan jubahku dan membawa mangkukku dan pergi memasuki Kapilavatthu untuk mengumpulkan dana makanan. Setelah makan siang, aku meletakkan jubah dan mangkukku dan mencuci tangan dan kakiku. Dengan alas duduk di atas bahuku aku pergi ke tempat pemujaan orang Sakya di dalam sebuah hutan bambu. Memasuki hutan besar itu, aku membentangkan alas dudukku di bawah sebatang pohon dan duduk bersila.
Orang Sakya Daṇḍapāṇi, dengan bersandar pada sebuah tongkat, datang dalam jalan-jalan sorenya. Ia mendekatiku dan bertukar sama. Dengan bersandar pada tongkatnya, ia berdiri di hadapanku dan bertanya, “Pertapa Gotama, apakah dasar pengajaranmu? Apakah yang engkau ajarkan?” Aku menjawab, “Orang Sakya, [ajaranku] adalah untuk tidak berselisih dengan siapa pun di seluruh dunia – para dewa,
māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa – untuk berlatih kehidupan suci yang terasing dari kenikmatan indria, meninggalkan sifat bermuka dua, memotong kekhawatiran, dan tidak melekat pada penjelmaan, tanpa penjelmaan, atau tanpa persepsi: ini adalah dasar pengajaranku, ini adalah apa yang kuajarkan.”
Ketika orang Sakya Daṇḍapāṇi mendengar apa yang kukatakan, ia tidak menyetujui maupun menolak. Menggeleng-gelengkan kepalanya, orang Sakya Daṇḍapāṇi pergi.
Kemudian seorang bhikkhu bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu, merentangkan tangannya dengan telapak tangan disatukan terhadap Sang Buddha, dan berkata:
Sang Bhagavā, apakah yang dimaksud dengan “tidak berselisih dengan siapa pun di seluruh dunia – para dewa,
māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa – untuk berlatih kehidupan suci yang terasing dari kenikmatan indria, meninggalkan sifat bermuka dua, memotong kekhawatiran, dan tidak melekat pada penjelmaan, tanpa penjelmaan, atau tanpa persepsi”?
Sang Bhagavā berkata:
Bhikkhu, seumpamanya bahwa seseorang, dengan perenungan [yang berhubungan] sebagai sebabnya, meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih dalam sang jalan. Dengan kehendak dan persepsi ia berlatih tidak menginginkan fenomena masa lampau, masa mendatang, dan masa sekarang, tidak bergembira di dalamnya, tidak melekat padanya, dan tidak berdiam di dalamnya.<340>
Ini disebut akhir
dukkha, [yaitu, akhir] kecenderungan tersembunyi pada nafsu, kecenderungan tersembunyi pada kebencian, kecenderungan tersembunyi pada penjelmaan, kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan, kecenderungan tersembunyi pada ketidaktahuan, kecenderungan tersembunyi pada pandangan, dan kecenderungan tersembunyi pada keragu-raguan. [Ini disebut akhir] perselisihan, permusuhan, suka menyanjung, penuh tipu daya, ucapan salah, ucapan yang memecah belah, dan tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat – ini disebut akhir
dukkha.
Setelah mengatakan hal ini, Sang Buddha bangkit dari tempat duduknya dan pergi menuju kediaman beliau untuk duduk bermeditasi. Kemudian para bhikkhu berpikir:
Teman-teman yang mulia, kalian seharusnya mengetahui bahwa Sang Bhagavā telah bangkit dari tempat duduknya dan memasuki kediaman beliau untuk duduk bermeditasi, setelah mengucapkan hal ini secara singkat, tanpa menjelaskan rinciannya, [yaitu,] “Seumpamanya bahwa seseorang, dengan perenungan [yang berhubungan] sebagai sebabnya, meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih dalam sang jalan. Dengan kehendak dan persepsi ia berlatih tidak menginginkan fenomena masa lampau, masa mendatang, dan masa sekarang, tidak bergembira di dalamnya, tidak melekat padanya, dan tidak berdiam di dalamnya.
“Ini disebut akhir
dukkha, [yaitu, akhir] kecenderungan tersembunyi pada nafsu, kecenderungan tersembunyi pada kebencian, kecenderungan tersembunyi pada penjelmaan, kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan, kecenderungan tersembunyi pada ketidaktahuan, kecenderungan tersembunyi pada pandangan, dan kecenderungan tersembunyi pada keragu-raguan. [Ini disebut akhir] perselisihan, permusuhan, suka menyanjung, penuh tipu daya, ucapan salah, ucapan yang memecah belah, dan tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat – ini disebut akhir
dukkha.”
Mereka lebih lanjut berpikir, “Teman-teman yang mulia, siapakah yang akan dapat menjelaskan secara terperinci makna dari apa yang baru saja dikatakan Sang Bhagavā secara singkat?”
Mereka lebih lanjut berpikir:
Yang Mulia Mahākaccāna sering dipuji oleh Sang Bhagavā dan oleh teman-teman bijaksananya dalam kehidupan suci. Yang Mulia Mahākaccāna akan dapat menjelaskan secara terperinci makna dari apa yang baru saja dikatakan Sang Bhagavā secara singkat. Teman-teman yang mulia, marilah kita bersama-sama mendekati Yang Mulia Mahākaccāna dan memintanya untuk menjelaskan hal ini. Sebagaimana Yang Mulia Mahākaccāna menjelaskannya, demikianlah kita akan mengingatnya dengan baik.
Kemudian para bhikkhu mendekati Yang Mulia Mahākaccāna. Setelah bertukar salam, mereka mengundurkan diri, berdiri pada satu sisi, dan berkata:
Yang Mulia Mahākaccāna, ketahuilah bahwa Sang Bhagavā bangkit dari tempat duduknya dan memasuki kediaman beliau untuk duduk bermeditasi, setelah mengucapkan hal ini secara singkat tanpa menjelaskan rinciannya, [yaitu,] “Para bhikkhu, seumpamanya bahwa seseorang, dengan perenungan [yang berhubungan] sebagai sebabnya, meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih dalam sang jalan. Dengan kehendak dan persepsi ia berlatih tidak menginginkan fenomena masa lampau, masa mendatang, dan masa sekarang, tidak bergembira di dalamnya, tidak melekat padanya, dan tidak berdiam di dalamnya.
“Ini disebut akhir
dukkha, [yaitu, akhir] kecenderungan tersembunyi pada nafsu, kecenderungan tersembunyi pada kebencian, kecenderungan tersembunyi pada penjelmaan, kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan, kecenderungan tersembunyi pada ketidaktahuan, kecenderungan tersembunyi pada pandangan, dan kecenderungan tersembunyi pada keragu-raguan. [Ini disebut akhir] perselisihan, permusuhan, suka menyanjung, penuh tipu daya, ucapan salah, ucapan yang memecah belah, dan tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat – ini disebut akhir
dukkha.”
Kemudian kami berpikir demikian, “Teman-teman yang mulia, siapakah yang akan dapat menjelaskan secara terperinci makna dari apa yang baru saja dikatakan Sang Bhagavā secara singkat?” Kami lebih lanjut berpikir, “Yang Mulia Mahākaccāna sering dipuji oleh Sang Bhagavā dan oleh teman-teman bijaksananya dalam kehidupan suci. Yang Mulia Mahākaccāna akan dapat menjelaskan secara terperinci makna dari apa yang baru saja dikatakan Sang Bhagavā secara singkat.” Semoga Yang Mulia Mahākaccāna, demi belas kasih, mengajarkan kami secara terperinci!
Kemudian Yang Mulia Mahākaccāna berkata:
Teman-teman yang mulia, dengarkanlah seraya aku memberitahukan kalian sebuah perumpamaan. Ketika mendengar sebuah perumpamaan orang-orang memahami maknanya. Teman-teman yang mulia, seperti halnya seseorang yang menginginkan memperoleh inti kayu, mencarinya. Dalam pencarian inti kayu ia memasuki hutan, dengan membawa kapak. Ia melihat sebatang pohon besar yang memiliki akar, cabang, ruas, ranting, daun, bunga, dan inti kayu. Orang itu tidak mengambil akar, cabang, ruas, dan inti kayu tetapi hanya mengambil ranting dan mengambil ranting dan daun.
Teman-teman yang mulia, apa yang telah kalian katakan adalah seperti itu. Sang Bhagavā masih ada, tetapi kalian meninggalkan beliau dan datang untuk bertanya kepadaku tentang hal ini. Mengapakah demikian? Teman-teman yang mulia, kalian seharusnya mengetahui bahwa Sang Bhagavā adalah mata, adalah pengetahuan, adalah makna, adalah Dharma, adalah guru Dharma, adalah jenderal Dharma. Pengajaran makna yang benar ini, pengungkapan semua makna, berasal dari Sang Bhagavā. Teman-teman yang mulia, kalian seharusnya mendekati Sang Bhagavā sendiri untuk menanyakan tentang hal ini, dengan berkata, “Sang Bhagavā, bagaimanakah hal ini? Apakah makna dari hal ini?” Sebagaimana Sang Bhagavā mengajarkannya, demikianlah, teman-teman yang mulia, kalian seharusnya mengingatnya.
Kemudian para bhikkhu berkata:
Benar, sesungguhnya, Yang Mulia Mahākaccāna, Sang Bhagavā adalah mata, adalah pengetahuan, adalah makna, adalah Dharma, adalah guru Dharma, adalah jenderal Dharma. Pengajaran makna yang benar ini, pengungkapan semua makna, berasal dari Sang Bhagavā. Kami seharusnya mendekati Sang Bhagavā sendiri untuk menanyakan tentang hal ini, dengan berkata, “Sang Bhagavā, bagaimanakah hal ini? Apakah makna dari hal ini?” Sebagaimana Sang Bhagavā mengajarkannya, demikianlah kami seharusnya mengingatnya dengan baik.
Namun demikian, Yang Mulia Mahākaccāna sering dipuji oleh Sang Bhagavā dan oleh teman-teman bijaksananya dalam kehidupan suci. Yang Mulia Mahākaccāna akan dapat menjelaskan secara terperinci makna dari apa yang dikatakan Sang Bhagavā secara singkat. Semoga Yang Mulia Mahākaccāna menjelaskannya secara terperinci, demi belas kasih!
Yang Mulia Mahākaccāna berkata kepada para bhikkhu:
Teman-teman yang mulia, dengarkanlah dengan seksama pada apa yang kukatakan. Teman-teman yang mulia, dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk, kesadaran mata muncul. Pertemuan tiga hal ini adalah kontak. Dengan bergantung pada kontak terdapat perasaan. Jika terdapat perasaan, terdapat persepsi; jika terdapat persepsi, terdapat kehendak; jika terdapat kehendak, terdapat pemikiran; jika terdapat pemikiran, terdapat pembedaan.<341> Seorang bhikkhu, setelah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan dengan perenungan [yang berhubungan] demikian sebagai sebabnya, dengan kehendak dan persepsi berlatih tidak menginginkan fenomena masa lampau, masa mendatang, dan masa sekarang, tidak bergembira di dalamnya, tidak melekat padanya, dan tidak berdiam di dalamnya.
Ini disebut akhir
dukkha, [yaitu, akhir] kecenderungan tersembunyi pada nafsu, kecenderungan tersembunyi pada kebencian, kecenderungan tersembunyi pada penjelmaan, kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan, kecenderungan tersembunyi pada ketidaktahuan, kecenderungan tersembunyi pada pandangan, dan kecenderungan tersembunyi pada keragu-raguan. [Ini disebut akhir] perselisihan, permusuhan, suka menyanjung, penuh tipu daya, ucapan salah, ucapan yang memecah belah, dan tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat – ini disebut akhir
dukkha.
Dengan cara yang sama untuk telinga … hidung … lidah … badan … dengan bergantung pada pikiran dan objek-objek pikiran, kesadaran pikiran muncul. Pertemuan tiga hal ini adalah kontak. Dengan bergantung pada kontak, terdapat perasaan. Jika terdapat perasaan, terdapat persepsi; jika terdapat persepsi, terdapat kehendak; jika terdapat kehendak, terdapat pemikiran; jika terdapat pemikiran, terdapat pembedaan. Seorang bhikkhu, setelah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan dengan perenungan [yang berhubungan] demikian sebagai sebabnya, dengan kehendak dan persepsi berlatih tidak menginginkan fenomena masa lampau, masa mendatang, dan masa sekarang, tidak bergembira di dalamnya, tidak melekat padanya, dan tidak berdiam di dalamnya.
Ini disebut akhir
dukkha, [yaitu, akhir] kecenderungan tersembunyi pada nafsu, kecenderungan tersembunyi pada kebencian, kecenderungan tersembunyi pada penjelmaan, kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan, kecenderungan tersembunyi pada ketidaktahuan, kecenderungan tersembunyi pada pandangan, dan kecenderungan tersembunyi pada keragu-raguan. [Ini disebut akhir] perselisihan, permusuhan, suka menyanjung, penuh tipu daya, ucapan salah, ucapan yang memecah belah, dan tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat – ini disebut akhir
dukkha.
Teman-teman yang mulia, tanpa mata, tanpa bentuk-bentuk, dan tanpa kesadaran mata, kemunculan kontak dan manifestasi kontak bagi seorang bhikkhu adalah tidak mungkin. Jika kontak tidak bermanifestasi, kemunculan perasaan dan manifestasi perasaan adalah tidak mungkin. Jika perasaan tidak bermanifestasi, kemunculan dan manifestasi pemikiran, kehendak, dan persepsi seorang praktisi, yang pergi meninggalkan keduniawian dan berlatih dalam sang jalan, adalah tidak mungkin. Dengan cara yang sama untuk telinga … hidung … lidah … badan … tanpa pikiran, tanpa objek-objek pikiran, tanpa kesadaran pikiran, kemunculan kontak dan manifestasi kontak adalah tidak mungkin. Jika kontak tidak bermanifestasi, kemunculan perasaan dan manifestasi perasaan adalah tidak mungkin. Jika perasaan tidak bermanifestasi, kemunculan dan manifestasi pemikiran, kehendak, dan persepsi seorang praktisi, yang pergi meninggalkan keduniawian dan berlatih dalam sang jalan, adalah tidak mungkin.<342>
[Sebaliknya,] teman-teman yang mulia, karena mata, karena bentuk-bentuk, karena kesadaran mata, kemunculan kontak dan manifestasi kontak bagi seorang bhikkhu adalah pasti mungkin. Jika kontak bermanifestasi, kemunculan perasaan dan manifestasi perasaan adalah pasti mungkin. Jika perasan bermanifestasi, kemunculan dan manifestasi pemikiran, kehendak, dan persepsi seorang praktisi, yang pergi meninggalkan keduniawian dan berlatih dalam sang jalan, adalah pasti mungkin. Dengan cara yang sama untuk telinga ... hidung ... lidah ... badan ... karena pikiran, karena objek-objek pikiran, karena kesadaran pikiran, kemunculan kontak dan manifestasi kontak adalah pasti mungkin. Jika kontak bermanifestasi, kemunculan perasaan dan manifestasi perasaan adalah pasti mungkin. Jika perasan bermanifestasi, kemunculan dan manifestasi pemikiran, kehendak, dan persepsi seorang praktisi, yang pergi meninggalkan keduniawian dan berlatih dalam sang jalan, adalah pasti mungkin.
Teman-teman yang mulia, Sang Bhagavā bangkit dari tempat duduknya dan memasuki kediaman beliau untuk duduk bermeditasi, setelah mengucapkan hal ini secara singkat tanpa menjelaskan rinciannya, [demikian:] “Para bhikkhu, seumpamanya bahwa seseorang, dengan perenungan [yang berhubungan] sebagai sebabnya, meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih dalam sang jalan. Dengan kehendak dan persepsi ia berlatih tidak menginginkan fenomena masa lampau, masa mendatang, dan masa sekarang, tidak bergembira di dalamnya, tidak melekat padanya, dan tidak berdiam di dalamnya.
“Ini disebut akhir
dukkha, [yaitu, akhir] kecenderungan tersembunyi pada nafsu, kecenderungan tersembunyi pada kebencian, kecenderungan tersembunyi pada penjelmaan, kecenderungan tersembunyi pada keangkuhan, kecenderungan tersembunyi pada ketidaktahuan, kecenderungan tersembunyi pada pandangan, dan kecenderungan tersembunyi pada keragu-raguan. [Ini disebut akhir] perselisihan, permusuhan, suka menyanjung, penuh tipu daya, ucapan salah, ucapan yang memecah belah, dan tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat – ini disebut akhir
dukkha.”
Apa yang diucapkan Sang Bhagavā hanya secara singkat tanpa menjelaskan rinciannya, aku telah menjelaskannya secara terperinci dengan cara ini, dengan menggunakan ungkapan dan kata-kata ini. Teman-teman yang mulia, dekatilah Sang Buddha dan kemukakanlah [penjelasanku] secara lengkap [kepada beliau]. Sebagaimana Sang Bhagavā menjelaskan maknanya, teman-teman yang mulia, kalian seharusnya mengingatnya!
Kemudian, setelah mendengar apa yang telah dikatakan Yang Mulia Mahākaccāna, dengan mengingatnya dengan baik dalam pikiran [bagaimana] mengulanginya, para bhikkhu bangkit dari tempat duduk mereka, mengelilingi Yang Mulia Mahākaccāna tiga kali, dan pergi. Mereka mendekati Sang Buddha. Setelah memberikan penghormatan kepada beliau, mereka mengundurkan diri, duduk pada satu sisi, dan berkata:
Sang Bhagavā, pengajaran yang diberikan Sang Bhagavā secara singkat tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci, di mana setelah itu beliau bangkit dari tempat duduknya dan memasuki kediaman beliau untuk duduk bermeditasi – Yang Mulia Mahākaccāna telah menjelaskannya kepada kami secara terperinci dengan menggunakan ungkapan dan kata-kata ini.