Topik Buddhisme > Buddhisme dengan Agama, Kepercayaan, Tradisi dan Filsafat Lain

MMD (Meditasi Mengenal Diri)

<< < (351/351)

sala45:
[quote auhor=hudoyo link=topic=2355.msg34445#msg34445 date=1208750762]
Nah, mulai dari sini tanggapan saya untuk Rekan Evo dan Rekan Nyanadhana saya satukan saja, karena kedua rekan itu sekarang sudah menampilkan pemahaman yang kurang lebih sama. :)

Rekan Evo mengatakan, "kita akan terpengaruh dengan simbol itu ... hingga untuk melihat batin lebih dalam lagi kita jadi terhambat".

--------------------
masa kaya begini
-------------------

Rekan Nyanadhana mengatakan, "kita kadang melekat pada objek patung itu sendiri ... dalam dirinya merasa ingin hatur sembah ... mungkin dalam vipassana ini akan melencengkan dasar latihannya."

Lalu, Rekan Nyanadhana bertanya, "apakah menurut Pak Hudoyo,bernamaskara juga menjadi sebuah kemelekatan yang harus dihindari?"

---------------------
Upadana dan saddha , kondisi batin yg berbeda.
Tidak ada updana thd saddha.
saddha , dorongan u maju.
updana, terikat dgn proses batin 5 khanda.
saddha diluar proses 5 khanda.
Panca bala tidak sama dgn 5khandha.

nyanadhana bertanya sambil melamun ditengah.
apa yg berbeda dihubungkan, dipadankan..jadi dah updana thd saddha (rupang, simbol).

--------------------

'Melekat" atau "tidak melekat" bukan terletak pada perbuatan namaskara itu sendiri, melainkan tergantung pada motivasi (dorongan batin)[

------------------
tidak benar samvega spt ini.baru sy dengar ada kereta dorong disana. tanha , keinginan
adalah bagian awal dari upadana.bukan proses dorong mendorong

--------------------


/b] apa yang mendorong seseorang melakukan namaskara. Saya rasa kita semua sepakat bahwa namaskara itu suatu perbuatan baik (kusala kamma), bukan? -- berbeda sekali dengan menyembelih ayam, yang merupakan perbuatan buruk (akusala kamma). Kalau menyembelih ayam, saya rasa tidak ada umat Buddha yang mau melakukannya, entah ia ber-vipassana atau tidak. Sebaliknya, dengan bernamaskara, baca paritta dsb orang bisa terlahir dalam alam dewa yang rendah (bukan alam dewa Brahma), atau sebagai manusia yang mempunyai kehidupan yang baik. Begitulah kira-kira diajarkan dalam Agama Buddha. - Nah, tidak mungkinkah orang melekat kepada ritualisme (namaskara, baca paritta), dengan harapan akan memperoleh kehidupan yang lebih baik seperti itu?

--------------------
Jika berdoa di depan rupang Buddha, bukan u kehidupzn yg lebih baik, lantas
untuk apa.
----------------

Nah, sekarang tentang vipassana. Apakah "tujuan" orang melakukan vipassana? "Tujuan" orang melakukan vipassana adalah untuk mengamati secara pasif gerak-gerik badan & batinnya sendiri, termasuk menyadari segala keinginan, harapan & kelekatan-kelekatan yang paling halus, sehingga pada akhirnya batin akan bebas dari aku/atta, sumber dari semua itu. "Tujuan" vipassana bukan untuk berbuat baik, vipassana bukan kusala-kamma; melainkan "tujuan" vipassana adalah untuk bebas dari kamma apa pun, buruk & baik, sehingga orang tidak lahir kembali, itulah yang dinamakan "padam" (nibbana).

Kembali kepada pertanyaan Rekan Nyanadhana, pertanyaan Anda saya ubah sedikit: apakah ada orang ber-namaskara tanpa melekat kepada namaskara itu sendiri? ... Ada. ... Misalkan Rekan Evo adalah siswa Sang Buddha yang telah jauh berkembang vipassana-nya. Ia menyadari gerak-gerik batinnya, termasuk kelekatannya terhadap namaskara, baca paritta dsb, sehingga ia bebas dari kelekatan itu, bebas dari dorongan untuk melakukan namaskara & baca paritta. Satu-satunya minat Rekan Evo adalah terus-menerus mengamati gerak-gerik batinnya sendiri, agar tercapai pembebasan dari aku/atta, tercapai pemadaman (nibbana) dalam hidup ini juga. Tetapi, Rekan Evo sudah keburu berkeluarga. Ia punya kewajiban membesarkan dan mendidik anaknya. Ketika anaknya sudah berumur 2-3 tahun, diajaknya anaknya itu ke vihara, dan kepada anaknya diajarkannya ber-namaskara di depan Buddharupang; tetapi Rekan Evo sendiri--karena vipassana-nya sudah jauh berkembang--sama sekali tidak melekat pada perbuatan namaskara itu sendiri. Bagi dia sendiri, namaskara itu tidak ada artinya sama sekali, karena "tujuan" hidupnya bukan untuk lahir di alam dewa, melainkan untuk mencapai kepadaman (nibbana) dalam hidup ini juga.


Jadi masalahnya bukan ber-namaskara atau tidak, tetapi menyadari apa motivasi kita untuk ber-namaskara kalau kita melakukannya.
-----------------
Tidak bdnar saat namaskara, dilakukan dgn teknik vipasana shg penghormatan
itu ahosi  bernilai 0.kala ada yg spt itu divihara, pasti banyak salahnya.
menghormat tetap menghormat.daripada spt itu lebih baik tdk usah pakai gituan.
langsung sj duduk, krn sedang vipasanna.

takut salah jadi salah beneran.
--------------------


Untuk menyadari motivasi inilah, maka dalam retret-retret MMD disarankan untuk tidak ber-namaskara, baca paritta dsb selama menjalankan retret. Maksud yang sama pula kita lihat mengapa dalam retret-retret vipassana versi Goenka semua Buddharupang ditutup kain atau kertas.



Salam,
hudoyo
[/quote]

-------------------------
masa kaya gitu

inilah contoh akibat melamun ditengah.
saat vipasana, jika kemampuan  meditator mumpuni, ia akan masuk jhzna1.itulah
yg disebut vipasana jhana.seperti air dalam mangkok, tiada riak sedikitpun.
sama kualitas dgn jhana dari samatha. vipasana metode apa sj kecuali mmd.
mmd krn mdlamun ditengah.

hampir semua umat buddha saddhacarita. kelemahan orzng yg mdmiliki kecendrungan saddha
adalah rupang, roda cakkha, buku paritta, hio, dan yg seperti itu.

Krn itu rupang Buddha terpaksa dipindah atau ditutup.saddha mdngantarkan orang
saddharita ke jhana1.namun saddha lah jika munculdominan, akan membuat jhana1 hancur.
hanya muncul 1 per sekian detik, vinyana sdh terserap pd rupang itu.



sala45:
[quoe author=hudoyo link=topic=2355.msg34467#msg34467 date=1208757731]
Wah, tepat sekali! :D

Ingatkah Anda apa nasehat Sang Budha kepada para bhikkhu yang baru ditahbiskannya? Beliau menganjurkan agar para bhikkhu itu pergi ke hutan, atau ke dalam gua, menjalankan vipassana ... bukan pergi ke Vihara Jetavana dsb. ... Mana ada buddharupang di dalam hutan? :D

------------------
Itu benar jika raja memiliki saddha kpd Buddha, jika tdk sebaiknya meditasi divihara.
Jgn sMpai dianggap meditasi salah, u mencari nomor, tebak skor, jimat atau yg spt itu.
------------

Bentuk meditasinya seperti apa yang kita baca sekarang dalam Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta:

"Bahiya/Malunkyaputta, lakukan ini: di dalam apa yang terlihat, hanya ada yang terlihat. Di dalam apa yang terdengar, hanya ada yang terdengar. Di dalam apa yang tercerap melalui indra-indra yang lain, hanya ada yang tercerap, di dalam apa yang muncul dalam batin (ingatan), hanya ada ingatan.

---------------------
Sama spt kasus kemenyan, bisa nenyadari kasina, tdk mampu berdiam didalam kasina.
ketika ada riak, sati padam, jadilah melamun ditengah.


-------------------

(Maksudnya: jangan bereaksi, jangan melekat, jangan menolak.) ... Kalau kamu bisa berada dalam keadaan itu, maka KAMU TIDAK ADA. Itulah, dan hanya itulah, akhir dari dukkha ("padam", nibbana)."

---------------------

Beginilah senjata andalan melamun ditengah.dia sama sekali tdk tahu jika satinya padam dzn sdh berlalu.
-
----------------

Di sini tidak ada ritual apa pun, tidak ada konsentrasi, tidak ada pencatatan, tidak ada memperlambat gerakan dengan sengaja.

--------------------
Jika tdk konsdntrasi dibantu pencatatan, kmd gerak cepat,  u pemula apa bisa menghidupkan nyala sdbatang korek.
Masa kaya gitu nulisnya
-----------------

Salam,
hudoyo
[/quote]

Navigation

[0] Message Index

[*] Previous page

Go to full version