Jaman dulu umat Buddha 'dihabisi' dengan serangan2 paham ketuhanan agama lain, sehingga karena minder soal 'tuhannya' maka banyak yang pindah ke agama lain tersebut.
Dengan seminar2 semacam ini khususnya lewat usaha Pak Cornelis Wowor maka umat Buddha di Indonesia bisa menangkis gelombang serangan2 agama lain yang menuntut adanya paham ketuhanan.
Sudah jelas bahwa yang gelisah dan menentang upaya seperti ini adalah :
1. Umat agama lain yang mengincar umat Buddhis lewat paham tuhan.
2. Srigala berbulu domba -> mengaku umat buda tapi justru mengagung2kan paham tuhan seperti agama lain
3. "umat buda" keblinger, yang batinnya masih perlu tuhan untuk menetramkan dirinya yang rapuh dan mudah goyah dalam menempuh samsara.
Salam sejahtera bagi anda semua
Sdr. Sanjiva. Perlu diketahui, bagi saya:
1. Agama Buddha bukan agama teistik, juga bukan agama etnik. Mau dia agama asal Timur Tengah, Amerika Selatan, Rusia, dsb... selama mereka tidak melakukan kejahatan, maka mereka sudah bisa dipastikan/dikonfirmasi bahwa mereka menjalankan ajaran Buddha. Mungkin ini akan Anda dan kawan-kawan Anda debat (seperti yang sudah-sudah) bahwa mereka tidak melaksanakan
sila, samadhi, panna, atau mereka tidak kenal
JMB 8. Jika ini argumen Anda, mari kita kupas lebih jauh, apa agama Buddha sesempit itu pengertiannya atau lebih luas dari yang Anda dan teman-teman Anda ketahui.
2. Menurut saya perpindahan agama dan kepercayaan sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan karma masa depan seorang makhluk, sebab yang menentukan adalah perbuatannya (dari pikiran, ucapan hingga tindakan). Jika ini ditanggapi seperti: Tapi jika dia beragama tertentu maka ia akan menyembelih hewan kurban, beragama tertentu akan percaya seorang pemuda Yerusalem sebagai juru selamatnya, dsb... maka kita lihat sejauh apa dampak dari identitas agama seseorang dalam menentukan karmanya.
3. Agama Buddha adalah ajaran untuk melepaskan diri dari penderitaan, bukan agama diskriminatif, mengkotak-kotakkan manusia, apalagi bersaing meraih jumlah (kuantitas) umat. Jadi pernyataan Anda tentang agama Buddha dihabisi agama lain, diserang dsb... bagi saya ini cerminan batin yang masih kalut dan lekat pada jati diri duniawi, dalam hal ini agama. Anda merasa perlu bersaing, takut diserang oleh agama lain, dsb... yang merupakan manifestasi dari pandangan keliru, kekalutan pikiran (batin) serta kemelekatan pada agama (yang sesungguhnya hanya berupa 'rakit', sarana [ingat,
Tisarana], bukan tujuan sesungguhnya/hakiki).
Demikian saja.
Jadi kekhawatiran Anda tentang diserang, ada serigala berbulu domba (cukup menggelikan dibaca), ada konsep tuhan yang mempengaruhi umat Buddha, dsb... ini dalam agama lain disebut
su'udzon (berprasangka buruk), dan dalam Buddhisme mungkin bisa kita sebut kekalutan batin, batin yang tidak tenang dan penuh prasangka, dugaan, kekhawatiran, asumsi-asumsi.
Tenangkan diri Anda, maka walau seluruh dunia beragama 'bukan Buddha', itu tidak ada artinya bagi perkembangan batin setiap makhluk, sebab yang menentukan masa depannya adalah perbuatan, bukan identitas dan kepercayaan. Agama salah satu belenggu dalam mencapai pencerahan, sebab makhluk kerap mengidentifikasikan dirinya sebagai entitas tertentu, "Saya ini perempuan", "Saya ini mahasiswa S2", "Saya ini agama ini, maka saya harus begini atau begitu", dsb... padahal salah satu pengertian kesempurnaan yang dicapai Buddha, adalah
kebebasan (
freeedom), karena memang kita
anatta. Jika diri ini, pikiran dan tubuh saja adalah berupa unsur kesinambungan hasil karma dan terus berubah sesuai perbuatan sekarang... apalagi identitas dan kepercayaan yang sebenarnya adalah produk dari pikiran, dibawa/dianut/dipercayai/diyakini/diimani hanya saat hidup sebagai kesadaran sekarang. Apa ini mau dijadikan sebagai bagian lagi dari diri?
Yang dimiliki sudah terlalu banyak dan harus dilepas... sekarang bertambah lagi satu identitas agama?
Tidak salah agama Buddha makin merosot. Teori dan praktek sering tidak sejalan.
Bebaskan diri, agama Buddha tidak sesempit yang kamu pahami.
Salam.