tanggapan yang di Quote:
dulu bhante Uttamo pernah menerima pertanyaan hampir serupa.
Pada waktu itu dhammatalk telah usai dilaksanakan dan dilanjutkan sesi tanya jawab. Ada seorang ibu tua yang merupakan "cikal" bakal Bhikkhu Uttamo menyampaikan kepedihan hatinya ketika suami istri membesarkan anak2-nya secara buddhist
ketika semua anak2-nya telah dewasa dan mandiri, tidak ada satupun dari si anak yang melanjutkan garis keturunan buddhis.
ada ungkapan dari si Ayah karena buddhism memberikan kebebasan untuk memilih yang terbaik untuk masing2 individu.
sampai si Ayah pada penghujung karma-nya untuk menghirup udara didunia dan akhirnya hanyalah nafas terakhir, alias pindah alam.
karena suami istri tersebut buddhist dan semua anaknya agama suka sembelih2 (udah dekat hari H-nya) maka upacara pemakaman si ayah ini
dipaksakan menggunakan kain putih yang ditutup dengan cara diikat dari atas s/d bawah.
si istri, ibu tua, sangat amat sedih dan menyampaikan pertanyaan: bhante, saya pengikut ajaran buddha kalau saya mati, saya ingin dilakukan secara buddhist (sambil suaranya terputus2), sedangkan semua anak saya M$ semua. Apa yang harus dilakukan ?
Pada saat suami saya meninggal saja, saya sebagai istri/ibu tidak didengarkan suaranya oleh anak2 saya,
bagaimana jika saya sudah mati ?
ruangan jadi sunyi senyap & perlu beberapa saat untuk bhante Uttamo menjawab dan akhirnya memberikan saran:
- mulailah beri pengertian kepada anak2 apa yang dimau
- untuk mengabulkan keinginan sang ibu, hendaklah mulai sekarang menulis surat wasiat bahwa pada saat ibu meninggal,
upacara keagamaan yang dilakukan secara buddhist
cukup sedih juga mendengar cerita si ibu tua dan hebat-nya si anak karena ke-iman-an-nya yang baru berani menyingkirkan adat istiadat dari sang ayah
padahal anak2 tersebut dibesarkan dengan tradisi buddhist.
apakah nanti suatu saat anak2 mereka juga akan melakukan hal yang sama ? dunow
Dlm lingkungan saudara2 saya banyak sekali kejadian dimana seorang Buddhist yg sedang dlm keadaan sakit berat (coma, tidak sadar, menjelang kematian) dipaksa berganti agama K oleh anak2nya yg beragama K pula. Padahal jelas, orang tsb sedang dlm keadaan koma/tidak sadar.
Cara prakteknya bisa dianggap sangat tidak masuk akal, dimana si sakit yg dlm keadaan coma tsb ditanya kesediaanya masuk agama K.
Dan sedikit saja gerakan mata (yg tertutup) atau sedikit bunyi yg terdengar dari tenggorokannya sudah dianggap merupakan sebuah konfirmasi persetujuan.
Padahal jelas bahwa seorang yg dlm keadaan coma pun tentu masih menunjukkan gerakan mata karena refleksi otot.
Suara yg berupa erangan halus yg sama sekali tidak berarti pun dianggap konfirmasi, tanpa perduli apakah itu suara jawaban atas pertanyaan atau sekedar erangan rasa sakit. Sekalipun sadar, suara tsb tidak bisa dianggap Ya/Tidak karena sama sekali tidak jelas.
Apalagi dokter sendiri sudah mengatakan bahwa pasien tsb dlm keadaan tidak sadar.
Sering pula terjadi, malah sesudah orangnya mati, salah seorang anak yg beragama K memaksakan kehendaknya sendiri utk mengadakan upacara secara agama K, tanpa perduli perasaan anak2 lain yg beragama Buddhist. Malah terkadang pesan terakhir yg mati pun yg meminta disembahyangi secara Buddhist diacuhkan sama sekali.
Namun biasanya karena utk mencegah keributan selama di rumah duka, anak2 lain (yg beragama Buddhist) hanya bisa mengalah. Dapat dibenarkan kah tindakan ini ? Haruskah dibiarkan?
Hal ini sudah terjadi berulang ulang di lingkungan saudara2 saya.
Lalu apa yg harus diperbuat ? Cukupkah hanya dengan alasan "demi mencegah keributan" maka hal tsb harus dibiarkan terus berlangsung ?
Jika dibiarkan, bukankah ini hanya akan menunjukkan kelemahan umat Buddhist yg terus membiarkan dirinya diinjak-injak. Haruskah keinginan yg mati diacuhkan begitu saja ?
Apa yg sepantasnya dilakukan ?
Adakah badan perlindungan yg bisa mencegah hal ini terjadi ?