//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - Gwi Cool

Pages: 1 2 3 4 5 6 [7] 8 9 10 11 12
91
Humor / Re: Sadhu, sadhu, sadhu = kesendat
« on: 20 November 2017, 01:37:28 PM »
Elemen studi Buddhisme Awal apa yang dibahas di sini?
Terimakasih atas perhatiannya kepada saya, jika demikian, mau dipindahkan ke mana y? Atas dasar apakah dipindahkan ke tempat itu (tujuan)?

92
Jika seseorang telah melakukan perbuatan yang melanggar sila /  tidak baik, misalnya berzina dengan pelacur.
Apakah orang tersebut masih punya kesempatan untuk mengubah / memperbaikinya ? Bagaimana caranya ?


Di tunggu ya jawabannya. Thanks
Sadhu, sadhu. Seseorang yang telah berzinah dengan pelacur, batinnya sudah goyah. Walaupun teman-temannya yang tahu, mengatakan itu delicious, tetap saja si penzinah, batinnya sudah goyah. Artinya: ia mau lagi, kalau tidak dapat, ia akan sering main-main sendiri, kadang sehari bisa beberapa kali (sendirian).

Salah satu cara hanyalah dengan pemurnian namun pastinya cukup sulit karena kasus perzinahan (jika) telah dilakukan bebrapa kali (lebih banyak) maka sangat sulit sekali, akan tetapi jika masih hanya beberapa kali (sedikit), masih dibilang "tertolong" dan "punya keberhasilan yang baik" (mungkin di atas 50% keberhasilan). Seperti penyakit serius yang telah lama dibiarkan maka tingkat keberhasilan mulai mengecil, meskipun begitu jika ditangani dengan baik maka jika hanya 10% persen pun masih memungkinkan untuk sembuh walaupun tingkat keberhasilan cukup minim, ini namanya miracle 'keajaiban' karena secara teori, 90% kegagalan sudah tinggal tutup mata namun keajaiban muncul. Keajaiban muncul dari kamma baik yang tertanam, keajaiban muncul dari kebajikan, bukan ketidak-bajikan. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh meremehkan perbuatan bajik yang walaupun kecil. Demikianlah (dalam kasus) perzinahan, harus bergaul dengan yang menghindari perzinahan, yang mengambil sila, agar miracle dapat muncul, yaitu menyembuhkan perilaku salahnya.

Bagaimanakah pemurnian itu dapat dipahami?
Di sini (saat ini/itu juga), ia yang tukang zinah berlatih untuk menghindari perbuatan zinah. Setelah berlatih menghindari perbuatan zinah, ia mengambil sila untuk menghindari perbuatan zinah. Setelah berlatih menghindari perbuatan zinah, ia menyetujui "penghindaran perbuatan zinah" (dan) menyarankan orang lain meyetujui "penghindaran perbuatan zinah".

Dengan cara inilah ia memurnikan perbuatan sebelumnya yang tercela/dicela oleh para bijaksana.

Beberapa faktor pendukung:
1. Pergaulan dengan yang baik (yang menyukai kedamaian),
2. Pergaulan dengan mereka yang berlatih sila (lima sila nomor 4),
3. Mendengarkan ajaran yang mengajarkan penolakan nafsu (walaupun tidak berkeyakinan pada ajaran itu/memiliki keyakinan lain),
4. Berlatih untuk mengambil sekaligus lima sila, yaitu (1) sebisa mungkin untuk menghindari pembunuhan setelah meninggalkan kebiasaan pembunuhan, (2) sebisa mungkin menghindari mengambil apa yang tidak diberikan setelah meninggalkan kebiasaan mengambil apa yang tidak diberikan, (3) sebisa mungkin menghindari hubungan asusila yang salah setelah meninggalkan kebiasaan hubungan asusila yang salah, dan hanya melakukan kepada pasangan yang sah, (4) sebisa mungkin menghindari berbohong setelah meninggalkan kebiasaan berbohong, (5) sebisa mungkin menghindari alkohol yang memabokkan dan zat yang melengahkan kesadaran setelah meninggalkan kebiasaan meminum alkohol yang memabokkan dan zat yang melengahkan tubuh.
5. Hidup dalam kesederhanaan/tidak boros dan tidak pelit (kalau banyak kekayaan hidup dalam kesenangan berdana).

"Ia yang senang dalam perzinahan,
Dikatakan delicious (lezat) oleh teman-teman,
Namun si penzinah batinnya mengalami kegoyahan,
Ia diserang kecanduan akan hubungan badan,
Dimana ia akan sulit lolos dari persoalan,
Yang mungkin membawanya ke alam penderitaan.

"Ia yang ingin memperbaikan keburukan,
Melakukan berbagai cara untuk keselamatan,
Yang dengannya ia ingin hidup dalam kebahagiaan,
Seseorang yang melakukan berbagai pelanggaran,
Permurnialah satu-satunya yang disebut jalan,
Bukan melalui upacara atau ritual pembersihan,
Tetapi dengan tiga pemurnian–
Yaitu pemurnian atas pikiran, perbuatan, dan ucapan."

"Seseorang yang hidup dalam pembunuhan,
Memurnikan dengan menghindari pembunuhan,
Yang mengambil apa yang tidak diberikan,
Memurnikan dengan menghindari apa yang tidak diberikan.

"Yang terjebak dalam hubungan badan,
Yang salah dan tidak sesuai aturan,
Memurnikan dengan menghindari perbuatan asusila demikian,
Seseorang yang menyukai kebohongan,
Memurnikan dengan menghindari kebohongan,
Dan yang mengkonsumsi zat pelengah kesadaran,
Memurnikan dengan menghindari zat pelengah kesadaran–
Demikianlah pemurnian dalam kebenaran." (Syair Gwi Cool).

93
 [at] kimdonghwan, Tuan, baik sekali pembuka agama manapun jangan diberikan kata-kata yang kasar. Sang Buddha mengatakan bahwa para pembuka agama adalah orang-orang mulia, yang derajatnya tinggi, mereka tidak pantas diberikan kata yang kasar. Jika memang tidak suka, setidaknya hormatilah mereka, karena kita juga ingin bhikkhu kita dihormati dalam berbagai cara.

Oleh karena itu, marilah gunakan kata yang baik, terutama ketika, pada pembuka agama manapun, jangan merendahkan mereka begitu kasar, gunakan kata yang semestinya/sopan. Jagalah keharmonisan, jagalah kedamaian sesama manusia, dan kepada makhluk yang kita kasihi.

"Taklah pantas seorang pembuka agama,
Berkata kasar dan dikasari oleh manusia biasa,
Bilamana benci atau tidak suka,
Kepada siapa pun, kesabaran harus tetap ada (padanya),
Biarlah yang-salah ditindak sebagaimana mestinya,
Kebenaran selalu yang utama."

94
Humor / Sadhu, sadhu, sadhu = kesendat
« on: 19 November 2017, 09:49:08 AM »
 :))

Judulnya mungkin lucu, tetapi si tukang marah/tukang debat, pasti jengkel. Ayo ngaku, kalau ....

Seperti halnya ketika seseorang yang bersemadi dengan nafas masuk dan nafas keluar sebagai objek, jika ia menahan nafasnya maka ia akan seperti tersendat, harusnya mengikuti nafas. Demikianlah jika "sadhu" diucapkan tiga kali = seperti kesendat. Seperti halnya kue (makanan) tersendat di tenggorokan, seperti itulah jika "sadhu" diucapkan tiga kali.

Sadhu, sadhu, sadhu, tersendatlah ia.
Tidak ada "kata" yang diulang tiga kali walaupun terpisah. Karena, itu dinilai cukup berlebihan.

kupu-kupu; tidak ada kupu-kupu-kupu. Karena, berlebihan jika 3 kali apalagi lebih.
Lari-lari; tidak ada lari-lari-lari.
Makan, makan; tidak ada makan, makan, makan.
Minum, minum; tidak ada minum, minum, minum.

Demikian pula, kata "sadhu", cukup diulang dua kali (maksimal). Jika lebih dari itu maka akan seperti judul = kesendat.

"Sadhu, sadhu." Artinya: "Bagus, bagus." "Nice, nice."

Sang Buddha biasanya hanya menggunakan 2 kali. Demikianlah.

Pertanyaan: Lalu bagaimana dengan pujian kepada Sang Buddha, yang diucapkan 3 kali?
"Terpujilah Sang Bhagava, Sang Arahat, Yang Tercerahkan Sempurna,
Terpujilah Sang Bhagava, Sang Arahat, Yang Tercerahkan Sempurna,
Terpujilah Sang Bhagava, Sang Arahat, Yang Tercerahkan Sempurna."

Ini sudah kalimat, lagipula ini "pujaan". "Sadhu" adalah pujian (menyanjung), bukan pujaan.

Lalu bagaimana dengan Upin Ipin?
Hahaha, itu orang Malaysia, menurut saya juga kurang tepat (dalam bahasa Malaysia) makanya diucapkan cepat-cepat. Kenyataanya itu sebenarnya berlebihan, secara bahasa yang benar. Itu cuman kartun anak-anak. Anggap saja benar, tetapi tetap saja kesendat, kecuali diucapkan cepat-cepat.

Terimakasih.

Note: jangan dipindahkan.

95
Buddhisme Awal / Re: Apa Yang Buddha benar-benar Ajarkan
« on: 19 November 2017, 09:17:12 AM »
Ijin copas bro.
kemarin sudah saya perbaiki, yang benar ini: "Sang Buddha yang Mahatahu dan melihat, yang sempurna dan tercerahkan sempurna mengajarkan pelenyapan hawa nafsu".

Lihat di sini: https://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=26743.msg473154#msg473154

Ingat! Jangan pernah gunakan Ajaran Buddha untuk berdebat (walaupun mengatakan tidak), Ajaran Buddha adalah untuk didiskusikan. Seperti halnya atap rumah untuk mencegah air hujan tidak masuk, jangan dipakai untuk panjat atap. Ajaran Buddha jangan dimain-mainkan.

Pernyataan itu hanya digunakan ketika ada yang bertanya/diajarkan kepada Buddhisme lainnya, ketika ada yang bertanya.
Ketika ditanya lebih lanjut, jawaban lanjutannya adalah wilayah mereka yang terpelajar/bhikkhu. Jika tidak tahu lanjutannya, katakan: "Saya masih belajar, jika ingin tahu, tanyakan kepada bhikkhu yang terpelajar."

Akan tetapi, jika ingin dijawab dengan pertahanan, jawab seperti ini: "Dari hawa nafsulah, keserakahan, kebencian, dan delusi dapat muncul, dengan menenangkan hawa nafsu maka keserakahan, kebencian, dan delusi akan ditenangkan dan tanpa hawa nafsu, keserakahan, kebencian, delusi tidak akan muncul." Ini jawaban pertahanan. Jika ajaran lain mengatakan mereka juga mengajarkan demikian, yang garis bawah tak akan sanggup mereka jelaskan, bahkan yang pertama dan kedua, sebenarnya mereka juga tidak akan sanggup. Ini hanya jawaban pertahanan. Jika mereka bertanya lagi, ulangi jawabannya, atau tanyakan kepada bhikkhu (jawaban "tidak tahu", yanp pertama).

"Ketika orang lain memuji Ajaran Buddha,
Tidak perlu kegirangan atau sebaliknya,
Kita harusnya berpikir betapa agungnya Dhamma,
Betapa hebatnya Sang Buddha yang tercerahkan sempurna,
Yang menuntun murid-Nya mengarah ke Nibbana,
Terpujilah, O, Sang Bhagava."

Senang berbagi Dhamma.

96
Pengalaman Pribadi / Re: Ajaran Buddha atau Agama Buddha?
« on: 18 November 2017, 08:14:22 PM »
Jawabnya Saya tidak tau
Hahaha, Tuan Alucard menghindari pertanyaan, Tuan Alucard menghindari pertanyaan.

97
Pengalaman Pribadi / Re: Ajaran Buddha atau Agama Buddha?
« on: 18 November 2017, 07:07:31 PM »
Agama buddha sebenarnya blabla
Ajaran buddha sebenarnya bla bla

Maka itu let it go,....
Pertanyaan: Kalau "Vajrayana", bagaimana Tuan menanggapinya? (Kuharap Tuan mengerti maksud tersembunyi dari saya).

98
Pengalaman Pribadi / Re: Dukkha “Bukan” Penderitaan
« on: 18 November 2017, 02:55:36 PM »
Untuk ini saya lumayan setuju. Mungkin bisa mendunia jika dibuat meme. Apalagi bagian "dukkha = pengalaman" itu paling menggugah humor.

Hampir saya tulis lowongan kerja: "Dicari staf akuntansi, dukkha > 5 tahun"
Hahaha. Sayang sekali pengalaman memiliki 2 makna. (Ini wilayah sastra.)

99
Orang itu sendiri yang bertumimbal lahir dari monyet kemudian bertumimbal lahir jadi manusia.
Klo monyet evolusi manusia, kenapa monyet sekarang malah gak bisa evolusi? digimon aja masih bisa evolusi.

Kebetulan saja monyet itu "gen" (wajah n bentuk) hampir sama dengan manusia, sebenarnya tidak. Monyet ya monyet, manusia = manusia. Ilmuan Darwin terlalu banyak nonton Digimon, patamon jadi angemon. JK :))

100
Panti jompo harus dianggap sebagai tempat-sementara bagi, anak-anaknya (yang sudah dewasa pastinya) yang benar-benar kesulitan ekonomi, bukan yang durhaka.
Artinya: boleh saja, tetapi harus dibawa pulang ketika ekonomi sudah membaik.

Pengecualian bahwa si orangtua tidak ada lagi keluarga utama. Boleh saja orangtua itu menetap di panti jompo, karena keluarga lainnya (Sepupu, dst.) mungkin tidak peduli padanya, aatu mungkin juga kesulitan ekonomi.

101
Boleh, tetapi hargai tuan rumah, patuhi apa yang ada. Jaga kesopanan dan jangan buat suara bising. Mau ikut dengar khotbah juga boleh (kalau mau), tetapi duduknya kalau bisa di belakang (ingat jangan mengganggu atau diusir), kursi depan untuk Buddhisme.

Bahkan mereka yang berkeyakinan pada Buddha (sebelumnya non-Buddhis), mereka (mantan ajaran lain) mau duduk di tempat suci mereka, masih bisa, suka mereka (mis: Masjid, Gereja, Kuil, dll.) Jadi, bagaimana mungkin non-Buddhis, tidak boleh masuk Vihara, memangnya ada rahasia apa? Tidak ada. Oleh karena itu, silakan saja. Ingat! Patuhi peraturan yang ada karena Anda tamu.

102
(Diambil dari blog seorang teman, dan cukup menarik untuk dishare disini)

Betul.... Ti Pitaka itu kitab palsu. Bukan tulisan dari Sidharta Gautama. Saya sendiri tidak tahu siapa sebenarnya yang menuliskan kitab kitab yang katanya mulia itu.

Asal tahu saja, Tri Pitaka itu artinya 'tiga keranjang'.

Mengapa sampai disebut begitu? Tiga Keranjang... Aneh kan? Sementara kitab suci agama lain bisa berarti pada hal hal yang jauh lebih mulia... Misalnya, Injil, yang kalau tidak salah artinya kabar baik. Atau Quran yang berarti Bacaan.

Nah.... Ini cuman 3 keranjang. Bisa saja, keranjang keranjang itu berisi sampah. Bisa juga sayuran kol bulat atau gepeng yang sudah busuk.

Jadi, 3 keranjang itu memang berisi daun lontar, kulit kayu dll yang memang sudah nyaris busuk, pada periode sekitar 500 tahun sesudah wafatnya Sidharta Gautama. Dikumpulkan oleh orang orang yang mengaku sebagai murid murid Sidharta Gautama, alias umat yang mengaku.

Mereka mereka ini berinisiatif mengumpulkan teks teks apa saja yang berhubungan dengan ajaran Buddha. Itu juga menurut mereka. Apakah benar yang dikumpulkan sebanyak 3 keranjang itu benar benar berasal dari apa yang keluar dari bibir Sidharta Gautama?

Saya sendiri yakin tidak.

Karena 3 keranjang sampah sampah perpustakaan kuno yang kebanyakan tidak ditulis di atas kertas itu berisi banyak hal yang sangat sangat jauh dari jangkauan pikiran manusia. Bisa diibaratkan itu adalah semua arsip perjalanan panjang bathin dari berbagai sudut.

Jadi, saat murid murid Sidharta Gautama mengumpulkan teks teks Buddhis. Kemudian dikelompokkan menjadi 3, yaitu;

1. Sutta Pitaka (Keranjang pujian-pujian/puisi/kata mutiara dll)

2. Vinaya Pitaka (keranjang peraturan peraturan kebhikkuan)

3. Abhidamma Pitaka (keranjang metafisika Agama Buddha0.

Setelah dikumpulkan menjadi 3 keranjang itu, barulah ada yang namanya kitab suci agama Buddha. Tri Pitaka. 3 Keranjang... Itu saja. Bukan 3 keranjang dari Tuhan, atau 3 keranjang dari Dewa. Apalagi 3 keranjang dari Setan. Iblis saja tak sudi namanya disematkan di 3 keranjang lembar lembar hampir busuk itu.

=====================

Jadi benar, kitab suci yang asalnya dari 3 keranjang sampah busuk itu jauhhhhhhhhhh sekali kalau mau dibandingkan dengan tulisan dari Tuhan atau paling tidak terinspirasi dari Tuhan.

Get real saja.... Yang dari sampah, seharusnya tetap disebut sampah. Keranjang juga tetap menjadi keranjang. 2000 tahun berlalu, walau dicetak ulang dengan teknologi sangat canggih. Sampai sudah dibuat dalam wujud digital. Tetap saja namanya 3 keranjang.

Dan tulisan tulisan di 3 keranjang sampah lontar itu asli tulisan manusia. Bukan Setan atau Tuhan. Tuhan dan setan buta huruf, tak sanggup berpikir dan bisanya cuman baca mantra, mengucapkan kutuk, dan jadilah...........

Manusia tidak begitu, manusia memikirkan, membuat dugaan, membuat hipotesa, menganalisa, lalu menyimpulkan, menuliskan kritik dan saran baru menuliskan menjadi kitab. Bukan cuman 1 kitab... tapi ribuan kitab. Astaga...... Jelas manusia lebih kreatif dari Tuhan. Jangankan Kitab. Manusia sampai pada menciptakan Tuhan.

Manusia menciptakan Tuhan yang Maha Penyelamat. Manusia juga menciptakan Tuhan yang sayang pada Israel. Manusia menciptakan Tuhan yang memusuhi bangsa Israel. Manusia juga yang menciptakan Dajjal bermata satu untuk menakut-nakuti manusia lain. Manusia sudah menciptakan jutaan Tuhan, untuk kepentingan diri dan kelompoknya.

Sidahrta Gautama menyadari itu. Dalam 3 keranjang tulisan tulisan yang terinspirasi dari ajaran ajarannya, seakan akan Sidharta mengetawai kebodohan bathin itu. Dengan sampah-sampah lontar di 3 keranjang bullshit bullshitnya, Sidahrta mengajak siapa saja yang mau untuk mendaur ulang sampah sampah dalam 3 keranjang itu supaya bias menjadi pupuk kandang atau pupuk kompos, untuk menumbuhkan pohon pikiran. Untuk mengabaikan tuhan tuhan ciptaan manusia manusia lain.

NB: Tri Pitaka benar benar kitab palsu. Bukan berasal dari Tuhan, bukan terinspirasi dari Tuhan. Bukan tulisan Sidharta Gautama. Bukan juga langsung ditulisa saat Sidharta Gautama ngomong. Tri Pitaka adalah tulisan tulisan yang dikumpulkan sekitar 500 tahun setelah Sidharta Gautama PariNibbana!

sumber: traktor lubis: Tri Pitaka Kitab Palsu
(Diambil dari blog seorang teman, dan cukup menarik untuk dishare disini)

Betul.... Ti Pitaka itu kitab palsu. Bukan tulisan dari Sidharta Gautama. Saya sendiri tidak tahu siapa sebenarnya yang menuliskan kitab kitab yang katanya mulia itu.
Jawab: Yang menulis karena tulisan tangan maka tulisan manusia, bukan setan atau makhluk halus, yang menulis adalah kumpulan bhikkhu yang berada di Mahavihara (di negara Sri Lanka).

Asal tahu saja, Tri Pitaka itu artinya 'tiga keranjang'.
Mengapa sampai disebut begitu? Tiga Keranjang... Aneh kan? Sementara kitab suci agama lain bisa berarti pada hal hal yang jauh lebih mulia... Misalnya, Injil, yang kalau tidak salah artinya kabar baik. Atau Quran yang berarti Bacaan.

Jawab: Kitab suci-Buddhis adalah Kanon Pali. Kanon Pali terdiri dari Tipitaka (tiga keranjang). Karena, kitab suci Buddha adalah Kanon Pali maka ini juga jauh lebih mulia.

Nah.... Ini cuman 3 keranjang. Bisa saja, keranjang keranjang itu berisi sampah. Bisa juga sayuran kol bulat atau gepeng yang sudah busuk.

Jawab: Benar, tipitaka artinya tiga keranjang, bisa keranjang sampah, keranjang busuk, dll. Misalnya seseorang mengatakan, "Anak saya ada tiga," apakah anaknya, anak ayam, anak babi, anak anjing, anak monyet? Pastinya anak manusia. Demikian pula, "Tipitaka" seharusnya dipahami sebagai Tiga Kitab (kitab suci Buddhis yang terbagi atas tiga keranjang/kitab). Tiga kitab/keranjang, harus dipahami sebagai "kepala, badan, dan kaki". Demikianlah, itu satu kesatuan, bukan terpisahm tetapi sepaket, speerti halnya,: hp dapat layar, dapat batre, dapat casing, atau sepeda motor, dapat stang, jok, ban, gigi, dll. Demikianlah, Tipitaka adalah satu paket dari "Kanon (kitab suci) Pali.
Mengapa tiga kitab? Karena kitab suci Buddhis, cukup tebal (bahkan buku tertebal di dunia, kalah dengan kitab suci Buddis), jika dijadikan satu maka itu akan seperti seorang menggandeng 3 koper (inilah maknanya "Tipitaka", zaman dulu tidak ada koper, yang ada keranjang, keranjang bisa mengisi jumlah yang banyak.

Jadi, 3 keranjang itu memang berisi daun lontar, kulit kayu dll yang memang sudah nyaris busuk, pada periode sekitar 500 tahun sesudah wafatnya Sidharta Gautama. Dikumpulkan oleh orang orang yang mengaku sebagai murid murid Sidharta Gautama, alias umat yang mengaku.

Jawab: benar, dari daun lontar, tetapi telah diolah menjadi lebih awet, (baca di wikipedia bagaimana daun lontar menjadi buku). Bahka jika dibilang buku-awal (cikal bakal lahirnya "buku"), berasal mula dari daun lontar, hal ini dapat memungkinkan.

Mereka mereka ini berinisiatif mengumpulkan teks teks apa saja yang berhubungan dengan ajaran Buddha. Itu juga menurut mereka. Apakah benar yang dikumpulkan sebanyak 3 keranjang itu benar benar berasal dari apa yang keluar dari bibir Sidharta Gautama?
Saya sendiri yakin tidak.

Jawab: Kamu tidak yakin karena tidak tahu kemampuan dari bhikkhu sepuh. Isi dari Kanon Pali, dipastikan benar. Ini seperti halnya seorang guru mengajar muridnya kemudian muridnya jadi pintar lalu menciptakan buku cetak. Bukankah ia belajar dari gurunya? Artinya seorang murid bisa mewarisi kata-kata gurunya, "otomatis itu murid pasti bijak banget". Demikianlah bijaknya kelompok bhikkhu itu, mewarisi Ajaran Buddha dengan baik. Hanya karena orang lain tidak mampu sebijak bhikkhu, apakah pantas disebut tidak ada yang demikian? Ia pasti tidak punya cermin di rumah.

Karena 3 keranjang sampah sampah perpustakaan kuno yang kebanyakan tidak ditulis di atas kertas itu berisi banyak hal yang sangat sangat jauh dari jangkauan pikiran manusia. Bisa diibaratkan itu adalah semua arsip perjalanan panjang bathin dari berbagai sudut.

Jawab: jika anak manusia dapat disebut anak monyet, anjing, dll. Maka bapaknya pasti monyet, anjing, dll. (Ini sudah dijawab di atas maka kita buat lelucon.)

Jadi, saat murid murid Sidharta Gautama mengumpulkan teks teks Buddhis. Kemudian dikelompokkan menjadi 3, yaitu;
1. Sutta Pitaka (Keranjang pujian-pujian/puisi/kata mutiara dll)
2. Vinaya Pitaka (keranjang peraturan peraturan kebhikkuan)
3. Abhidamma Pitaka (keranjang metafisika Agama Buddha).

Setelah dikumpulkan menjadi 3 keranjang itu, barulah ada yang namanya kitab suci agama Buddha. Tri Pitaka. 3 Keranjang... Itu saja. Bukan 3 keranjang dari Tuhan, atau 3 keranjang dari Dewa. Apalagi 3 keranjang dari Setan. Iblis saja tak sudi namanya disematkan di 3 keranjang lembar lembar hampir busuk itu.

Jawab: Karena 3 Keranjang adalah isi dari Kanon Pali, yaitu terdiri dari 3 kelompok besar maka si penuduh yang sudah dijelaskan demikian, (jika masih ngotot) pastinya tukang fitnah, mencari-cari kesalahan orang lain, setan saja belum tentu mengganggu. Orang itu pastinya orang busuk.


sumber: traktor lubis: Tri Pitaka Kitab Palsu = sumber tukang pencari kesalahan Buddhis

103
Pengalaman Pribadi / Re: Dukkha “Bukan” Penderitaan
« on: 18 November 2017, 10:36:10 AM »
Note: Dipindah ke pengalaman pribadi karena merupakan opini semata.
Ini ditempatkan di mana juga tidak masalah karena ini nantina akan mendunia

104
Pengalaman Pribadi / Re: Ajaran Buddha atau Agama Buddha?
« on: 18 November 2017, 10:23:50 AM »
Tetap di sini (harusnya dikembalikan ke "Buddhisme untuk pemula") karena pantas untuk pemula. Bukan opini semata, tetapi fakta.

Atau (saya) tulis ulang. Karena Tuan melanggar etika untuk penulis (member).

105
Theravada / Re: Apakah masturbasi sama dengan membunuh?
« on: 18 November 2017, 10:17:46 AM »
Secara umum, formulasi suatu kejadian disebut pembunuhan adalah jika (1) ada makhluk, (2) mengetahui adanya makhluk, (3) niat membunuh makhluk tsb, (4) menjalankan niat membunuh tsb, (5) makhluk tsb mati.

Apakah sperma digolongkan sebagai makhluk hidup?

MN.38. Mahātaṇhāsankhayasutta ada bercerita sedikit mengenai syarat kehamilan:

"Para bhikkhu, kehamilan janin dalam rahim terjadi melalui perpaduan tiga hal.  Di sini, ada perpaduan ibu dan ayah, tetapi saat itu bukan musim kesuburan ibu, dan tidak ada kehadiran gandhabba  - dalam kasus ini tidak ada kehamilan janin dalam rahim. Di sini, ada perpaduan ibu dan ayah, dan saat itu adalah musim kesuburan ibu, tetapi tidak ada kehadiran gandhabba - dalam kasus ini juga tidak ada kehamilan janin dalam rahim. Tetapi jika ada perpaduan ibu dan ayah, dan saat itu adalah musim kesuburan ibu, dan ada kehadiran gandhabba, melalui perpaduan ketiga hal ini  maka kehamilan janin dalam rahim terjadi..."

Dari sini kita lihat bahwa seandainya ada perpaduan sel sperma dan telur, dan ibu sedang subur, tapi tidak ada gandhabba di sini maka tidak terjadi kehamilan, dengan kata lain tidak menjadi makhluk. Jika perpaduan sperma-ovum pada masa subur saja bukan termasuk makhluk, apalagi sperma secara sendiri. Karena bukan makhluk, maka tidak mungkin dibunuh.

[Gandhabba di sini tidak ada penjelasan di sutta, tapi menurut komentar tradisi Theravada adalah arus kesadaran yang sesuai secara kammanya sehingga mendukung untuk menjelma menjadi janin]

"Bergerak" tidak menjadi ciri khas makhluk hidup menurut Agama Buddha. Makhluk hidup adalah kumpulan dari 5 kelompok (pancakkhanda): jasmani, kesadaran, persepsi, perasaan, ingatan/bentuk pikiran (dengan beberapa pengecualian seperti Arupa Brahma dan Asaññasattā). Tumbuhan dikatakan tidak memiliki kesadaran, maka tidak termasuk makhluk hidup.
... ada perpaduan ibu dan ayah, dan saat itu adalah musim kesuburan ibu, dan ada kehadiran gandhabba ...
Perpaduan ayah dan ibu maksudnya hubungan suami istri
musim kesuburan, pasti sudah tahu.
Nah, gandhabba yang dimaksud adalah "jeli dari calon ayah".

Gandhabba adalah makhluk surgawi yang kecil, karena mereka kecil maka muncullah istilah "gandhabba", istilah yang dibuat oleh brahmana zaman dulu. Kog bisa demikian? Para guru spiritual, dalam kasus ini, brahmana (yang membuat istilah itu), mereka cukup tabu dengan kata-kata intim, bahkan mulut mereka sulit mengucapkannya, baik di rumah pun apalagi secara umum. Oleh karena itulah, dibuat istilah "gandhabba", artinya "jeli si laki-laki".

Seperti halnya istilah "bola" atau "gunung", jika ditujukan pada perempuan, akan muncul maknanya apa. Maaf, hanya contoh, jangan dibahas. :)) ^:)^

Pages: 1 2 3 4 5 6 [7] 8 9 10 11 12
anything