Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia
Pengembangan Buddhisme => Penerjemahan dan penulisan Teks Buddhisme => Topic started by: Indra on 12 August 2008, 05:08:44 PM
-
Belakangan ini banyak buku-buku Dhamma berbahasa Indonesia yang menuliskan kata-kata Pali dalam ejaan Bahasa Indonesia, seperti wihara, biku, Sanggha, dll. Bagaimana menurut teman2? mohon tanggapannya
Terima kasih
_/\_
-
Saya lebih prefer untuk mempertahankan bentuk bahasa aslinya, sekaligus melestarikan budaya.
Di samping itu juga, dikhawatirkan dapat membingungkan bagi beberapa orang yang terbiasa membaca dengan istilah Pali.
-
kalau saya seh setuju bgt.....
kita kan orang indo...
jd lebih baik d terjemahkan k b.indo aj.
lagian kalau pakai bahasa pali, kita sebagai org indo kan gk ngerti.
mending tau arti dari sebuah kata itu lgsg dr pd harus d terjemah kan lg.
Semoga Semua Mahkluk Berbahagia
-
tetap pakai bentuk tulisan dan ejaan pali tapi disertai dengan arti/terjemahan dalam bahasa Indonesia. jika bahasa palinya terlalu dalem, atau arti terjemahannya begantung pada konteks kalimat, bisa pake catetan kaki.
-
yap, gw setuju sama hokben.. lebih baik tetap pake bentuk tulisan dan ejaan pali, tapi ada artinya.. jadi komplit dan lebih enak bacanya
-
Saya tidak setuju pengindonesiaan kata-kata Pali. Akan membingungkan. Kalau mau berbahasa Indonesia sekalian saja diterjemahin jangan diindonesiakan. _/\_
-
Kalau dalam bahasa Inggris, istilah Sanserkerta lebih digunakan dibandingkan istilah Pali. Dan istilah2 Sansekerta ini kemudian dibakukan menjadi bahasa Inggris. Misalnya, istilah2 seperti "bhiksu" dan "nirvana" yang berasal dari bahasa sansekerta sekarang dapat ditemukan di kamus2 bahasa Inggris. Jadi dalam penerjemahan Sutta/Sutra dan teks2 Buddhis lainnya, atau dalam karya tulis tentang Buddhisme, cukup lazim menggunakan istilah2 Sansekerta ini karena sudah dianggap baku dalam bahasa Inggris. Meskipun begitu, ada juga kelompok yang mempertahankan penggunaan bahasa Pali, misalnya dalam terjemahan Sutta ke dalam bahasa Inggris oleh Bhikkhu Bodhi.
Saya kurang tau tentang sejarah pembakuan bahasa Indonesia, apakah setiap istilah Sansekerta disepakati untuk diganti penulisannya sesuai dengan pengucapannya dalam bahasa Indonesia, yaitu wihara (untuk mengucapkan vihara) dan biksu (untuk mengucapkan bhiksu). Soalnya banyak juga istilah2 dalam bahasa Indonesia yang berakar dari bahasa Sansekerta, misalnya Pancasila dan Dharma. Bila memang kesepakatannya seperti itu dalam mekanisme pembakuan istilah bahasa Indonesia, saya rasa memang wajar apabila pembakuan istilah2 ini yang dicantumkan di Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Saya tidak tahu apakah aturan yang sama berlaku untuk istilah2 Pali. Buat saya pribadi, saya lebih suka mengikuti konteks penerjemahan Kanon Pali ke bahasa Inggris oleh Bhikkhu Bodhi, yaitu istilah2 dibiarkan apa adanya. Alternatifnya, gunakan istilah2 Sansekerta yang sudah di-Indonesia-kan dan tetap diberikan istilah Pali nya dalam kurung. Misalnya: Nirwana (Nibbana).
Demikian pendapat saya :)
Mettacittena,
Luis
-
ga setuju ah , jadi aneh karena sudah biasa dengan tulisan pali
-
yang manakah tulisan Pali yang asli?
bukankah tulisan Pali asli itu kayak sandi rumput? ;D
-
Pengindonesiaan istilah asing bermula saat Bapak Harmoko menjadi menteri penerangan. Saat itu beliau melarang penggunaan istilah asing untuk nama toko dan perusahaan sehingga ada toko roti terkenal yaitu Holland Bakery mengubah namanya menjadi Holand Bakeri. Aneh kan jadinya? Lalu apa yang terjadi dengan kemampuan berbahasa Inggris masyarakat kita?
Bagaimana dengan komunitas yang sudah terbiasa dengan istilah Pali maupun Sanskrit yang kemudian membaca istilah "Sanggha" atau "Wihara"? Pasti merasa aneh. Apa yang akan terjadi dengan kemampuan generasi muda Buddhist dalam mengenal istilah Pali atau Sanskrit yang benar? Jangan sampai mereka kira yang benar adalah Wihara bukan Vihara seperti mereka kira yang benar adalah Bakeri bukan Bakery. :'(
-
untuk vihara di kbbi pake kata wihara.. tp untuk istilah macam bhikkhu atau sangha klo diindokan jadinya rancu kita uda terbiasa baca dengan istilah itu n kebanyakan pembaca mengerti maksudnya... so tetep dengan ejaan aslinya aja
-
gak ada salahnya pake ejaan bahasa indonesia...
gak semua orang "terpelajar" dalam istilah pali. kadang kalo mau budaya buddhis menyatu dalam kehidupan sehari2, ada penyesuaian...
-
saya sih setuju kalau ada 2 bahasa sekaligus, ada bahasa pali dan dibawahnya bahasa indonesia ;D
-
kalau menurut saya, lebih baik kita mendidik pembaca untuk menambah beberapa perbendaharaan kata-kata Pali, karena dengan mengetahui kata-kata ini akan memudahkan untuk mempelajari teks-teks Buddhis.
Dalam naskah Buddhis berbahasa Inggris, banyak istilah Pali dipertahankan dalam kata aslinya tanpa diterjemahkan, padahal Bahasa Inggris memiliki kosa kata yang lebih kaya daripada Bahasa Indonesia.
_/\_
-
kalo boleh saya istilahkan orang yg tertarik mempelajari buddhism lebih dalam sebagai golongan elite, maka memang benar, bagi para elite tentu saja lebih baik belajar dengan istilah aslinya (pali) karena pengertian maknanya lebih akurat.
namun selain golongan elite ini, masih banyak orang2 pekerja sibuk, acek2 pemilik toko, encim2 tukang jagain bisnis, ibu rumah tangga dan orang2 biasa lainnya. mereka gak ada waktu dan jarang2 mau belajar buddhism dengan mendalam. sukur2 juga setor tampang sekali setahun ke vihara. mungkin lebih mudah kalo budaya buddhis menyatu dengan kehidupan sehari2 mereka, salah satunya ejaan bahasa indonesia...
saya pikir keberhasilan agama kr****n mengkonvert dan menyusup ke lapisan2 masyarakat, salah satunya disebabkan karena kefleksibelan mereka menyusun ajaran yg sederhana, mudah diingat, mudah dipahami intinya kepada golongan non-elite. golongan elitnya bisa belajar theologi yg mendalam sendiri di sekolah2 theologi.
-
Bahasa Pali
Ejaan Indonesia
Artinya
-
yang manakah tulisan Pali yang asli?
bukankah tulisan Pali asli itu kayak sandi rumput? ;D
Setau saya.... ga ada tulisan PALI. Pali itu hanya dalam bentuk pengucapan (lafal). Makanye banyak yang salah ngucap dan penulisannya ke dalam bahasa indonesia juga menjadi salah. (cmiiw)
_/\_ :lotus:
-
Benar, makanya ada Pali Thailand, Pali Myanmar. Pali SriLanka, Pali Indonesia, dll
-
_/\_
Namaste suvatthi hotu,
Pengindonesiaan pali hendaknya dipertimbangkan lagi, karena akan makin membuat orang malas belajar teks pali dengan baik dan benar, dampaknya akan makin serius dikemudian hari, karena bias pengertian makin akan bertambah.
Saya sebagai pemerhati bahasa pali lebih setuju membiarkan teks pali yang ditulis dalam aksara roman seperti yang tertulis dalam kitab terbitan Pali Text Swociety London atau penulisan roman lainnya (Myanmar, Sinhala, Thai, dsb).
Lihat terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia banyak yang rancu, contoh:Empat Kesunyataan Mulia, Empat Kebenaran Mulia, Delapan Jalan Utama dsb.
Begitu juga terjemahan Sutra dalam teks Sanskrit ke bahasa Indonesia, contoh Sutra pemotong Berlian disebut dengan Sutra Berlian atau Sutra Intan, penulisan topik Sutra saja sudah salah jangan tanya nanti isinya makin menjauh dari pengertian yang sebenarnya.
Penulisan Vihara menjadi wihara, mengapa kita tidak mengambil kata biara saja yang sudah baku, cuma memang penghuninya bukah Bhikkhu tapi Pastor, memang dilema
Dari kata Vihara di India pun menjadi kata Bihara (Bihar) yang kemudian menjadi biara dalam bahasa Indonesia.
Huruf "v" dalam sanskrit dan Pali tidak percis dilafalkan sebagai "w" (Indonesia), tapi agak berat mendekati b, contoh penulisan dalam bahasa Pali yang berbeda versi: kata "Vyadhi" menjadi "byadhi" dsb (v>b)
terimakasih
Cunda
Pemerhati Bahasa Pali
-
Romo Cunda?
Founder dari penerbit buku Vidyavardhana Samuha?
-
yups.. :)
-
Btw, apakah orang yang ingin belajar ajaran Buddha harus memahami Pali?
Aye kagum dengan seorang bhikkhu Indonesia aliran Theravada yang tidak menggunakan bahasa Pali di dalam menyampaikan ajaran Buddha.. Eh, malah bhikkhu tersebut diprotes (oleh umat Buddha yang berpikiran sempit). Katanya itu bukan menyampaikan ajaran Buddha kalau tidak menggunakan istilah Pali..
-
wah, ikutan ... ah
masalah bahasa lagi ... kdg kita mse terbawa dgn fanatisme bhs suci (agama), memang di satu sisi adalah utk mempertahankan originalitas, tapi di satu sisi yg lain juga ada fungsi dhammaduta dimana kita tdk bisa memaksa semua org agar mengikuti idealisme tersebut, kdg mereka butuh yg simple dan mudah dimengerti.
be happy
-
tapi, klo penulisan yang merujuk ke dlm pali canon atau literature lain, seharusnya diberi keterangan atau keynote, sehingga org akan bisa memahami yg dimaksud dlm penulisan buku2 buddhis tersebut. saya kira itu juga jalan terbaik, sehingga tetap melestarikan istilah2 original, dan memberikan pencerahan bagi pembaca.
-
Maaf, sepertinya rekan2 tidak memahami maksud dari thread ini, yang ingin didiskusikan adalah mengeni Pali yang diIndonesiakan, seperti pada kata Wihara (Pali: Vihara), biku (Pali: bhikkhu), dll.
-
pribadi sih saya lebih suka tetap. Masih ingat tidak ketika jaman dahulu semua di indonesiakan?
Green Garden -> Grengaden
Green Ville ->Grenvil
Tetap pakai kata2x asli, palingan nanti diberikan petunjuk bacanya bisa inline atau di bagian belakang
Vihara (baca: wihara)
Konda~n~na (baca: Kondanya)
-
Tolong di ingat pula yang membaca teks tulisan tersebut adalah umat awam yang mungkin baru mengenal buddhisme atau umat yang lain yang kebetulan tertarik terhadap ajaran buddha.
tolong bagi mereka ini sangha dan penulis berbelas kasih jangan lah kita bersikap ekslusif cuma umat buddha saja yang bisa membaca tulisan tersebut.
contoh ada akhir akhir ini ada buku parita yang bertulisan n ada ekor nya yang di baca ng ( dalam keyboard saja tak mudah menulis nya). apalagi umat awam yang tak mengenal buddhism bisa di baca sebagi n saja.
ini aku rasa ada nya kesadaran dalam masyarakat indonesia yang gampang di bikin susah hingga memberi kan pengaruh.
-
Belakangan ini banyak buku-buku Dhamma berbahasa Indonesia yang menuliskan kata-kata Pali dalam ejaan Bahasa Indonesia, seperti wihara, biku, Sanggha, dll. Bagaimana menurut teman2? mohon tanggapannya
Terima kasih
_/\_
Kalau begitu harusnya thankyou jadi tulisnya harus tengkiu :P
Welcome, tulisnya harus welkomsel. Refrigerator gimana y? :))
Sangha tetap Sangha. Kayak Sri Lanka, bukan Sri langka.
Sri Lanka bacanya Sri Langka, tetapi tulisnya "Sri Lanka".
Demikian pula, Sangha, bacanya Sanggha, tulisnya "Sangha".
Kalau mau, harusnya seperti ini "Sangha (sang-gha)" atau (baca: Sang-gha).
Kalau "bhikkhu", jangan diubah deh. Beberapa poin penting seharusnya tetap tulisan Pali. Sebagai penghormatan atas bahasa Pali, yang dilestarikan dengan susah payah oleh para bhikkhu. Oleh karena bhikkhu yang melestarikan maka kata "bhikkhu", kalau bisa jangan diganggu. 8)
Kalau Vihara jadi (tulisannya) Wihara, ini sudah "kata serapan", sudah diterima dalam bahasa Indonesia. Pakai Vihara atau Wihara, boleh-boleh aja jika di ranah bahasa Indonesia dan yang terpenting gunakan huruf kapital karena tempat suci (tempat ibadah).
Akan tetapi, (misalnya) kalau vipassana, tidak bisa ditulis wipassana dalam bahasa Indonesia karena belum diterima secara bahasa, belum legal.
Catatan: Sebenarnya "V" dalam bahasa Pali, tidaklah dibaca "W". Akan tetapi, mirip (mendekati) "W".
"Cara baca huruf "v" dalam bahasa Pāli adalah antara "v" dan "w". Misalnya huruf "vā" pada kata Bhagavā, dibaca "vwa" ([v]'wa), mendekati kata "wa". Seperti dalam bahasa Inggris untuk kata "think", dibaca "ftink" ([f]'think]), atau dalam bahasa Jepang untuk kata "hito", dibaca "hsito" ([h]'sto)." Sumber:
http://www.brahmathira.com/2017/09/kisah-lengkap-buddha-i-bab-ix.html (http://www.brahmathira.com/2017/09/kisah-lengkap-buddha-i-bab-ix.html)
Masuk ke google translate, masukkan kata "think", dengar sendiri, seperti ada kata "t" di depan.
Untuk kata "v" dalam bahasa Pali, mungkin bisa dengar lagu "Ratana Sutta". (Cari liriknya di google lalu cari yang ada huruf "V", dengar baik-baik.)