Hari ke -4. Trawas – Bandara Juanda - Solo
Setelah santap pagi dan berkemas kemas, jam 10 pagi segera berangkat menuju Candi Jawi yg merupakan memorial kebesaran Prabu Kertanegara, raja pertama di Nusantara yang punya wawasan Asean. Beliaulah yang menggalang persatuan kerajaan kerajaan di Semenanjung Melayu, Siam, Champa, Kamboja untuk membendung serangan Mongol, sayang upaya beliau dihianati oleh besannya sendiri, Jayakatwang.
Selesai foto foto di Candi Jawi, hawa sudah sangat panas, meluncur sedikit ke arah Pandaan, ada rumah makan Sri, mampirlah kita untuk santap siang walaupun baru jam 11 siang.
Kali ini setiap orang pesan makanan yang berbeda, saya pesan pecel sayur tanpa nasi, yang lain ada yang pesan rawon, sayur lodeh dan soto.
Pecelnya patut diacungi jempol , uenak tenann, sayur segar dengan proses merebus yang pas, empuk tapi masih hijau royo royo, bumbu kacangnya pun mantap punya. Yang kecewa yang pesan rawon , katanya kurang joss.
Minumnya pun unik , Es Beras Kencur, tapi ini yg segar bukan yg sudah diawetkan dalam botol seperti yang banyak terdapat di Jkt.
Selesai makan, perjalanan dilanjut ke Bandara Juanda untuk mengantar 2 teman pulang ke rumah mereka di Bali. Ternyata jalan arteri yang menghindari jalan Porong yang bersebelahan dengan situs lumpur Lapindo sudah selesai, karena masing masing 2 lajur, bebas dari kemacetan. Perjalanan melalui tol menuju Bandara Juanda ditempuh dalam waktu 50 menit.
Setelah men-drop off ke dua sahabat, perjalanan dilanjut menuju Solo. Dari bandar Juanda, menggunakan tol , melewati lagi jalur Mojosari, Mojokerto, Jombang, Kertosono, Nganjuk, sempat istirahat sebentar di SPBU di daerah Nganjuk selain untuk isi bensin, kuras kandung kemih juga memberi kesempatan pecandu ilmu hisap melatih ilmunya; dan ngopi lagi.
Peralanan sampai dengan Ngawi dilalui dengan mulus tidak ada kemacetan; tetapi dari Sragen menuju selain jalur yang sempit, ada truk besar yang bawa muatan berat dan sulit disalip, kecepatannya hanya 30 km/jam.
Yah, begitulah, dia besar, dia di depan, tampaknya seperti pemimpin; tetapi dia penghambat.
Di negeri ini banyak orang yang bertindak seperti itu kelihatannya memimpin tetapi sebenarnya menghambat.
Karena sdh capek membuntuti si penghambat, begitu ada SPBU, mampir dulu untuk kencing dan ngopi. Kira kira menjelang magrib. Setelah dirasa mahluk penghambat itu sudah pergi jauh, perjalanan dilanjutkan menuju Solo, dengan tujuan utama : Kuliner.
Ternyata kota Solo sudah sangat berubah dibandingkan 10 tahun yang lampau, banyak jalan yang satu arah; kita berhenti dulu disebuah toko P&D di jl Urip Sumohardjo, milik sahabat, sambil ketawa ketiwi melepas kangen, teman saya belanja berbagai oleh oleh makanan made in Solo, termasuk penganan masa kecil : Ganep’s roti Kecik.
Karena sudah lebih dari jam 8 malam, dan khawatir tujuan Kuliner tutup, kami meneruskan perjalanan, 3 kali memutar jalan yang sama karena memutar balik terlalu cepat, , baru yang ketiga kalinya TKP ditemukan: rumah makan Adem Ayem di jl. Slamet Riyadi, langsung memesan hidangan ikon kebanggan RM Adem Ayem : Gudeg Spesial.
Beda dengan gudeg gaya Jogya yang manis mirip kolak nangka muda itu, yang ini lebih asin gurih; pokoknya top. Rasanya juga lebih enak dibandingkan yang cabangnya di Jl. Percetakan Negara di Jakarta Timur.
Selesai santap malam dan ngopi, waktu sudah menunjukkan pk 21 :15, rumah makannya jg sudah siap siap tutup, daripada diusir sebagai tamu yang tidak tahu diri.
Kami berangkat menuju hotel Fave di jl Adisucipto, hotel baru, tipe bed & breakfast yang pingin dijajal.
Hotel yang baru, bersih, simple, modern stile dan hanya utk tidur dan makan pagi ala kadarnya; selain ruang meeting dan wifi, fasilitas lain tidak ada, untung kamarnya lumayan besar, tidak seperti hotel bernama sama di Surabaya kota yang amat sempit sampai buka koper juga susah sekali.
End hari ke - 4