Seseorang yang mengkritik, juga harus siap dikritik atas kritikannya.
Jangan baru dibantah kritikannya sedikit sudah bilang lawannya fanatik lah, memusuhi lah, menjauhi lah. Cara seperti ini kurang dewasa dan cenderung playing victim, tidak objektif. Mari tetap fokus kepada materi diskusinya.
Soal kritikus Cesar Milan, wajar saja kalau semua yg anda tulis dibantah karena di acara2 CM sendiri sudah bahas detail hal2 itu. Semuanya gamblang dan terang benderang. Kritikan itu salah karena ada pembuktian kebenarannya. Kalau balik lagi ke kritikan tanpa dasar kembali, akhirnya cuma memanggang pepesan kosong.
Kangen apa kangen sekali?
Kenapa harus menyesal / tidak menyesal seolah2 GRP/BRP itu sesuatu yg final? Nyantai ajalah....
Beda pendapat wajar.
Lebih wajar lagi kalau dalam diskusi, mengakui yg benar sebagai benar, dan yg salah sebagai salah.
Semoga anda menjadi lebih baik (berdiskusinya).
Bagi saya, lebih tepat pihak yang dikritik memberi penjelasan (klarifikasi), bukan membalas mengkritik isi kritikannya (dikatakan demikian sebab ini berpotensi debat kusir dan minim introspeksi).
Bantahan kritik bukan fanatik, bukan juga memusuhi. Bagi saya indikator yang cukup jelas dari ketidaksenangan, adalah reputasi negatif yang diberikan. Ini mewakili lemparan batu atau bogem mentah di dunia nyata. Jika ada usaha berkilah bahwa BRP hanya BRP, tidak menandakan ketidaksenangan, dsb... saya sudah cukup mahfum dengan ini (catatan saja, mungkin lemparan batu dan serangan fisik di dunia nyata juga bukan berarti orang yang menyerang itu tidak senang).
Jadi, metode debat seperti ini (silat kata) bagi saya tidak sehat, sebab kurang jujur pada diri sendiri dan membodohi diri. Jika memang tidak senang katakan tidak senang, jika memang kesal katakan kesal. Kenapa harus menutupi fakta dengan kepandaian berkata-kata?
Anda tidak paham tentang cara menyelidiki, sudah dikatakan bahwa bila mau obyektif, Anda jangan mengambil acara itu sebagai referensi, sebab justru acara itu yang dikritik oleh para kritikus. Ini seperti sedang meneliti sebuah kitab (yang dicurigai sesat), malah untuk referensi sesat sendiri diambil dari kitab tersebut (yang dinyatakan/dicurigai sesat).
Sudah paham belum logikanya? Saya tidak dalam posisi kontra, mohon dipahami. Yang saya sampaikan di atas hanya metode menyelidiki sesuatu secara obyektif.
Saya tidak terlalu berharap Anda atau yang lain paham, karena dari diskusi-diskusi yang sudah berjalan, cenderung juga
kitab-minded. Yang diteliti/dikritisi/diselidiki adalah kitabnya, yang dijadikan acuan (lagi-lagi) adalah kitabnya.
Thinking outside the box, for once.
Benar atau salah itu relatif, tergantung kondisi yang menyertai. Saya tidak pernah merasa berubah dalam berdiskusi, mungkin hanya penilaian Anda (termasuk kangen dan tidak kangen di atas)? Yang saya tahu dan sadari, saya hanya mengurangi jumlah postingan karena kesibukan dan skala prioritas.
Demikian, salam kritis dalam Buddha Dharma dan semoga berbahagia.