//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - Lily W

Pages: 1 ... 307 308 309 310 311 312 313 [314] 315 316 317 318 319 320
4696
Buddhisme untuk Pemula / Re: D A N A
« on: 26 September 2007, 10:23:09 AM »
D A N A
Dhamma Study Group Bogor

V. Cara-cara Berdana
a)   Umum
Dalam kita berdana hendaknya selalu diingat faktor-faktor ini agar kita memperoleh buah karma yang terbaik mutunya.Bukankah berdana sama sama dengan menanam pohon yang secara tepat kita harus juga memilih lahan,bibit dan waktu penanaman serta pemeliharaannya.  Kalau kita asal tanam maka  mungkin akam \n menghasilkan buah yang kecil-kecil dan kurang baik mutunya, apalagi bila pemeliharaannya juga tidak secara baik.  Tetapi  perlu sekali dimergerti bahwa hal ini bukanlah berati bahwa dalam melakukan tindakan berdana ini kita semata-mata hanya mengharapkan adanya hasil yang besar; bukan itu maksudnya. Jadi dalam hal ini kita hanya berusaha untuk melakukan cara-cara berdana yang paling baik.  Nah,faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tanaman dana kita ini adalah antara lain sebagai berikut:
•        Apa yang kita danakan hendaknya hasil yang kita peroleh dengan cara yang sesuai dengan dhamma.
•   Dana diberikan kepada orang yang layak menerima.
•   Sebelum diserahkan,dana telah dipersiapkan dan direncanakan dengan pikiran yang baik.
•   Pada waktu diserahkan disertai dengan pikiran ikhlas,rela dan penuh kebahagiaan  serta tanpa ikatan.
•   Sesudah diserahkan lalu pada hari-hari selanjutnya pikiran-pikiran  baik tersebut tetap dipelihara dengan cara :
a.   Merenungkan  bahwa dengan berbuat bajik ini semoga sanak  keluarga yang telah tiada juga ikut bergembira dan dapat pula menikmatinya.
b.   Tidak lagi menganggap bahwa barang tersebut masih milik kita dan merelakan dengan tulus si penerima  untuk menggunakannya. Hindarkanlah diri kita dari sikap egois yang selalu menganggap barang itu adalah pemberian kita.  Ini merupakan jalan untuk mempraktekkan ajaran anatta, praktek pasrah dan tidak terikat.
c.   Tidak meremehkan kepada siapapun dengan membanggakan apa  yang telah kita perbuat.  Orang lain boleh  membanggakan kebajikan kita,namun hendaknya dijaga batin atau pikiran kita dari kekotoran batin tersebut.
d.   Tidak memberikan syarat-syarat yang mengikat yang dibebankan pada penerima dana sehingga Ia tidak bebas memanfaatkannya.  Ini terjadi karena ketidak ikhlasan kita kepada orang yang menerima dana.

b)   Sappurisa dana  8

Tentang cara-cara berdana yang baik, menurut agama Buddha dapat diterangkan di dalam Sappurisa Dana  8 yang artinya  8 macam  cara berdana dari orang yang baik.

1)   Sucim Deti
Artinya  berdana barang yang bersih (halal),yang benar-banar merupakan hasil jerih payah kita sendiri.  Jadi barang yang kita danakan bukan hasil curian atau hasil perbuatan  yang tidak baik.
2)   Panitam Deti
Artinya berdana barang yang baik, hendaknya  kalau kita berdana maka dana itu  paling tidak masih dapat bermanfaat bagi yang menerima.  Kita jangan berdana barang yang sudah sama sekali rusak dan tidak dapat dipakai lagi.
3)   Kalena Deti
Berdana barang yang tepat pada kondisinya, misalnya kalau kita melihat suatu daerah yang kekurangan bahan-bahan pelajaran, maka kita jangan  berdana makanan kepada daerah itu,tetapi kita hendaknya berdana buku-buku pelajaran.
4)   Kappiyam Deti
Berdana barang yang layak, misalnya kalau kita berdana kepada bhikkhu sangha, hendaknya kita berdana barang yang layak untuk digunakan oleh bhikkhu tersebut.  Jangan  Kita berdana barang yang tidak pantas digunakan oleh bhikkhu misalnya berdana sandal yang berlapis emas.  Hal ini tidak perlu dan tidak pantas karena seorang bhikkhu sudah hidup meninggalkan  keduniawian.
5)   Vicceya Deti
Yaitu berdana barang yang bijaksana, artinya kita melihat siapa yang kita berikan dana, apakah itu berguna bagi dia atau malahan bisa membuat dia malas.  Kita dapat berdana kepada yang memang benar membutuhkan seperti korban bencana alam dll, tetapi hendaknya kita berpikir dulu apabila akan berdana kepada seorang pengemis yang sehat badannya.
6)   Abhinham Deti
Yaitu berdana barang secara tetap, misalnya menjadi penyokong vihara,rumah yatim piatu,dll.  Memang kita bisa berdana adalah suatu kondisi yang bagus,tetapt lebih bagus lagi kita dapat berdan secar tepat.
7)   Dadam Cittam Pasa Deti
Berdana barang dengan oikiran yang tenang.  Bila kita berdana sebaiknya dengan pikiran yang baik dan tidak mengharapkan pamrih yang dapat menimbulkan kegelisahan,apalagi yang kita harapkan dengan dana kita itu tidak sesuai dengan yang kita inginkan.
8)   Datva Attamano Hoti
Setelah berdana batin merasa tenang.  Hal ini dapat terjadi bila kita berdana tanpa pamrih dan melihat orang yang menerima dana itu berbahagia sehinnga kita ikut berbahagia.

c)   Berdana  Kepada orang yang telah meninggal ( Dalam hal ini ditekankan kepada orang tua , tetapi  bisa juga  kepada sanak keluarga kita yang lain ).

Semua orang yang normal pasti mencintai orang tuanya, karena orangtua merupakan maha dermawan bagi  anak-anaknya.  Sejak mengandung, ibu telah memberikan perawatan kepada anaknya yang masih dalam kandungan; dan setelah kita lahir ibu akan memberikan air susu untuk kehidapan anaknya.  Ibu dan ayah  memang pantas  mendapat  penghormatan dari anak-anaknya karena beliau bersama-sama telah menjaga,merawat,dan memberikan pendidikan agar  anak-anaknya nanti menjadi orang yang baik dan berguna.
Pada akhirnya kedua orang tua kita akan menjadi  tua dan lemah,dan suatu kewajiban yang mulia bagi seorang anak untuk merawat dengan penuh kasih sayang.  Setelah mereka meninggal, seorang anak berkewajiban untuk selalu mengingat jasa beliau dengan cara diantaranya mengadakan upacara keagamaan yang benar,bukan hanya upacara tradisi yang mewah tetapi tidak bermanfaat.
Salah satu cara yang bijaksana ialah bila seorang anak dapat mempraktekkan dhamma dengan berbuat kebajikan,misalnya  berdana kepada vihara,mencetak buku-buku dhamma, mendirikan bangunan untuk kepentingan masyarakat ( Sekolahan,runah sakiy ) dan kebajikan tersebut dilakukan atas nama almahum.  Dengan cara ini tentu bermanfaat baik bagi dirinya,masyarakat dan juga bagi almahum.
Bila orang tua yang telah meninggal dunia itu bertumimbal lahir di alam yang menyedihkan,maka semua kebajikan yang kita lakukan atas nama almahum tadi akan menimbulkan getaran oikiran yang baik bagi almahum.  Hal inilah yang disebut “Pattanumodanamaya” yaitu berbuat kebajikan dengan cara merasa gembira melihat kebajikan orang  lain.  Pattanomodanamaya merupakan salah satu dari dasa Punna Kiriyavatthu ( sepuluh jalan untuk berbuat kebaikan).  Dengan demikian almahum dapat menambah kamma baik dari perbuatan berdana tadi.
d)   Kathina dana
Kathina adalah nama bulan yang digunakan oleh umat  Buddha untuk berdana kepada anggota sangha ( walaupun setiap hari kita juga boleh berdana kepada sangha ).  Dana itu berupa barang-barang keperluan pokok para bhikkhu seperti makanan ,jubah,tempat tinggal dan obat-obatan.
 
 _/\_   :lotus:

4697
Buddhisme untuk Pemula / D A N A
« on: 26 September 2007, 10:13:55 AM »
D A N A
Dhamma Study Group Bogor

I.   Pendahuluan
   Hampir semua orang tentu mengerti bila kita mengatakan istilah berdana
   Yang artinya secara umum yaitu memberikan sesuatu untuk membantu orang lain yang memerlukan.  Tetapi apakah makna berdana hanya demikian saja ? Apakah tidak ada lagi makna nya yang lain ? Nah, untuk mengetahui lebih jelasnya tentang berdana ini ,dan juga tentang  adanya  pandangan salah mengenai  “ Berdana “ yang ditinjau dari pandangan agama Buddha.
      Kamma, menurut agama Buddha artinya perbuatan. Setiap orang pasti melakukan suatu perbuatan ( kamma ) dan perbuatan yang dilakukan tentu mempunyai motif-motif tertentu,dimana motif itu sendiri juga sudah merupakan suatu perbuatan. Menurut agama Buddha, motif ini dapat terbagi menjadi motif yang baik ( tiga akar perbuatan baik ) dan motif yang tidak baik ( tiga akar perbuatan Jahat ).  Motif yang baik terdiri dari alobha ( tidak dengan keserakahan ),adosa ( tidak dengan kebencian ) dan Amoha ( tidak dengan kegelapan batin ); sedangkan motif yang tidak baik terdiri dari Lobha ( keserakahan ),dosa ( kebencian ) dan moha ( kegelapan batin ).
      Setiap orang yang  berbuat sesuatu pasti tidak terlepas dari motif-motif tersebut di atas. Tentu saja idealnya kita hendaknya selalu berbuat dengan motif yang baik, tetapi biasanya dalam setiap melakukan tindakan kita cenderung untuk melakukannya dengan motif yang buruk, dengan tanpa kita sadari lagi karena hal itu sudah merupakan suatu kebiasaan yang biasa kita lakukan.
      Dalam Agama Buddha diajarkan untuk mencapai kebahagiaan, hendaknya kita jangan berbuat jahat,tambahkanlah selalu kebaikan,dan sucikanlah batin atau pikiran.
   Hal ini dimaksudkan supaya seseorang hendaknya selalu melatih berbuat dengan motif yang baik .  Tetapi bagaimanakah cara melatih hal itu ?
      Perbuatan yang paling mudah untuk mengurangi  tiga akar perbuatan jahat ini (khususnya Lobha) yaitu dengan cara berdana. Pengertian berdana yang diajarkan oleh Sang Buddha Gotama adalah merupakan cara untuk menunjang menyembuhkan penyakit batin manusia yang disebut Lobha. Dalam beberapa ajaran beliau,dana selalu diletakkan  pada urutan pertama, misalnya dalam dasa Paramita ( Sepuluh Kebajikan ) dan di dalam Dasa Punna Kiriyavatthu ( Sepuluh Jalan Perbuatan Baik ).
      Memang, Kenyataannya demikian berdana adalah suatu perbuatan yang paling mudah untuk kita laksanakan.Siapa saja dapat berdana, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa; mulai dari orang kaya sampai orang miskin sekalipun.  Mungkin kita bertanya mengapa orang miskin dapat pula berdana ?  Ingat, Pengertian  dana dalam agama Buddha bukan hanya berbentuk materi saja tetapi bisA pula berupa bantuan tenaga dan pemberian maaf.
      Orang miskinlah yang justru dianjurkan untuk banyak berdana karena untuk mengimbangi kamma buruknya yang sekarang sedang berbuah, jadi kita salah bila mengatakan bahwa orang miskin tidak perlu berdana..Perlu kita ketahui bahwa nilai serta manfaat suatu dana tidak hanya ditentukan oleh besar kecilnya dana itu saja tetapi juga ditentukan oleh kesungguhan hati ( kehendak ) kita pada saat kan berdana ( Pubba Cetana ),sewaktu berdana ( Munca Cetana ) dan saat sesudah  berdana ( Apara cetana ); serta factor-factor lainnya lagi.  Jika ketiga tahapan tersebut misalnya kita lakukan dengan hati yang berbahagia maka  akan semakin besar pulalah nilai dana tersebut; dan sebaliknya bila kita lakukan dengan penyesalan, maka nilai dari dana itupun akan berkurang..
      Tetapi walaupun kita sudah tahu bahwa berdana itu adalah suatu  kebajikan yang paling mudah untuk dilakukan, namun pada kenyataannya masi banyak orang khususnya umat Buddha yang tidak mau berdana.  Jika mereka berdana, masih banyak yang berdana karenanya adanya pamrih tertentu atau karena terpaksa. Mereka masih juga berpikir dan menganggap bahwa mereka sendiri  masih kekurangan harta benda,sehingga kalau berdana maka hartanya menjadi berkurang.
      Padahal seharusnya kita menyadari bahwa selama ini kita msih hidup sebagai manusia, biasanya kita tidak akan pernah puas akan sesuatu ; sehinnga kita juga bisa menyadari bahwa dengan berdana tidak akan menyebabkan harta kita menjadi berkurang, bahkan sebaliknya, dengan berdana kita berarti telah menambah kamma baik kita yang kelak akan berbuah kebahagiaan pada diri kita.
   
II.   Pengertian Berdana
   Dalam Pandangan masyarakat umum, dana diartikan sebagai  pemberian atau pertolongan dengan
   Memberikan materi ( bersifat kebendaan ) kepada orang lain yang memerlukan,sedangkan bantuan lainnya yang bukan berupa materi, belum dapat dikatakan sebagai dana,tetapi hanya dikatakan sebagai bantuan biasa saja.
      Dalam Agama Buddha, yang dimaksud dengan dana adalah pemberian yang tulus ikhlas untuk menolong makhluk lain, artinya memberikan pertolongan tanpa pamrih berupa materi,tenaga,maupun pemberian maaf dan rasa aman. Dana dalam agama Buddha tidak dipaksakan,hanya dianjurkan dan termasuk salah satu dari sepuluh perbuatan baik ( Dasa punna Kiriyavatthu ) yang dapat dilaksanakan oleh umat Buddha.
   
III.   Bentuk-Bentuk Dana
   Menurut bentuk yang didanakan,dana terbagi menjadi 3 bagian,yaitu :
   Amisa Dana
   Artinya berdana berupa benda ( barang) atau materi, contoh berdana uang,pakaian,makanan,obat-obatan,dll
Dhamma Dana
   Artinya dana berupa dhamma atau ajaran (nasehat),contoh seorang bhikkhu mengajarkan tentang hokum kebenaran; seorang guru mendidik murid-muridnya; orang tua yang menasehati anaknya,dll.
Abhaya Dana
   Artinya berdana dengan memaafkan,yaitu berupa ampunan ( pemberian maaf ) dan tidak membenci.  Juga dalam hal ini termasuk memberikan rasa aman kepada makhluk lain dari mara bahaya. Contoh : memaafkan teman yang bersalah kepada kita ;membebaskan makhluk lain yang sedang menderita, misalnya menolong anjing yang sedang kejepit kayu dll.
      Jadi banyak cara yang dapat dilaksanakan untuk dapat mewujudkan dana, bias dengan amisa dana,dhamma dana,atau abhaya dana.  Oleh sebab itu dana tidak harus berupa barang atau materi saja seperti yang dikatakan oleh pandanmgan masyarakat pada umumnya.  Bahkan di dalam Dhammapada,Sang Buddha sendiri bersabda sebagai berikut : ”Sabba danam dhammadanam jinati ”yang artinya dana yang dilaksanakan melalui ajaran kebenaran  akan melebihi dana yang dilaksanakan dengan cara lainnya.  Maka bila kita dapat melaksanakan dana dengan melakukan penyebaran kebenaran ( Dhamma ),kita akan memperoleh jasa yang paling mulia, tetapi memang tidak semua orang dapat mengajarkan dhamma dengan baik dan benar.
   
IV.   Kualitas Dana
a.   Menurut Tingkatan manfaatnya
   Menurut tingkatan manfaatnya,maka suatu dana dapat kita bedakan menjadi empat bagian,yaitu :
   1.Pemberian yang besar dengan manfaat yang kecil ( sedikit )
      Contohnya  dalam hal ini yaitu orang-orang yang membunuh binatang untuk di korbankan kapada para dewa dengan disertai perayaan yang besar dan segala macam upacara persembahyangan.  Hal ini memerlukan biaya yang besar tetapi pahala atau kebaikan untuk mereka yang melaksanakan sangatlah sedikit.
   2. Pemberian yang kecil dengan manfaat yang kecil.
       Contohnya dalam hal ini yaitu seorang yang kaya tetapi Ia sangat kikir sehingga tidak mau berdana dengan banyak ( padahal dia mampu ) dan setulus hati.
   3. Pemberian yang kecil dengan manfaat yang besar
       Contohnya dalam hal ini yaitu  seorang yang  miskin yang memberikan dananya dengan jumlah yang sedikit ( karena batas kemampuannya memang hanya sampai di situ ) tetapi dia berdana dengan tulus hati dan tanpa pamrih.
   4. Pemberian yang besar dengan manfaat yang juga besar
       Contohnya yaitu seorang hartawan yang mendanakan sebagian hartanya guna kepentingan orang banyak, misalnya dengan mendirikan vihara,panti asuhan dsb-nya yang semuanya itu dilakukan dengan hati yang tulus dan pamrih.
   
   b. Menurut kehendak ( Cetananya )
      Berdasarkan kehendak ( cetananya) berarti bahwa ada niat yang baik dalam berdana tersebut.  Dalam hal ini berdana bukan sekedar untuk formalitas,pamer kekayaan, mencari  nama,promosi diri atau dagangan,menjilat dsb.  Kehendak baik di sini mencakup tiga masa,yaitu :
   1.Sebelum berdana   
         Sebelum berdana, seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh ketulusan dan keriaan, dengan berpikir misalnya “Saya sedang menanam harta benda sebagai sebab kekayaan yang dapat di bawa serta “
   2. Sewaktu berdana
      Sewaktu berdana seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh keyakinan dengan berpikir misalnya “ Saya sedang membuat manfaat suatu harta yang tidak begitu bernilai”.
   3. Setelah berdana
      Setelah berdana seseorang hendaknya mengembangkan pikiran yang penuh keiklasan dan kepuasan, dengan berpikir misalnya “Saya telah melakukan kebajikan yang dipujikan oleh para bijaksana.

C.   Menurut Mutu Barang Yang Didanakan
     Berdasarkan mutu barang yang didanakan,maka suatu dana dapat dibedakan menjadi 3 bagian,sebagai
     berikut :
I.   Berdana Barang yang buruk,yang diri sendiri sudah tidak mau memakainya lagi.  Banyak barang buruk  yang sudah kita tidak perlukan lagi misalnya baju yang sudah tidak kita pakai lagi;ini dapat kita berikan kepada orang lain yang membutuhkannya.  Tetapi dalam memberikan barang tersebut kita harus memiliki rasa sopan santun dan memiliki rasa perikemanusiaan. Artinya dalam memberikan  barang tersebut kita harus dapat memperkirakan barang tersebut memang masih dapat digunakan ( masih layak ) oleh orang yang membutuhkan. Janganlah kita berdana barang yang sudah terlampau buruk, misalnya pakaian yang sudah compang camping sehingga sudah  tidak layak dipakai lagi.

II.   Berdana barang yang baik sebaik diri sendiri memakainya.  Contohnya bila kita mempunyai buku lebih dari satu sedangkan teman kita  tidak mempunyai, maka sebagai teman hendaknya memberikan salah satunya kepada teman tersebut.  Dengan demikian kita telah berbuat baik dan kita akan merasa senang bila teman kita senang menerima buku itu.

III.   Berdana barang yang lebih baik daripada yang kita pakai sendiri.  Berdana barang yang lebih baik daripada yang kita pakai sendiri jarang dijumpai dalam kehidupan ini. Biasanya  orang hanya mau berdana barang yang sudah buruk atau yang sama seperti yang dipakai dirinya sendiri; tetapi ada juga orang yang mau berdana barang yang lebih baik daripada  yang dipakainya sendiri.  Bila hal ini memang dilakukan dengan tulus,maka orang yang memiliki sikap demikian sangatlah terpuji.  Ia dapat dikatakan memiliki jiwa sosial yang tinggi bila misalnya Ia membangun sekolahan yang bagus dan baru kepada masyarakat yang membutuhkan, sedangkan rumahnya sendiri cukup sederhana.

d. Menurut motif tujuannya
    Menurut motif tujuannya, maka suatu dana dapat terbagi sebagai berikut :
1. Hina Dana
   Dana yang bersifat rendah, yaitu dengan mengharapkan kemasyuran,kekayaan dsb.
     2. Majjhima Dana
   Dana yang bersifat menengah misalnya dengan keinginan untuk dapat terlahirkan di alam surga.
3.Panita Dana
   Dana yang bersifat luhur, dengan tujuan untuk meraih pembebasan sejati.

e. Menurut Kemurniaan dari Pemberi dan Penerima dana
   Didalam Dakkhina vibhanga Sutta, Sang Buddha menyebutkan bahwa nilai suatu dana tergantung juga kepada kelakuan dari orang yang menerima dana maupun yang memberi dana.
1.   Kemurniaan Pemberi bukan kemurniaan dari Penerima
Artinya yang memberi dana mempunyai kelakuan yang baik, bermoral sedangkan yang menerima tidak demikian.
2.   Kemurnian Penerima bukan pemberi
Dalam hal ini Penerima dana adalah adal;ah orang yang bermoral serdangkan pemberinya tidak demikian.
3.   Tidak Murni dari pemberi dan Penerima
Artinya baik pemberi dan penerimanya tidak bermoral.
4.   Yang Murni dari Pemberi dan Penerima
Baik yang memberi dana dan yang menerimanya bermoral semuanya.

f.   Menurut yang patut  menerima dana
Dalam Agama Buddha, Dana patut diberikan kepada siap saja yang memerlukan, namun selain hal tersebut , dikenal pula tentang adanya lapangan yang subur untuk menanam jasa,artinya bila yang kita berikan dana adalah merupakan  lapangan yang subur untuk menanam jasa, maka dana tersebut dapat  memberikan hasil yang besar bagi yang berdana.
   Didalam Dakkhina Vibhanga Sutta, Majjhima Nikaya, dikisahkan bahwa Maha Pajapati Gotami berniat untuk mempersembahkan sepasang jubah  baru yang dibuatnya sendiri kepada sang Buddha Gotama.  Tetapi sang Buddha menganjurkan agar persembahan ini dialihkan kepada Sangha secara umum.  Ananda Thera karena tidak tahu , berusaha membujuk agar mau menerimanya, dengan memperingatkan jasa Mahapajapati Gotami yang pernah menyusui serta merwat beliau semasa kecil.  Menaggapi hal ini, sang Buddha Gotama kemudian menjelaskan bahwa ada 14 macam persembahan yang ditujukan kepada Pribadi tertentu (Patipuggalika Dakkhina),yaitu :
1.   Samma Sambuddha
2.   Pacceka Buddha
3.   Arahat ( Arahatta phala )
4.   Mereka yang berpraktek untuk meraih kearahatan ( Arahatta Magga)
5.   Anagami ( Anagami  Phala )
6.   Mereka yang berpraktek untuk meraih keanagamian  ( Anagami  Magga)
7.   Sakadagami ( Sakadagami Phala )
8.   Mereka yang berpraktek untuk meraih kesakadagamian ( Sakadagami  Magga )
9.   Sotapanna ( Sottapati Phala )
10.   Mereka yang berpraktek untuk meraih kesotappanaan ( Sottapati  Magga )
11.   Orang Non Buddhis yang telah melenyapkan nafsunya ( Orang yg memiliki Jhana)
12.   Orang biasa ( awam )yang bermoral ( yang mempunyai kesilaan )
13.    Orang biasa ( awam )yang tidak bermoral ( yang jelek kesilaannya )
14.   Binatang/hewan
   Dengan berdana kepada binatang /  hewan, seseorang dapat mengharapkan pahala sebanyak 100 kali.
   Dengan berdana kepada orang awam yang jelek kesusilaanya,…..Pahalanya sebanyak 1000 kali.
   Dengan berdana kepada awam yang mempunyai  kesilaan, pahalanya sebnyak 100,000 kali
       Dengan berdana kepada orang non buddhis  yang telah melenyapkan nafsunya, pahalanya  sebanyak 10,000,000 kali.
   Dengan berdana kepada mereka yang berpraktek utuk  meraih kesotapannaan…….Pahala yang tak terhitung ,tak terhingga.
Apalagi jika dana tersebut dipersembahkan kepada mereka yang  tingkatannya lebih luhur, pahalanya tidak terbayangkan lagi.
   Dari orang yang menerima dana, maka tempat yang merupakan lapangan  jasa yang tiada taranya dialam semesta ini adalah Sangha.  Buddha Gotama selanjutnya menjelaskan bahwa  ada 7 macam sangha yang bisa kita berikan dana persembahan ( Sangha dana ) yaitu :
1. Sangha Bhikkhu dan sangha  Bhikkhuni saat Sang buddha ( Samma sambuddha ) sebagai  
   pimpinan sangha
2. Sangha Bhikkhu dan sangha  Bhikkhuni sesudah Sang buddha ( Samma sambuddha ) sebagai
    pimpinan sangha
3. Sangha Bhikkhu saja
4. Sangha Bhikkhuni  saja
5. Sangha yang terdiri  dari para bhikkhu dan bhikkuni dalam jumlah terbatas ( sejumlah bhikkhu dan bhikkhuni dari Sangha.
6. Sangha yang terdiri  dari para bhikkhu dalam jumlah terbatas (  Beberapa bhikkhu                                yang disediakan oleh sangha )
7. Sangha yang terdiri  dari para   bhikkuni dalam jumlah terbatas (  Beberapa bhikkhuni  yang  disediakan oleh  Sangha )

Demikian uraian yang terdapat di dalam Dakkhina Vibhanga Sutta.  Pada masa mendatang, hanya akan ada  Bhikkhu “Gotrabhu dengan jubah tersampirkan di leher yang jelek kesilaannya  dan menganut ajaran  salah.  Beliau tidak menyatakan bahwa Patipuggala dana ( yang tetuju pada pribadi) mempunyai pahala yang lebih besar daripada  dana yang ditujukan kepada Sangha.  Jadi, dapatlah disimpulkan bahwa dalan keadaan bagaimanapun, pahala Sangha dana jauh melampaui Patipuggala dana.

Jadi Sangha merupakan lapangan untuk menanam jasa yang tiada taranya, hal ini juga disebutkan di dalam Sanghanussati ( Perenungan terhadap Sangha ) yang berbunyi sebaga berikut : “ Anuttaram Punnakkhetam Lokassa “ yang berarti Sangha adalah Lapangan untuk menanam jasa yang tiada tara baiknya di alam semesta ini.

Sangha merupakan ladang untuk berdana yang paling baik sebab yang lain yaitu karena dana yang kita berikan kepada sangha akan disalurkan kembali oleh para bhikkhu sangha untuk kepentingan agama dan umat , misalnya untuk melengkapi sarana dalam mengajarkan dhamma; yang bisa berguna untuk menunjang pelestarian buddha dhamma.  Pokoknya semuanya merupakan suatu penyaluran dana atau pemanfaatan dana yang tepat.

Selain Sangha yang merupakan lapangan untuk menanam jasa, maka seperti yang tadi telah diuraikan di dalam Dakkhina Vibhanga Sutta, kita dapat pula memberikan dana kepada obyek-obyek lainnya yang memang patut atau pantas menerima dana, misalnya yaitu :

1.   Dana yang diberikan kepada orang yang melaksanakan sila, seperti misalnya para bhikkhu sekarang ini; bahkan ini termasuk berdana kepada Sangha.
2.   Dana yang diberikan kepada Orang Tua ( Ayah dan Ibu )
3.   Dana yang diberikan kepada orang yang belum berpenghasilan, misalnya mereka yang belum mempunyai pekerjaan lalu kita sokong untuk sementara waktu.
4.   Dana yang diberikan kepada mereka yang memang sedang membutuhkan bantuan, misalnya kepada orang yang sedang terkena musibah, dsbnya

 _/\_   :lotus:

4698
Diskusi Umum / Re: Bendera Buddhist
« on: 25 September 2007, 06:06:21 PM »
Yup....

Orange = Semangat

Btw.....Sy jadi ingat ama anak sy ( kelas 2 SD )....dia hafal sekali ttg bendera Buddhist ( warna n artinya )..... Tiap kali ada ulangan agama selalu keluar pertanyaan itu...


 _/\_

4699
Diskusi Umum / "KALIYUGA"
« on: 25 September 2007, 11:00:59 AM »
Kaliyuga
oleh: Selamat Rodjali

Dunia saat ini sedang menghadapi ledakan populasi vang sangat hebat sehingga dikhawatirkan bahan
pangan akan menjadi sangat terbatas. Thomas Robert Malthus telah lama mengantisipasi (meramal)
bahwa pertambahan populasi akan bergerak mengikuti deret ukur, sedangkan pemenuhan kebutuhan
primer (pangan) bergerak menurut deret hitung. Hingga saat ini telah dilakukan. berbagai usaha untuk
memperiambat lajunya populasi, diiringi pula oleh upaya untuk meningkatkan produktivitas pangan.
Dalam melakukan upaya di atas, kreativitas manusia mendapat kondisi yang tepat untuk berkembang,
sehingga laju perkembangan teknologi bergerak pesat sekali dan semakin canggih. Namun, sekarang,
bagaimanakah kecenderungan tingkat perkembangan spiritual manusianya? Tampaknya peningkatan
populasi ini cenderung diiringi oleh penurunan kualitas spiritual manusianya.
Apabila disimak dengan lebih seksama, banyak generasi muda saat ini, baik yang dilahirkan di Indonesia,
Amerika, Eropa. Australia atau Asia cenderung memiliki sifat-sifat negatif yang sangat menonjol, seperti
serakah, pembenci, bodoh, mementingkan diri sendiri, masa bodoh, tak berperasaan, mudah tersinggung,
dan membalas dendam. Sering pula dijumpai sikap kurang (tidak) hormat terhadap orang yang lebih tua,
orang tua, dan guru.
Mungkin banyak di antara generasi lebih tua yang masih hidup akan bertanya-tanya, apakah gerangan
yang terjadi pada mayoritas generasi muda saat ini? Mengapa mereka bertingkah laku seperti binatang
atau setan? Apakah mereka semata-mata dikendalikan oleh seorang datang (personifikasi), 'oknum X'
Bagaimana seseorang dapat menjelaskan fenomena-fenomena alam seperti di atas? Bagaimanakah
seseorang yang berlatar belakang Agama Buddha menjelaskan alasan-alasan yang menimbulkan peristiwa
semacam itu pada saat ini?
Masa kehidupan kita saat ini, dalam bahasa yang spesifik dikenal sebagai Kaliyuga, atau 'Jaman Materi'.
Manusia yang dilahirkan pada jaman ini umumnya memiliki sifat material oriented, dan memburu
kesenangan temporer. Nilai-nilai spiritual seolah-olah tidak cocok lagi bagi mereka. Dengan membuat
perbandingan terhadap masa hidup generasi yang lebih tua, terdapat kecenderungan bahwa generasi
lebih muda saat ini umumnya memiliki masa hidup yang relatif lebih pendek. Banyak di antara mereka
yang meninggal dunia karena kecelakaan mendadak, seperti tenggelam, tertabrak kereta api atau
kendaraan bermotor, terbakar, ledakan pesawat terbang, atau bahkan bunuh diri.
Manusia Kaliyuga
Kita dapat mengamati bahwa manusia dilahirkan dalam lingkungan yang berbeda-beda. disertai dengan
perbedaan karakter. Citta terakhir dari kehidupannya yang lampau (cuti-citta) akan disusul oleh citta
pertama dalam kehidupannya yang baru (patisandhi-citta). Kecenderungan-kecenderungan yang dimiliki
pada waktu yang lampau akan terakumulasi dan berlanjut pada citta berikutnya (Nina van Gorkom,
1979).
Banyak manusia yang lahir pada zaman Kaliyuga ini adalah mereka yang pada jangka waktu yang lama
sekali, akibat perbuatan-perbuatan buruknya, telah dilahirkan di alam kehidupan yang menyedihkan,
sebagai binatang, mahluk peta, raksasa asura, atau mahluk neraka. Dalam jangka waktu yang lama sekali
mereka menetap di alam tersebut. Tentu mereka tidak menetap selamanya. Setelah buah kamma
buruknya yang menyebabkan ia terlahir di sana habis, dan karena kamma baiknya menjadi masak
berbuah (karena kondisi yang tepat), mereka dilahirkan kembali di alam manusia dalam jumlah yang
besar pada jaman materi ini. Manusia-manusia baru ini memiliki sifat-sifat dan pola kelakuan seperti
penghuni alam Dugati di atas. Akan tetapi, kita tidak perlu kaget. Mereka semata-mata memperlihatkan
sifat-sifat laten dan kecenderungan yang tertumpuk dari alam kehidupannya yang lampau dan muncul
kembali pada kehidupanrnya sekarang. Itulah yang membuat beberapa di antara mereka bersikap egois,
tak pernah mementingkan kebahagiaan orang lain dan sebagainya.
Setelah mereka hidup sebagai manusia (asalkan mereka hidup cukup lama dan beruntung dapat bergaul
dengan orang-orang bijaksana), mereka akan mengerti sifat-sifat dan pola kelakuan manusia, dalam
waktu kurang lebih 40 tahun. Kemudian, tibalah waktunya mereka pergi, meninggal dunia. Tidak jarang
mereka 'pergi' melalui kecelakaan-kecelakaan seperti yang telah dikemukakan di atas. Masa hidup
manusia pada jaman 'Kaliyuga' ini sangat singkat!
Cakkavatti-Sihanada Sutta
Lebih dari 2500 tahun yang lalu, Sang Buddha telah memaparkan dengan jelas bagaimana keadaan masa
depan nanti. Di dalam Cakkavatti-Sihanada Sutta, kita dapat membaca bahwa akan tiba suatu saat nanti
tatkala kondisi-kondisi telah makin memburuk. Masa hidup manusia pada masa tersebut hanya 10 tahun,
dan perawan-perawan muda telah siap kawin pada umur lima tahun! Pada masa ini tidak ada lagi rasa
hormat terhadap orang tua dan saudara perempuan. Laki-laki akan bertingkah laku seperti binatang,
tinggal bersama ibu dan saudara perempuannya sebagai suami isteri. Perzinahan dengan keluarga telah
dianggap biasa. Pertengkaran dan perkelahian akan menjadi 'tata tertib' sehari-hari. Laki-laki dan
perempuan akan meniadi lebih buruk daripada binatang.
Sungguh beruntung, jaman itu mungkin masih jauh.
Manusia yang baik
Peningkatan populasi di dunia yang disertai dengan sifat-sifat manusianya seperti mahluk-mahluk alam
rendah telah terjadi di antara kita. Pola-pola kelakuan mereka yang lampau telah muncul walaupun -saat
ini mereka- berada dalam bentuk fisik sebagai manusia.
Akan tetapi memang tidak semua manusia demikian. Tentu ada juga anak-anak yang baik yang lahir di
antara kita sekarang walaupun hanya sedikit. Pada rahim siapakah mereka dilahirkan? Anak-anak yang
baik itu hanya lahir dari ibu yang baik pula. Mahluk-mahluk dari alam dewa akan lahir melalui ibu yang
memiliki sifat-sifat tertentu. Pertama, mereka akan lahir dari seorang ibu yang bijaksana (medhavini).
Kedua, sang ibu memiliki sila yang baik (silavati). Ketiga, ibu memperlakukan famili dari suami dengan
baik (sassu deva). Keempat, ibu adalah seorang yang setia, puas dengan satu suami, dan tidak ada
kekasih lain di luar (patibatta).
Bagi wanita (ibu) yang memiliki empat sifat baik tersebut, akan lahir anak-anak yang baik dan pandai
(sura honti), dan anak-anak baik tersebut juga merupakan berkah bagi orang tua dan negara tempat
mereka dilahirkan.

DAFTAR PUSTAKA
· Baptist, E.C. 1981. Wheel of Life, 31 Planes of Existence (Rebirth). Buddhist Missionary Society,
Kuala Lumpur, 61 p.
· Van Gorkom, Nina. 1979. Abhidhamma in Daily Life (2nd ed.). Dhamma Study Group Bangkok,
Thailand, 259p.
Pernah dimuat dalam majalah Pancaran Dharma no. 158.
Diedit kembali oleh Chandadhammo Benny Chandra dan dimuat atas ijin penulis.

 _/\_   :lotus:

4700
Theravada / LOBHA
« on: 22 September 2007, 12:09:07 PM »
L 0 B H A
Oleh : Selamat Rodjaii

Hal-hal tertentu telah memberikan kepuasan kepada kita pada waktu yang lampau sehingga kita mencoba untuk memperolehnya lebih banyak.  Hal-hal tertentu lain telah mendatangkan ketidakse¬nangan kepada kita sehingga kita mencoba untuk menyingkirkan atau melepaskannya.  Menurut Buddha Dhamma, keadaan-keadaan ini sering - disebut sebagai '.nafsu keinginan dan kebencian' dan keduanya memiliki kekuatan menggerakkan kita dari satu pengalaman ke pengalaman lain sampai akhimya kita mampu mengendalikannya.

Seseorang yang kehausan akan mencoba untuk menyingkirkan perasaan tidak menyenangkan itu dengan mencari sesuatu yang dipikimya 'dapat menghilangkan kehausan itu dan mendatangkan kesenangan.  Apabila hal ini tidak diperolehnya, maka ia tetap kehaus¬an. Apabila ia mendapatkannya, maka kehausan tersebut menjadi terpuasi dan untuk sementara waktu, 'haus' tersebut lenyap.  Kese¬nangan akan sesuatu yang diharapkan dan diinginkan telah pergi dan sering kali muncul kekecewaan.

Banyak hal kita harap dapat memberikan kesenangan, namun setelah kita peroleh muncul kekecewaan.  Bagi orang-orang tertentu, kedengarannya memang enak apabila memperoleh banyak uang.  Namun, apabila uang telah didapat, muncul persoalan baru, kebingungan bagaimana menggunakan uang itu, bagaimana melindunginva, atau bahkan akan menjerumuskan seseorang untuk berlaku bodoh., Orang¬orang kaya mungkin bertanya-tanya apakah teman-temannya menghar¬gainya karena 'kepribadiannya' atau karena uangnya, dan ini merupa¬kan salah satu bentuk penderitaan mental yang lain.  Ada satu keta¬kutan akan hilangnya barang yang dimiliki, apakah itu harta benda atau beberapa orang yang dicintai.  Lalu, apabila kita mau jujur dan melihat secara mendalam apa yang kita sebut 'kesenangan', temyata kita dapati bahwa itu hanya satu macam bayangan di dalam pikiran, tak pernah sepenuhnya tergenggam, tak pemah leng¬kap, atau dalam arti yang lebih mendekati, berhubungan dengan rasa takut akan kehilangan.

Musuh utama dari seluruh kehidupan ini adalah nafsu yang kuat, keserakahan atau kehausan.  Tentu tidak hanya keserakahan atau kemelekatan terhadap kesenangan indera, kemakmuran, kekayaan,

keinginan rnenggulingkan orang lain dan menaklukkan negara lain saja, tetapi juga kemelekatan terhadap cita-cita, gagasan-gagasan, konsep atau pandangan, opini-opini dan kepercayaan-kepercayaan yang akan membawa kepada bencana dan kehancuran dan mendatangkan penderi,taan yang tak terkatakan bagi seluruh bangsa, bagi dunia ini!  Betapa dahsyatnya kekuatan lobha ini, dan tentunya umat Buddha khususnya dan makhluk hidup umumnya patut waspada akan kekuatan lobha karena pikiran yang mengandung lobha memiliki ciri khas dan kondisi unik yang menyebabkan kemunculannya.

JENIS CITTA

Sang Buddha telah membabarkan segala sesuatu yang nyata.  Apa yang beliau ajarkan dapat dibuktikan melalui pengalaman kita sendiri.  Namun, kita tidak mengetahui secara aktirat kesunyataan yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari, yaitu fenomena batin (mental) dan fenomena fisik (jasmani) yang diterima melalui mata, telinga, hidung, lidah, badan dan pikiran.

Di dalam kehidupan kita sehari-hari, terdapat bakvak sekali benda yang kita pandang dan kita pergunakan, seperti rurnah, makan¬an, pakaian atau alat-alat rumah tangga.  Benda-benda tersebut tidak muncul demikian saja.  Mereka adalah bentukan pikiran atau kesadaran (citta).  Citta adalah fenomena batin yang mengetahui atau mengalami objek.  Citta dapat menghasilkan berbagai akibat.  Apabila kita memperhatikan segala sesuatu yang dihasilkan oleh citta, seperti perbuatan-perbuatan baik dan perbuatan-perbuatan buruk, maka dapat diterima, bahwa jenis citta tidak hanya satu macam.  Apabila dikelompokkan menurut bangsa (jatibhedanaya), citta dibagi meniadi empat macam, yaitu :
1.   Akusala citta, yaitu kesadaran atau pikiran yang tidak baik.
2.   Kusala citta, yaitu kesadaran atau pikiran yang baik.
3.   Vipaka citta, yaitu kesadaran atau pikiran yang menjadi hasil atau akibat dari akusala atau kusala.
4.   Kiriya citta. yaitu kesadaran atau pikiran yang bukan sebab juga bukan akibat dari akusala dan kusala.

Dalam sehari, sernua jenis citta yang beragam ini muncul!  Sebagian besar dari waktu kita sehari-hari terbuang percuma, kita tidak mengetahui apakah citta yang muncul itu akusala, kusala, vipaka atau kiriya.  Apabila kita belajar mengamati dan membedakan pikiran kita, maka kita akan memperoleh pengertian yang lebih banyak mengenai diri kita atau orang lain: kita akan lebih banyak memiliki belas kasihan (karuna) dan cinta kasih (metta) kepada orang lain walaupun orang lain itu bertingkah laku tidak pantas terhadap kita.

Umumnya, kita tidak menn,ukai akusala citta yang dimiliki orang lain; kita tidak senang apabila orang itu kikir atau berbicara kasar.  Namun, apakah kita menyadari saal-saat sewaktu kita memiliki akusala citta?  Ketika kita tak menyukai kata-kata kasar orang lain, kita sendit-i mempunyai akusala citta dengan kebencian pada saat itu.  Apabila seseorang tidak mempelajari Abhidhamma yang menielaskan realitas secara rinci, seseorang mungkin tidak mengetahui apakah akusala itu. la mungkin menganggap perbuatan buruk sebagai perbuatan baik, dan seterusnya ia menumpuk perbuatan buruknya tanpa disadari.  Apabila kita lebih banyak mengetahui perbedaan jenis citta, kita dapat melihat sendiri jenis citta mana yang lebih sering muncul dalam diri kita sehingga kita lebih banyak mengenal diri kita, dan upaya untuk perbaikan diri menjadi lebih mudah.

AKUSALA CITTA

Perbuatan-perbuatan tidak baik akan memberikan hasil yang tidak menvenangkan.  Tak seorang pun ingin mengalami hasil yang tidak menyenangkan, tetapi kebanyakan orang tidak mengetahui penyebab yang memberikan hasil tak menyenangkan; mereka tidak menyadari kapan citta itu tidak baik dan mereka tidak selalu tahu ketika mereka melakukan perbuatan tidak baik; pengetahuan mereka tentang akusala masih samar-samar atau bahkan gelap gulita.

Apabila kita mempelaiari Buddha Dhamma dengan lebih rinci lagi, maka kita dapat mengetahui bahwa akusala citta dibagi meniadi tiga kelompok, yaitu :
I.   Lobha-mula-citta, yaitu kesadaran yang berakar pada kesera¬kahan (lobha).
2.   Dosa-mula-citta, yaitu kesadaran yang berakar pada kebenci¬an (dosa).
3.   Moha-mula-citta. yaitu kesadaran yang berakar pada kebo¬dohan (moha).

Moha (kebodohan batin) muncul pada setiap jenis akusala citta.

Akusala citta yang berakar pada lobha (lobha-mula-citta) sebenarnya memiliki dua akar. yaitu moha dan lobha.  Dinamai lobha-mula¬citta karena lobha cetasika yang menjadi pemimpin.  Dosa-mula-¬citta juga memiliki dua akar, yaitu moha dan dosa.  Dosa-mula¬citta dipimpin oteh dosa cetasika.

CIRI KHAS LOBHA

Setiap kelompok citta dari akusala citta memiliki lebih dari satu tii>e citta. lobha-mula-citta memiliki delapan tipe citta yang berbeda.  Lobha adalah kesunyataan mutiak (paramattha dhamma) yang merupakan cetasika (faktor batin yang munclil bersama citta); lobha adalah kesunyataan; oleh karena itu, lobha dapat dialami.

Di dalam Visuddhi-magga dinyatakan bahwa lobha memiliki ciri khas memegang objek, seperti getah (perekat).  Fungsinya adalah menempel, mirip daging di sebuah panci panas, ibarat jelaga yang sec,ara nyata bersifat tidak menolak.  Penyebabnya yang paling dekat adalah melihat kenikmatan dalam segala hal yang menjerumuskan ke perbudakan, menambah arus kecanduan.

Kadang kata lobha disebut sebagai keinginan (tanha), kadang¬kadang disebut Pula sebagai nafsu serakah (abhijjha), nafsu indera (kama), atau hawa nafsu (raga).  Lobha memiliki banyak tingkatan, yang kasar, sedang dan halus.

Kebanyakan orang dapat mengakui lobha ini apabila munculnya sangat kasar; pada tingkah yang lebih halus, umumnya mereka tidak mengakui.  Misalnya, seseorang dapat mengakui lobha ketika ia cende¬rung untuk makan terialu banyak makanan yang nikmat atau ketika ia terikat kepada minuman beralkohol atau rokok.  Seseorang melekat kepada orang-orang tertentu, bahkan terhadap gurunya, dan ia tidak puas, apabila kehilangan mereka yang dicintai.  Juga, kita dapat melihatnya, bahwa kemelekatan membawa kesedihan.

Citta muncul dan padam cepat sekali dan disusul dengan citta-citta berikutnya.    Pada tingkat lobha yang lebih halus, kita mungkin tidak menyadari   ketika lobha-mula-citta muncul akibat apa yang
kita alami dalam   kehidupan sehari-hari melalui keenam pintu indera. Setiap waktu, di   mana saja, tak terhitung betapa banyaknya, lobha muncul di dalam diri kita dalam kehidupan sehari-hari!

LOBHA DAN KONDISINYA

Citta muncul karena adanya kondisi; demikian pula, lobha muncul karena terdapat kondisi.  Di dalam Maha-dukkhakkhandha¬sutta dapat dibaca bahwa ketika berdiam di dekat Savathi, di Hutan Jeta, Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu, sebagai berikut: "Para bhikkhu, apakah kepuasan dalam kesenangan indera itu?
Para bbikkhu, terdapat lima untai kesenangan indera.  Apakah kelirna hal itu?  Bentuk-bentuk materi yang diterima oteh mata, serasi, menyenangkan, disukai, menarik, berhubungan dengan kesenangan indera, memikat.  Suara-suara yang diterima oleh telinga,... . Bebauan yang diterima oleh hidung,... . Rasa vang diterima oleh lidah, ... . Sentuhan-sentuhan yang diterima oleh tubuh, serasi, menyenangkan, disukai, menarik, berhubungan dengan kesenangan indera, memikat.  Inilah, Para bhikkhu, lima untai kesenangan indera.  Apapun kese¬nangan, kegembiraan, yang muncul karena konsekuensi kelima untai kesenangan indera ini, merupakan kepuasan dalam kese¬nangan indera."

Di dalam Salayatanavagga dapat dibaca bahwa Sang Buddha ketika berdiam di Devadaha berkata kepada Para bhikkhu, sebagai berikut :

"O Para bhikkhu, Para dewa dan manusia sangat gembira di dalam objek Penglihatan, mereka tertarik kepada objek pengli¬hatan.  Akibat ketidakstabilan mengenai akhir, musnahnya objek¬-objek; Para bhikkhu; Para dewa dan manusia hidup menderita. ,mereka senang kepada suara-suara, bebauan, rasa-rasa, sentuh¬an, mereka senang kepada bentuk-bentuk pikiran, dan tertarik kepadanya.  Karena ketidakstabilan mengenai akhir, lenyapnya bentuk-bentuk pikiran; Para bhikkhu; Para dewa dan manusia hidup penuh penderitaan.  Akan tetapi 0 Para bhikkhu, Tathaga¬ta, seorang Arahat, yang mencapai kesempur-naan secara mandiri, melihat hal-hal itu sebagaimana adanya, munculnya dan hancur¬nya, kepuasan, kesengsaraan dan jalan untuk membebaskan diri dari obiek-objek.  Beliau tidak gembira di dalam objek, tak tertarik kepadanya.  Akibat ketidakstabilan mengenai akhir, lenyapnya objek-objek, Sang Tathagata tetap tenang..."

Kepuasan di dalam kesenangan indera bukantah kebahagiaan sejati.  Kepuasan di dalam kesenangan indera merupakan kebahagiaan bermata kail, umpan diperoleh namun mata kail ikut -menusuk.  Ikan yang bodoli tidak pernah mengetahui bahwa umpan yang diterima mengandung mata kail malapetaka.

LOBHA-MULA-CITTA DAN VEDANA

Tiga dhamma yang berkaitan di dalam lobha-niwa-citta ialah vedana (perasaan), ditthi (pandangan) dan sankhara (wujud).

Mereka yang tidak mengenal dan memahami ajaran Buddha mungkin berpikir bahwa kemelekatan adalah perbuatan baik, khususnya ketika kemelekatan itu muncul bersama perasaan senang.  Mereka tidak mengetahui Perbedaan antara kemelekatan (lobha) dengan cinta kasih (metta); kedua fenomena ini dapat muncul dan disertai perasaan senang.  Namun, citta yang bersekutu dengan perasaan senang belum tentu kusala citta.  Perasaan (vedana) yang menyertai lobha-mula-citta adalah akusala vedana.  Lobha-mula--citta dapat muncul disertai  perasaan senang sangat kuat (somanassa-vedana) atau muncul diserta perasaan netral (upekkha-vedana).  Akusala citta yang disertai somanassa-¬vedana ini akan memproduksi akusala vipaka yang lebih berat jika dibandingkan efek akusala citta dengan upekkha-vedana.

LOBHA-MULA-CITTA DAN DITTH1

Lahir, usia tua, sakit dan mati merupakan ciri khas kehidupan.  Namun, kita tak pemah mau memikirkan bahwa tubuh kita atau orang lain yang dikasihi akan meniadi bangkai.  Kita menerima ketahir¬an, namun kita sulit menerima konsekuensi dari kelahiran, yaitu usia tua, sakit dan mati.  Kita menginginkan semua benda yang berkondisi selalu kekal.  Ketika bercermin, kita cenderung menganggap badan kita sebagai benda yang statis dan 'milikku'.  Padahal, badan hanyalah fenomena materi (rupa).  Mereka secara kontinyu muncul dan padam karena partikel-partikel badan tidak pernah kekal.

Menganggap badan ini sebagai '....ku' adalah ditthi.  Ditthi yang dimaksud di dalam akusa!a citta ini tentunya miccha ditthi (pandangan salah).  Ditthi ini muncul khusus di dalam lobha-mula¬citta.  Pada saat lobha-mula-citta bersama ditthi muncul, maka pada saat tersebut terdapat pandangan salah.  Seorang anak mungkin saia mencuri sebuah mangga dengan berpandangan bahwa tidak ada ketidakbaikan dalam perbuatannya itu.

Lobha-mula-citta yang tidak bersekutu dengan pandangan salah (ditthigatavippayutta) bukan berarti bahwa citta itu bersekutu dengan pandangan benar.

Beberapa orang percaya bahwa terdapat jiwa yang kekal yang bertransmigrasi dari kehidupan ini ke kehidupan berikutnya (sassata ditthi).  Ada pula pandangan yang menganggap bahwa segal4 sesuatu muncul tanpa sebab (ahetuka ditthi); pandangan lain menganggap bahwa tidak ada perbuatan baik atau buruk yang memproduksi akibat, tak ada sesuatu yang ber-sebab atau berakibat (akiriya ditthi).  Ada pula orang-orang yang berpikir bahwa mereka dapat menjadi suci semata-mata dengan mandi dalam air tertentu di tengah malam atau dengan menyebutkan mantram tertentu.  Mereka menganggap bahwa kamma buruknya dapat dicuci bersih!  Sementara orang berpen¬dapat bahwa kamma tidak berakibat apapun (Natthika ditthi).  Semua makhluk berbuat apa saja tidak menerima akibat.  Mereka yang berpan¬dangan seperti ini cenderung menghalalkan segala cara demi 'cita¬-citanya.  I


LOBHA-MULA-CITTA DAN SANKHARA

Lobha-mula-citta dapat muncul karena ajakan (sasankharika) atau tanpa ajakan (asankharika).  Berbagai jenis ajakan datang melalui tiga jalan, yaitu melalui jasmani seperti menunjuk, menggapai, main mata; melalui ucapan seperti anjuran, permohonan, panggilan, pujian, rayuan; melatui pikiran seperti mengenang hal-hal yang menyenangkan.  Lobha-mula-citta muncul dengan ajakan apabila pikiran sedang lemah (manda), tetapi apabila pikiran sedang kuat (tikkha), maka ia muncul secara spontan. tanpa ajakan.

LOBHA DAN DHAMMACHANDA

Konf'lik sering teriadi pada seseorang yang senang sekali belajar Dhamma dan bercita-cita ingin merealisasi Nibbana karena pada satu hari ia 'dikuliahi' oleh oknum tertentu.  "Kamu koq senang sekali mengumpulkan buku Dhamma dan belajar Dhamma.  You know, itu salah satu bentuk lobha!' kata Sang oknum dengan keren.

Lobha bersifat akusala (immoral), dan produk dari lobha ini bersifat tidak menyenangkan.  Lobha memiliki ciri melekat terhadap objek, seperti daging yang diletakkan di panci panas.  Kegiatan mengumpulkan buku Dhamma dan belajar Dhamma dengan tekun merupakan Dhammacchanda, yaitu keinginan mulia atau keinginan baik.  Dhainmacchanda inilah yang mendorong Pangeran, Siddhattha untuk meninggalkan megatinya kerajaan, dan dhammacchanda inilah yang dimiliki oleh semua umat Buddha untuk merealisasi Nibbana.  Hal ini bukan sejenis 1obha!

PENGHANCURAN LOBHA SECARA BERTAHAP

Bentuk-bentuk batin Yang dipimpin oleh bentuk batin lobha ialah lobha cetasika (ketamakan), ditthi cetasika (pandangan keliru) dan mana cetasika (kesombongan).

Lobha cetasika ditemui di dalam kedelapan jenis lobha-mula¬citta, yaitu :

Somanassa-sahagatam, ditthigatasampayuttam, asankharikam
Somanassa-sahagatam, ditthigatasampayuttam, sasankharikam
Somanassa-sahagatam, ditthigatavippavuttam, asankharikam
Somanassa-sahagatam, ditthigatavippayuttam, sasankharikam
Upekkhasabagatam, ditthigatasampayuttam, asankharikam
Upekkhasahagatam, ditthigatasampayuttam, sasahkharikam
Upekkhasahagatam, ditthigatavippayutam, asatikharikam
Upekkhasahagatam, ditthigatavippayuttam, sasafikharikam

Ditthi cetasika ditemui di dalam empat jenis lobha-mula-¬citta yang bersekutu dengan pandangan salah (ditthigatasampayutta).

Mana cetasika ditemui di dalam empat jenis lobha-mula-citta yang tidak bersekutu dengan pandangan salah (ditthigatavippayutta).

Kita ingin menghancurkan penyebab dukkha, yaitu lobha, namun ia tak dapat dibasmi sekaligus.  Kita dapat menekanrlva sementara, tetapi ia muncul lagi bila ada kondisi yang tepat.  Bagaimanapun juga, terdapat satu cara untuk menghancurkannya, yaitu dengan senjata kebijaksanaan yang memandang segala sesuatu dengan "wajar".

Ditthi merupakan dhamma pertama yang harus dihancurkan, baru kemudian bentuk kemelekatan lain dapat dihapuskan.  Seorang Sotapanna telah menyadari bahwa semua fenomena batin dan jasmani bukan '...ku'; oleh karena itu, ia telah menghancurkan ditthi; ditthi¬gatasampayutta citta tak mungkin muncul lagi dalam batinnya.  Namun, la masih memiliki ditthigatavippayutta citta 4. Sakadagami hanya mampu meringankan ditthigatavippayutta citta 4 ini.  Anagami telah membasmi total (samuccheda pahana) ditthigatavippayutta citta 4 yang berkenaan dengan kamaraga.  Ditthi¬gatavippayutta citta 4 yang berkenaan dengan Ruparaga dan Arupara¬ga hanya dapat dibasmi total (samuccheda pahana) oleh Arahat. Jadi, delapan tipe lobha-mula-citta di atas dibasmi secara bertahap.

SUMBER BACAAN UTAMA

Dhammananda, K.S. 1967.  Why Worry.  Buddhist Missionary Society, Kuala Lumpur, 116P.

Kaharuddin, J. (tanpa tahun).  Diktat Abhidhanuna 1, Jakarta.

Kaharuddin, J. 1981.  Kamus Buddha Dhamma.  Edisi Niramayanara, Tangerang, 216 hal.

Narada. 1977.  The Buddha and His Teachings.  Buddhist Missionarv Society, Kuala Lumpur, 713p.

Narada. 1979.  Abhidhammatthasangaha.  Yayasan Dhammadipa A,-ama, Jakarta, 451p.

Van Gorkom, N. 1979.  Abhidhamma in Daily Life.  H.M. Gunasekera Trust, Sri Lanka, 259P.

Dimuat di dalam majalah Pancaran Dharma no. 169


 _/\_   :lotus:

4701
Perkenalan / Re: salam kenal
« on: 22 September 2007, 09:49:50 AM »
wah.....byk belokan....ntar + pusying deh.....weleh...weleh.....

Salam Kenal William.....

 _/\_  :lotus:

4702
Diskusi Umum / "MANUSIA KLONAL"
« on: 21 September 2007, 02:24:18 PM »
Manusia Klonal
oleh: Selamat Rodjali

PENDAHULUAN

Pada kesempatan ini, penulis bermaksud mengajak para pembaca untuk merenungkan satu aspek
bioteknologi jika ditinjau dari segi Buddha Dhamma. Memang dalam menelaah aspek tersebut banyak
sekali istilah Dhamma maupun ilmu pengetahuan yang akan dijumpai oleh pembaca, namun penulis
berusaha inenggunakannya sesederhana mungkin, sehingga mudah-mudahan enak 'dicerna.'
Derap perkembangan dan keragaman teknologi (aplikasi ilmu pengetahuan) dirasakan sangat pesat dan
makin canggih. Manusia telah bertahun-tahun digodog oleh keadaan internal maupun eksternal. Buah dan
motifnya secara estafet diteruskan dan dikembangkan oleh generasi selanjutnya.
Produk bioteknologi kini sudah mendekati pasar, sementara komputer sudah memperlihatkan
pengaruhnya di berbagai sektor. Menurut para ekonom dan ilmuwan, dalam dua dasa warsa mendatang,
kedua teknologi di atas, biotek dan komputer, akan mengubah aktivitas dunia seperti halnya mekanisasi
dan kimia terapan mengubahnya pada awal abad ini.
Beberapa bioteknologi yang mungkin akan berperan adalah rekayasa (perakitan) genetik, aplikasi biologi
molekuler, dan perkembangbiakan. Molecular Genetics Inc. di Amerika, pada tahun 1984 mulai
memasarkan antibodi monoclonal yang bisa mencegah diare tertentu yang membunuh sejuta sapi
Amerika dalam setahun (Kompas, Desember 1986). Teknologi perkembangbiakan telah diteliti dan
dikembangkan dengan seksama.
Untuk kesempatan ini, penulis hanya sesbatasi satu aspek biotek yang sedang 'in', terutama di kalangan
pertanian, yiitu teknologi perkembangbiakan (perbanyakan).

TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN

Mungkin sebelum memasuki topik utama yang akan dibahas secara Buddha Dhamma, untuk beberapa
saat pembaca diaiak untuk menelusuri beberapa pandangan yang menyebabkan pesatnya bidang
bioteknologi di -atas mendapat perhatian para ilmuwan maupun usahawan.
Perbanyakan tanaman dengan setek, okulasi, pemisahan rumpun, tunas, biji, umbi dan teknik tradisional
lain telah banyak dikenal. Namun, jika secuil jaringan tumbuh menjadi pohon lengkap dalam jumlah
banyak, tentu bukan hal biasa. Pembudidayaan individu dari sel, jaringan (kumpulan sel) atau organ
(kumpulan jaringan dengan fungsi tertentu) secara terkendali (bebas hama, cendawan, virus, bakteri atau
mikroba lain) dengan lingkungan terkendali pula sehingga tumbuh menjadi individu sempurna, dikenal
sebagai teknologi kultur jaringan.
Teknologi kultur jaringan bertolak dari teori sel yang dikemukakan oleh Matthias Schleiden dan Theodor
Schwann dan sifat totipotensi sel. Sel merupakan penyusun individu (teori sel) dan sel nampu tumbuh
serta berkembang meniadi individu sempurna dengan organ-organ dan jaringanjaringannya (totipotensi
sel).
Beberapa keuntungan teknologi ini bukanlah sekadar fotokopi ' individu 'mirip aslinya' dan bebas penyakit,
tetapi juga dapat menghasilkan individu dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat dan mengatasi
masalah mandul. Selain itu, teknologi ini juga dipakai untuk seleksi individu unggul, memperoleh senyawa
obat-obatan atau untuk industri atau koleksi dan pelestarian individu dengan sifat tertentu.

IDE MANUSIA KLONAL DAN KETAKUTAN KAUM "AGAMIS' (BERAGAMA)

Teknologi kultur jaringan dapat dimanfaatkan untuk perbanyakan klonal, yaitu perbanyakan
(perkembangbiakan) aseksual yang berasal dari satu individu tertentu untuk memperoleh keseragaman
genetik.
Sampai seiauh ini, teknologi perbanyakan klonal telah diterapkan pada tanaman secara in vitro (di luar
tubuh tanaman, misal di dalam tabung atau botol gelas). Keberhasilannya ditentukan oleh kemampuan
regenerasi dari sel meniadi jaringan, jaringan menjadi organ, dan manipulasi lingkungan tumbuh.
Beberapa ahli yang telah berkecimpung dengan teknologi ini pernah mempertanyakan, apakah mungkin
teknologi ini diaplikasikan (diterapkan) pada sel, jaringan atau organ mahluk seperti binatang atau
manusia? Mungkin, setelah munculnya pertanyaan di atas, secara diam-diam beberapa ilmuwan
melakukan eksperimen (percobaan). Namun, para ilmuwan religius dan para pemuka agama yang juga
mengetahui perkembangan teknologi ini menjadi bimbang dan dihantui ketakutan yang hebat. Mereka
takut, jangan-jangan satu saat nanti manusia klonal benar-benar ada. Mereka takut, jangan-jangan
manusia klonal ini terjatuh ke tangan orang tak bermoral. Secuil jaringan, andaikata dapat tumbuh
menadi tangan sempurna atau organ seepurna, dapat dijadikan 'onderdil' (spare parts) untuk
menggantikan tangan atau organ aseli yang telah rapuh. Ketakutan ini lebih mencekas mereka yang
mempercayai adanya 'mahluk super power' yang menciptakan dirinya. Mereka takut kalau penciptanya
'tersaingi' dan -pandangan yang selama ini dipertahankannya menjadi hancur total, karena manusia
klonal diciptakan oleh manusia dan manusia klonal-merupakan produk yang mutunya 'bersaing'.
Tentu, sangat menarik andaikata ada satu forum ilmiah yang dihadiri oleh para pakar berbagai sektor dan
para 'pentolan' berbagai agama membabas dan memberikan keterangan men-genai kemungkinan
manusia klonal ini sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianutnya secara terbuka dengan kebesaran hati.
Ulasan berikutnya, merupakan bagian tulisan yang berlandaskan Buddha Dhamma di dalam menelaah dan
menelusuri pembentukan materi benda mati (termasuk tanaman) dan benda hidup termasuk manusia),
proses perkembangannya dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di dalam perkembangbiakan. Lalu,
pada akhirnya, dengan mengikuti alur pembahasan tersebut, para pembaca, khususnya umat Buddha,
dapat menjawab sendiri apakah mungkin manusia klonal itu terjadi!
KEKUATAN PENYEBAB MUNCUL DAN BERKEMBANGNYA MATERI
Buddha Dhamma tidak bermaksud menjawab sebab pertama munculnya materi (Rupa). Namun, Buddha
Dhamma mengakui bahwa materi itu memang ada dan berkembang melalui empat cara sesuai dengan
kekuatan yang mempengaruhinya. Menurut kekuatannya, muncul dan berkembangnya materi
dikelompokkan ke dalam empat golongan besar, yaitu :
a. Materi yang muncul dan berkembang karena kekuatan kondisi temperatur (Utujarupa). Materi
tersebut termasuk panas dan dingin, serta semua materi yang dihasilkan karena kondisi iklim
atau musim.
b. Materi yang muncul dan berkembang karena kekuatan nutrisi (Aharaiarupa).
c. Materi yang muncul dan berkembang karena kekuatan pikiran (Cittaiarupa).
d. Materi yang muncul dan berkembang karena kekuatan perbuatan (Kammajarupa).
Mahluk hidup (termasuk manusia) dan benda mati (termasuk tanaman) memiliki jenis materi yang
berbeda walaupun terdapat beberapa materi dasar yang sama. Kekuatan yang menyebabkan ouncul dan
berkembangnya materi dalam jasmani makhluk hidup mencakup keempat kekuatan di atas, yaitu
kekuatan kamma, citta, ahara, dan utu dengan kamma sebagai pendahulu. Sementara itu, materi benda
mati (termasuk tanaman) hanya muncul dan berkembang akibat kekuatan ahara dan utu.

PERKEMBANGAN MATERI BENDA MATI (TANAMAN) DALAM TEKNIK KULTUR JARINGAN

Melalui teknik kultur jaringan, sel atau jaringan atau organ tanaman dapat tumbuh dan berkembang
dengan memanipulasi nutrisi (ahara) dan lingkungan klimat (utu). Komposisi atau perpaduan dua
kekuatan tersebut secara 'seimbang' dapat mengarahkan perkembangan sehingga sel, atau jaringan atau
organ tersebut menjadi individu tanaman yang sempurna dalam jumlah satu, sedikit atau banyak. Ahara
hasil manipulasi akan berdifusi ke dalam sel atau jaringan atau organ bereiksi dengan ahara dalam dan
berkombinasi dengan utu membentuk materi-materi baru dan dengan kekuatan bija niyama (hukum fisik
organik), sel atau jaringan atau organ yang berbanyak diri dan berkembang tidak akan menyimpang
meniadi individu jenis lain. Jadi, sel-sel atau jaringan atau organ kentang akan tumbuh dan berkembang
dengan sifat-sifat kentang, dan tidak akan menjadi rambutan atau padi.

CARA MANUSIA LAHIR DAN PERKEMBANGAN JASMANINYA

Beberapa golongan yang menganut pandangan umum yang berlaku sementara di dunia ini mungkin
merasa aneh membaca uraian cara terlahirnya manusia ditinjau dari pandangan Buddha Dhamma.
Namun, pandangan unik mengenai cara kelahiran ini, paling sedikit menambah wawasan bagi umat
Buddha yang berhasrat untuk lebih bersifat kritis dan analitis.
Cara kelahiran manusia menurut Buddha Dhamma ada 4 macam :
a. Melalui kandungan (Jalabuja)
b. Melalui telur (Andaij)
c. Melalui kelembaban (Sansedaja)
d. Spontan (Opapatika).
Selain mahluk manusia, yang dapat terlahir melalui keempat cara sesuai itu adalah mahluk binatang,
dewa Catummaharajika, Asurakaya dan mahluk setan (tidak termasuk setan jenis Nijjhamatanhika).
Nah, sekarang bagaimanakah materi (jasmani) manusia muncul pada masing-masing jenis kelahiran
tersebut dan materi apa saia yang muncul?
Untuk kelahiran dengan cara Gabbhaseyyaka (melalui kandungan atau melalui telur), materi yang muncul
pada manusia sewaktu tumimbal lahir (patisandhi kala) adalah kammajarupa yang terdiri atas tiga
kelompok, yaitu :
a. kayadasakakalapa (kelompok jasmani dengan indera sensitif sentuhan jasmani / kaya pasada
rupa sebagai pemimpin)
b. hadayadasakakalapa (kelompok jasmani de-ngan unsur hati sanubari tempat munculnya 75 jenis
kesadaran/hadayardpa sebagai pemimpin)
c. bhavadasakakalapa (kelompok jasmani dengan unsur kelamin / bhavarupa sebagai pemimpin).
Ketiga kelompok jasmani di atas masing-masing memiliki 9 (sembilan) unsur lain yang mutlak ada, dan 3
unsur lain sebagai konsekuensi logis :
a. jivitardpa 1 (unsur kehidupan)
b. avinibbhogarupa 8 (unsur padatan, unsur fluida/kohesi, unsur panas/temperatur, unsur gerak,
unsur obiek penglihatan, unsur objek bau, unsur obiek rasa dan unsur nutrisi)
c. unsur ruangan (paricchedardpa 1)
d. unsur material produktivitas (upacayar0pa 1)
e. unsur kontinuitas material (santatirapa 1)
Jadi jumlah semua menjadi 15 jenis materi. Bagaimana dengan dua jenis kelahiran lain?
Untuk manusia yang terlahir dengan melalui kelembaban atau spontan, materi yang muncul ditambah
empat lagi, yaitu: indera sensitif penglihatan (cakkhupasada rupa), indera sensitif pendengaran
(sotapasada rupa), indera sensitif penciuman bau (ghanapasada rupa) dan indera sensitif pengecap rasa
(jivhapasada rupa).
Satu hal yang patut dicatat, bahwa kelompok jasmani yang muncul saat patisandhi kala merupakan
produksi kamma dan bukan produksi dari citta atau vinnana.
Kadang-kadang materi yang terbentuk sewaktu tumimbal lahir (patisandhi kala) tidak lengkap seperti di
atas. Unsur kelamin mungkin saia tidak muncul pada mahluk yang lahir melalui kandungan. Unsur indera
sensitif penglihatan, pendengaran, penciuman, dan unsur kelamin juga tidak muncul pada yang terlahir
melalui kelembaban atau spontan. Hal ini dapat dipahami mengapa defisiensi kelompok materi manusia
dapat teriadi sewaktu patisandhi kala, dan dikondisikan oleh kamma. Selama masa kehidupan (pavatti
kala) kelompok indera dan jasmani; lain dapat berkembang.
Selanjutnya, marilah kita mulai menelusuri perkembangan materi atau jasmani manusia sejak lahir
(patisandhi kala) dan selanjutnya selama masa hidup (pavatti kala).
Seperti telah dibahas secara sepintas di muka, materi atau jasmani manusia niuncul dan berkembang atas
interaksi empat kekuatan yaitu kamma, citta, ahara dan utu.
Sewaktu tumimbal lahir (patisandhi kala), seperti telah disebutkan di atas, tiga kelampok besar materi
muncul, salah satunya adalah hadayarapa (unsur hati sanubari tempat munculnya kesadaran 75).
Bersamaan dengan itu pula dari hadaya rupa ini muncul patisandhi vinnana (kesadaran tumimbal lahir).
Kammajarapa dan patisandhi vinnana yang muncul ketika patisandhi kala ini akibat kekuatan 2 paccaya
(sebab kondisi), yaitu kamma paccaya (kondisi perbuatan) dan upanissaya paccaya (kondisi pendorong
yang kuat). Setelah patisandhi vinnana padam, langsung disusul dengan munculnya bhavanga citta
(kesadaran keberlangsungan hidup). Sejak bhavanga citta yang pertama inilah cittaiardpa (materi hasil
kesadaran) muncul/terbentuk.
Dengan kekuatan temperatur (utu) dan nutrisi (ahara) yang terkandung di dalam kammajakalapa
berkombinasi/bereaksi dengan suhu dan nutrisi luar yang berdifusi, dan selanjutnya berkombinasi pula
dengan cittajarupa, maka akan terbentuklah materi-materi baru. Selama pavatti kala (masa kehidupan),
kekuatan kamma, citta, utu, dan ahara terus berlangsung dan berkombinasi dengan kamma sebagai
pemimpin, sehingga muncul materi-materi baru secara kontinyu (terus menerus), bentuknya semakin
jelas. Kelompok-kelompok indera terbentuk dan berkembang makin sempurna, demikian pula dengan
materi-materi lainnya. Lalu, secara kontinyu pula kekuatan-kekuatan di atas mengubah bahkan
menghancurkan materi-materi yang telah terbentuk sebelumnya. Jadi selama masa kehidupan (pavatti
kala), yaitu sejak setelah tumimbal lahir (patisandhi kala), pertumbuhan dan perkembangan jasmani
manusia hanya merupakan proses muncul dan lenyapnya materi yang tak henti-hentinya bagai aliran air
sungai yang terus berlanjut.
Dari uraian di atas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa kammajarupa muncul sejak patisandhi kala,
cittajarupa muncul sejak bhavanga citta pertama dalam masa kehidupan ini (pavatti kala). Utujarupa
berlangsung sejak tahap statis, dan aharajarupa mulai terbentuk akibat reaksi sejak ahara luar berdifusi.
Sekarang, mungkin para pembaca akan bertanya, apakah hubungannya dengan kultur jaringan mahkluk
hidup dan manusia klonal?
Sekali lagi, pembiakan secara klonal dengan kultur jaringan yang selama ini dilakukan dan hingga saat ini
dilakukan adalah dengan memanipulasi lingkungan (utu) dan nutrisi (ahara). Dengan manipulasi nutrisi
dan lingkungan yang berbeda, pembiakan dapat diarahkan ke pembentukan sel saja, jaringan saja,
batang tanaman saja, daun saja, akar saja atau tanaman lengkap dalam jumlah sedikit atau banyak.
Bagaimana dengan kultur jaringan mahluk hidup? Apakah cukup dengan dua kekuatan di atas?
Satu terobosan teknologi kultur jaringan ini telah diberitakan pada tahun 1990 bahwa sel otak manusia
telah berhasil dibiakkan selalui teknologi kultur jaringan dengan komposisi nutrisi dan lingkungan
tertontu. Eksperimen tersebut terjadi di fakultas Kedokteran Universitas John Hopkins, Baltimore
(Kompas, 13 Mei 1990) Dalam tulisan itu pula disebutkan bahwa transplantasi sel otak baru pada monyet
sudah terbukti menyembuhkan gejala Parkinson. Namun, agaknya masih terlalu dini untuk menyimpulkan
kemungkinan keberhasilan klonal organ mahluk atau tubuh mahluk.
Sel-sel dari- jaringan atau organ yang telah ada dapat saja berbanyak diri dengan kekuatan bija niyama,
utu dan ahara. Namun untuk selanjutnya tumbuh dan berkembang menjadi organ tubuh atau menjadi
tubuh, belum cukup dengan ketiga hal di atas. Seperti telah diuraikan di atas, kamma dan citta harus
berperan. Sekarang, mampukah manusia memanipulasi kamma dan citta bagi sel yang menjadi calon
organ atau calon mahluk tersebut? Di dalam Majjhima Nikaya, Cullakammavibhanga Sutta, dinyatakan,
bahwa mahluk memiliki kammanya, mewarisi kammanya, lahir dari kammanya, berhubungan dengan
kammanya, terlindung oleh kammanya (Kammassaka manava satta, kammadayada, kammayoni,
kammabandhu, kammapatisarana).
Patisandhi vinnana pada manusia muncul melalui hadaya vatthu hasil kekuatan kamma. Juga, tergantung
pada hadaya vatthu ini pulalah unsur batin dan unsur kesadaran batin muncul di alam pancakhandha
(yam nissaya manodhatu manovinnanadhatu ca vattanti pancavokare tam vatthu'ti pavuccati). Kesadaran
panca indera muncul melalui inderanya masing-masing. Muncul, tumbuh dan berkembangnya materi atau
jasmani atau organ-organ manusia merupakan kompleks antara batin dan jasmani itu sendiri dan
dipengaruhi oleh empat kekuatan, yaitu kammal citta, utu, dan ahara, dengan kamma sebagai pemimpin
yang kuat.
Sesuai dengan pernyataan penulis di muka, setelah mengikuti dan merenungkan uraian di atas, para
pembaca berhak menilai sendiri mengenai oungkin atau tidaknya kemunculan manusia klonal atau organ
manusia yang dibuat secara klonal.
Satu hal yang perlu ditekankan di sini ialah bahwa setiap pembaca berhak menentukan penilaiannya
masing-masing. Lalu, pada akhirnya, setiap orang berhak menganalisis ilmu yang dikuasainya dari sudut
pandangan Buddha Dhamma, dan berhak pula menganalisis Buddha Dhamma dari sudut pandang ilmu
yang dikuasainya. Tidak ada 'dosa' atau hukuman di dalam menganalisa Dhamma dalam kaitannya
dengan ilmu atau sebaliknya. Semoga Dhamma menjadi berkah termulia bagi kita semua dalam
mengarungi lautan kelahiran dan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

· Baptis t, s.c. 1958. Abhidhamma for the Beginner. The Colombo Apothecaries Ltd., Colombo,
135p.
· Jayasuriya, W.F. 1988. The Psychology and Philosophy of Buddhism. Buddhist Missionary Society,
Malaysia, 254p.
· Kaharuddin, J . 1985. Kebebasan Mutlak Dalam Buddha Dhamma. Jakarta, 52 hal.
· Kaharuddin, J. 1986. Kitab Suci Dhammasangani. Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda,
Jakart a, 150 hal.
· Kaharuddip, J. 1989. Abhidhammatthasangaha (jilid 1). Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda,
Jakarta, 187 hal.
· Nanamoli (tanpa tahun). The Buddha's Word an K a m m a. Buddhist Publication Society Inc., Sri
Lanka, 50P.
· Narada. 1977. - The Buddha and His Teachings. Buddhist Missionary Society, Malaysia, 713p.
· Narada. 1979. Abhidhammatthasangaha, A Manual of Abhidhamma. Yayasan Dhammadipa
Arama, Jakarta, 451,p.
· Sangha Theravada Indonesia dan Mapanbudhi. 1989. Paritta Suci. Yayasan Dhammadipa Arana,
Jakarta, 203 hal.
· Thorpe, T.A. 1981. Plant Tissue Culture, Methods and Applications in Agriculture. Academic Press
Inc., London, 379p.
· Harian Kompas, 13 mei 1990, Kultur Jaringan Sel Otak, Telah Berhasil Dilakukan.
Pernah dimuat dalam majalah Pancaran Dharma no. 197.
Diedit kembali oleh Chandadhammo Benny Chandra dan dimuat atas ijin penulis.

Disusun oleh: Dhamma Study Group Bogor


 _/\_   :lotus:

4703
Buddhisme untuk Pemula / AKU ADALAH ARSITEK DARI NASIBKU
« on: 19 September 2007, 06:02:10 PM »
AKU ADALAH ARSITEK DARI NASIBKU

   “Aku adalah pemilik karmaku sendiri, pewaris karmaku, lahir dari karmaku, berhubungan dengan karmaku, terlindung oleh karmaku; apapun karma yang kuperbuat, baik maupun buruk, itulah yang akan kuwarisi.”
   Aku hanya menerima buah dari karma yang kuperbuat, orang lain tak dapat menerima buah tersebut, demikian pula aku tak dapat menerima buah dari karma yang diperbuat orang lain.
   “Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan, oleh diri sendiri pula seseorang ternoda. Oleh diri sendiri kejahatan tak dilakukan, oleh diri sendiri pula seseorang menjadi suci. Suci atau tidak suci tergantung pada diri sendiri; tak seorangpunyang dapat mensucikan orang lain.”
   Demikianlah ungkapan yang tersirat dalam sanubari seorang umat Buddha dalam mengemban tanggung jawab moralnya.
   Orang lain akan memperhatikan bahwa ungkapan di atas sama sekali tidak menyebutkan ‘dosa’ (dalam pengertian umum), suatu konsep yang asing bagi ajaran Buddha.
   Seorang umat Buddha  yang melanggar sila yang merupakan tekadnya, mengetahui bahwa ia mungkin akan menderita hasilnya sesuai dengan perbuatannya tersebut, dan oleh karena itu ia akan berusaha keras dan bertekad untuk memperbaharui dan menjaga moralnya semurni mungkin. Dengan demikian ia tidak dibebani oleh kesalahannya.
   Karma (Perbuatan) yang telah dibuat tidak dapat dirapikan atau dicuci oleh kepercayaan/kenyakinan atau upacara ritual belaka. Jangka waktu berbuahnya karma tersebut sangat bervariasi. Beberapa karma akan berbuah dengan segera, dan hubungan karma dan buah tersebut mudah dicerap/diterima.  Yang lainnya berbuah setelah beberapa waktu, dan hal ini lebih sulit untuk dilihat hubungannya. Karma yang lain tidak berbuah pada kehidupan ini, tetapi akan berbuah pada kehidupan berikutnya atau beberapa kehidupan selanjutnya. Jenis inilah yang paling sulit dimengerti. Dan tentunya, tanpa mengembangkan kemampuan mengingat kehidupan-kehidupannya yang lampau dengan melakukan meditasi, orang biasa tidak memiliki cara untuk  mengerti kejadian-kejadian yang sulit dipahaminya. Sehingga ia akan berpikir bahwa hal itu terjadi secara random atau muncul secara kebetulan, atau apabila semua spekulasinya gagal, ia mencatatnya untuk ‘faktor yang membingungkan/tak tentu’, yakni sebagai ‘the Will of God’…

Bahan :
Buddhism explaned oleh Phra Khantipalo.


 _/\_   :lotus:

4704
Perkenalan / Re: Met kenal, saya San
« on: 15 September 2007, 03:24:52 PM »
salam kenal... san....

jangan lupa sharing ya???

 _/\_ :lotus:

4705
Pengalaman Pribadi / Re: Ada pengalaman dengan Mahluk Halus ?
« on: 06 September 2007, 02:08:09 PM »
setiap hari hantu ada di otak gw yg ga mau lepas  _/\_

Pasti hantunya itu seperti monyet yg loncat kesana sini.....he...he...he....
 
 _/\_   :lotus:

4706
Diskusi Umum / M I M P I
« on: 06 September 2007, 11:57:54 AM »
M I M P I
 
            Satu dari masalah terbesar umat manusia yang belum terbongkar ialah misteri mimpi. Sejak dulu kala, manusia telah mencoba menganalisa dan mencoba pula untuk menerangkan mimpi di dalam istilah yang berhubungan dengan ramalan dan psikologi, namun walaupun saat ini telah banyak ukuran keberhasilannya, kita mungkin masih belum dapat secara tepat menjawab pertanyaan: ‘Apakah mimpi itu?’.
            Seorang penyair Inggris, William Wordsworth memiliki sebuah konsep yang mengejutkan: bahwa kehidupan yang kita jalani ini semata-mata sebuah mimpi dan kita akan ‘sadar’ kepada kenyataan yang ‘nyata’ apabila kita mati, jika ‘mimpi’ kita berakhir…. Satu konsep yang mirip digambarkan dalam satu ceritera Buddhis kuno yang sangat menarik yang menceriterakan satu dewa yang sedang bermain-main bersama beberapa dewa lainnya. Dewa tersebut merasa lelah, kemudian berbaring tidur sebentar dan menghilang (meninggal). Ia terlahir di bumi sebagai seorang wanita. Ia menikah, mempunyai beberapa orang anak, dan hidup sampai usia tua. Setelah ia meninggal di bumi ini, ia kembali terlahir sebagai dewa di dalam kelompok para dewa yang baru saja selesai bermain-main tadi.
            Apa yang dapat Buddha Dhamma katakan tentang mimpi? Buddha Dhamma membagi keterbukaan kepada mereka yang menganggap dirinya mahir dalam menafsirkan mimpi. Orang-orang tersebut memperoleh banyak uang memanfaatkan kebodohan pria dan wanita yang percaya bahwa setiap mimpi mempunyai arti ramalan atau arti spiritual.
            Menurut psikologi Buddha Dhamma, mimpi merupakan proses pikiran yang terjadi sebagai aktivitas pikiran. Peristiwa mimpi erat hubungannya dengan peristiwa tidur, dan peristiwa tidur ini dapat dianggap terdiri dari lima tahap:
Tahap mengantuk
Tahap tidur ringan (tidur ayam)
Tahap tidur lelap (pulas)
Tahap tidur ringan (tidur ayam)
Tahap bangun tidur.
Arti dan penyebab mimpi merupakan bahan diskusi yang menarik di dalam buku
terkenal ‘Milinda Panha’ atau ‘Pertanyaan-pertanyaan Raja Milinda’. Bhikkhu Nagasena menjelaskan bahwa penyebab mimpi ada enam macam, tiga di antara yang pertama ialah angin, air empedu dan lendir/dahak. Yang keempat adalah campur tangan kekuatan gaib; yang kelima ialah bangkitnya pengalaman-pengalaman lampau, dan yang keenam adalah pengaruh peristiwa-peristiwa yang akan terjadi (akan datang). Dijelaskan pula bahwa mimpi hanya terjadi pada tahap ‘tidur ringan’, yang disebut sebagai ‘mirip tidurnya kera’. Di antara keenam penyebab yang diterangkan oleh Bhikkhu Nagasena, dengan nyata dijelaskan bahwa jenis mimpi yang terakhir merupakan mimpi yang mengandung ramalan dan paling penting, sedangkan yang lainnya relatif tidak berarti.
            Mimpi adalah gejala yang diciptakan oleh pikiran dan mimpi merupakan kegiatan-kegiatan pikiran. Semua manusia bermimpi, walaupun beberapa di antaranya tidak ingat. Buddha Dhamma mengajarkan bahwa mimpi mempunyai arti psikologi. Enam sebab yang disebutkan di atas dapat di golongkan ke dalam empat cara sebagai berikut :
I.                    Jenis Pertama. Setiap satu pemikiran yang muncul ikut terkesan di dalam pikiran bawah sadar dan beberapa di antaranya dengan kuat mempengaruhi pikiran, tergantung keinginan kita. Ketika kita sedang tidur, beberapa pemikiran ini terangsang dan muncul sebagai ‘gambar-gambar’ yang bergerak di hadapan kita. Hal ini terjadi karena selama tidur: kelima indria yang merupakan penghubung kontak kita dengan dunia luar, tertahan sementara. Lalu kesan bawah sadar bebas untuk menjadi dominant dan mengulangi pemikiran-pemikiran yang tertimbun. Mungkin jenis mimpi ini bermanfaat bagi para ahli penyakit jiwa, namun tak dapat digolongkan ke dalam mimpi yang mengandung ramalan. Mimpi-mimpi ini semata-mata cerminan pikiran pada saat kita sedang beristirahat.
II.                 Jenis Kedua. Mimpi jenis ini disebabkan oleh gangguan luar (eksternal) dan gangguan dalam (internal) yang menimbulkan sebuah ‘rangkaian pemikiran yang dapat dilihat’, yang ‘dilihat’ oleh pikiran ketika kita sedang istirahat. Faktor-faktor internal adalah faktor yang menganggu tubuh (misalnya sebuah makanan berat yang menyebabkan seseorang tidak dapat tidur enak atau tak seimbang dan gesekan antara unsur-unsur pembentuk tubuh). Gangguan  eksternal adalah terganggunya pikiran (walaupun orang yang tidur mungkin tidak menyadarinya) oleh gejala-gejala alamiah seperti cuaca, angin, rasa dingin, hujan, gemerisik dedaunan, bunyi berderaknya jendela. Pikiran bawah sadar bereaksi terhadap gangguan tersebut dan menciptakan gambar-gambar untuk ‘menghilangkan’ gangguan tersebut. Pikiran tampaknya menyesuaikan diri terhadap gangguan tersebut melalui suatu cara tertentu sehingga orang yang bermimpi (pemimpi) dapat meneruskan tidurnya dengan enak (tak terganggu). Juga… mimpi-mimpi jenis ini tidak penting dan tak perlu ditafsirkan.
III.               Jenis Ketiga. Mimpi yang penting adalah mimpi yang mengandung ramalan. Mimpi ini  jarang di alami, dan terjadi apabila terdapat peristiwa mendatang yang sangat berkaitan dengan orang yang bermmpi. Buddha Dhamma mengajarkan bahwa di samping dunia nyata yang dapat kita alami , juga terdapat para dewa yang berdiam di alam lain, atau juga para hantu yang terikat pada bumi ini, kita tidak dapat melihatnya. Mereka mungkin saja kerabat atau sahabat-sahabat kita yang telah meninggal dunia dan telah dilahirkan kembali sebagai makhluk-makhluk tersebut. Mereka memelihara hubungan batinnya yang lampau dan melekat kepada kita. Apabila umat Buddha melimpahkan jasa kepada para dewa atau orang-orang yang telah meninggal dunia, ia ingat dan mengundang makhluk-makhluk tersebut untuk turut merasa gembira di dalam kebaikan atau jasa tersebut. Jadi ia menumbuhkan satu hubungan batin kepada mereka yang telah meninggal dunia. Sebagai akibatnya para dewa merasa gembira dan mereka tetap memperhatikan kita , mereka menunjukkan sesuatu melalui mimpi andaikata kita menghadapi suatu masalah besar dan mereka mencoba melindungi kita dari bahaya. Dengan demikian, apabila terdapat sesuatu yang penting yang akan terjadi dalam kehidupan kita, mereka menggerakkan energi batin tertentu ke dalam pikiran-pikiran kita, yang terlihat sebagai mimpi. Mimpi-mimpi ini dapat memperingatkan kita dari bahaya yang akan terjadi atau bahkan agar kita bersiap-siap menghadapi kabar baik yang sangat besar. Pesan ini diberikan dalam bentuk simbol (kebanyakan seperti film negatif) dan harus ditafsirkan dengan menggunakan kecerdasan (intelegensia). Sungguh patut disayangkan, bahwa kebanyakan orang salah anggapan terhadap dua jenis mimpi pertama dengan jenis mimpi ketiga ini, dan akhirnya memboroskan waktu dan uang, berkonsultasi kepada para penafsir mimpi dan para dukun palsu. Sang Buddha menyadari bahwa hal ini dapat dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi, oleh karena itu Beliau memperingatkan para Bhikkhu agar nama Buddha Dhamma jangan dipergunakan untuk melakukan praktek-praktek menujum, meramal dan menafsirkan mimpi-mimpi. 
IV.               Jenis Keempat. Pikiran kita merupakan gudang dari semua energi perbuatan (kamma) yang tertumpuk semenjak masa lampau. Kadang-kadang apabila sebuah perbuatan akan masak, pikiran yang sedang istirahat selama tidur, dapat menciptakan ‘gambar’ apa yang akan terjadi. Yang lain lagi, perbuatan-perbuatan yang akan datang menjadi sangat penting dan akan terkesan dengan kuat, lalu pikiran ‘melepaskan’ tenaga ekstra dalam bentuk sebuah mimpi yang hidup. Cuma, mimpi ini munculnya jarang dan hanya pada orang tertentu yang batinnya terlatih. Simbol-simbol dari hasil kamma-kamma tertentu juga muncul dalam pikiran-pikiran kita pada saat-saat terakhir ketika kita akan  meninggalkan dunia ini.
Mimpi dapat muncul apabila dua orang manusia mengirimkan pesan atau kabar satu sama lain melalui telepati batin yang kuat. Apabila seseorang mempunyai hasrat yang kuat untuk berkomunikasi dengan orang lain, ia berkonsentrasi dengan kuat kepada pesan dan kepada orang yang diharapkan untuk dihubungi. Pikiran yang sedang istirahat merupakan kondisi ideal untuk menerima pesan-pesan tersebut, yang dapat dilihat sebagai mimpi. Biasanya mimpi ini hanya muncul  dengan kuat dalam satu saat dan pikiran manusia tidak cukup kuat untuk menahan kabar demikian di atas periode waktu yang panjang.
            Semua yang terikat kepada keduniawian adalah orang-orang yang bermimpi, dan mereka melihat sesuatu yang tidak kekal sebagai sesuatu yang kekal. Mereka tidak melihat bahwa yang muda akan berakhir dalam usia tua, kecantikan akan menjadi kejelekan, kesehatan dapat berubah menjadi kesakitan, kehidupan itu sendiri akan berkahir dalam kematian. Di dalam dunia mimpi ini sesungguhnya tiada inti yang kekal. Bermimpi selama tidur merupakan dimensi lain dari dunia mimpi. Hanya para Buddha dan Arahatlah yang sadar, karena mereka telah melihat kesunyataan.
            Para Buddha dan Arahat tidak pernah bermimpi. Tiga jenis mimpi pertama tidak akan pernah muncul di dalam pikiran mereka, karena pikiran mereka telah tenang dan tak dapat dirangsang untuk bermimpi. Jenis mimpi keempat tak akan terjadi pada mereka karena mereka telah mneghancurkan tenaga keserakahan dengan sempurna, dan tak ada lagi tenaga kebencian yang tersisa, juga tak ada lagi hasrat yang tak terpuasi yang dapat merangsang pikiran untuk bermimpi. Buddha dikenal juga sebagai ‘Orang Yang Sadar’ karena cara Beliau ‘mengendurkan’ badan fisiknya tidaklah sama dengan cara kita tidur yang menghasilkan mimpi.
 
Bahan :
Dhammananda, K.S. 1987. What Buddhists Believe (Expanded and Revised Edition). Buddhist Missionary Society, Kuala Lumpur , 328p.
 
DHAMMA STUDY GROUP, BOGOR
 
Matahari bersinar di waktu siang. Bulan bercahaya di waktu malam. Ksatria gemerlapan dengan seragam perangnya. Brahmana bersinar terang dalam Samadhi. Tetapi, Sang Buddha (Beliau yang telah mencapai Penerangan Sempurna) bersinar dengan penuh kemuliaan sepanjang siang dan malam. (Dhammapada 387)
 
 
 
Semoga bermanfaat....
Salam Metta
Lily W   _/\_   :lotus:

4707
Pengalaman Pribadi / Re: Pengalaman Pribadi..
« on: 06 September 2007, 11:47:34 AM »
_/\_
eh...ada yg pernah mimpi sama avalokitesvara ga sih... atau sama Buddha gitu ^:)^

Ada...

Saya pernah mimpi Sang Buddha (rupang), Buddha Maitreya (rupang), Avalokitesvara Bodhisattva, 8 dewa dan naga hijau (dilaut)....benar2 mimpi yang indah....

Oh ya... saya akan posting artikel ttg MIMPI ....Silakan cari dan baca artikel tsb di forum ini....

 _/\_   :lotus:





4708
Diskusi Umum / JANGAN BERSEDIH
« on: 05 September 2007, 04:29:14 PM »
JANGAN BERSEDIH
Apriyanto S.Psi
 
Bacalah disaat anda tidak sibuk dan tenang
Tidak bermaksud menggurui hanya untuk berbagi. Semoga tulisan ini dapat menebar kebahagiaan, kedamaian, serta ketentraman hati. Mencoba menghapus kesedihan dan duka, mengobati hati dari kegelisahan dan kegundahan yang menyesakkan dada, serta keputus-asaan yang menghancurkan harapan.
 
Jangan Bersedih, kesedihan itu tiada guna
Kesedihan tidaklah berguna bagi diri kita, karena kesedihan hanya mendatangkan kesusahan, mematikan roh cita2, memadamkan bara harapan, dan membekukan semangat jiwa. Kesedihan itu bagaikan flu yg dpt melumpuhkan aktifitas tubuh dari kesehariannya. Penyebabnya adalah kesedihan itu tidak ubahnya dengan benteng atau barikade pasukan bersenjata yg tdk mudah untuk dilalui dan juga bukan sesuatu yg membawa kebaikan dan kebahagiaan.
 
Sesungguhnya kesedihan hanya akan memperkeruh nuansa hidup dan menyengsarakan kehidupan ini karena kesedihan adalah racun yg memberikan ketegangan, kesengsaraan, dan kegalauan. Manusia yg dilingkupi oleh kesedihan hatinya akan menjadi mendung, nampak layu, dan tidak lagi memancarkan keindahan. Kesedihan yg mendalam akan membuat diri seseorang menjadi terpuruk dan padam untuk menampilkan kecerahannya. Sehingga membuat penderitanya merengut ketidakberuntungan, kekecewaan, dan kepedihan.
 
Disadari atau tidak, kesedihan merupakan kepastian yg akan dialami oleh setiap org dlm realita kehidupan. Dalam Dhamma dikatakan bahwa hidup ini adalah duka, sebab segala sesuatu yg berkondisi adalah tidak kekal adanya. Oleh karena itu, duka yg meradang dlm kesedihan tidaklah berguna. Duka maupun suka cita sesungguhnya tidak ada yg kekal.
 
Jangan karena kesedihan kita menghancurkan cita2, memadamkan harapan, dan membekukan semangat jiwa. Sungguh merupakan sebuah kebodohan, jika kita menyia- yiakan kehidupan yg sangat singkat dan berharga ini.
 
Bila kita menengok keatas, kita akan selalu merasa kekurangan, tetapi tengoklah kebawah dan sepatutnya kita bersyukur atas apa yg telah kita miliki hari ini. Tidak ada seorangpun didunia iniyg tidak luput dari derita, sejak dilahirkan seorang bayi sudah menagalami penderitaan dalam melawan dinginnya udara luar dari hangatnya rahim ibu. Lihatlah di pinggir-pinggir jalan, masih banyak orang2 yg makan hanya sekali dalam sehari; kepahitan2 di medan perang yg menghancurkan segalanya, wanita2 yg kehilangan anak2 atau suaminya, sahabat dgn karibnya, bahkan mempertemukan ayah dan anaknya sebagai musuh; anak2 yatim piatu yg terlantar di kota2 besar yg harus hidup tanpa kasih sayang dan tanpa harapan dlm usianya yg masih belia; masih banyak lagi org yg harus rela bekerja lebihdari 10 jam setiap hari demi sebungkus nasi, sepotong roti atau semangkuk sup tanpa mempunyai bayangan akan hari esok.
 
Berkunjunglah ke setiap rumah yg tentu akan kita temukan jerit tangis yg menyayat hati; setiap keluarga yg tidak luput dari kematian anggota keluarga; mereka yg harus kehilangan anggota tubuhnya; keluarga2 yg kehilangan rumah tinggalnya; mereka yg terbelit hutang; dan mereka yg jatuh dalam usahanya.
 
Disetiap pipi akan ditemukan jalur2 air mata, dan disetiap mata akan ditemukan bayang2 kepahitan hidup. Maka sesungguhnya Anda tidaklah sendiri dalam menanggung derita hidup ini. Oleh karena itu, janganlah bersedih hati. Kesedihan hanya akan memadamkan bara harapan, meredupkan cita2, dan menghancurkan semangat jiwa. Anggap saja kesedihan ini tak lebih dari simphoni keluarga.
 
Sumber Kesedihan
Secara psikologis kesedihan atau kebahagiaan berawal dari pola pikiran, karena pikiran bagaikan sambaran kilat yg dgn sekejap dpt memberikan cahaya dan dgn sekejap pula dpt menimbulkan kobaran api. Dalam Dhamma dikatakan :
"Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dgn pikiran baik maka kebahagiaan akan mengikutinya bagai bayang-bayang yg tak pernah meninggalkan bendanya" (Dhammapada : Yamaka Vagga : 2)
 
Jadi dpt dikatakan bahwa pikiranlah yg menciptakan Kebahagiaan. Melalui pikiran pula penderitaan terbentuk. Sayangnya, manusia telah membiarkan pikiran ini mengembara dgn liar dan penuh ambisi. namun melupakan hakikat kemuliaan dan kebahagiaannya yg sejati, yaitu Hati. Hati setiap makhluk sejatinya cerah bagaikan cermin, bening bagaikan telaga surgawi, dan bercahaya bagaikan rembulan. Tetapi karena debu dan noda2 duniawi hati yg semula cerah menjadi redup cahayanya dan bias dlm memantulkan bayangan. Ia dibiarkan kering dlm lahan yg tandus akan kebajikan dan miskin akan embun kebijaksanaan.
 
Sepatutnya kita memahami bahwa dlm dunia fana kehidupan ini adalah perjuangan, sebuah perjalanan yg akan berakhir pada kelapukan, warnanya yg selalu berubah-ubah menyebabkan tidak ada derita atau kebahagiaan yg kekal abadi. Kebahagiaan akan diakhiri oleh derita dan penderitaan akan diakhiri Kebahagiaan. Demikianlah seterusnya hingga sang pengembara berhasil menyeberangi lautan menuju pantai seberang.
 
Oleh karena itu, padamkanlah api kemarahan, bara kebencian, dan singkirkan candu2 keserakahan, iri hati dan debu2 kebodohan dgn air kebajikan dan embun kebijaksanaan. Kemarahan, kebencian, keserakahan, dan kebodohan adalah masalah terberat dlm hidup manusia yg menyebabkan manusia selalu terjatuh dlm duka dan kesedihan. Masalah berat tentu harus ditangani dgn cara yg berat pula. Air kebajikan dan embun kebijaksanaan merupakan alat yg tepat untuk mengikis semua kekotoran batin ini.
 
Menghiasi kehidupan dgn harta kekayaan, meninggikan diri dgn kemasyuran, kedudukan, dan jabatan tidaklah lebih baik dari menghiasi kehidupan ini dgn kebajikan dan meninggikan diri dgn kebijaksanaan. Kebahagiaan terluhur sesungguhnya berada di dlm hati setiap makhluk dan bukan berada di luar dgn sejuta pesona kenikmatan duniawi. Itulah sebabnya, mengapa para bijaksana pergi berjuang melawan ego dan menjauhkan diri dari keterikatan duniawi.
 
Jangan Bersedih, jadikan semua perlakuan sebagai latihan
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menerima perlakuan buruk dari sesama manusia, hewan dan makhluk halus. Pada saat2 seperti itu, ketimbang marah atau bersedih lebih baik kita menggunakannya sebagai Latihan. Bila belenggu emosi muncul, selalu ingatlah bahwa dgn mengikuti hawa nafsu kita akan terjebak dalam lingkaran samsara. Jangan membesar-besarkan masalah sehingga masalah sekecil benih diubah menjadi sebesar pohon, dan masalah seriak air diubah menjadi sebesar dan sedalam danau. Lupakan semua perlakuan buruk yg ditujukan kepada kita dan jangan membalas, tetapi latihlah kesabaran. Jangan pula menyimpan bekas perlakuan buruk di dlm hati, memendam amarah, atau memupuk keinginan untuk membalas dendam, tetapi cinta kasihlah yg harus kita kembangkan.
 
Sebaiknya manusia selalu berusaha menebarkan bunga2, wangi2an dan cinta kasih sepanjang hidupnya daripada berusaha keras untuk saling membenci dan memendam amarah. Kehidupan ini adalah seni. Seni yg terindah dan teragung dalam hidup ini adalah bila kita dpt memberikan kebahagiaan dan tidak menyakiti makhluk lain. Kemasyuran, jabatan dan kekayaan tidaklah berarti bila seseorang tdk mampu mengembangkan cinta kasih dan menghargai keindahan dlm hidupnya. Sesungguhnya, cinta kasih adalah hal terpenting dalam kehidupan ini. Dia adalah roh bagi setiap penciptaan di dunia ini.
 
Hapuslah Kesedihan dengan senyuman
Tersenyum merupakan obat generik untuk menawarkan kesusahan dan pereda kesedihan, namun memiliki efek yg menakjubkan untuk membahagiakan hati dan menyehatkan jiwa. Tersenyum merupakan pertanda yg menggambarkan puncak kelegaan dan kebahagiaan.
 
Tersenyum harus dilakukan dengan tulus tanpa harus melakukan kepura-puraan. Lihatlah keluar, semuanya tersenyum dgn tulus; bunga2 tersenyum, hutan belantara tersenyum, laut, sungai2, langit, bintang2 dan hewan2 semuanya tersenyum. Bahkan manusia itu sendirinya sesungguhnya tersenyum dgn tulus, tetapi kekotoran batin yg meliputi kemarahan, kebencian, keserakahan dan kebodohan mengakibatkan manusia menjadi murung, sehingga menyimpang dari ritme alam yg harmonis.
 
Bila kita mampu menerima semua perlakuan dan derita sebagai latihan batin, maka seharusnya kita dapat menebarkan senyum kepada orang2 disekeliling; ayah dan ibu, saudara2, teman2, bahkan kepada mereka yg telah memusuhi kita. Senyuman yg kita berikan dpt menciptakan atmosfer lingkungan ini menjadi lebih sejuk dan damai. Menebarkan senyum berarti kita telah berhasil melawan segala amarah, kebencian, dendam, derita, kepahitan dan putus harapan. Sesungguhnya dibalik senyum akan muncul kekuatan baru yaitu; keiklasan, semangat dan harapan dari kekecewaan, keputusasaan dan keterpurukan.

 _/\_    :lotus:

4709
Keluarga & Teman / MEMBANGKITKAN MINAT BELAJAR ANAK
« on: 05 September 2007, 04:20:29 PM »
MEMBANGKITKAN MINAT BELAJAR ANAK
 
Menumbuhkan minat belajar anak sebetulnya tidak terlalu sulit. Kenali apa yg disukai dan ajak dia melakukan hal tersebut. Niscaya minat belajarpun meningkat.
 
Kuncinya adalah mengetahui apa yg dapat membuat anak tertarik dan ingin belajar. Bagi anak usia delapan tahun kebawah, belajar harus berangkat dari minat si anak itu sendiri.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena) Indonesia Dhanang Sasongko berpendapat, sifat dasar anak adalah senang belajar. Itu bisa terlihat sejak usia dini. Dimulai dari anak belajar berjalan, dia jatuh dan bangkit lagi atas kemauan sendiri.
 
Sayangnya, lanjut dia, ketika anak menginjak usia empat tahunan, banyak terjadi intervensi orang dewasa, dalam hal ini orang tua. Dengan begitu minat belajar anak sesungguhnya itu menjadi terintervensi. Anak belajar karena kewajiban dan dorongan dari orang tua. “Akhirnya dia menjadi tertekan,” kata Dhanang.
 
Prinsip dasar belajar anak-anak haruslah menyenangkan . Karena dengan belajar menyenangkan akan menumbuhkan emosional yg positif. Dalam proses belajar, anak harus diposisikan sebagai subjek dan bukan objek. Sebaiknya anak belajar atas inisiatif diri sendiri.
 
Bila dalam proses belajar, si anak menjadi objek, maka yang banyak melakukan intervensi adalah pendidik. Si anak dijadikan robot dan terlalu banyak diarahkan oleh pendidik. Hasilnya akan membuat anak menjadi malas belajar, belajar tidak efektif.
 
Dalam system belajar, anak harus ikut terlibat dlm proses pembelajaran. Salah satu caranya mungkin sebaiknya dlm satu kelas jangan sampai terlalu banyak siswa. Problem yg akan terjadi akan ada anak-anak yg merasa tidak diperhatikan. Dengan begitu minat belajarnya karena keterpaksaan.
 
Solusinya, guru dituntut punya kompetensi dengan kondisi-kondisi yg terjadi sekarang ini. Guru perlu memahami bahwa anak didiknya adalah subjek. “Secara psikologi, guru-guru juga harus memahami keanekaragaman minat belajar anak,” ujar Dhanang.
 
Dia menyarankan , dalam proses belajar perlu dikembangkan metode pelajaran tematik yg aplikatif. Ada pembahasan-pembahasan atas sebuah masalah. Misalkan soal banjir, mungkin saja dari pembahasan itu mundul ide-ide yg luar biasa dan cemerlang dari anak. Atau dlm pelajaran mengenai stek tumbuhan, anak-anak bisa diajak untuk mempraktikkan langsung dilapangan.
 
Kalaupun tidak bisa melakukan kegiatan praktik diluar ruang, bisa saja dengan cara menyajikan sejumlah materi tematik dan contohnya via media visual di dalam kelas.
 
Sebagai contoh, Dhanang menunjukkan apa yg sudah dilakukan di sekolah-sekolah alam. Ternyata anak-anak lebih mudah menyerap pelajaran dengan baik dan menyenangkan.
“Belajar tidak hanya teori. Teori dibutuhkan dalam rangka mengejar standardisasi kurikulum. Tapi untuk mencapai tujuan-tujuan itu, perlu ada media belajarnya yg menyenangkan bagi anak,” kata Dhanang.
   
Sementara itu, marlina, guru sekolah rumah di Perumahan Bumi Sawangan Indah Depok, mengaku punya trik jitu dlm mengajak anak agar tertarik belajar. Sebelum mulai mengajar, terlebih dulu dia harus mengetahui hal-hal apa saja yg disukainya dan tidak disukai.
 
“Nah, dari situ bila ada anak yg sedang malas belajar, saya mengajak dia melakukan suatu kegiatan yg disukainya,” katanya. Misalnya anak suka menggambar, sebelum mengajak si anak belajar, terlebih dulu dia di ajak menggambar beberapa saat. Selanjutnya , setelah mood belajarnya bangkit. Barulah si anak diajak belajar lagi.
 
 
REWARD YES, PUNISHMENT NO
 
 Sebisa mungkin orang tua memberikan reward atau penghargaan kepada anak atas berbagai prestasi yg dilakukan. Sebaliknya sedapat  mungkin menghindari bentuk punishment atau hukuman. Sebab, hukuman yg kelewat batas akan membuat harga diri anak down atau turun.
 
“Jenjang pendidikan anak masih jauh dan panjang, hasil sebuah proses belajar tidak bisa diukur oleh satu hari, satu minggu atau satu bulan. Tapi merupakan proses berkelanjutan. Untuk itu orang tua perlu memberikan reward dan dorongan, “kata Dhanang Sasongko, sekjen Asah Pena Indonesia .
 
Menurut dia, dasar untuk mendorong minat belajar anak, kita perlu meningkatkan rasa percaya diri anak. Sebagai contoh : bila anak mendapat nilai matematika jelek, 4, orang tua dpt mendorongnya dengan mengatakan: “Oh iya putra/i dapat nilai 4 ya. Tidak apa-apa dulu ayah/ibu juga pernah kok dpt nilai 4 tapi setelah mencoba memperbaikinya, ternyata ayah bisa berhasil dapat angka 8.
 
Seorang anak tidak mungkin dapat menguasai semua mata pelajaran. Mungkin ada anak yg unggul disatu pelajaran lain. Kemudian orang tua justru memberikan anak les dipelajaran yg lemah tadi. Sedangkan pelajaran yg unggul justru dilupakan.
 
Menurut Dhanang , ditinjau dari sudut perkembangan anak , apa yg dilakukan orang tua tadi agak keliru . Kenapa bukan keunggulan si anak tadi yg diasah dan dikembangkan terus. Nah, yg kurang itu hanya sebagai pelengkap.
 
“Jangan sebaliknya malah yg kurang didorong terus dan dipaksakan sehingga anak menjadi tertekan. Akhirnya, anak menjadi stress dan keunggulannya pun akhirnya hilang,” ujarnya.
 
Mengenai bentuk reward yg kerap diberikan orang tua ketika anaknya berhasil dalam pelajaran sekolah, Dhanang berpendapat, hal itu boleh-boleh saja sejauh dalam rangka menunjang kegiatan belajar si anak.
 
Namun, dia mengigatkan, sebisa mungkin nilainya tidak terlalu mahal dan terkesan wah bagi si anak. Ini dimaksudkan agar anak punya standar keinginan atas reward-nya . “Reward diberikan hanya dalam rangka memotivasi anak,” tegasnya
 
Hal terpenting adalah memberikan kasih sayang kepada anak. Terkadang anak berbuat baik, orangtua tidak memberikan reward karena hal itu dianggap biasa saja, tapi manakala si anak berbuat tidak baik, maka orang tua memberikan reaksi luar biasa dengan memberikan punishment.
 
Dhanang mengatakan, orang tua harus mengubah paradigma terhadap anaknya. Bahwa anak berbuat baik itu bukanlah hal yg biasa, tapi merupakan suatu hal yg luar biasa.

 _/\_   :lotus:

4710
Perkenalan / Re: salam perkenalan
« on: 04 September 2007, 01:25:19 PM »
Met Gabung.... ci yuyun....

Jangan lupa...harus sering2 posting ya???  ;D

 _/\_   :lotus:

Pages: 1 ... 307 308 309 310 311 312 313 [314] 315 316 317 318 319 320