Berikut ini saya kutipkan dari buku Ajahn Chah yang berjudul "inipun akan berlalu".
Murid: Saya ingin meminta obyek meditasi yang sesuai dengan perangai saya. Kadang saya berlatih mengulang kata Buddho untuk waktu yang lama, namun batin tidak tenang juga. Saya coba bermeditasi mengenai bagian-bagian tubuh, kemudian saya mencoba perenungan kematian, namun saya tidak menjadi hening. Saya habis akal, tak tahu lagi apa yang harus saya lakukan.
Ajahn Chah: Letakkan semua itu. Ketika Anda habis akal, lepaskan.
Murid: Kadang ada keheningan, namun kemudian kenangan mulai datang, banyak kenangan, dan batin saya mulai terpencar dan terusik lagi.
Ajahn Chah: Nah itu dia, ketidaktetapan. Tidak tetap! Semuanya itu tidak tetap. Teruslah beritahu batinmu, “Tidak tetap, tidak pasti!” Semua fenomena batin mutlak tidak pasti; jangan lupakan hal ini. Jika batin tidak tenang, itu tidak pasti. Jika batin damai, itu juga tidak pasti. Jangan melekat pada kondisi apa pun, dan jangan anggap kondisi-kondisi ini sebagai nyata. “Kesadaran itu tidak tetap.” Pernahkah Anda mendengar ini sebelumnya? Sudahkah Anda mempelajari hal ini? Apa yang akan Anda perbuat dengan hal ini?
Keheningan tidak tetap, kegelisahan tidak tetap. Jadi bagaimana Anda akan berlatih? Pandangan apa yang harus Anda pakai terhadap segala sesuatu? Jika Anda memiliki pemahaman yang benar, maka Anda akan mengenali kondisi-kondisi keheningan dan kegelisahan ini sebagai hal-hal yang tidak pasti. Lalu, jenis perasaan apa yang Anda miliki? Terus lihat di sini.
Jika batin menjadi damai, berapa hari itu akan berlangsung? Jika terusik, berapa hari itu berlangsung? Terus katakan, “Tidak pasti!” Lalu di mana hal-hal itu tinggal? Terus halau mereka dengan cara ini.
Anda melatih Buddho dan Anda tidak damai. Anda melatih penyadaran nafas dan Anda tidak damai. Mengapa Anda begitu melekat pada gagasan akan keheningan? Berlatihlah melafal, “Buddho, Buddho” dan kenalilah ketidakpastian. Praktikkan penyadaran nafas dan kenalilah ketidakpastian. Jangan terlalu menganggap penting keadaan batin Anda, baik damai atau gelisah; mereka hanya akan mengelabui Anda karena kelekatan mencengkeram ini. Kita harus menjadi sedikit lebih cerdas dari mereka. Ketika kondisi mana pun datang, kita mengetahuinya sebagai tidak pasti. Kemudian segala sesuatu berlalu. Cobalah. Apa pun yang datang, terus tegaskan padanya, “Tidak pasti!” Kita tidak melawan atau melaluinya, namun malah mengejarnya.
Jika seseorang mau melakukan banyak latihan Samadhi, saya akan memujinya. Ajaran berbicara mengenai pembebasan melalui konsentrasi (samatha) dan pembebasan melalui kebijaksanaan (vipassana). Pembebasan berarti mencapai kebebasan dari noda-noda nafsu dan kekelirutahuan. Ada dua jenis pembebasan ini. Dengan pembebasan melalui konsentrasi, kita mengembangkan kekuatan batin melalui Samadhi agar kebijaksanaan bisa muncul.
Sebagian pohon bisa tumbuh baik jika Anda menyiraminya dengan banyak air, namun sebagian pohon hanya butuh sedikit air. Seperti pohon pinus di sini—jangan beri mereka terlalu banyak air, kalau tidak, mereka akan mati gara-gara Anda. Sebagian pohon tumbuh dan berkembang dengan begitu sedikit air. Tampaknya aneh bagaimana mereka bisa seperti itu.
Praktik meditasi pun sama. Dalam pembebasan melalui konsentrasi, Anda melatih meditasi dengan ketat, dan Anda perlu mengembangkan banyak Samadhi. Ini adalah satu pendekatan, seperti pohon yang perlu banyak air untuk bisa tumbuh. Lalu ada juga pohon yang tidak perlu terlalu banyak air.
Jadi mereka membicarakan mengenai pembebasan melalui konsentrasi dan pembebasan melalui kebijaksanaan, mencapai keterbebasan. Untuk mencapainya, tentu saja kita harus bergantung pada kebijaksanaan dan kekuatan batin. Kedua jalan ini tidak benar-benar berbeda. Jadi mengapa mereka membaginya seperti ini? Jika Anda menganggapnya terlalu serius dan mencoba memisahkan mereka, ini hanya akan membuat Anda bingung.
Akan tetapi, mereka masing-masing memang punya sedikit penekanan pada satu aspek atau yang lainnya. Untuk menyebut mereka sama tidaklah tepat; mengatakan mereka berbeda pun tidaklah tepat. Ini sama dengan berbicara mengenai perangai. Ajaran menyebutkan mengenai perangai nafsu, perangai amarah, perangai khayal, dan perangai Buddha. Ini untuk menandai kecenderungan mana yang lebih kuat ketimbang yang lain. Mereka hanyalah istilah, sesuatu yang kita gunakan untuk menggolongkan. Namun jangan lupakan bahwa pokok semua pembelajaran kita atau latihan apa pun yang kita lakukan adalah untuk membebaskan kita melalui penyadaran sifat tidak tetap, tidak memuaskan dan tiada-diri dalam semua fenomena.
Murid: Apakah sebaiknya kita menutup mata untuk menutup lingkungan luar, atau sebaiknya kita hadapi saja hal-hal sebagaimana kita melihat mereka?
Ajahn Chah: Ketika kita baru-baru berlatih, adalah penting untuk menghindari terlalu banyak rangsangan indra, jadi lebih baik menutup mata. Tidak melihat obyek-obyek yang bisa mengusik dan memengaruhi kita, kita membangun kekuatan batin. Ketika batin kuat, barulah kita bisa membuka mata, dan apa pun yang kita lihat tidak akan menggoyahkan kita. Mata terbuka atau tertutup tidak masalah.
Ketika Anda istirahat, Anda biasanya menutup mata. Duduk bermeditasi dengan mata tertutup adalah tempat kediaman seorang praktisi. Kita bisa menemukan kenikmatan dan istirahat di sana. Namun ketika kita tidak bisa menutup mata, apa kita akan mampu menghadapi segala sesuatu? Kita duduk dengan mata tertutup dan kita menarik manfaat dari hal itu. Ketika kita membuka mata, kita bisa menghadapi apa pun yang kita temui. Segala sesuatu tidak akan lepas kendali—kita tidak akan merasa gamang. Namun pada dasarnya kita sekadar menghadapi segala sesuatu. Ketika kita kembali ke meditasi duduk, kita benar-benar mengembangkan kebijaksanaan yang lebih tinggi.
Inilah cara kita mengembangkan praktik. Ketika praktik mencapai pemenuhannya, maka entah kita membuka atau menutup mata, akan sama saja. Batin tidak akan berubah atau melenceng. Sepanjang hari, pagi, siang, dan malam, keadaan batin akan sama saja. Tak ada apa pun yang bisa mengguncang batin. Ketika kebahagiaan muncul, kita sadari, “Itu tidak pasti,” dan itu pun berlalu. Ketika ketidakbahagiaan muncul, dan kita sadari, “Itu tidak pasti,” dan ya begitu saja.
Dalam meditasi, kita akan bertemu dengan pemunculan segala aktivitas dan kotoran batin. Cara pandang yang tepat adalah siap melepas semuanya, entah menyenangkan atau menyakitkan. Sekalipun kebahagiaan adalah sesuatu yang kita dambakan dan penderitaan adalah sesuatu yang tidak kita inginkan, kita sadari mereka sebagai setara. Inilah hal-hal yang akan kita alami.
Kebahagiaan didambakan oleh orang-orang di dunia. Penderitaan tidak didambakan. Nibbana adalah sesuatu di luar menginginkan atau tidak menginginkan. Tidak ada keinginan yang terlibat dalam Nibbana. Ingin mendapat kebahagiaan, ingin terbebas dari penderitaan, ingin melampaui kebahagiaan dan penderitaan—tidak ada satu pun yang semacam ini. Nibbana adalah kedamaian.
sumber: Ini Pun Akan Berlalu