Selama ini gw baca buku ttg Ach Mun, nga pernah di sebut kalo Beliau menggunakan tahapan Jhana (Concentration). Dalam tradisi Ach Mun lebih banyak mengajarkan untuk menggunakan Samadhi (biasa diartikan sbg Calm).
Penjelasan ttg samadhi dari buku Pattipada:
Hasil yang didapatkan dari mempraktekan Dhamma ini atau jenis lainnya yang sesuai dengan karakter orang tersebut adalah kebahagiaan dan ketenangan yang semakin meningkat di dalam pikirannya yang belum pernah dialami sebelumnya. Ketenangan pikiran dimulai pada tingkat yang paling rendah, yaitu mencapai ketenangan hanya untuk beberapa saat. Kemudian ketenangan meningkat ke durasi moderat, dan pada akhirnya pada sebuah keadaan ketenangan selama yang dia inginkan, dan dapat keluar dari keadaan tersebut ketika dia menginginkannya. Keadaan ketenangan yang terakhir ini jauh lebih halus, dalam dan intim daripada keadaan ketenangan yang lainnya.
Sementara citta tenang, citta dapat melepaskan semua gangguan emosional yang pada umumnya mengganggu citta dalam beragam cara dan kemudian yang tersisa hanya “mengetahui” dan “kecemerlangan” yang merupakan kualitas pikiran, dan kebahagiaan pun muncul dari ketenangan, dan sesuai dengan tingkatan pikiran. Tak ada hal lain di sana, karena pada saat itu, citta tanpa obyek pendukung apa pun (ārammaṇa) dan hanyalah citta sendiri dan sendirian. Bahkan jika di sana terdapat kilesa-kilesa halus dalam pikiran, kilesa-kilesa itu pun tidak menunjukan dirinya, karena seperti air yang tenang, jernih dan tak keruh, kotoran yang tersisa diam di dasar dan tidak membuat air menjadi keruh, sehingga air tersebut menjadi jernih dan bersih sehingga layak untuk digunakan untuk minum, mencuci atau apa pun.
Pikiran yang tanpa obyek pendukung apa pun terasa damai di dalamnya dan selama kapan pun pikiran sendirian, maka pikiran akan bahagia, indah, penuh makna dan sangat berharga sehingga membuat “si pemiliknya” sangat terkagum-kagum dalam waktu lama selama pikiran tetap tinggal dalam keadaan tersebut. Dalam keadaan ini, pikiran sangat penuh makna dan indah, dan pikiran tidak pernah hambar lama setelah itu. Hal ini karena pikiran yang mendalam dan indah telah berada dalam pikiran itu sendiri, sehingga ketika pikiran itu telah bersih dan seseorang masuk ke dalamnya dan benar-benar menggapainya bahkan walaupun hanya sesaat, pikiran akan dengan segera menunjukannya dengan pengetahuan langsung tentang betapa indahnya pikiran itu. Tetapi jika seseorang melepaskannya, membiarkan pikiran jatuh ke dalam hal-hal lain, dan pikiran akan mengalami kemunduran karena tidak benar-benar kembali ke metoda praktek atau tidak benar-benar mengembangkan pikiran lebih lanjut, dan hal ini akan menyebabkan seseorang merasa sangat menginginkannya (kembali) dan merasa sangat sedih karena ia tidak dapat kembali ke keadaan citta seperti itu. Ini mungkin alasannya, bahwa pada jaman Sang Buddha, pikiran para Sāvaka berkembang dan mengalami kemunduran sampai enam kali, sampai akhirnya ia menjadi sangat kecewa dan sedih karena keinginannya. Tetapi pada akhirnya, ia menjadi salah seorang dari para Arahat Sāvaka, karena usaha dan perjuangan yang dikerahkannya telah menjadi jembatan penghubung yang membuatnya mampu menembus dan mencapai keadaan Dhamma Tanpa Kematian (Amata) – yang tempat penuh kebahagiaan. Hal ini ia lakukan hanya dengan mendasarkan diri pada Kammaṭṭhāna Dhamma sebagai jalan untuk maju.
...
Untuk link buku2 Luangta dalam bahasa English bisa di download di
www.forestdhammabooks.comKalau mau tau lebih banyak ttg praktek latihan dalam tradisi Ach Mun bisa download MP3 DhammaTalk dari Ach Pannavaddho di web tersebut dan ceramah Luangta yg sudah di translate ke bhs English di
www.luangta.com.