//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Bhuta (terlahir) dan sambhavesi (belum lahir)  (Read 4276 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline wong cilik

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 48
  • Reputasi: 4
  • Gender: Female
  • Be Simple Be Humble
Bhuta (terlahir) dan sambhavesi (belum lahir)
« on: 30 April 2010, 09:03:56 PM »
SAMBHAVESI

Pada saat membaca Metta Sutta dari Suttanipāta, kita akan mendapati suatu kalimat bahwa "kita juga seharusnya memancarkan cinta kasih pada makhluk yang sudah lahir (Bhūtā) dan kepada makhluk yang belum lahir (sambhavesi) "Bhūtā va sambhavesiva sabbe sattā bhavantu sukhitattā"

Ada yang mengartikan sambhavesi sebagai makhluk yang belum lahir atau sedang mencari kelahirannya yang sesuai.

Apa sih maksud yang sebenarnya dari sambhavesi???????


Padahal, dulu guru agama Buddha saya di SMA menjelaskan bahwa setelah kita mati atau mengalami cuti citta, kita langsung akan mempunyai patisandhi citta (kesadaran tumimbal lahir). Lalau bagaimana dengan eksistensi sambhavesi kalau begitu? Apakah pada saat kita mempunyai patisandhi citta berarti kita disebut sambhavesi? lalu seberapa lama? Sampai ketemu kondisi kelahiran kembali yang cocok? ga pasti dong kalau begitu? Atau bagaimana ya yang sebenernya. Jadi bingung dech............ ???

Mohon penjelasannya............. ^:)^
« Last Edit: 30 April 2010, 09:06:14 PM by wong cilik »

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Bhuta (terlahir) dan sambhavesi (belum lahir)
« Reply #1 on: 01 May 2010, 12:17:16 AM »
quote dari Samanera

Quote
Salah satu definisinya adalah bahwa sejauh cangkang telur itu belum terbuka, makhluk yang ada di dalamnya termasuk sambhavesi (yāva  aṇḍakosaṃ  vatthikosañca  na  bhindanti, tāva sambhavesī nāma), sedangkan setelah cangkang telur itu retak/ terbuka, makhluk itu disebut sebagai bhūta (aṇḍakosaṃ vatthikosañca  bhinditvā  bahi  nikkhantā  bhūtā  nāma). Jadi intinya di sini, telur itu sendiri bisa disebut sebagai makhluk tentu jika di dalamnya ada citta (pikiran) dan makhluk ini dikategorikan sebagai sambhavesi.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Bhuta (terlahir) dan sambhavesi (belum lahir)
« Reply #2 on: 01 May 2010, 08:51:20 AM »
quote dari Samanera

Quote
Salah satu definisinya adalah bahwa sejauh cangkang telur itu belum terbuka, makhluk yang ada di dalamnya termasuk sambhavesi (yāva  aṇḍakosaṃ  vatthikosañca  na  bhindanti, tāva sambhavesī nāma), sedangkan setelah cangkang telur itu retak/ terbuka, makhluk itu disebut sebagai bhūta (aṇḍakosaṃ vatthikosañca  bhinditvā  bahi  nikkhantā  bhūtā  nāma). Jadi intinya di sini, telur itu sendiri bisa disebut sebagai makhluk tentu jika di dalamnya ada citta (pikiran) dan makhluk ini dikategorikan sebagai sambhavesi.

Nambah aja. Istilah sambhavesī berasal dari dua kata 'sambhava' yang berarti muncul atau lahir, dan esī yang berarti makhluk2 yang mencari. Secara literal, sambhavesī adalah makhluk2 yang mencari kelahiran. Dalam sekte2 agama Buddha yang percaya dengan konsep antarabhava (in between existence) atau kondisi sesudah sebuah makhluk mati dan belum terlahirkan, sambhavesī dikategorikan kedalam makhluk2 yang berada di kondisi antarabhava. Namun karena tradisi Theravāda menolak konsep antarabhava, definisi sambhavesī juga berbeda. Definisi ini telah disebutkan dalam kitab komentar dari Karanīyamettasutta. Dikatakan bahwa jika berkaitan dengan asekkha, sekha dan puthujjana, asekkha dikategorikan ke dalam makhluk2 bhūtā (Ye bhūtā eva, na puna bhavissantīti saṅkhyaṃ gacchanti, tesaṃ khīṇāsavānaṃ etaṃ adhivacanaṃ), sedangkan sekha dan puthujjana ke dalam sambhavesī karena keduanya masih mencari kelahiran di kehidupan mendatang (appahīnabhavasaṃyojanattā āyatimpi sambhavaṃ esantānaṃ sekhaputhujjanānametaṃ adhivacanaṃ). Kemudian jika dikaitkan dengan empat macam cara makhluk lahir, mereka yang lahir melalui telur telah dikutip oleh saudara  Sunkmanitu di atas. Mereka yang terlahir melalui kandungan disebut sambhavesī ketika masih dalam kandungan, dan disebut bhūtā ketika sudah keluar dari kandungan, Jika mereka terlahir melalui kelembaban dan spontan, momen pikiran pertama makhluk tersebut adalah sambhavesī, dan dari momen pikiran kedua dan seterusnya adalah bhūtā  (Atha vā catūsu yonīsu aṇḍajajalābujā sattā yāva aṇḍakosaṃ vatthikosañca na bhindanti, tāva sambhavesī nāma, aṇḍakosaṃ vatthikosañca bhinditvā bahi nikkhantā bhūtā nāma. Saṃsedajā opapātikā ca paṭhamacittakkhaṇe sambhavesī nāma, dutiyacittakkhaṇato pabhuti bhūtā nāma.).


Offline wong cilik

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 48
  • Reputasi: 4
  • Gender: Female
  • Be Simple Be Humble
Re: Bhuta (terlahir) dan sambhavesi (belum lahir)
« Reply #3 on: 01 May 2010, 12:39:06 PM »
quote dari Samanera

Quote
Salah satu definisinya adalah bahwa sejauh cangkang telur itu belum terbuka, makhluk yang ada di dalamnya termasuk sambhavesi (yāva  aṇḍakosaṃ  vatthikosañca  na  bhindanti, tāva sambhavesī nāma), sedangkan setelah cangkang telur itu retak/ terbuka, makhluk itu disebut sebagai bhūta (aṇḍakosaṃ vatthikosañca  bhinditvā  bahi  nikkhantā  bhūtā  nāma). Jadi intinya di sini, telur itu sendiri bisa disebut sebagai makhluk tentu jika di dalamnya ada citta (pikiran) dan makhluk ini dikategorikan sebagai sambhavesi.

Nambah aja. Istilah sambhavesī berasal dari dua kata 'sambhava' yang berarti muncul atau lahir, dan esī yang berarti makhluk2 yang mencari. Secara literal, sambhavesī adalah makhluk2 yang mencari kelahiran. Dalam sekte2 agama Buddha yang percaya dengan konsep antarabhava (in between existence) atau kondisi sesudah sebuah makhluk mati dan belum terlahirkan, sambhavesī dikategorikan kedalam makhluk2 yang berada di kondisi antarabhava. Namun karena tradisi Theravāda menolak konsep antarabhava, definisi sambhavesī juga berbeda. Definisi ini telah disebutkan dalam kitab komentar dari Karanīyamettasutta. Dikatakan bahwa jika berkaitan dengan asekkha, sekha dan puthujjana, asekkha dikategorikan ke dalam makhluk2 bhūtā (Ye bhūtā eva, na puna bhavissantīti saṅkhyaṃ gacchanti, tesaṃ khīṇāsavānaṃ etaṃ adhivacanaṃ), sedangkan sekha dan puthujjana ke dalam sambhavesī karena keduanya masih mencari kelahiran di kehidupan mendatang (appahīnabhavasaṃyojanattā āyatimpi sambhavaṃ esantānaṃ sekhaputhujjanānametaṃ adhivacanaṃ). Kemudian jika dikaitkan dengan empat macam cara makhluk lahir, mereka yang lahir melalui telur telah dikutip oleh saudara  Sunkmanitu di atas. Mereka yang terlahir melalui kandungan disebut sambhavesī ketika masih dalam kandungan, dan disebut bhūtā ketika sudah keluar dari kandungan, Jika mereka terlahir melalui kelembaban dan spontan, momen pikiran pertama makhluk tersebut adalah sambhavesī, dan dari momen pikiran kedua dan seterusnya adalah bhūtā  (Atha vā catūsu yonīsu aṇḍajajalābujā sattā yāva aṇḍakosaṃ vatthikosañca na bhindanti, tāva sambhavesī nāma, aṇḍakosaṃ vatthikosañca bhinditvā bahi nikkhantā bhūtā nāma. Saṃsedajā opapātikā ca paṭhamacittakkhaṇe sambhavesī nāma, dutiyacittakkhaṇato pabhuti bhūtā nāma.).

Terima kasih penjelasannya, tetapi mau tanya lagi nich.
1.   Jika tadi disebutkan bahwa Theravāda menolak adanya antarabhava, alasannya kenapa? Dan bisakah diberi satu contoh sekte lain yang menerima ini dan apa pula alasannya?
2.   Jika makhluk yang terlahir melalui kandungan disebut sambhavesi ketika masih dalam kandungan, lalu, kan ada tiga syarat kondisi untuk terjadinya conception atau kehamilan yaitu adanya pertemuan sperma dan sel telur, adanya ibu yang dalam masa subur dan adanya Gandhaba. Nah pada saat masih Gandhaba ini disebut apa ya?????

Terima kasih _/\_
« Last Edit: 01 May 2010, 12:40:52 PM by wong cilik »

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Bhuta (terlahir) dan sambhavesi (belum lahir)
« Reply #4 on: 01 May 2010, 07:18:20 PM »
quote dari Samanera

Quote
Salah satu definisinya adalah bahwa sejauh cangkang telur itu belum terbuka, makhluk yang ada di dalamnya termasuk sambhavesi (yāva  aṇḍakosaṃ  vatthikosañca  na  bhindanti, tāva sambhavesī nāma), sedangkan setelah cangkang telur itu retak/ terbuka, makhluk itu disebut sebagai bhūta (aṇḍakosaṃ vatthikosañca  bhinditvā  bahi  nikkhantā  bhūtā  nāma). Jadi intinya di sini, telur itu sendiri bisa disebut sebagai makhluk tentu jika di dalamnya ada citta (pikiran) dan makhluk ini dikategorikan sebagai sambhavesi.

Nambah aja. Istilah sambhavesī berasal dari dua kata 'sambhava' yang berarti muncul atau lahir, dan esī yang berarti makhluk2 yang mencari. Secara literal, sambhavesī adalah makhluk2 yang mencari kelahiran. Dalam sekte2 agama Buddha yang percaya dengan konsep antarabhava (in between existence) atau kondisi sesudah sebuah makhluk mati dan belum terlahirkan, sambhavesī dikategorikan kedalam makhluk2 yang berada di kondisi antarabhava. Namun karena tradisi Theravāda menolak konsep antarabhava, definisi sambhavesī juga berbeda. Definisi ini telah disebutkan dalam kitab komentar dari Karanīyamettasutta. Dikatakan bahwa jika berkaitan dengan asekkha, sekha dan puthujjana, asekkha dikategorikan ke dalam makhluk2 bhūtā (Ye bhūtā eva, na puna bhavissantīti saṅkhyaṃ gacchanti, tesaṃ khīṇāsavānaṃ etaṃ adhivacanaṃ), sedangkan sekha dan puthujjana ke dalam sambhavesī karena keduanya masih mencari kelahiran di kehidupan mendatang (appahīnabhavasaṃyojanattā āyatimpi sambhavaṃ esantānaṃ sekhaputhujjanānametaṃ adhivacanaṃ). Kemudian jika dikaitkan dengan empat macam cara makhluk lahir, mereka yang lahir melalui telur telah dikutip oleh saudara  Sunkmanitu di atas. Mereka yang terlahir melalui kandungan disebut sambhavesī ketika masih dalam kandungan, dan disebut bhūtā ketika sudah keluar dari kandungan, Jika mereka terlahir melalui kelembaban dan spontan, momen pikiran pertama makhluk tersebut adalah sambhavesī, dan dari momen pikiran kedua dan seterusnya adalah bhūtā  (Atha vā catūsu yonīsu aṇḍajajalābujā sattā yāva aṇḍakosaṃ vatthikosañca na bhindanti, tāva sambhavesī nāma, aṇḍakosaṃ vatthikosañca bhinditvā bahi nikkhantā bhūtā nāma. Saṃsedajā opapātikā ca paṭhamacittakkhaṇe sambhavesī nāma, dutiyacittakkhaṇato pabhuti bhūtā nāma.).

Terima kasih penjelasannya, tetapi mau tanya lagi nich.
1.   Jika tadi disebutkan bahwa Theravāda menolak adanya antarabhava, alasannya kenapa? Dan bisakah diberi satu contoh sekte lain yang menerima ini dan apa pula alasannya?
2.   Jika makhluk yang terlahir melalui kandungan disebut sambhavesi ketika masih dalam kandungan, lalu, kan ada tiga syarat kondisi untuk terjadinya conception atau kehamilan yaitu adanya pertemuan sperma dan sel telur, adanya ibu yang dalam masa subur dan adanya Gandhaba. Nah pada saat masih Gandhaba ini disebut apa ya?????

Terima kasih _/\_


1. Baca buku Kathavatthu bagian antarābhavakathā. Secara singkat di sana setidaknya ada dua sekte pada jaman Asokan yang memegang konsep antarābhava yakni Pubbaseliya dan Sammitiya. Dua sekte ini berpegang  pada konsep antarābhava setelah berbasis pada adanya antarāparinibbāyī / seseorang yang mencapai nibbāna di dalam jeda waktu (one who attains nibbāna in the interval). Antarāparinibbāyī ini dianggap sebagai pencapaian nibbāna di saat antarābhava yakni setelah seseorang mati dan sebelum dilahirkan. Namun Theravāda berpendapat lain bahwa antarāparinibbāyī adalah seseorang yang mencapai arahat ketika ia menghabiskan waktunya antara awal separohnya hidup di alam suddhavasa. Kathavatthu juga menerangkan bahwa antarābhava tidak bisa diterima Theravada karena kehidupan hanya dibagi menjadi tiga yakni kāmabhava, rūpabhava dan arūpabhava. Di sana, tidak disebutkan seseorang yang muncul di antarābhava. Selain itu, kelahiran juga hanya terdiri dari empat macam yakni melalui telur, kandungan, kelembaban dan spontan. Lebih lengkapnya baca Kathavatthu.

2. Sejauh Theravāda memandang, gandhabba dalam konteks ini adalah patisandhiviññāna (linking rebirth). Pada saat makhluk meninggal, pikiran terakhirnya itu disebut cuticitta dan sesegera cuticitta lenyap kesadaran selanjutnya yang masuk ke dalam kandungan adalah gandhabba atau patisandhiviññāna. Jadi di sini, sesuai dengan ajaran Theravāda, tidak ada kesempatan bagi gandhabba / patisandhiviññāna untuk mengembara sebelum masuk ke dalam kandungan. Kenyataannya, dalam konteks manusia, patisandhiviññāna juga disebut sebagai pikiran pertama setelah manusia terlahir dalam kandungan. Dalam konteks makhluk2 yang lahir secara spontan juga dikatakan sebagai pikiran pertama bagi makhluk tersebut setelah terlahir di alamnya.
« Last Edit: 01 May 2010, 07:20:04 PM by Peacemind »

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Bhuta (terlahir) dan sambhavesi (belum lahir)
« Reply #5 on: 01 May 2010, 10:46:14 PM »
Jadi ingat Arahat ketika mendarat. ;D
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline wong cilik

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 48
  • Reputasi: 4
  • Gender: Female
  • Be Simple Be Humble
Re: Bhuta (terlahir) dan sambhavesi (belum lahir)
« Reply #6 on: 02 May 2010, 08:58:04 AM »
quote dari Samanera

Quote
Salah satu definisinya adalah bahwa sejauh cangkang telur itu belum terbuka, makhluk yang ada di dalamnya termasuk sambhavesi (yāva  aṇḍakosaṃ  vatthikosañca  na  bhindanti, tāva sambhavesī nāma), sedangkan setelah cangkang telur itu retak/ terbuka, makhluk itu disebut sebagai bhūta (aṇḍakosaṃ vatthikosañca  bhinditvā  bahi  nikkhantā  bhūtā  nāma). Jadi intinya di sini, telur itu sendiri bisa disebut sebagai makhluk tentu jika di dalamnya ada citta (pikiran) dan makhluk ini dikategorikan sebagai sambhavesi.

Nambah aja. Istilah sambhavesī berasal dari dua kata 'sambhava' yang berarti muncul atau lahir, dan esī yang berarti makhluk2 yang mencari. Secara literal, sambhavesī adalah makhluk2 yang mencari kelahiran. Dalam sekte2 agama Buddha yang percaya dengan konsep antarabhava (in between existence) atau kondisi sesudah sebuah makhluk mati dan belum terlahirkan, sambhavesī dikategorikan kedalam makhluk2 yang berada di kondisi antarabhava. Namun karena tradisi Theravāda menolak konsep antarabhava, definisi sambhavesī juga berbeda. Definisi ini telah disebutkan dalam kitab komentar dari Karanīyamettasutta. Dikatakan bahwa jika berkaitan dengan asekkha, sekha dan puthujjana, asekkha dikategorikan ke dalam makhluk2 bhūtā (Ye bhūtā eva, na puna bhavissantīti saṅkhyaṃ gacchanti, tesaṃ khīṇāsavānaṃ etaṃ adhivacanaṃ), sedangkan sekha dan puthujjana ke dalam sambhavesī karena keduanya masih mencari kelahiran di kehidupan mendatang (appahīnabhavasaṃyojanattā āyatimpi sambhavaṃ esantānaṃ sekhaputhujjanānametaṃ adhivacanaṃ). Kemudian jika dikaitkan dengan empat macam cara makhluk lahir, mereka yang lahir melalui telur telah dikutip oleh saudara  Sunkmanitu di atas. Mereka yang terlahir melalui kandungan disebut sambhavesī ketika masih dalam kandungan, dan disebut bhūtā ketika sudah keluar dari kandungan, Jika mereka terlahir melalui kelembaban dan spontan, momen pikiran pertama makhluk tersebut adalah sambhavesī, dan dari momen pikiran kedua dan seterusnya adalah bhūtā  (Atha vā catūsu yonīsu aṇḍajajalābujā sattā yāva aṇḍakosaṃ vatthikosañca na bhindanti, tāva sambhavesī nāma, aṇḍakosaṃ vatthikosañca bhinditvā bahi nikkhantā bhūtā nāma. Saṃsedajā opapātikā ca paṭhamacittakkhaṇe sambhavesī nāma, dutiyacittakkhaṇato pabhuti bhūtā nāma.).

Terima kasih penjelasannya, tetapi mau tanya lagi nich.
1.   Jika tadi disebutkan bahwa Theravāda menolak adanya antarabhava, alasannya kenapa? Dan bisakah diberi satu contoh sekte lain yang menerima ini dan apa pula alasannya?
2.   Jika makhluk yang terlahir melalui kandungan disebut sambhavesi ketika masih dalam kandungan, lalu, kan ada tiga syarat kondisi untuk terjadinya conception atau kehamilan yaitu adanya pertemuan sperma dan sel telur, adanya ibu yang dalam masa subur dan adanya Gandhaba. Nah pada saat masih Gandhaba ini disebut apa ya?????

Terima kasih _/\_


1. Baca buku Kathavatthu bagian antarābhavakathā. Secara singkat di sana setidaknya ada dua sekte pada jaman Asokan yang memegang konsep antarābhava yakni Pubbaseliya dan Sammitiya. Dua sekte ini berpegang  pada konsep antarābhava setelah berbasis pada adanya antarāparinibbāyī / seseorang yang mencapai nibbāna di dalam jeda waktu (one who attains nibbāna in the interval). Antarāparinibbāyī ini dianggap sebagai pencapaian nibbāna di saat antarābhava yakni setelah seseorang mati dan sebelum dilahirkan. Namun Theravāda berpendapat lain bahwa antarāparinibbāyī adalah seseorang yang mencapai arahat ketika ia menghabiskan waktunya antara awal separohnya hidup di alam suddhavasa. Kathavatthu juga menerangkan bahwa antarābhava tidak bisa diterima Theravada karena kehidupan hanya dibagi menjadi tiga yakni kāmabhava, rūpabhava dan arūpabhava. Di sana, tidak disebutkan seseorang yang muncul di antarābhava. Selain itu, kelahiran juga hanya terdiri dari empat macam yakni melalui telur, kandungan, kelembaban dan spontan. Lebih lengkapnya baca Kathavatthu.

2. Sejauh Theravāda memandang, gandhabba dalam konteks ini adalah patisandhiviññāna (linking rebirth). Pada saat makhluk meninggal, pikiran terakhirnya itu disebut cuticitta dan sesegera cuticitta lenyap kesadaran selanjutnya yang masuk ke dalam kandungan adalah gandhabba atau patisandhiviññāna. Jadi di sini, sesuai dengan ajaran Theravāda, tidak ada kesempatan bagi gandhabba / patisandhiviññāna untuk mengembara sebelum masuk ke dalam kandungan. Kenyataannya, dalam konteks manusia, patisandhiviññāna juga disebut sebagai pikiran pertama setelah manusia terlahir dalam kandungan. Dalam konteks makhluk2 yang lahir secara spontan juga dikatakan sebagai pikiran pertama bagi makhluk tersebut setelah terlahir di alamnya.


MAU BERTANYA LAGI. BOILEH KAN?
TENTANG ANTARĀPARINIBBĀYĪ
1.   Berkomentar mengenai antaraparinibbāyī, ada dua buku yang katanya memuat penjelasan tentang hal ini juga. Pengarang dan Penerbit buku-bukunya adalah :Peter Harvey, The Selfless Mind (Curzon Press, 1995), pg. 100; Bhikkhu Bodhi, Connected Discourses of the Buddha (Wisdom Pub, 2000), pg. 1902.

2.   Terus Sutta yang bagus yang mendiskusikan tentang  antarāparinibbāyī adalah Purisagati Sutta dari A.N. IV 71. Disana disebutkan juga tentang upahaccaparinibbāyī, asaṅkhāraparinibbāyī, sasaṅkhāraparinibbāyī dan anupādāparinibbānaṃ.


Namun sayangnya saya belum membaca semua sumber di atas karena keterbatasan buku, kemampuan bahsa Inggris dan Bahasa Pāli. Tolong dibantu mengerti isi interpretasi dari kedua buku di atas dan juga isi Purisagati Sutta ya……………


TENTANG SAMBHAVESI
Di dalam Cūḷataṇhasaṅkhaya Suta dari Majjhima Nikaya I. 261 disebutkan bahwa ada 4 jenis makanan yang dibutuhkan oleh makhluk yang belum lahir (bhūtā dan sattā) dan juga oleh sambhavesī. Hal ini disebutkan sebagai berikut:


“Bhikkhus, there are these four kinds of food for the maintenance of beings that already have come to be (bhūtā or sattā) and for the support of beings seeking a new existence (sambhavesī). Whatare the four? They are physical food, gross or subtle; contact as the second; mental volition as the third; and consciousness as the fourth”
‘‘Cattārome, bhikkhave, āhārā bhūtānaṃ vā sattānaṃ ṭhitiyā, sambhavesīnaṃ vā anuggahāya. Katame cattāro? Kabaḷīkāro āhāro oḷāriko vā sukhumo vā, phasso dutiyo, manosañcetanā tatiyā, viññāṇaṃ catutthaṃ”

Pertanyaannya kenapa sambhavesi butuh makanan ya? Kalau kelahiran secara kandungan. kelembapan dan telur sih mudah dimengerti ya. Untuk yang terlahir secara spontan bagaimana? Apa ya butuh 4 makanan juga.

Terimakasih  _/\_


Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Bhuta (terlahir) dan sambhavesi (belum lahir)
« Reply #7 on: 02 May 2010, 10:12:31 AM »

MAU BERTANYA LAGI. BOILEH KAN?
TENTANG ANTARĀPARINIBBĀYĪ
1.   Berkomentar mengenai antaraparinibbāyī, ada dua buku yang katanya memuat penjelasan tentang hal ini juga. Pengarang dan Penerbit buku-bukunya adalah :Peter Harvey, The Selfless Mind (Curzon Press, 1995), pg. 100; Bhikkhu Bodhi, Connected Discourses of the Buddha (Wisdom Pub, 2000), pg. 1902.

2.   Terus Sutta yang bagus yang mendiskusikan tentang  antarāparinibbāyī adalah Purisagati Sutta dari A.N. IV 71. Disana disebutkan juga tentang upahaccaparinibbāyī, asaṅkhāraparinibbāyī, sasaṅkhāraparinibbāyī dan anupādāparinibbānaṃ.


Namun sayangnya saya belum membaca semua sumber di atas karena keterbatasan buku, kemampuan bahsa Inggris dan Bahasa Pāli. Tolong dibantu mengerti isi interpretasi dari kedua buku di atas dan juga isi Purisagati Sutta ya……………


TENTANG SAMBHAVESI
Di dalam Cūḷataṇhasaṅkhaya Suta dari Majjhima Nikaya I. 261 disebutkan bahwa ada 4 jenis makanan yang dibutuhkan oleh makhluk yang belum lahir (bhūtā dan sattā) dan juga oleh sambhavesī. Hal ini disebutkan sebagai berikut:


“Bhikkhus, there are these four kinds of food for the maintenance of beings that already have come to be (bhūtā or sattā) and for the support of beings seeking a new existence (sambhavesī). Whatare the four? They are physical food, gross or subtle; contact as the second; mental volition as the third; and consciousness as the fourth”
‘‘Cattārome, bhikkhave, āhārā bhūtānaṃ vā sattānaṃ ṭhitiyā, sambhavesīnaṃ vā anuggahāya. Katame cattāro? Kabaḷīkāro āhāro oḷāriko vā sukhumo vā, phasso dutiyo, manosañcetanā tatiyā, viññāṇaṃ catutthaṃ”

Pertanyaannya kenapa sambhavesi butuh makanan ya? Kalau kelahiran secara kandungan. kelembapan dan telur sih mudah dimengerti ya. Untuk yang terlahir secara spontan bagaimana? Apa ya butuh 4 makanan juga.

Terimakasih  _/\_



Tentang antarāparinibbāyī, jika sudah tahu sumbernya, mending baca sendiri. Ini akan lebih meyakinkan. Pergi ke perpustakaan dan baca.

Berkaitan dengan sambhavesī, makhluk2 yang terlahir secara spontan juga membutuhkan 4 macam makanan tersebut di atas. Jika kita menyimak penjelasan Theravāda, sambhavesī sesungguhnya kondisi makhluk saat muncul pikiran pertama di kelahiran barunya itu. Sambhavesī juga bisa dikatakan sebagai patisandhiviññāṇa. Sebagai maklhuk termasuk yang terlahir secara spontan, meskipun saat pikiran pertama muncul di kelahiran barunya itu, tanpa diragukan ia tentu memiliki kontak, bentuk2 mental yang berkehendak (manosañcetana) dan juga kesadaran. Mungkin yang akan membingungkan adalah bagaimana makhluk ini juga membutuhkan makanan materi. Dalam hal ini, pertama kita harus melihat bahwa sebelum makhluk dikategorikan ke dalam sambhavesī, makhluk ini pun sebelumnya adalah bhūtā (telah dilahirkan). Sewaktu masih sebagai bhūtā, makhluk ini bertahan dan disokong oleh empat makanan di atas termasuk makanan materi. Karena melalui empat makanan di atas termasuk makanan materi ini, makhluk ini kemudian terlahir lagi dan dlm prosesnya ada pada kondisi sambhavesī. Dalam hal ini pun, secara tidak langsung, empat makanan di atas meliputi makanan materi telah membantu dan menyokong sambhavesī untuk eksis dan bertahan. Jika anda membaca Moḷiyaphaggunasutta dari Samyuttanikāya, setelah Sang Buddha membicarakan empat makanan di atas, beliau, atas beberapa pertanyaan, mengatakan bahwa diawali oleha viññāṇāhāra (makanan kesadaran) manusia terus bertumimbal lahir dan menderita. Bhūtā dan sambhavesī hanya merupakan bagian2 dari proses tumimbal lahir, yang mana keduanya bertahan dan eksis karena empat makanan di atas. Alasan kedua, kita harus mengetahui bahwa makanan materi tidak harus kasar seperti nasi, kerupuk, tahu, dll. Kitab komentar dari Cūḷataṇhasaṅkhayasutta menjelaskan bahwa makanan pada dasarnya adalah halus. Makhluk2 dewa pun  ternyata dikatakan memakan makanan materi namun tidak sekasar makhluk manusia atau binatang. Dikatakan bahwa raja cakkavatti memiliki makanan yang lebih halus dari para raja biasa. Makanan dewa bumi lebih halus dari makanan raja cakkavatti. Makanan catūmahārajika lebih halus dari makanan dewa bumi, dan demikian akhirnya sampai pada makanan materi terhalus yakni para makhluk terlahir di alam Paranimittavasavatti. Berbasis pada ini, makhluk yang terlahir spontan pun termasuk dalam prosesnya sebagai sambhavesī membutuhkan makanan materi. Alasan ketiga, kita tahu bahwa sesuai dengan hukum 12 mata rantai sebab musabab yang saling bergantungan, dikatakan bahwa viññāṇa dan nāmarūpa tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Tergantung pada viññāna, di sana muncullah nāmarūpa, dan tergantung pada nāmarūpa di sana muncullah viññāna. Dalam hukum ini, viññāna yang dimaksud adalah patisandhiviññāna atau dengan kata lain sebagai sambhavesī. JIka demikian halnya, bisa diartikan bahwa sambhavesī muncul tergantung pada nāmarūpa dan karena sambhavesī, di sana muncullah nāmarūpa. Berpatokan pada ini, secara langsung, sambhavesī membutuhkan rūpa untuk eksis dan rūpa di sini bisa dikategorikan sebagai makanan materi.

Be happy.

Offline wong cilik

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 48
  • Reputasi: 4
  • Gender: Female
  • Be Simple Be Humble
Re: Bhuta (terlahir) dan sambhavesi (belum lahir)
« Reply #8 on: 02 May 2010, 10:36:32 AM »
OK Terimakasih atas semua penjelasannya. Its so enlightening. Tugas sekolah saya akan segera terselesaikan nih..................


Btw, benarkan kalau saya berhipothesis bahwa apa yang kita sebutkan di atas adalah dari "KACAMATA" Theravāda dan tentu saja ada argumen dari "KACAMATA" sekte lain yang bisa saja dan bahkan jelas tidak sama??????????


Terimakasih  _/\_