Adalah suatu berkah besar apabila mampu hidup dizaman yang sama dengan Sammasambuddhamemang sebuah berkah besar.....
Untuk terlahir sebagai manusia,
saya kira kita semua cukup paham bagaimana sulitnya
Apalagi berjodoh dengan Dhamma,
lebih lebih lagi berjodoh dengan sammasambuddha
dalam dua kehidupan pula lagi...
Setelah lebih kurang memahami besarnya "berkah" (atau mungkin istilah kerennya "parami") yang dimiliki si bodoh.
Apakah anda yakin ?
kalau bhikku tersebut hanya bermodalkan dhamma yang ia pelajari di zaman siddartha gautama ?
lebih-lebih lagi dengan 2 kekuatan batin yang ia miliki pada hari yang sama ia menembus.
dan mungkin nanti bakalan ada pertanyaan nomer 5.
yang isinya: "Mengapa Kassapa gagal mendidik Bhikku tersebut, dan Mengapa Gautama mampu membimbing sampai penembusan"
mungkin Kassapa bukan gagal, tetapi berhasil mempersiapkan sang murid agar dapat mencapai penceerahan di masa depanyap, maybe :)
Pertama-tama, "kebodohan" Culapanthaka adalah rintangan kamma, bukan berarti dari dulu tidak pernah berlatih. (Menurut kisah-kisahnya, ia telah berlatih 20.000 tahun penuh di masa Buddha Kassapa.) Ke dua, "kebodohan"-nya bukan berkaitan dengan pencerapan atau seperti orang autistik, tetapi tidak mampu "mengingat". Ingatan berkenaan dengan masa lampau, Sati berkenaan dengan "saat ini". Jadi bisa-bisa saja orang mengembangkan Sati walaupun mengalami gangguan ingatan. Ke tiga, Culapanthaka memang bertekad menjadi maha-savaka dan parami-nya belum cukup pada masa Buddha Kassapa. Jadi bukannya Buddha Kassapa yang "payah", tetapi memang belum waktunya saja. Terakhir, Buddha Gotama memang memiliki "ikatan" masa lampau dengan Culapanthaka di mana dikisahkan "Culapanthaka" belajar dari seorang guru (Bodhisatta) namun tidak bisa ingat apa-apa, jadi diberikan sebaris "mantra", yang kemudian menyelamatkan dirinya dari pencuri. "Mantra" itu kemudian juga menyelamatkan raja dari usaha pembunuhan. Dalam kisah lain, bermodal bangkai tikus dan petunjuk dari Bodhisatta, "Culapanthaka" yang baru datang ke kota dengan tangan kosong, mampu menjadi orang yang kaya raya dalam 4 bulan.jadi begitu ya menurut anda bro...menyadari ga ada hubungannya dengan "mengingat".
Jadi tidaklah mengherankan kalau Culapanthaka di kehidupan terakhir pun memiliki kecocokan untuk belajar dari Buddha Gotama.
Pertama-tama, "kebodohan" Culapanthaka adalah rintangan kamma, bukan berarti dari dulu tidak pernah berlatih. (Menurut kisah-kisahnya, ia telah berlatih 20.000 tahun penuh di masa Buddha Kassapa.) Ke dua, "kebodohan"-nya bukan berkaitan dengan pencerapan atau seperti orang autistik, tetapi tidak mampu "mengingat". Ingatan berkenaan dengan masa lampau, Sati berkenaan dengan "saat ini". Jadi bisa-bisa saja orang mengembangkan Sati walaupun mengalami gangguan ingatan. Ke tiga, Culapanthaka memang bertekad menjadi maha-savaka dan parami-nya belum cukup pada masa Buddha Kassapa. Jadi bukannya Buddha Kassapa yang "payah", tetapi memang belum waktunya saja. Terakhir, Buddha Gotama memang memiliki "ikatan" masa lampau dengan Culapanthaka di mana dikisahkan "Culapanthaka" belajar dari seorang guru (Bodhisatta) namun tidak bisa ingat apa-apa, jadi diberikan sebaris "mantra", yang kemudian menyelamatkan dirinya dari pencuri. "Mantra" itu kemudian juga menyelamatkan raja dari usaha pembunuhan. Dalam kisah lain, bermodal bangkai tikus dan petunjuk dari Bodhisatta, "Culapanthaka" yang baru datang ke kota dengan tangan kosong, mampu menjadi orang yang kaya raya dalam 4 bulan.jadi begitu ya menurut anda bro...menyadari ga ada hubungannya dengan "mengingat".
Jadi tidaklah mengherankan kalau Culapanthaka di kehidupan terakhir pun memiliki kecocokan untuk belajar dari Buddha Gotama.
Adalah suatu berkah besar apabila mampu hidup dizaman yang sama dengan Sammasambuddhamemang sebuah berkah besar.....
Untuk terlahir sebagai manusia,
saya kira kita semua cukup paham bagaimana sulitnya
Apalagi berjodoh dengan Dhamma,
lebih lebih lagi berjodoh dengan sammasambuddha
dalam dua kehidupan pula lagi...
Setelah lebih kurang memahami besarnya "berkah" (atau mungkin istilah kerennya "parami") yang dimiliki si bodoh.
Apakah anda yakin ?
kalau bhikku tersebut hanya bermodalkan dhamma yang ia pelajari di zaman siddartha gautama ?
lebih-lebih lagi dengan 2 kekuatan batin yang ia miliki pada hari yang sama ia menembus.
dan mungkin nanti bakalan ada pertanyaan nomer 5.
yang isinya: "Mengapa Kassapa gagal mendidik Bhikku tersebut, dan Mengapa Gautama mampu membimbing sampai penembusan"
tapi saya tanyakan apakah sati berbeda dengan kemampuan mencerap?
dari apa yg saya tangkap cerita ini, apakah mencapai arahat hanya di perlukan sadar "saat ini" dan tidak butuh yg lain?
kemudian ketika sesudah mencapai arahat, disitu "kemampuan mencerap-nya pun naik"
harus nya ada donk antara sati dan kemampuan mencerap....
masalah nya adalah "dari bodoh sampai pintar ga nyampe 1 minggu"
apa bikkhu bodoh lebih cepat mencapai arahat dari pada bikkhu normal?
saya kira kalau di jawab dengan hanya "kamma dan parami" maka tidak perlu lagi kita meneliti sutta....soalnya jawabannya ampuh...hehehe :)
berikut adalah kisah bikkhu Culapanthaka
kita manusia awam, atau para bikkhu sangha sekarang...saya jamin tidak mungkin sebodoh dan pelupa seperti Bikkhu Culapanthaka...
1.dikatakan adalah hanya 1 syair dalam 4 bulanitu pun "tidak mampu" jadi...saya pikir apakah cerita ini sungguhan atau rekaan?
2.apabila cerita ini benar...apakah "sati" tidak ada hubungannya dengan "mengingat/kemampuan mencerap"?
3.lalu bagaimana dengan bikkhu sangha yg sekarang berlatih giat dan dengan di berkahi ke-normalan-nya...masih kesulitan mencapai "arahat" apalagi kita umat awam?
4.berapa lama waktu bikkhu tersebut mencapai arahat di hitung mulai dari belajar dhamma?
jadi begitu ya menurut anda bro...menyadari ga ada hubungannya dengan "mengingat".
Setelah makan siang, seperti yang diperintahkan oleh Sang Buddha, Culapanthaka menyampaikan khotbah Dhamma, khotbah tentang keyakinan dan keberanian, mengaum bagaikan raungan seekor singa muda. Ketika masalah Culapanthaka dibicarakan di antara para bhikkhu. Sang Buddha berkata bahwa seseorang yang rajin dan tetap pada perjuangannya akan mencapai tingkat kesucian arahat.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 25 berikut ini:
Dengan usaha yang tekun, semangat, disiplin dan pengendalian diri, hendaklah orang bijaksana membuat pulau bagi dirinya sendiri yang tidak dapat ditenggelamkan oleh banjir.[/spoiler]
kita manusia awam, atau para bikkhu sangha sekarang...saya jamin tidak mungkin sebodoh dan pelupa seperti Bikkhu Culapanthaka...
1.dikatakan adalah hanya 1 syair dalam 4 bulanitu pun "tidak mampu" jadi...saya pikir apakah cerita ini sungguhan atau rekaan?
2.apabila cerita ini benar...apakah "sati" tidak ada hubungannya dengan "mengingat/kemampuan mencerap"?
3.lalu bagaimana dengan bikkhu sangha yg sekarang berlatih giat dan dengan di berkahi ke-normalan-nya...masih kesulitan mencapai "arahat" apalagi kita umat awam?
4.berapa lama waktu bikkhu tersebut mencapai arahat di hitung mulai dari belajar dhamma?
kalau saya boleh revisi, sis..... mungkin bukan kesempatan yg sama namun semua org mempunyai kesempatan utk mencapai kesucian
tapi kesempatannya ga sama, misal yg tekun lebih berpotensi lebih cepat
yg konsentrasinya lebih bagus, berpotensi lebih cepat
dstnya
Itu yg disebut : Semua orang mempunyai bibit kebuddhaan
Pertama-tama, "kebodohan" Culapanthaka adalah rintangan kamma, bukan berarti dari dulu tidak pernah berlatih. (Menurut kisah-kisahnya, ia telah berlatih 20.000 tahun penuh di masa Buddha Kassapa.) Ke dua, "kebodohan"-nya bukan berkaitan dengan pencerapan atau seperti orang autistik, tetapi tidak mampu "mengingat". Ingatan berkenaan dengan masa lampau, Sati berkenaan dengan "saat ini". Jadi bisa-bisa saja orang mengembangkan Sati walaupun mengalami gangguan ingatan. Ke tiga, Culapanthaka memang bertekad menjadi maha-savaka dan parami-nya belum cukup pada masa Buddha Kassapa. Jadi bukannya Buddha Kassapa yang "payah", tetapi memang belum waktunya saja. Terakhir, Buddha Gotama memang memiliki "ikatan" masa lampau dengan Culapanthaka di mana dikisahkan "Culapanthaka" belajar dari seorang guru (Bodhisatta) namun tidak bisa ingat apa-apa, jadi diberikan sebaris "mantra", yang kemudian menyelamatkan dirinya dari pencuri. "Mantra" itu kemudian juga menyelamatkan raja dari usaha pembunuhan. Dalam kisah lain, bermodal bangkai tikus dan petunjuk dari Bodhisatta, "Culapanthaka" yang baru datang ke kota dengan tangan kosong, mampu menjadi orang yang kaya raya dalam 4 bulan.
Jadi tidaklah mengherankan kalau Culapanthaka di kehidupan terakhir pun memiliki kecocokan untuk belajar dari Buddha Gotama.
Ikut komentar yah...Kalau saya pikir,karena kebodohannya lah maka dia bisa mencapai arahat.Karena bodoh dia jadi lebih fokus.Usaha yang dilakukan hanya itu saja.Dan karmanya yang didapatnya sungguh baik karena lahir dan hidup di lingkungan buddhisme.
Kalau kita mau memperhatikan,semakin pintar seseorang.Semakin jauh pikirannya berkembang.Merencanakan ini itu..memikirkan ini itu.Orang bodoh tidak akan sebesar dan sejauh itu pemikirannya.Mereka lebih besar keyakinannya dari pada orang pintar.Mereka tidak pernah menganalisa seperti yang dilakukan orang pintar.
Disaat kita mendengarkan sesuatu pasti kita berpikir dulu..apakah ini benar??Apa maksud dari semua ini??Kenapa harus seperti ini???
Orang bodoh tidak akan banyak menggunakan pikirannya.Untuk mencapai arahat itu akan sangat membantu tapi untuk bersaing dalam kehidupan,orang bodoh akan mati.
Yang dicontohkan bro williamhalim itulah yang saya maksudkan.
Kalau cuma sekedar teori mungkin kita bisa mengatakan orang bodoh juga bisa begini juga bisa begitu.Tapi dalam keseharian yang saya lihat sendiri.Mereka jauh bahagia dalam hidup karena keadaannya.
Mereka tidak menjadi serakah karena keterbatasan pikirannya.Coba Bro mayvise memperhatikan dan berdiskusi dengan orang bodoh.Coba suruh mereka mencuri dan lihat berapa takutnya mereka.Bahkan lebih besar rasa takut dari pada orang yang pintar/jenius.Kenapa???Orang pintar mempunyai kemampuan berpikir luas dan jauh.mereka melakukan sesuatu dan mencari jalan keluarnya.orang bodoh tidak sampai berpikir seperti itu.
Dan orang bodoh tidak berpikir macam-macam.Orang bodoh yang hidup dalam lingkungan tidak baik sangat susah diluruskan.Begitu juga orang bodoh yang hidup dilingkungan Buddhisme akan susah dibelokkan.
Kenapa saya bilang orang bodoh akan mati dalam persaingan???Orang bodoh umumnya mengambil jalan itu cuma lurus saja.Jadi dia jika dia percaya,dia tidak akan berpikir panjang.Sangat mudah ditipu..
Maaf yah,saya masih belajar.Jadi mungkin ada yang bisa melengkapi...:)
Yang dicontohkan bro williamhalim itulah yang saya maksudkan.Misalnya pemakaian AC, bagi orang yang tidak tahu apa-apa yah menikmati saja. Setelah "banyak tahu" bahwa AC itu buruk bagi lingkungan, setiap pakai AC, pikiran kepedulian akan lingkungan menjadi mengganggu, jadi kurang bahagia. Akhirnya AC dimatikan, jadi kepanasan, kurang bahagia juga. Jadi bisa disimpulkan orang bodoh lebih bahagia, begitukah maksudnya?
Kalau cuma sekedar teori mungkin kita bisa mengatakan orang bodoh juga bisa begini juga bisa begitu.Tapi dalam keseharian yang saya lihat sendiri.Mereka jauh bahagia dalam hidup karena keadaannya.
Mereka tidak menjadi serakah karena keterbatasan pikirannya.CobaKalau dalam Ajaran Buddha, manakah yang lebih sesuai?BroSis mayvise memperhatikan dan berdiskusi dengan orang bodoh.Coba suruh mereka mencuri dan lihat berapa takutnya mereka.Bahkan lebih besar rasa takut dari pada orang yang pintar/jenius.Kenapa???Orang pintar mempunyai kemampuan berpikir luas dan jauh.mereka melakukan sesuatu dan mencari jalan keluarnya.orang bodoh tidak sampai berpikir seperti itu.
Kalau saya memperhatikan diri saya sendiri.Dan bertanya kenapa bisa melekat pada banyak hal??Karena memuaskan nafsu duniawi saya ,karena panca indera saya.Dan semuanya itu diolah dipikiran.Jika kemampuan berpikirlah yang dianggap masalah, bukankah seharusnya binatang yang lebih sedikit berpikir yang adalah lebih bahagia? Bagaimana pendapat Bro sriyeklina sendiri?
Saya merasakan benci juga lewat pikiran.Marah,senang dll semuanya diolah di pikiran.Saya bisa mengatakan begini sejak saya belajar mengamati pikiran saya sendiri.Dan saya berpikir bahwa pikiran adalah pusat pabrik-nya.Dan kebijaksanaanlah yang diperlukan untuk mengendalikan pikiran.Dan orang bodoh tidak berpikir macam-macam.Orang bodoh yang hidup dalam lingkungan tidak baik sangat susah diluruskan.Begitu juga orang bodoh yang hidup dilingkungan Buddhisme akan susah dibelokkan.
[at] sriyeklina, Sang Buddha mengkategorikan 3 jenis kebijaksanaan, sutta, cinta dan bhavana maya panna.
Maaf kalau OOT,ada yang bisa tunjukkan cara bagaimana meng-quote per bagian seperti bro Kainyn diatas??Saya tidak tahu caranya.Kalau kita reply (bukan "quick reply"), ada pilihan "Insert Quote" di bawah "Change Color". Kalau diklik akan keluar "quote" dan "/quote" di dalam kurung siku "[]". Bagian yang mau dikutip itu ditaruh di antara "quote" dan "/quote". Kalau mau 2 bagian, tinggal klik lagi "Insert Quote"-nya.
Saya tidak pernah mengatakan bahwa kemampuan berpikir menjadi MASALAH.Atau mungkin kata-kata saya kurang cocok yah.Kata otak atau kesadaran mungkin lebih cocok.Bagi yang menganggap kata-kata itu lebih tepat.Tidak masalah, saya juga rasa yang penting adalah mengingat inti ajaran, bukan menghafal sutta yang mana. Tetapi kalau bisa, juga diingat/dicatat agar bisa dibagikan ke orang lain.
Saya ada membaca sutta yang mengatakan bahwa kita menderita karena hidup di masa lalu dan dimasa datang.Tidak hidup dihari ini.Selagi lagi saya minta maaf yah,kalau saya untuk mengingat sutta yang mana.Jujur saya tidak ingat.Saya membaca sesuatu lebih senang mencari maknanya.Jadi tolong jangan ditanya balik ke saya lagi.
Jadi setelah saya membaca sutta itu,saya berpikir dan periksa diri.Dan sutta itu betul sekali.Selama ini yang membuat saya menderita karena berpikir tentang masa lalu dan mengkhawatirkan atau mengejar yang akan datang.Contoh:Jika saat ini saya belum punya rumah.Maka saya berusaha ,bagaimana mewujudkan rumah itu.Kenapa ingin punya rumah??Karena memikirkan banyak hal seperti:bagaimana jika punya anak nanti?Akan susah kontrak sana sini.Dan waktu yang tepat adalah saat belum menikah dan belum punya anak.Karena jika sudah punya anak,biaya akan semakin membesar.Demikian pula perasaan tidak menyenangkan juga ada pada masa lalu, sekarang dan masa depan. Contohnya sudah diberikan bro sendiri.
Saya bandingkan kehidupan saya dengan lingkungan lain yang saya tinggali.Sudah beberapa tahun saya hidup dikampung yang listrikpun tidak ada.Anda tahu tempat tinggal mereka hanya dari papan dengan ukuran 3x4m.Tapi mereka tidak menderita stress seperti yang saya alami.Mereka tetap ketawa walau cuma makan daun ubi hampir setiap hari.Mereka tidak pernah memusingkan hal-hal yang didepan.Mereka tidak stress karena tidak memiliki mobil atau televisi.Mereka hidup apa adanya dan menerima apa adanya.Memang kebahagiaan bathin bukan berasal dari luar.
Menurut bro Kainyn_kutho apakah karena mereka berpikir banyak/rumit/panjang sehingga bisa bahagia seperti itu?Banyak mana pikiran mereka dengan saya??Pangeran Siddhatta memiliki semua harta dan kenikmatan duniawi sejak lahir, namun malah memilih kehidupan petapa tanpa kepemilikan. Menurut bro sendiri, apakah karena berpikir panjang atau tidak berpikir panjang?
Saya bandingkan dengan penduduk lain yang masih dikampung itu juga.Menurut saya orang itu pintar.Cuma karena wawasan,pengetahuan dan pendidikan yang tidak ada.Dia cepat belajar.Apa saja yang kita ajarin dia cepat menangkap.Anda tahu apa yang terjadi???Awalnya dia orang yang lugu,tapi begitu dia pintar dan mengerti banyak hal.Bahkan saya sendiripun bisa dia buat terjungkal dalam usaha.Sangat-sangat jauh sekali perbedaannya dengan pertama kali saya kenal.Kembali lagi, jika anda berpikir seperti itu, maka orang pintar tidak ada yang baik.
Anda tahu???Betapa awalnya saya sangat membenci orang itu.Dan semua pikiran buruk pun berjalan dipikiran saya.Saya bukan tidak bisa membalasnya.Saya bisa menghancurkan orang itu lebih parah.Tapi 1hal yang saya sadari,disaat saya merasakan benci dan berpikir buruk.Yang saya rasakan sangat menderita sekali.Apakah anda pernah merasakan hal itu????Ya saya pernah merasakannya.
Dan setelah membaca banyak hal sejak kenal forum ini.Saya mengerti kenapa orang itu begitu.Karena dia tidak bisa mengendalikan gejolak batinnya.Dia cenderung melepaskan dirinya dengan nafsu keduniawian.Di sini saya setuju. Memang pikiran adalah "pabrik"-nya. Demikian saya katakan bahagia dan tidak bahagia, bukan dari banyak/dikit produknya, tetapi dari kualitas produk yang dihasilkan pabrik tersebut.
Dari situ saya bisa katakan bahwa pikiran adalah pabriknya.Segala sesuatu hal baik atau buruk itu semua di proses disana.Selanjutnya baru terjadi tindakan.Dan kebijaksanaanlah yang sangat dibutuhkan untuk jadi pengendalinya.Sehingga disaat kita berpikir buruk,kebijaksanaan yang menyadarkan.Disaat kita berpikir baik,kebijaksanaan yang mendorong untuk mewujudkan.
Dan darimana kita dapatkan kebijaksanaan???Pengalamankah,wawasankah,pendidikankah???Apa semuanya itu tidak butuh kemampuan untuk berpikir dan mencerna yang diterima baik secara teori maupun praktek?Dan setelah kita cerna dan kita bisa terima.Selanjutnya apa???Keyakinan kan??Coba baca kisah pendek di topik Kisah Sariputta Thera– Dhammapada Atthakatha (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,15069.0.html) ini. Apakah setelah belajar secara teori dan praktek, kebijaksanaan Sariputta didapatkan dari "keyakinan"?
Bagaimana jika orang itu melompat langsung pada proses yakin.Dan menjalankan semua syarat untuk mendapat pencerahan.Apakah itu tidak boleh??Bukankah itu memotong jalur namanya menjadi lebih cepat?Dalam Buddhisme, diajarkan menyelidiki baru percaya. Bolehkan proses penyelidikannya saya lompati saja, langsung pada proses yakin?
Tapi tidak semua orang bisa seperti itu.karena orang yang biasa bermain dengan pikiran,pasti menerima sesuatu , dipikirkan dulu baru bisa yakin.Karena sudah menjadi kebiasaan jadi susah dirubah.Ya. Beruntunglah orang yang menyelidiki dulu baru percaya sebab ia mengetahui apa yang ia yakini.
Kecerdasan Intelektual bisa diasah dari membaca dan menganalisa sedangkan Kecerdasan Spiritual hanya Muncul dari Pengalaman, Praktek berlatih dan tentu saja bekal "karma" kita..
Saya pernah berpikir seperti ini saat saya belajar Meditasi " Mungkin lebih baik aku belum pernah membaca buku tentang meditasi". Rekan2 mungkin pernah merasakan bahwa kita terlalu sibuk menganalisa pikiran kita sendiri yang seakan-akan itu adalah "Sati" padahal menurut saya itu adalah kecerdasan Intelektual.....