Kedua, adanya intisari sutra yang perlu dilihat.
Intisari sesungguhnya dari semua kitab suci Kendaraan Besar (Mahayana) adalah Realitas Mutlak itu sendiri. Apakah itu Realitas Mutlak? Realitas Mutlak adalah Pikiran Murni dari mahluk indriawi.
6 Pikiran ini tidak didalam juga tidak diluar, dan tidak diantaranya. Pikiran ini bukan masa lalu, sekarang, atau masa depan. Pikiran ini tidak hijau atau kuning atau merah atau putih, panjang atau pendek atau segiempat atau bundar. Pikiran ini bukan wangi, bukan rasa, bukan tekstur, bukanlah obyek batiniah. Bilamana dicari kita tidak bisa menemukannya, akan tetapi kita tidak bisa mengatakan bahwa pikiran ini tidak ada. Pikiran ini menciptakan semua dunia dan segala alam, namun kita tidak bisa mengatakan bahwa pikiran ini ada. Pikiran ini terlepas dari pikiran-pikiran terkondisi dan pembedaan-pembedaan dari semua dunia dan karakteristik. Akan tetapi pikiran-pikiran terkondisi dan pembedaan-pembedaan dari dunia-dunia dan karakteristik-karakteristik tidak mempunyai identitas terpisah apapun yang terlepas darinya.
Pada intinya, realitas mutlak terlepas dari segala karakteristik, namun tergabung dengan segala perwujudan. Terlepas dari segala karakteristik, realitas mutlak tidak berbentuk dan tergabung dengan segala perwujudan, realitas mutlak memberikan semua bentuk-bentuknya. Disebabkan kurangnya alternatif, kami lekatkan padanya nama “realitas mutlak” [yakni, Pikiran Murni, Tanda Nyata (Real Mark), Sifat Kebudhaan].
Intisari dari Realitas Mutlak tidaklah diam ataupun sadar, akan tetapi kedua-duanya. Baik diam maupun selamanya bersinar dengan kesadaran, baik bersinar dengan kesadaran maupun selamanya diam. Dalam hal bersinar dengan kesadaran namun diam, ini disebut Alam Cahaya Diam Abadi. Dalam hal diam namun bersinar dengan kesadaran, ini dinamakan Dharmakaya murni (Tubuh Dharma). Diam sadar disebut Dharmakaya, Tubuh Dharma dari semua Buddha. Sadar diam disebut Sambhogakaya, Tubuh Pahala.
[Bagi para Buddha] diam dan kesadaran bukan dua, tubuh dan alam bukan dua, apa yang sudah menjadi sifatnya dan yang disebabkan latihan bukan dua, hakikat sesungguhnya dan fungsi responsif bukan dua – segala sesuatunya adalah realitas mutlak. Realitas dan yang kelihatan
sama sekali bukan dua maupun dua.Jadi, esensi dari realitas sebagai suatu keseluruhan bertindak sebagai
lingkungan yang mengelilingi mahluk indriawi maupun sebagai tubuh-tubuh mereka, bertindak sebagai Tubuh Dharma maupun sebagai Tubuh Pahala dari para Buddha dan bertindak sebagai diri sendiri maupun sebagai orang lain.
Dengan demikian, orang yang membicarakan sutra dan orang yang dibicarakan, para Buddha yang dapat membebaskan mahluk-mahluk indriawi dan mahluk-mahluk indriawi yang dibebaskan, kemampuan mengambil ikrar dan yang diikrarkan, kemampuan mengkonsentrasikan nama-Buddha dan nama-Buddha yang dikonsentrasikan, kemampuan untuk dilahirkan di Surga Barat dan lahir di Surga Barat itu sendiri, kemampuan mengagungkan para Buddha dan para Buddha yang diagungkan – semua ini merupakan jejak dari “cap sejati (true seal)” dari Realitas Mutlak. Dengan perkataan lain, Pikiran Sejati (Pikiran Bodhi) dari mahluk indriawi merupakan intisari dari semua sutra-sutra Mahayana.
Ketiga adanya azas pedoman yang perlu dijelaskan.
Azas pedoman merupakan jalan penting untuk mengolah praktek, merupakan penghubung kunci untuk pemahaman intisari [dari pikiran kita], merupakan kerangka kerja pemanduan untuk banyak sekali praktek. Ketika jaring ditarik, mata-jalanya akan terbuka. Ketika kerah baju diangkat, dada dan lengan baju juga ikut terangkat. Jadi, setelah penjelasan intisari sutra, kita harus melihat azas pedoman.
Azas penting pengolahan (kultivasi) dalam sutra ini adalah untuk
mengembangkan keimanan dan berikrar dan melafalkan nama-Buddha. Tanpa keimanan, kita tidak cukup diperlengkapi untuk berikrar. Tanpa berikrar kita tidak cukup diperlengkapi untuk mempedomani praktek. Tanpa praktek luar biasa dalam melantunkan nama-Buddha, kita tidak cukup diperlengkapi untuk memenuhi ikrar dan untuk membawa keimanan kita berbuah.
Mula-mula sutra menyatakan lingkungan murni dari Surga Barat dan raga-raga yang dimuliakan dari para penghuninya dalam rangka menimbulkan keimanan dalam diri kita.. Berikutnya sutra meminta kita berikrar untuk mempedomani praktek. Kemudian sutra mengajarkan kita praktek melafalkan nama-Buddha sebagai jalan untuk naik langsung keatas tanpa kembali (non retrogression).
Keimanan artinya memiliki keyakinan kepada diri sendiri dan kepada yang lain (Buddha dan para Bodhisatva). Yakin akan hukum sebab akibat, yakin akan perwujudan (phenomenon) dan kebenaran hakiki (noumenon).
Berikrar artinya merasa enggan terhadap keduniawian dan melepaskan diri dari keduniawian. Berikrar artinya dengan sukacita mencari Surga Barat Alam Kebahagian Tertinggi.
Praktek artinya dengan tekun mempraktekan penglafalan nama-Buddha dengan pikiran lurus dan tanpa kekacauan (dengan pikiran tertuju pada satu titik sasaran).
[
Keimanan].
Mempercayai diri sendiri. Artinya yakin bahwa pikiran sejati bukanlah perwujudan fisik maupun cerminan dari obyek-obyek tak bentuk, bahwa pikiran ini meluas melalui waktu tanpa masa sesudah maupun masa sebelum apapun dan melalui ruang tanpa batasan apapun. Walau mematuhi hukum sebab akibat sepanjang hari penuh, namun pikiran ini tetap tidak pernah berubah.
Seluruh ruang Sepuluh Penjuru dan semua alam-alam yang tak terhitung seperti atom-atom asalnya adalah sesuatu yang diciptakan oleh pikiran kita ini. Walaupun terperdaya dan terkacaukan jika dalam satu kejapan tunggal kita kembali kepada Pikiran ini, kita pasti akan dilahirkan di Alam Kebahagian Tertinggi yang asalnya inheren didalam pikiran kita sendiri, dan tidak lagi dipersulit oleh perasaan cemas dan ragu. Ini dinamakam "yakin kepada diri sendiri".
Percaya kepada yang lain artinya meyakini bahwa Sakyamuni Tathagatha pasti tidak berdusta dan Yang Termulia Dunia Sang Amitabha pasti tidak berikrar sia-sia. Ini artinya memastikan bahwa semua Buddha dari segala penjuru tidak pernah berdusta, dan ini artinya kita mengikuti ajaran sejati dari semua yang tercerahkan. Ini berarti membangun keinginan kita mencari kelahiran di Surga Barat, tidak lagi diburu oleh perasaan ragu dan kacau. Ini dinamakan "yakin kepada yang lain".
Mempercayai dasar sebab akibat artinya meyakini bahwa sekalipun pemanggilan nama-Buddha dilaksanakan dalam keadaan pikiran yang terpencar dan kacau tetap saja ini merupakan suatu benih bagi pencerahan, dan bahkan menjadi lebih benar lagi manakala memanggil nama-Buddha dalam keadaan pikiran lurus dan tanpa kekacauan. [Jika kita berpikiran lurus ketika memanggil nama Buddha Amitabha], bagaimana kita bisa gagal terlahir di Surga Barat? Ini artinya "meyakini dasar sebab akibat", yakni meyakini bahwa penglafalan tersebut merupakan sebab dari pencerahan.
Mempercayai hasil artinya memiliki keimanan yang mendalam bahwa semua mahluk spiritual luar biasa yang berkumpul di Surga Barat mempraktekan Samadi Pengingatan Buddha, suatu konsentrasi meditatif yang diperoleh dari penglafalan nama-Buddha. Jika menanam benih melon, kita akan memperoleh melon, dan jika menanam benih kacang kita akan mendapatkan kacang. [Akibat mengikuti sebab] ibarat bayangan mengikuti bentuk fisiknya, bagaikan gema menjawab bunyi. Tiada satupun yang dijahit sia-sia, ini dinamakan "mempercayai hasil".
Mempercayai perwujudan faktual (phenomena) artinya memiliki keimanan yang mendalam bahwa walaupun pikiran kita ini sebentar saja, alam-alam Sepuluh Penjuru yang berdasarkan kepadanya tidaklah ada habis-habisnya. Alam Kebahagian Tertinggi sungguh-sungguh ada 10 milyar alam-kebudhaan jauhnya, dipercantik dengan hiasan-hiasan murni tertinggi. Ini bukanlah cerita fabel dari Chuang-tzu. Ini dinamakan "meyakini perwujudan faktual".
Mempercayai kebenaran hakiki (noumenon) artinya memiliki keimanan yang mendalam bahwa 10 milyar alam-kebudhaan pada kenyataanya tidaklah berada diluar pikiran kita. karena sesungguhnya tidak ada satu apapun diluar Pikiran ini, kita mendapat kepastian yang mendalam bahwa kumpulan keseluruhan mahluk-mahluk dan lingkungannya di Surga Barat merupakan sekumpulan pencerminan yang timbul dalam pikiran kita. Semua perwujudan tergabung dengan kebenaran hakiki, semua kekeliruan tergabung dengan kebenaran. Semua praktek tergabung dengan Sifat Sejati. Semua yang lainnya akan tergabung dengan diri sendiri. Pikiran bawaan milik kita bersifat mencangkup-semua. Ibarat 1000 buah lampu didalam satu ruangan, masing-masing saling menyinari satu sama lain dan berkasnya tergabung dengan berkas-berkas sinar yang lain tanpa suatu halangan apapun. Ini dinamakan "meyakini kebenaran hakiki (noumenon)".
[
Berikrar]. Sekali setelah memiliki bentuk-bentuk keimanan ini, kita harus memahami bahwa dunia keduniawian adalah kotoran yang terbawa oleh pikiran kita sendiri dan harus dilepaskan; Surga Barat adalah kemurnian yang dilahirkan oleh pikiran kita sendiri dan harus kita cari dengan suka-cita.
7 Kita harus melepaskan kekotoran sama sekali, sampai tidak ada yang bisa kita lepaskan lagi dan kita harus meraih kemurnian sama sekali, sampai tidak ada yang bisa kita raih lagi.
CATATAN KAKI:
6. Lihat penjelasan berikut ini dengan prinsip dasar yang sama oleh Suhu Hsuan Hua:
Sutra ini adalah Dharma Mahayana ... dan menerima Tanda Nyata (Real Mark) sebagai inti pokoknya. Tanda Nyata tidaklah bertanda. Tiada terdapat tanda, tiada sama sekali, namun tiada satupun yang tidak ditandai. Tanpa-tanda, sesungguhnya adalah kekosongan sejati, dan dengan tanpa sesuatupun yang tanpa-tanda, itulah keberadaan yang indah sekali) ... Kesedemikianan Sejati (True Suchness), Alam Dharma Sejati Tunggal, Thus Come One's Store Nature, semuanya adalah nama-nama yang berbeda dari Tanda Nyata (Hsuan Hua, A General Explanation the Buddha Speaks of Amitabha Sutra [the Amitabba Sutra], p.23).
Ajaran "penciptaan" Pikiran dan lingkungan mahluk-mahluk indriawi, dinyatakan dalam banyak sutra-sutra Mahayana seperti Sutra Avatamsaka, Sutra Surangama dan Sutra Teratai, terlambangkan dalam bait-bait berikut:
Pabila seseorang ingin memahami sepenuhnya
Semua Buddha dari segala waktu
Renungkan sifat Alam Dharma
Sesuatunya terbuat dari Pikiran sendirian (Avatamsaka Sutra, bab 20).
Satu pikiran yang satu adalah syarat
untuk penciptaan alam-kebuddhaan;
Satu pikiran yang keliru adalah sungguh
penyebab sembilan alam samsara.
Ini bukanlah penciptaan dalam pengertian menciptakan sesuatu dari yang hampa. Doktrin ini bermakna bahwa secara praktis dikatakan dunia hanya "ada" sedemikian dikarenakan kesadaran kita, dan bahwa apa yang kita terima menjadi dunia dengan sendirinya adalah berdasarkan kepada pengalaman dan kesimpulan. Tatanan konseptual yang diterima menjadi karakteristik dari realitas obyektif adalah, menurut doktrin ini, sebuah proyeksi pikiran, sebuah gambaran yang menyaring dan membentuk pengalaman sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan mental yang berkembang sepanjang sejarah spesies, peradaban, dan individu (Thomas Cleary, The Flower Ornament Scripture[the Avatamsaka Sutra], Jilid Satu, p 23).
7. Untuk penjelasan mendalam mengenai konsep ini, silahkan merujuk ke Pure Land Buddhism: Dialogues with Ancient Masters, Bagian I, Patriark Chih I, Pertanyaan 10 (penerbit Sutra Translation Committee).
Bersambung....