astaga, thread ini mengalahkan semua thread lain dalam hal jumlah pages dalam sehari.
Kita tidak sedang mengoreksi David dan mencari-cari kesalahannya, Bro. Yang saya tekankan adalah: "Apa yang akan dilakukan jika kita berada di posisi David?". Tidak perlu membahas ketidak-cakapannya dalam mengkoordinir dan mengantisipasi hal ini terjadi di masa depan. Yang saya singgung adalah "mau ambil prospek Mr. Ovat atau tidak". Simpel toh?
jika saya di posisi david, maka saat itu juga saya menutup bisnis saya, kemudian buka google untuk mencari sekolah bisnis terbaik, dan besok paginya saya segera mendaftarkan diri ke sekolagh bisnis itu.
Siapa yang dapat meramal masa depan, Bro? Hari ini David setuju berbisnis dengan Mr. Okzul, namun siapa tahu Mr. Okzul bangkrut tiba-tiba dan tidak bisa dihubungi. Lalu datang Mr. Ovat. Apa karena sudah ada janji sumpah setia dengan Mr. Okzul, lalu David tidak menerima prospek bisnis dari Mr. Ovat?
itu lah kenapa david harus sekolah lagi agar paham bagaimana membuat perjanjian dagang
Bagi yang tetap ngotot bahwa bisnis ekspor (contohnya) bisa dilakukan tanpa berbohong, tolong jelaskan bagaimana perihal Undervalue Invoice. Jika ada yang bisa menjelaskan dengan tepat sekali bahwa mereduksi nilai harga penjualan adalah bukan kebohongan, maka saya akan berubah pikiran bahwa bisnis ekspor mungkin sekali untuk dijalankan tanpa musavada.
Jika ada yang belum paham seluk-beluk Undervalue Invoice, bisa tanya saya dulu atau cari tahu sendiri.
dulu saya pernah bekerja di sebuah perusahaan publik yg sering import barang dari USA dan Taiwan, dan kebetulan saya di divisi Accounting bagian system support, kadang2 saya terpaksa harus membuka2 dokumen (invoice) asli untuk mencocokkan dengan system, terutama ketika saya harus mendampingi tim external auditor yg selalu meminta data2. dan apa yg saya lihat adalah angka2 yg wajar dan tidak ada undervalue invoice. apakah undervalue invoice ini hanya berlaku pada bisnis kopi?
nah bro upasaka, bagaimana anda mensiasati undervalue invoice itu di hadapan auditor?
pada umumnya perusahaan publik memang tidak mau pusing dengan segala rekayasa data, karena tidak ada pemilik tunggal yg harus diuntungkan, dan jika perusahaan rugi pun tidak ada pemilik tunggal yg merasa rugi. perusahaan ini lebih fokus pada kerapian data perusahaannya.
Kadang situasinya seperti ini:
Mr. Okzul: "David, saya mau impor barang kamu. Tolong bantu saya dalam bisnis ini."
David: "Baik, Mister. Apa yang bisa saya bantu?"
Mr. Okzul: "Barang kamu sangat berkualitas. Saya ingin mempromosikannya di negara saya."
David: "Terimakasih."
Mr. Okzul: "Tolong bantu saya, agar kamu jangan menjual ke orang lain dari Turki. Plisss."
David: "Tapi itu sulit, Mister. Ini adalah bisnis internasional, semua orang bisa saling berhubungan."
Mr. Okzul: "Apakah kamu punya customer Turki selain saya sebelumnya?"
David: "Sampai saat ini, belum ada. Mister yang pertama."
Mr. Okzul: "Oleh karena itu, bantulah saya mengembangkan bisnis saya di Turki!"
David: "... Baik, Pak."
Posisikan diri kamu dalam keadaan David. Bagi teman-teman yang suka mendebat, cobalah berdebat dengan customer dalam kondisi ini.
jika saya adalah david, saya justru melihat hal ini sbg peluang bisnis yg bagus sekali dan dapat dilakukan tanpa berbohong
saya akan menjawab, "saya memang sudah punya customer Turki lainnya sebelum anda, tapi saya bisa saja memutuskan hubungan dagang dengan customer lain itu jika anda dapat menyerap jumlah barang yg saya ekspor ke customer lain itu, dan saya berjanji tidak akan menjual kepada customer lain lagi jika anda bisa menyerap XXX container sebulan."
Maksudnya idealis adalah "sikap yang tidak kompromi dengan apapun, pokoknya saya maunya A yah A". Dalam kalangan pebisnis, disebut sebagai tidak fleksibel.
silakan berkompromi tapi tidak dengan menganggap bahwa tidak ada bisnis yg dapat dilakukan dengan jujur
Setahu saya ada bisnis yang hampir sama sekali tidak perlu berbohong. Sebentar saya pikir dulu....
Bisnis koran dan majalah seperti pedangang di lampu merah, itu salah satunya. Lihat kan? Saya tidak idealis seperti yang kamu pikir.
saya pernah membeli koran kemarin dari pedagang koran di lampu merah, ini yg anda maksud dengan sama sekali tidak perlu berbohong?
Sebenarnya saya sangat memahami pola pikir kamu dan Bro Indra. Bahkan sebelum membahas di thread ini, saya dan Bro Indra sempat sedikit mendiskusikan hal ini saat rapat akbar para dewa DhammaCitta di Neraka Avici. Saya pun tidak tertarik mengubah pandangan kamu. Saya hanya menyajikan sudut pandang yang lain.
kita kan tidak sedang berbisnis, Bro. kenapa anad merasa perlu berbohong? saya tidak merasa pernah mendiskusikan hal ini dengan anda sebelumnya.
Apa salahnya memberi Undervalue Invoice ke customer? Eksportir bukan membawa kabur uang customer, memberikan barang yang beda kualitas, atau memungut profit yang tidak masuk akal kok.
selain bahwa hal itu adalah musavada, ada juga kemungkinan lain ditangkap KPK.
Lah, siapa yang melakukan pembenaran. Saya sudah mengakuinya kalau itu bohong dan kamma buruk kok.
kalau gak salah topiknya adalah "Apakah mungkin menjalankan bisnis dengan tanpa musavada (berbohong / tidak jujur)?"
Tentu saja. Karena kalian hanya menghakimi seolah-olah berbohong dengan Undervalue Invoice adalah garuka kamma.
koreksi: tidak ada yg menghakimi sebagai garuka kamma, di sini kita sedang berusaha untuk mencari jawaban atas pernyataan anda benarkah bahwa tidak mungkin berbisnis tanpa musavada.
Masa arogan sih? Maaf kalau saya benar-benar tampil arogan. Menurut saya, trik-trik itu memang tidak aplikatif dan sudah saya uraikan alasannya. Kalau kamu tidak percaya dengan alasan saya, ya sudah.
benar anda arogan seolah hanya anda yg melakukan bisnis ekspor atau kalau ada orang lain yg bisnis ekspor juga, tetap anda lah yg paling top. maaf kalau menyinggung tapi itulah kesan yg saya tangkap.