MeditasiMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata meditasi mempunyai arti ‘pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu’. Ini mirip dengan pengertian kata
samādhi dalam istilah Pali yakni ‘konsentrasi atau pemusatan batin’. Tetapi kalau kita meninjau penggunaan kata meditasi di kalangan umat Buddha, kata ini memiliki makna tidak sesempit ini. Kata ini lebih sepadan dengan istilah
bhāvanā yang mempunyai makna pengembangan batin. Dalam artikel ini, penggunaan istilah meditasi kebanyakan merujuk ke makna yang disebutkan terakhir ini (
bhāvanā).
Secara umum, meditasi dapat dibagi menjadi dua jenis yakni
samatha-bhāvanā dan
vipassanā-bhāvanā. Meditasi
samatha bertujuan pada pengembangan konsentrasi atau pengembangan ketenangan batin, dan biasanya dilakukan dalam posisi duduk bersila. Dalam
Buddhasasana, objek yang dianjurkan secara keseluruhan ada empat puluh. Apa pun objeknya, pada dasarnya objek meditasi
samatha adalah hal yang bertalian dengan konsep atau sebutan belaka (
paññatti).
Sedangkan dalam meditasi
vipassanā, objeknya adalah
paramattha-dhamma (ultimate reality), realitas yang terhakiki, sesuatu yang tak dapat diubah atau dibagi lagi menjadi hal-hal lain, yang tercerap berdasarkan sifat intrinsiknya sendiri (
sabhāva) atau eksis/ada karena sifat intrinsiknya sendiri.
Citta (kesadaran),
cetasikā (bentuk-bentuk atau faktor-faktor batin),
rūpa (fenomena materi) serta
nibbāna merupakan
paramattha-dhamma. Sebelum seseorang mencapai kesucian (mengalami
nibbāna),
paramattha-dhamma yang dapat dilihat hanyalah
citta, cetasika dan
rūpa saja. Karena ketiganya termasuk juga
saṅkhata-dhamma (hal-hal yang keberadaannya berkondisi) sehingga juga memiliki corak
anicca-dukkha-anatta. Dengan demikian
vipassanā acapkali disebut pula sebagai praktik memandang berbagai fenomena, termasuk
anicca-dukkha-anatta[1] atau pemahaman terhadap hal-hal yang berkondisi (
saṅkhāra)
[2].
Pa-auk Sayadaw yang berasal dari Myanmar mengajarkan praktik
samatha dulu baru ke
vipassanā. Sedangkan Mahasi Sayadaw, Shwe U Min Sayadaw, Mogok Sayadaw, Sunlun Sayadaw, U Ba Khin dan Goenka menyatakan apa yang diajarkan mereka adalah latihan
vipassanā langsung.
Apabila seseorang tidak memiliki kemampuan
samādhi yang cukup maka ia takkan mampu melihat
paramattha-dhamma dengan jelas. Oleh karena itu kebanyakan guru meditasi
vipassanā dewasa ini acapkali mengombinasikan latihan
samatha dan
vipassanā secara bersamaan bagi seorang pemula untuk mengembangkan daya
samādhi mereka.
Bagi seorang pemula yang tidak mau memusingkan apakah latihan meditasinya
samatha atau
vipassanā bisa berlatih
ānāpānassati sebagai langkah awal. Latihan
ānāpānassati (penyadaran atas keluar masuknya napas) merupakan latihan meditasi dasar yang dapat dilakukan setiap orang dengan karakter yang berbeda. Caranya adalah duduk bersila dengan posisi
padmasana (teratai penuh) atau setengah teratai atau
wirasana (kedua kaki diletakkan sejajar tidak saling menindih). Dengan badan yang tegap tetapi relaks, sambil memejamkan mata, kedua telapak tangan diletakkan di pangkuan, perhatian ditujukan pada keluar masuknya napas di antara daerah ujung hidung dan bibir bagian atas. Bernapaslah secara alamiah, dengan kata lain napas tidak dibuat-buat. Bila pikiran berkelana ke tempat lain, segeralah memperhatikan kembali napas. Kalau pikiran sangat liar maka gunakanlah metode menghitung napas. Saat menarik dan menghembuskan napas hitunglah satu, menarik dan menghembuskan napas hitung dua, dan seterusnya sampai delapan (antara lima dan sepuluh). Lalu kembali lagi ke satu. Demikianlah seterusnya.