setahun yang lalu, saya mengalami kehidupan ekonomi yang sulit. Di tengah penderitaan hidup akibat terpuruknya ekonomi, saya tidak lupa untuk selalu bermeditasi. Paling tidak, meditasi ini dapat melepaskanku dari kegelisahan hidup yang berlebihan, membuat saya tetap tenang dan berpikir jernih walaupun kesusahan hidup menghimpit. Saya tidak bermaksud lari dari kehidupan dengan cara bermeditasi, tapi meditasi dapat saya jadikan sebagai tempat istirahat tubuh batin, setelah begitu lelahnya menghadapi sulitnya kehidupan. Setidaknya saya tidak mengalami mental yang stress. Faktanya, selama masa sulit tersebut, justru saya mengalami berbagai kemajuan yang besar dalam bermeditasi.
Kemudian, kehidupan ekonomi saya bangkit kembali. Kini kehidupan keluarga kami cukup baik. Saya telah mengambil beberapa proyek pekerjaan sebagia proyek yang waktunya tidak mengikat, mendapat cukup banyak order pemrograman dan mendapat jabatan baru di kantor sebagai Tata Usaha. Anggota keluarga pun tampak mengalami kegembiraan karena terpenuhinya kebutuhan hidup. Dan dalam keadaan hidup yang menyenangkan ini, sayapun tak lupa untuk selalu bermeditasi.
Hari ini sepulang bekerja, hati saya cukup riang dan berpikir, "uh… betapa menyenangkannya pekerjaanku, sangat sesuai dengan bidang keahlianku, seturut dengan bakatku, dan aku mencintai pekerjaanku." Bahkan atasan pun gembira, karena aku dipandang berprestasi dan mampu melakukan terobosan-terobosan baru yang bermanfaat bagi lembaga. Pujianpun datang dari sana sini. Tampaknya hal itu bisa menimbulkan kemelekatan di dalam diriku.
Di sore hari ini, saya bisa melakukan banyak hal yang menyenangkan bersama anak-anak, pergi ke mall, nonton bioskop, bersepeda bersama, atau sekedar bersantai ria di ruang tamu. Tapi, saya tidak memilih melakukan hal yang dianggap menyenangkan tersebut. Sebaliknya, saya memilih masuk ke dalam kamar sendirian, mematikan lampu dan bermeditasi.
Setelah satu jam bermeditasi, terasa olehku bahwa aku tidak mengalami banyak kemajuan. Kemurungan mulai muncul. Keriangan menjadi hilang. Dan ketika meditasi telah lebih dari 2 jam, mulai muncul pemikiran di dalam batinku, "aku telah banyak menyia-nyiakan waktu dengan duduk meditasi ini. Apa artinya duduk berjam-jam dengan memperhatikan nafas keluar masuk keluar masuk, tak tentu akhirnya, dan tak jelas hasilnya."
lalu, aku menyudahi meditasi dan merenung sendiri, "mengapa aku harus menyulitkan diri dan membuat masalah dalam hidup dengan cara bermeditasi. Hidupku sudah cukup baik, menyenangkankan, dan dengan uang yang kumiliki, aku bisa membeli banyak hal yang menyenangkan di dunia ini. Lalu kenapa aku menyusahkan diri dengan duduk menyendiri di kamar ini?"
lalu ku jawab sendiri pertanyaan itu. "ya, di dunia ini banyak hal yang menyenangkan. Dan ku tau, semua hal yang menyenangkan itu adalah potensi bagi penderitaan, seperti pegas atau seperti anak panah yang ditekan pada tali busurnya. Semakin keras menariknya, maka akan semakin kencang panah itu melesat menuju pada penderitaan. Oleh karena itu, aku tidak dapat membiarkan diriku terlena di dalam kesenangan hidupku, aku tidak akan bersenang-senang walaupun aku bisa melakukannya."
lalu terpikir olehku, "mungkinkah, sulitnya aku mengalami kemajuan dalam meditasi saat ini, justru karena aku mengalami hidup yang menyenangkan? Kenapa dulu, sewaktu aku mengalami kehidupan yang sulit, justru aku mudah mengalami kemajuan di dalam meditasi? Apakah justru kesulitan hidup itulah yang menjadi kekuatan bagiku untuk bisa mengembangkan batin melalui meditasi? Ya mungkin begitu."
aku juga teringat tentang prinsip landasan konsentrasi, bahwasannya konsentrasi itu memerlukan landasan. Meditasi sulit berkembang, karena konsentrasi sulit berkembang. Konsentrasi sulit berkembang karena mungkin landasannya lemah. Dan apa yang menjadi landasan konsentrasi ini? Yakni moralitas. Karena mengingat prinsip ini, berarti tidak seharusnya aku memaksakan untuk terus duduk bermeditasi bila meditasi sulit mengalami kemajuan. Sebaliknya, aku harus melatih dan mengembangkan moralitas di dalam kehidupan. Dan prinsip lain mengatakan "seseorang yang tidak dapat mengendalikan tubuhnya, maka ia tidak akan dapat mengendalikan pikirannya." dan latihan moralitas adalah latihan kedisiplinan tubuh. Dan latihan kedisiplinan tubuh ini merupakan latihan pengendalian tubuh. Dan latihan pengendalian tubuh merupakan langkah awal dari latihan pengendalian pikiran."
di dalam budhisme dikenal dengan tiga unsur, Sila Samadhi Panna. Dalam sebuah sutta, saya pernah membaca bahwa sang Budha bersabda, "Sila menjadi samadhi, dan samadhi menjadi panna. Panna menjadi samadhi, dan samadhi menjadi sila". Dan berdana merupakan bagian dari sila. Rupanya, berdana itu juga dapat menolong kita dalam mengembangkan batin di dalam meditasi. Mmh… tapi rupanya untuk berdana, aku termasuk "orang yang pelit". Menyadari bahwa diriku termasuk "orang yang pelit" aku merasa takut. Karena pelit berarti tanda kemelekatan di dalam diriku masih kuat. Dan di dalam sutta-sutta, sang Budha menjelaskan bahwa orang yang pelit, kelak akan menjadi orang miskin sebagai buah karma nya. Owh.. Sungguh menakutkan. Karena aku takut menjadi orang yang miskin. Tapi bukankah rasa takut menjadi orang yang miskin ini juga merupakan tanda kemelekatan? Maka, apakah aku akan berdana karena terdorong oleh kemelekatan? Dan aku juga tidak tau, apakah aku bekerja karena takut miskin, atau karena hal lainnya? Pemikiran ini pula yang akhirnya membuatku tetap menjadi "orang pelit". Terlebih lagi, mungkin aku trauma, karena dulu aku telah jatuh miskin, karena kata istriku aku terlalu dermawan ke sesama, menolong banyak orang sampai membuat hidup keluargaku sendiri menjadi sengsara. Tapi ketika aku jatuh miskin, tak seorangpun datang untuk menolong. Semua itu telah mengajariku agar aku tetap menjadi orang yang pelit.
Sampai saat ini, aku telah melihat "jalan kebenaran" seperti jalan-jalan diperkotaan yang rumit, bersaling silang, berliku-liku dan bisa menyesatkan orang kampung yang baru datang. Aku tidak tau dengan pasti, jalan mana yang harus ku tempuh untuk sampai pada suatu tujuan yang kuharapkan. Semuanya hanyalah "coba kulakukan". Banyak orang memberi petunjuk, tapi setelah dipraktikan, ternyata tidak selau benar. Bahkan justru banyak yang menyesatkan. Membuat aku tidak percaya lagi pada kata-kata orang. Dan aku berusaha sendiri untuk mencarinya.