//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - abhassara

Pages: 1 2 3 4 5 [6] 7
76
Theravada / Re: Apa yang akan seorang sotapanna lakukan?
« on: 28 January 2018, 09:53:16 AM »
Ikan bertanya kembali

   menurut bhikkhu ut dari wlingi kota blitar, definisi sotapanna adalah putusnya tiga belenggu, sakayaditthi,  silabataparamasa dan keraguan.
kenapa penjelasannya berbeda

Kura kura menjelaskan

jangan dengar diskusi dhamma bhikkhu ut. Banyak pandangan salah. coba tanya kembali.apa yg dimaksud dengan putus.khan tidak ada jawabnya.demikianlah jika sudah masuk kedalam jala mara, dalam hal ini khanda mara.

Mereka yg berada didalam perangkap malah bersuka cita, seperti tidak kena perangkap.
Ternyata bukan cuman saya yang merasa aneh dengan ceramah bhikkhu pv dan ut itu. mereka terkenal, banyak pengikutnya, biarkan saja bhikkhu demikian. kamma tetap jalan. kamu di situs budhayana ini, gak usah banyak bicara. Biarkan saja mereka.

77
Theravada / Re: Anapanasati = vayo kasina; anapanasati = vipassana
« on: 26 December 2017, 10:13:40 AM »
ini mungkin pengalaman pribadi, orang lain tentu punya pengalaman berbeda
mungkin demikianlah

78
Kira-kira bisa gak y, sankhara diterjemahkan imajinasi?
Saya kutip dari: MN 120 Sankhārupapatti Sutta. Ini diterjemahkan: Kemunculan Kembali Melalui Aspirasi
Komentar di bawah menulis seperti ini:
"Walaupun saya telah mencoba untuk menerjemahkan sankhārā secara konsisten sebagai “bentukan-bentukan,” di sini tampaknya bahwa isinya memerlukan terjemahan berbeda untuk membawakan makna yang dimaksudkan. Ñm menggunakan “tekad,” pilihannya yang konsisten untuk sankhārā. MA awalnya menjelaskan sankhārupapatti sebagai bermakna kemunculan kembali (yaitu, kelahiran kembali) dari hanya bentukan-bentukan, bukan makhluk atau orang, atau sebagai bermakna kemunculan kembali kelompok-kelompok unsur kehidupan dalam kehidupan baru di sepanjang bentukan-kamma baik. Akan tetapi, dalam paragraf berikutnya, MA mengemas sankhārā menjadi patthanā, kata yang tidak diragukan bermakna aspirasi."

Jadi artinya: Sankhārupapatti: kemunculan kembali melalui imajinasi. Di bawah, MA mengatakan sankhara yang dimaksud sebagai aspirasi, bisa dihubungkan dengan imajinasi. Karena dunia ini sebenarnya hanya imajinasi, ilusi, kosong (kalau bisa masuk jhana 7, pasti ngerti kekosonngan). jadi lima kelompok unsur kehidupan jadi ..... imajinasi dan kesadaran untuk 2 terakhir. Kira-kira bisa gak y, atau berlebihan?

79
Theravada / Re: Seberapa lemah nafsu dan kebencian sakadagami!?
« on: 25 December 2017, 10:53:15 AM »
(SINGKAT)
Terdapat empat kemelekatan, yaitu kemelekatan pada kenikmatan indria, kemelekatan pada pandangan-pandangan, kemelekatan pada sila dan upacara, dan kemelekatan pada doktrin diri. Sotapanna telah mengahncurkan tanpa sisa jenis ke dua, tiga, dan empat. Sakadagami mulai menghindari kemelekatan pada kenikmatan indria (selebihnya telah hancur tanpa sisa seperti pemasuk-arus karena jika tidak demikian bagaimana ia disebut sakadagami?). Sebenarnya Sakadagami mulai melepasnya, ia perlu jhana untuk melepas kemelekatan itu dan ia sedang berjuang. Sotapanna masih mengabaikan perjungan untuk melepas kenikmatan indria, terutama kenikmatan indria di alam deva. Di sini mungkin sudah sedikit jelas, sakadagami benar-benar (mencoba) meninggalkan keinginan untuk terlahir kembali, harapan satu-satunya adalah mencapai jhana! Dengan mengalami jhanalah sakadagami akan lebih mudah membandingkan kenikmatan indria, tetapi karena belum mendapatkan jhana, ia kesulitan memberikan perbandingan karena tidak ada kesan seperti apa nikmatnya jhana walaupun ia cukup tahu, itu sangat nikmat. Seperti halnya seseorang yang bisa terbang ke sana sini, atau berjalan di atas air atau dari satu menjadi banyak, dari banyak menjadi satu, kebanyakan orang akan menyimpulkan hal itu menyenangkan! Atau jika ia hanya mendengar ada yang demikian, maka ia akan menyimpulkan itu menyenangkan, demikianlah sakadagami mulai mencari cara untuk mendapatkan jhana, dan ia cukup tahu jhana itu menyenangkan daripada hubungan intim! Sotapanna masih tergila-gila dengan yang ini, apalagi yang di bawahnya, tetapi sakadagami mulai memahami nafsu itu seperti luka, jika digaruk akan menyenangkan namun jika terus digaruk luka itu akan semakin parah, demikianlah sakadagami ketika melihat atau menyentuh kelaminnya, ia sudah merasakan kejijikan, namun sebenarnya ia masih bisa memainkannya. Seperti halnya jika seseorang membuat kue kemudian (misalnya) ia meludah kue itu menginjaknya kemudian mengadoninya, akankah orang yang mengetahui ini akan memakan kue itu, (katakanlah kuenya lezat). Ia tidak akan memakannya walaupun lezat dan walaupun gratis. Karena apa? Karena ia melihat kue itu sebenarnya telah diludahi dan diinjak-injak. Demikian pula, sakadagami tahu, kelamin itu bau, menjijikkan, mengeluarkan cairan yang bau, melemahkan pikiran, melemahkan tubuh, menjijikkan, gumpalan daging yang kotor, bahkan ketika menyentuhnya ia mengalami kejijikan (Dalam kasus lemahnya nafsu). Kue yang diludahi hanya sekedar contoh saja. Demikianlah sakadagami telah mulai menyadari kelemahan nafsu, memberikan sedikit kesenangan namun setelah itu tubuh melemah, pikiran mengendur, susah belajar, kesulitan meditasi, timbul keserakahan, kebencian, dll.
Coba baca MN 14 Cūḷadukkhakkhandha Sutta. Di sini membahas Mahanama orang Sakya yang telah merealisasikan pencapaian Sakadagami, ia berpikir kenikmatan indria dapat diputuskan di jalan sakadagami. Sang Buddha menjelaskan di sutta itu, dengan bantuan jhanalah kenikmatan indria dapat dipotong hingga akarnya dengan catatan ia telah merealisasikan pencapaian sotapanna (3 belenggu). Dan juga pencapaian sotapanna dan sakadagami dapat diselami dengan hanya melakukan penyelidikan dengan kebijaksanaan walaupun tanpa jhana. Mahanama orang Sakya (saudara sepupu Sang Buddha) adalah kakak dari Anuruddha thera, ia yang menjadi Raja Sakya menggantikan Raja Suddhodana. Ingat, belenggu sotapanna adalah 3, bukan 2. Kebanyakan orang mengabaikan belenggu ke tiga dengan hanya fokus di belenggu satu dan dua. Seperti mencabut pohon namun masih ada akar. Demikian pula walaupun ia mengetahui belenggu satu dan dua namun jika belenggu ke tiga menguasai dan mengikatnya, sebenarnya dapat dipahami bahwa belenggu satu dan dua, masih belum dia tuntaskan walaupun ia berpikir sudah tuntas, walaupun ia berpikir tidak ada atta dan meninggalakan keragu-raguaan, dan walaupun memang demikian, pemahamannya masih belum menembus hingga akarnya. Jangan melewatkan belenggu ke tiga! Ini jauh lebih sulit dihancurkan dari pandangan atta dan belenggu ke dua. Ketika belenggu ke tiga hancur maka sifat keras-kepala akan memudar, sifat menghina orang lain hingga kelewatan, memojokkan orang lain, mengucilkan hingga memalukan orang lain, akan memudar walaupun orang lain memang salah, sotapanna memiliki kualitas yang tidak akan memalukan orang yang salah walaupun orang itu bersalah, ia lebih menuntut orang itu memperbaiki kesalahan dengan mengharapkan kenyamanan orang itu, bukan mencelanya demi dipuji orang lain (sakadagami mencela tanpa kebencian, sakadagami masih memiliki kebencian namun lemah seolah tidak ada kebencian, sotapanna masih mencela orang dengan kebencian). Belenggu ke tiga cukup sulit dihancurkan, kecuali ia memenuhi pertemanan baik, mendengar Dhamma sejati, perhatian saksama (akan tilakkhana), mempraktikkan Dhamma sepenuhnya. Ke empat ini tidak boleh diabaikan. Sotapanna tidak akan berteman dengan mereka yang jahat namun tidak membenci mereka; sotapanna tidak akan mengucilkan atau merendahkan mereka yang baik walaupun tidak berkeyakinan kepada Sang Buddha. Ini juga harus dilihat diri sendiri, “Apakah aku merasa jengkel kepada mereka yang bermoral walau tidak sama keyakinan?” Jika masih bersemayam, ia pastinya belum memiliki 4 faktor memasuki arus dengan baik atau belem sepenuhnya menghancurkan 3 belenggu. “Di mana Sang Buddha?” “Bagaimana kelanjutan dunia?” Spekulasi tentang 10 hal, apakah hal ini menguasai pikirannya, jika menguasainya maka ia sudah pasti belum mematahkan 3 belenggu atau belenggu ke tiga, ia meremehkan belenggu ke tiga.

Keunggulan sakadagami
1. Pandangan benar telah sempurna (seperti pemasuk-arus)
2. Kehendak benar mulai mantap; yaitu tidak meyenangi nafsu, mulai melemah kebenciannya, mulai tanpa permusuhan
3. Ucapan benar mulai mantap (mungkin mendekati kelulusan), yaitu tidak lagi berbohong (hancur pada sotapanna), tidak kasar ucapannya, tidak lagi memfitnah, meninggalkan gosip. Hampir dibilang kelompok moralitas cukup baik: yaitu ucapan benar; perbuatan benar; dan penghidupan benar. Atau bisa dibilang sudah mendekati kesempurnaan seperti pandangan benar yang telah sempurna. Atau mingkin istilahnya: yang memiliki kelompok moralitas yang sangat baik.
4. Perbuatan benar juga mendekati kesempurnaan, yaitu tidak lagi membunuh makhluk hidup, tidak lagi mencuri, mulai meninggalkan praktik kenikmatan sensual. Yang terakhir masih mungkin muncul karena nafsu masih ada (lemah).
5. Penghidupan benar: sebenarnya sudah mantap pada sotapanna. Ini berhubungan nafkah dan dengan pencarian kebutuhan atau mengenai keserakahan. Sotapanna masih mencari kekayaan, sakadagami mulai mencari kekayaan adiduniawi
6. Untuk kelompok konsentrasi (usaha benar; perhatian benar dan konsentrasi benar) ini berhubungan dengan absorpsi, biasanya mantap di anagami.

Poin tambahan pada sakadagami:
1. Mengapa kucing menggonggong?
2. Bacalah kisah para deva atau kehidupan deva atau kisah menakjubkan dari kualitas perumah tangga, misalnya perumah tangga yang memiliki kekayaan yang besar atau kisah raja dunia
3. Misalkan orang jelek, jorok, kotor, menyenggol anda atau datang mengganggu anda melap tubuhnya di tubuh anda, apa reaksi anda?
4. perhatikan lawan jenis, coba bayangkan hal senonoh, atau coba bayangkan hal yang meransang nafsu sensual hingga nafsu anda naik
5. Jika anda terlahir lagi (pasti, kecuali arahat), di mana anda ingin lahir? Dengan siapa anda ingin bertemu? Kekasih, anak, teman, keluarga, atau siapa?
6. Apa barang yang anda sukai atau mengobsesi pikiran?
(Tulis jawaban anda di kertas atau renungkan jawab anda, kalau bisa jangan lihat ke bawah. Di bawah ini adalah jawaban).



Pada momen sakadagami, maka jawaban nomor satu adalah ia tidak mempermasalahkan pertanyaan karena hampir semua orang tahu kucing mengeong. Di sini adalah mengenai kebencian. Kebanyakan orang akan menghina pertanyaan itu atau setidaknya mempermasalahkannya. Jika sakadagami mempermasalahkan pertanyaan, ia tidak akan mengolok, membenci atau menghina atau menertawakan. Beberapa orang bijak mungkin saja seperti ini namun harus dilihat sakadagami sudah permanen melemah kebenciannya. Orang bijak mungkin ingin mempertahankan citra nama baik atau mempertahankan kebijaksanaannya namun sakadagami dengan sendirinya sudah lemah.
Untuk nomor dua: sakadagami tidak lagi tertarik hal di atas, mau dewa sakka atau dewa paranimmitavasavatti atau bukan persepis juga bukan-bukan persepsi, ia tidak lagi tertarik, bahkan jika cerita itu seru. Tidak juga membencinya namun kecondongannya untuk menyukai kisah itu cukup lemah, ia tidak tertarik (tidak tamak akan kelahiran atau keunggulan mereka). Begitulah. Demikian juga dengan kisah perumahtangga hingga raja dunia. Ia tidak akan tertrik akan kelahiran mereka. Jika ia tertarik maka ia hanya menyukai jalan cerita, atau paling tidak di situ ada kisah bhikkhu atau Sang Buddha dalam peranan atau mungkin ada kisah skadagami atau anagami perumah tangga. (biasanya kisah sakadagami memang sedikit.)
Untuk nomor tiga: sakadagami tidak begitu mempermasalahkan karena ia tahu, tubuhnya juga ada tahi, jika seseorang menyenggolnya ia akan membersihkan tubuhnya (tidak membenci orang itu). Jika ia diganggu terus maka sakadagmi mungkin akan mengusirnya bukan dengan kebencian, bahkan jika si dungu itu terus melap tubuhnya ke tubuh sakadagami, tetap saja sakadagami tidak akan risih dengan kotor tubuh itu namun hidung sakadagami masih aktif, ia akan menyelasaikan masalah itu dengan si dungu tanpa kebencian, mungkin kasus ini paling mudah dipahami seberapa lemahnya nafsu kebencian dan kebodohan si sakadagami.
Untuk nomor empat: sehebat apa pun si sakadagami berjuang untuk menghayal nafsu sensual, itu cukup sulit baginya bagaikan menghayati objek (bukan nimitta) dengan mata tertutup bagi pemula atau penengah, itu cukup sulit. Bukannya tidak bisa, tetapi seperti mengangkut beban berat, itu sangat sulit, butuh perjuangan. (kalau pun dapat terbayang mungkin hanya hayalan kasih sayang yang lebih mudah, atau sekedar lewat [sebentar].)
Untuk nomor lima: seperti yang diuraikan di atas, sakadagami tidak ingin terlahir lagi namun ia tahu akan terlahir. Ia lebih berharap melakukan yang terbaik di kehidupan sekarang walaupun terkadang jika ia berpikir seandainya telah meninggal, ke mana saya akan lahir, ia tidak banyak berharap bertemu siapa atau di mana, yang terpenting adalah dapat memprkatikkan dhamma, atau mendapatkan jhana untuk melenyapkan kekotoran batin. Cita-citanya untuk menjadi arahat bukan lagi dicita-citakan, tetapi sedang dikejar. [masa depan telah dikesampingkan dengan baik.] Orang lain mungkin juga mengesampingkan masa depan namun keserakahan tidak dikesampingkan orang lain selain sakadagami apalagi anagami atau arahat.
Untuk nomor enam: anda mungkin akan menebak, pada sakadagami adalah “tidak ada!” Bahkan sakadagami akan membuang atau rela kenangannya hilang, misalnya foto atau benda pemberian dari orang yang disayangi sebelumnya atau apa pun itu, sakadagami telah melemah ruginya. Bahkan benda hidup tidak memuaskan baginya, bagaimana mungkin ia akan puas akan benda mati seperti kertas bernilai (uang), emas, atau benda kenangan. Itu semua tidak lagi dapat menguasainya, jika lenyap hancur, tidak ada kerisauan baginya. Jika dibilang tidak ada, sebenarnya ia masih menyimpan beberapa hal, misalnya kitab suci Buddha. Tetapi ia hanya melekat pada isinya bukan benda itu.
Sekian dan terimakasih.
Ref+ (hubungkan dengan ref ini):https://neobuddhist.wordpress.com/oleh-sotapanna/pengelolaan-dhamma-oleh-sakadagami/

80
Theravada / Seberapa lemah nafsu dan kebencian sakadagami!?
« on: 25 December 2017, 10:52:17 AM »
A: Dikatakan “Yang-kembali-sekali, Yang-kembali-sekali,” bagaimanakah hal ini dapat dipahami?
B: Ia terlahir hanya sekali lagi di kamaloka (alam indria) sebelum mencapai Nibbana akhir, oleh karena itu, disebut Yang-kembali-sekali. Akan tetapi, jika ia meninggal dengan jhana ia memiliki peluang mencapai Nibbana akhir tanpa kembali ke kamaloka, yaitu sebagai jahananagamita (yang-tidak-kembali-jhana) di rupaloka.
A: Mungkinkah ada metode lain untuk memahami Yang-kembali-sekali (Sakadagami)?
B: mungkin saja.
A: Apakah metode lainnya itu?
B: Dua hal yang harus ditinggalkan, yaitu (1) ketidaktahuan dan (2) keinginan akan penjelmaan. Ia tidak lagi mengingikan (haus) akan satu hal, yaitu penjelmaan/kelahiran kembali (batinnya tidak lagi menginginkan kelahiran karena lemahnya nafsu padanya); di satu sisi ia mengetahui pasti akan terlahir kembali (akibat nomor satu: ketidaktahuan). Seperti manusia yang tidak ingin mati namun ia tahu ia pasti akan mati. Pikiran akan meluncur pada satu hal, yaitu Dhamma sejati mengenai pelepasan; (satu hal lainnya) ketidakserakahan, (satu hal lainnya) tanpa permusuhan, (satu hal lainnya) tanpa kekejaman.
Ada sembilan hal yang berakar pada ketagihan, (1) pencarian = 6 landasan ekternal; (2) perolehan = mendapatkan kesenangan (keuntungan) 6 landasan ekternal; (3) pertimbangan = setelah memperoleh keuntungan, ia mempertimbangkan dengan memikirkan apa yang disukai dan apa yang tidak disukai, mana yang dinginkan atau ditolak; (4) nafsu; (5) kemelekatan = berhubungan dengan kepemilikan karena dapat ia melekat itu adalah miliknya tidak boleh dicuri/tidak senang kalau hilang atau rusak; (6) kepemilikan = melalui ketagihan dan pandangan; (7) menjadi kikir = enggan berbagi; (8) penjagaan = menumpuk kekayaan; (9) dimulailah pengambilan tongkat pemukul dan senjata, pertengkaran, pertikaian, dan perselisihan, penuduhan, ucapan memecah-belah, dan kebohongan, dan banyak hal-hal buruk yang tidak bermanfaat.
Yang diatas sakadagami “mulai” tidak mencarinya, jika didapatkan maka keserakahan tidak akan menguasainya, jika hilang, ia tidak bersedih karena apa? Sebenarnya ia tidak menginginkannya, jika dapat ya dapat, hilang ya hilang. Atau dengan kata lain, sakadagami sudah melemah akan “rugi”. Ia mungkin saja sedih karena kehilangan, tetapi akan segera kembali melalui peninjauan akan tilakkhana. Pada momen memasuki-arus, ia masih cukup tinggi untuk kecewa (misalnya anathapindika kehilangan anaknya, Visakha kehilangan anaknya), pada momen sakadagami, kekecewaan akan segera pudar jika terjadi padanya, seperti gigitan nyamuk, akan segera hilang jika digaruk atau dibersihkan.
Nah, pada kisah anak dari anathapindika, yaitu sumana devi, ia putus cinta dan meninggal. Janganlah seseorang mengatakan ia meninggal karena putus cinta itu, tetapi harus dipahami karena ia telah belajar menghilangkan pencarian, karena ia adalah sakadagami, jadi jika dapat cintanya ia mungkin menikah, jika tidak hal itu tidak masalah. Ia meninggal karena batas usianya yang telah habis, bukan karena putus cinta kemudian mati.
A: Apakah dengan tidak menginginkan kelahiran kembali, ia sudah dapat dipastikan sebagai sakadagami?
B: Tentu saja tidak, ini tidak dapat diperoleh begitu saja dengan hanya menginginkan. Ada tiga jenis ketagihan ini: (1) ketagihan akan kenikmatan indria; (2) ketagihan akan penjelmaan; dan (3) ketagihan akan tanpa-penjelmaan. Ketiga jenis ketagihan ini, seorang sakadagami tidak menginginkan lagi, ia tidak bernafsu lagi akan kelahiran kembali (nafsu melemah), namun di satu sisi ia tahu, ia pasti mengalami kelahiran kembali. Oleh karena itu dikatakan nafsu dari sakadagami telah melemah. Dan oleh karena itu pulalah, ia akan berjuang sekarang untuk mencapai jhana mencapai anagami hingga arahat.
Mereka yang mengatakan tidak ingin terlahir kembali namun jika ketiga ketagihan itu dapat menguasainya kapan pun bukan memotongnya maka ia harus menyadari bahwa ia masih terikat kuat oleh ketiga ketagihan itu. Atau dengan kata lain ia bukan sakadagami apalagi di atasnya.
A: Bagaimanakah lemahnya nafsu pada sakadagami, seperti apa lemahnya?
B: Di sini, seorang sakadagami, ketika mengalami kontak, nafsu akan muncul, akan tetapi nafsu itu akan terus terpotong dengan sendirinya tanpa pengerahan usaha, apalagi dengan usaha. Terutama nafsu sensual karna ini kenikmatan yang paling nikmat dari 5 utas kenikmatan namun pada sakadagami justru sangat lemah.
Mis: ia memainkan sensasi 18+ dalam sesi permainan sendiri, nafsu akan memotongnya, atau dengan kata lain, bukannya makin menggebu-gebu, setiap sesi, nafsu akan mandek hingga merosot turun tanpa usaha, apalagi dengan usaha. Pada kasus sotapanna, nafsu akan menggebu-gebu seperti kaum biasa. Akan tetapi, pada momen sakadagami, nafsu yang menggebu-gebu sekali pun, akan mandek dan terpotong-potong, ia mengetahuinya! Ia merasakan sensasi yang sama bukan berbeda atau tidak ada sensai namun nafsu mulai memudar ketika dikobarkan. Karena apa? Karena ia telah memasukkan senjata pada pandangan benar, berbeda dengan sotapanna yang pandangan benarnya tanpa senjata ketika nafsu dinikmati tanpa pelanggaran. Apakah senjata itu, yaitu objek asubha, atau 32 organ tubuh (yang paling umum). Ketika ia melakukan aksi itu, pikirannya telah tertanam bahwa ia sedang menikmati sebongkah daging, tulang, tahi, darah, ingus, nanah, dll. (atau jika ia menggunakan metode asubha maka akan tampak sedang bermain dengan mayat, menjijikkan bukan?)
Atau misalnya ia melakukannya dengan istri, itu akan tampak bayangannya bahwa perempuan itu (istrinya) seperti sebongkah daging, tahi kotoran, keringat, darah (darah itu kayak ludah, bau!), bau busuk! Ia merasakan sensasi yang sama (nikmatnya hubungan kelamin sama seperti orang lain) namun seperti yang dikatakan nafsu itu mandek! Terus memotongnya (menurun) seperti kakek tua hanya beberapa sesi sudah lemah, tetapi dalam kasus ini, ia masih kuat dan mungkin tahan lama namun nafsunya melemah, bukan orangnya. Seperti halnya anak kecil itu, sekuat apa pun ia mengerahkan kekuatannya, ia tidak akan sanggup menahan beban orang dewasa, ia akan kewalahan atau seperti perempuan biasa yang tidak akan tahan menahan beban berat, dimana laki-laki karena memiliki otot yang banyak akan dapat menahan beban yang lebih berat, misalnya: laki-laki dapat menggendong perempuan. Dapatkah perempuan dewasa mengendong laki-laki dewasa dan menaikkan tinggi-tinggi? Secara umum tidak bisa, kecuali lelakinya kurus kering, itu pun berat bagi perempuan, selemah itulah nafsu sakadagami. Atau seperti halnya lima jari, jari yang paling lemah adalah kelingking, seperti itulah lemahnya nafsu sakadagami. Tetapi janganlah mengatakan sakadagami orang loyo, bukanlah demikian, nafsunya walau dikobarkan, itu akan segera melemah, ini maksudnya. Nafsunya lemah, tetapi semangat mungkin lebih kuat dari orang biasa.
Jika kita berbicara lebih jauh lagi, mungkin akan semakin jorok pembicaraan ini.
(Kenikmatan indria dalam Disiplin Yang Mulia adalah disebut objek-objek indria karena apa? Karena itu hanya berupa nafsu.)
A: Jika demikian, apakah ia tidak menikmati hal itu?
B: Ia bisa saja menikmatinya karena masih ada nafsu, tetapi sudah mandek. Kalau menggebu-gebu, itu akan segera merosot. Ketika 3 akar disatukan, nafsu yang mandek itu akan bertahan bukan menurun. Yaitu ketika (1) delusi + (2) landasan internal + (3) objeknya -- mendapat posisi tepat maka nafsunya akan naik namun perlu diketahui, itu sudah mandek, Setinggi, sekuat apa pun nafsunya, akan, segera menurun, ketika ketiga itu mendapat tempat yang tepat maka akan mandek walaupun menggebu-gebu di awal, akan, segera mandek dan harus dikerahkan usaha untuk menurunkan nafsu.
A: Seperti apa posisi yang tepat itu?
B: Dilakukan dengan orang yang dicintai karena mungkin sudah lama tidak melakukan atau faktor lain, seperti permintaan istri atau mungkin si sakadagami ingin istrinya senang. Satu hal lagi, Sakadagami hanya memuaskan lawan jenis, ia tidak lagi berhasrat memuaskan dirinya karena ia tahu ia tidak akan puas akan permainan nafsu seperti orangtua yang bermain robot-robot atau boneka dengan anaknya, ia tahu ia tidak menyenangi permainan anak-anak itu namun hanya agar anak itu senang saja. Nafsunya lemah, tetapi mau menaikkan nafsu orang, alasannya karena kebencian telah melemah, ia tidak ingin menyakiti istrinya.
A: Apakah hanya nafsu seksual yang melemah?
B: Semuanya, 5 utas kenikmatan: --benuk-bentuk, suara-suara, bau-bauan, rasa kecapan, dan objek sentuhan--. Nafsu yang paling nikmat adalah kontak-badan makanya di urutan buncit, kelima utas kenikmatan ini bisa dijumpai lengkap pada lawan jenis; ketika lima utas ini dinikmati sekaligus, nafsu seseorang akan berkobar-kobar, secara kodrat hal ini hal yang biasa. Pada momen sakadagami, itu juga mungkin saja terjadi pada istri/suaminya namun akan segera menurun seperti seseorang yang melambungkan beban ke atas, akan melambung sesuai kemampuannya namun benda itu akan segera turun (jatuh) demikianlah nafsu si sakadagami akan segera turun sehebat apa pun dikobarkan. Ia memang merasakan sensasi kenikmatan yang sama namun nafsunya, keserakahan akan nafsu telah melemah. Memang agak sulit menjelaskan seberapa lemah nafsunya karena nafsu lemah, seperti kasus ini, mungkin akan berkobar nafsunya, si sakadagami tampak seperti kaum biasanya namun kenyatannya nafsunya sudah berbeda dengan kaum duniawi, ia tidak lagi mendewakan kenikmatan indria.
Pada pikirannya, pikirannya juga akan gencar melawan nafsu, si sakadagami akan dengan sendirinya perlahan mulai memotong pikiran-pikiran tidak bermanfaat. Tetapi pikiran itu cukup luas, oleh karenanya, ia akan mengejar meditasi.
A: Apa itu pikiran tidak bermanfaat?
B: Pikiran bernafsu, pikiran serakah, pikiran niat jahat, pikiran kerinduan, pikiran kekejaman, ini tidak bermanfaat karena hanya berupa hayalan semata. Sakadagami mulai tidak membenci (kebencian masih ada namun halus/lemah) akan hal apa pun (sotapanna kadang galau kalau akibat buruk yang besar berbuah atau orang yang dicintai meninggal misalnya anathapindika saat anaknya meninggal dan visakha saat anak/cucunya meninggal, akan galau), mulai menghindari fitnah, ucapan kasar, dan gosip (sotapanna masih bisa muncul di sini, terutama ucapan kasar dan gosip). Gosip adalah obrolan tanpa tujuan: misalnya bicara pemerintah, balap, sepakbola, bisnis ini itu, sakadagami sudah mulai menghindari pembicaraan ini, ia akan mengejar pembicaraan Dhamma. Pemasuk-arus masih menyukainya (gosip) namun ia akan membicarakan hal yang benar, bukan kebohongan apalagi sakadagami.
A: Lalu apa itu pikiran bermanfaat?
B: Sebaliknya, mengejar pikiran yang tanpa nafsu, pikiran tanpa keserakahan, pikiran niat baik, pikiran tanpa-kerinduan, pikiran tanpa-kekejaman, ini bermanfaat karena hayalan akan berkurang.
A: Apakah ada metode lain untuk mejelaskan sakadagami?
B: Ada. Di sini ia telah menghancurkan 3 belenggu, yaitu pandangan identitas, keragu-raguan skeptis, cengeraman keliru pada sila dan upacara (kewajiban), dan dengan melemahnya dua belenggu: nafsu (keserakahan [lobgha]) dan niat jahat (permusuhan dan kekejaman).
Nafsu dan niat jahat adalah bagian dari kehendak salah. Kehendak Benar = kehenedak meninggalkan duniawi, kehendak tanpa permusuhan, kehendak tanpa kekejaman. Ini disebut kehendak benar.
A: Di sutta dikatakan ada 4 faktor memasuki arus yang dengannya seseorang dapat mengetahui ia sebagai pemasuk arus, ada berapa faktor seseorang menjadi sakadagami?
B: Sebelumnya saya jelaskan sedikit tentang sotapanna. Memang dikatakan itu 4 faktor memasuki-arus, akan tetapi itu adalah hasil. Seperti pohon menghasilkan buah. Sotapanna adalah menghancurkan 3 belenggu, dengan hancurnya 3 belenggu, 4 faktor akan terpenuhi dengan sendirinya. Hanya dengan 4 faktor itu, ia tidak bisa disebut pemasuk-arus karena itu adalah hasilnya. Intinya ia harus mengutamakan penghancuran 3 belenggu dengan 4 faktor sebagai pegangan (peninjauan). Banyak orang fokus di 4 faktor itu kemudian mengabaikan 3 belenggu dan yang lebih parah lagi, ia melalaikan belenggu ke tiga dengan mengatakan: 2 belenggu telah cukup. Ini seperti mencabut pohon dengan menyisakan akar, ia tidak akan memasuki-arus hanya melenyakan 2 belenggu, tetapi harus 3 belenggu. Untuk meyakinkan jika 3 belenggu telah berhasil maka ia akan memeriksa apakah 4 faktor telah ada? Jika tidak ada maka ia seharusnya dapat menyimpulkan bahwa ia belum sepenuhnya menghancurkan 3 belenggu, tetapi jika ia melirik 4 fatkor itu ada padanya maka ia dapat menyimpulkan ia adalah pemasuk-arus, dengan peninjauan berulang-ulang. 4 faktor itu ada kesimpulan, untuk meyatakan pencapainnya sendiri. 2 belenggu pertama dibagi atas dua: pandangan identitas dan kecenderungan tersembunyi akan pandangan identitas; keragu-raguan dan kecenderungan tersembunyi akan keragu-raguan. Jika kecenderungan tersembunyi masih bersemayam maka dapat dipastikan, ia bingung akan belenggu nomor 3. Walaupun ia mengetahui: “Ini bukan milikku (hancur pada momen anagami); ini bukan aku (hancur pada momen Arahat), ini bukan diriku (hancur pada momen Sotapanna).” Tetap saja jika belenggu nomor tiga belum hancur, kecenderungan tersembunyi belenggu satu dan dua sebenarnya masih bersemayam. Ketiga belenggu dihancurkan tanpa sisa, bukan sementara, bukan terka-terkaan, tetapi hancur tanpa sisa.
4 hal yang dapat memunculkan penglihatan Dhamma, yaitu
pergaulan dengan orang baik (tidak berteman [tidak membencinya] dengan orang jahat = pelanggar 5 sila),
mendengarkan Dhamma Sejati;
perhatian seksama;
praktik sepenuhnya akan Dhamma itu. Ini harus dipegang kuat-kuat.
Jika ia telah memenuhi keempat ini, ia harus melirik silanya: “Apakah aku mejalankan 5 sila hanya karena takut alam rendah atau mendapat kelahiran kembali yang baik atau karena ingin memasuki ariya magga?” Jika ia tidak memiliki pemikiran bahwa menjalankan sila adalah untuk dapat mengejar jalan sotapanna maka dapat disimpulkan 4 hal yang dapat memunculkan penglihatan Dhamma sebenarnya ada yang salah, misalnya Dhamma-nya dibabarkan buruk/adhamma, atau ia tidak dapat membedakan mana yang teman baik mana teman buruk (ia membenci yang tidak ia sukai, ini harus dihilangkan, ia harusnya akrab dengan siapa pun namun menjalin ikatan kuat dengan mereka yang baik), atau perhatiannya selalu kacau, atau ia sebenarnya jarang mempraktekkan Dhamma.
Yang harus diperhatikan lebih adalah 3 belenggu dengan 4 faktor sebagai pegangan. 4 faktor inilah yang nantinya akan terus ditinjau ulang. Jika ragu, ia akan kembali ke 3 belenggu; bahkan jika ia sudah yakin, tiba-tiba muncul kecenderungan tersembunyi akan ketidakyakinan, itu dapat dipastikan belenggunya masih tersisa.
Pada kasus sakadagami, Sang Buddha memang tidak memberikan faktor apa saja namun Sang Buddha menjelaskan tentang 5 belenggu rendah, jika hancur maka akan mencapai Anagami, tetapi jika lemah maka telah merealisakan sakadagami. Atau dengan kata lain, kita sebenarnya dapat menyimpulkan: bahwa sakadagami pasti mengetahui pencapaianya, dengan menguji dirinya apakah ia penuh keserakahan, kebencian, dan ketidaktahuan. Seperti apa pengujiannya, seperti pertanyaan pertama hingga terkahir dan mungkin ada sakadagami yang lebih hebat atau mandek atau yang lebih rendah.
Intinya nafsunya mulai dapat terpotong dengan sendirinya, nafsunya sudah mandek, itulah sakadagami, kebencian mulai dapat terpotong dengan sendirinya, kebencian sudah mandek, itulah sakadagami, keserakahan mulai dapat terpotong dengan sendirinya, keserakahan sudah mandek, itulah sakadagami, hayalan aneh-aneh tentang masa depan, masa lalu, dan masa sekarang mulai terpotong, itulah sakadagami, niat jahat mulai dapat terpotong dengan sendirinya, sudah mandek, itulah sakadagami, Seperti halnya tisu basah jika dibakar dengan mancis/atau korek api, maka api akan berhenti di tengah jalan, seperti halnya kuku ditekan dikulit (kayak saat digigit semut, seseorang memberikan tanda dengan kuku), akan segera menghilang dengan sendirinya, tidak ada rasa sakit.
A: Lalu praktik apa yang mengarah menuju sakadagami?
B: Harusnya ia telah menghancurkan tiga belenggu, jika tidak, itu adalah mustahil.
A: Jika sudah melenyapkan 3 belenggu, apa yang harus dilakukan untuk mencapai Sakadagami?
B: Ia harus benar-benar telah menghancurkan 3 belenggu. Jika 3 belenggu telah lenyap, ia akan mulai menghindari perdebatan, ia akan mulai tidak mencari-cari kesalahan orang lain walaupun orang itu salah, ia akan mulai meninggalkan sikap kekeraskepalaan, ia akan mulai tidak menghina orang lain yang bisa menyebabkan celaan panjang. Ini beberapa hal spesial dari pemasuk-arus (pada momen sakadagim hal ini lebih mantap lagi), jika hal ini masih di luar jangakauannya, ia seharunya dapat dipahami, bukan pemasuk-arus, 3 belenggu belum tuntas.
Jika memang 3 belenggu telah hancur bukan karena menilai terlalu tinggi atau bohong, ia tidak mungkin maju di jalan Sakadagami atau yang lebih tinggi. Tetapi jalan memasuki-arus sebenarnya juga belum dicapai.
Yang mendukung sakadagami adalah kemampuan memasuki-arusnya, itu sudah pasti. Kemudian ia mulai mempelajari inti Ajaran Buddha secara menyeluruh, yaitu Empat Kesunyatan Mulia. Yang ingin menjadi sakadagami harusnya belajar untuk mengetahui apa itu Kebebaran Mulia penderitaan (secara mendalam, dengan catatan telah lulus sotapanna), asal mulanya, lenyapnya dan jalan menuju lenyapnya (bukan hapal mati).
Di Jalan Mulia Berunsur Delapan, Pemasuk arus hanya lulus (sempurna) Pandangan Benar. Oleh karena itu, sotapanna dikenali sebagai Yang-sempurna-dalam-pandangan. Ucapan benar hingga konsentrasi benar, Sotapanna hanya lebih unggul di moralitas, yaitu ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar (belum sempurna), selebihnya masih mengalami banyak hal yang harus ditekuni, kelanjutannya itulah sakdagami. Sotapanna menikmati kepunyaan sendiri, tidak bermusuhan jika tidak diganggu, sedikit kesal jika diganggu, masih membenci mereka yang menyakiti orang yang disukai jika diganggu, atau jika orang lain menghina Ajaran Buddha, pemasuk-arus akan kecewa dengan orang itu, sementara mereka yang berlatih memasuki jalan sakadagami atau telah lulus maka jika kecewa hal itu hal yang segera kembali karena permusuhan telah melemah dan karena metode pembelajaran telah dikejar (pengembangan Jalan Mulia Berunsur Delapan), dalam kasus ini adalah 8 kondisi duniawi, salah satunya celaan telah ia pahami dengan baik, sotapanna masih mau pujian (kadang membanggakan diri sendiri seperti orang biasa), celaan masih menggangu pikirannya, terutama jika celaan itu cukup menusuk. Pada momen Sakadagami karena kebencian telah melemah, celaan itu ia anggap hal yang pasti terjadi bahkan Sang Buddha masih bisa dihina si dungu, jadi bagaimana mungkin ia tidak akan dihina?
Sotapanna lebih mengandalkan praktik daripada teori. Bukan berarti teori tidak penting, tetapi intinya ia lebih suka orang berbuat daripada berbicara doang. Walaupun ada juga orang biasa yang demikian namun sotapanna berhubungan dengan 5 sila dan mengenai Ajaran Buddha.
Sakadagami mengandalkan rumus: praktik + teori + praktek. Di sini, sakadagami mempraktekkan dan mempelajari yang lebih tinggi lagi, terutama mengejar pencapaian absorpsi karena nafsu adalah halangan utama dari absorpsi, ia telah melemah nafsunya maka perjuangan akan membuahkan hasil yang lebih cepat (jika konsentrasi mantap) karena nafsu tidak perlu ditahan kuat-kuat seperti pemasuk arus atau dibawahnya, tetapi memang sudah melemah pada sakadagami, dan berlatih dalam praktek yang lebih tinggi. Inilah maksudnya.
Perlu dicatat, bahwa orang biasa bisa saja seperti ini namun bedanya adalah kebijaksanaannya, mereka memahami itu, orang biasa hanya hapal mati atau menjelaskan berdasarkan yang diajarkan atau yang tertera atau asumsinya namun sotapanna, ia memahaminya dan mencapainya, sakadagami memahami, mencapai dan mendalami lebih.

81
Gw masih umat awam, bukan Bhikkhu... :3
oh maaf, saya kira bhikkhu

82
ini lagi ngomong apa sih?

permainan anak-anak

kumārakīḷitaṃ

[Kumāra] [Vedic kumāra] a young boy, son Sn 685 sq. (kuhiṃ kumāro aham api daṭthukāmo: w. ref. to the child Gotama); Pv iii.52; PvA 39, 41 (=māṇava); daharo kumāro M ii.24, 44. —a son of ( —°) rāja° PvA 163; khattiya°, brāhmaṇa° Bdhd 84; deva° J iii.392 yakkha° Bdhd 84.    -kīḷā the amusement of a boy J i.137; -pañhā questions suitable for a boy Kh iii.; -lakkhaṇa divination by means of a young male child (+kumāri°) D i.9.

[Kīḷita] [pp. of kīḷati] played or having played, playing, sporting; celebrated (of a festival) A iv.55 (hasitalapita°); PvA 76 (sādhu°). —(nt.) amusement, sport, celebration M i.229 (kīḷita-jātaṃ kīḷati). Cp. sahapaṃsu°°; see also keḷi & khiḍḍā.

PUTERA

bisa saja diartikan sesuai saran di atas, tapi itu adalah interpretasi, penerjemahan harus sebisa mungkin tidak melibatkan interpretasi. serahkan interpretasi pada pembaca.
iya tuh, bhikkhu karniawan sebenarnya mau protes yang mana?

83
Dapet saran koreksi dari seseorang Bhikkhu untuk MN 83 Maghadeva Sutta di SC :

...
“Selama delapan puluh empat ribu tahun Raja Makhādeva MEMAINKAN PERMAINAN ANAK-ANAK; selama delapan puluh empat ribu tahun ia bertindak sebagai WAKIL KEPALA DAERAH
“For eighty-four thousand years King Makhādeva played childish games; for eighty-four thousand years he acted as viceregent;
“rājā kho panānanda, maghadevo caturāsītivassasahassāni KUMĀRAKĪḶITAṂ KĪḶI, caturāsītivassasahassāni OPARAJJAṂ kāresi,
Oparajja itu wakil raja atau gubernur (kepala daerah), bukan wakil kepala daerah.
Terus, masa dari orang yang masih memainkan permainan anak-anak langsung bisa jadi wakil raja. Kalau diartikan secara harafiah memang bisa benar, tetapi maknanya jadi lucu, tidak nyambung dengan kalimat berikutnya.
Menurut bhante, kurang lebih artinya dalam bahasa sederhadanya adalah ‘menikmati masa mudanya.’

Berikutnya, ini mudah, jadi bhante tidak kasih petunjuk, harusnya sih kamu tahu di mana salahnya.
Anakku Pangeran, jika ada dua orang yang hidup bersama, ia yang di bawah siapa melakukan pelanggaran atas praktik yang baik ini—ia adalah orang terakhir di antara keduanya.
Dear prince, when there are two men living, he under whom there occurs a breach of this good practice - he is the last man among them.
yasmiṃ kho, tāta kumāra, purisayuge vattamāne evarūpassa kalyāṇassa vattassa samucchedo hoti so tesaṃ antimapuriso hoti.
Untuk bagian ini ...cek juga paragraf kedua dari terakhir.

Berikutnya, coba cek apakah terjemahannya benar?
“Keturunan putera Raja Makhādeva hingga berjumlah delapan puluh empat ribu berturut-turut,...
10. “The descendants of King Makhādeva’s son to the number of eighty-four thousand kings in succession,...
“rañño kho panānanda, maghadevassa puttapaputtakā tassa paramparā caturāsītirājasahassāni {caturāsītikhattiyasahassāni (sī. pī.), caturāsītisahassāni (syā. kaṃ.)}
Kalau tidak yakin, coba lihat penjelasan nimi jataka di DPPN (Dictionary Pali Proper Name)

Berikutnya,
19. “Sekarang pada akhir dari banyak tahun, ratusan tahun, ribuan tahun, xPUTERAx Raja Nimi berkata kepada tukang cukurnya sebagai berikut: … (seperti di atas §§4–6, dengan menggantikan “Raja Makhādeva” menjadi “Raja Nimi” pada seluruh bagian) … …
...

 _/\_
84.000 tidak berarti 84.000. Saat itu, 84.000 maknanya adalah jumlah yang banyak. Sekarang istilahnya 1.001. Kalau ada yang bilang 1.001 cara, itu tidak berarti 1.001, tetapi banyak cara.

84
Theravada / Re: Anapanasati = vayo kasina; anapanasati = vipassana
« on: 24 December 2017, 09:28:39 AM »
Dalam keadaan apa dia melihat bentukan jasmani lenyap? :)
Bentukan jasmani lenyap pada jhana 4.

Intinya, saya ragu anapanasati menghasilkan jhana, daripada pusing-pusing meditasi anapanasati, lebih baik meditasi kasina saja, lebih mudah karena anapanasti nafas itu gak tentu. Atau latih saja kasina hingga dapat satu jhana baru transit ke anapanasati, ckckck. terutama kasina warna, tinggal persepsikan saja warna itu, print bentuk bulat atau beli kain warna atau bunga. Kalau bisa beli bunga (mungkin cowok agak malu) yang hidup, biar bisa lihat langsung ketidakkekalan, seberapa cantik/rupawan, Anda akan layu juga sampai mati. Atau jika tidak ya beli bunga mati, lebih hemat uang, trus duduk perepsikan saja sesuai warna apa yang kamu ingingkan. Waktu luang, trus persepsikan, lagi tidur juga persepsikan. Dengan begitu hayalan akan semakin berkurang.

*Untuk yang berlatih nila kasina, ingat bukan yang warna biru atau biru terang, tetapi warna nila (biru gelap). Pelangi ada 7 warna, yang warna nomor 6, itulah nila. Harus dibedakan dengan blue

85
Theravada / Re: Anapanasati = vayo kasina; anapanasati = vipassana
« on: 23 December 2017, 10:59:01 AM »
Anapanasati bisa menghasilkan jhana seperti dalam SN 54.8:

“Oleh karena itu, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku, dengan terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan pemikiran dan pemeriksaan, dengan sukacita dan kebahagiaan yang muncul dari keterasingan,’ maka konsentrasi melalui perhatian pada pernapasan yang sama ini harus ditekuni dengan sungguh-sungguh.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku, dengan meredanya pemikiran dan pemeriksaan, masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan internal dan keterpusatan pikiran, tanpa pemikiran dan pemeriksaan, dan memiliki kegembiraan dan kebahagiaan yang muncul dari konsentrasi,’ maka konsentrasi melalui perhatian pada pernapasan yang sama ini harus ditekuni dengan sungguh-sungguh.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku, dengan meluruhnya sukacita, berdiam dengan seimbang dan, penuh perhatian dan memahami dengan jernih, semoga aku mengalami kebahagiaan dengan jasmani; semoga aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga yang dikatakan oleh para mulia: “Ia berdiam seimbang, penuh perhatian, seorang yang berdiam dengan bahagia,”’ maka konsentrasi melalui perhatian pada pernapasan yang sama ini harus ditekuni dengan sungguh-sungguh.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, jika seorang bhikkhu menghendaki: ‘Semoga aku, dengan meninggalkan kesenangan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya kegembiraan dan ketidak-senangan, masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan dan termasuk pemurnian perhatian oleh keseimbangan,’ maka konsentrasi melalui perhatian pada pernapasan yang sama ini harus ditekuni dengan sungguh-sungguh.
SN 54.6
“Aku telah meninggalkan keinginan indria terhadap kenikmatan indria di masa lalu, Yang Mulia, aku telah meninggalkan keinginan indria terhadap kenikmatan indria di masa depan, dan aku telah sepenuhnya menyingkirkan persepsi ketidaksenangan terhadap hal-hal secara internal dan secara eksternal. Penuh perhatian aku menarik nafas, penuh perhatian aku mengembuskan nafas. Dengan cara inilah, Yang Mulia, aku mengembangkan perhatian pada pernafasan.”
“Itu adalah perhatian pada pernafasan, Ariṭṭha, Aku tidak mengatakan sebaliknya. Tetapi sehubungan dengan bagaimana perhatian pada pernafasan dipenuhi secara terperinci, Ariṭṭha, dengarkan dan perhatikanlah,
Aku akan menjelaskan.”
“Baik, Yang Mulia,” Yang Mulia Ariṭṭha menjawab. Sang Bhagavā
berkata sebagai berikut:
“Dan bagaimanakah, Ariṭṭha, perhatian pada pernafasan dipenuhi secara terperinci? Di sini, Ariṭṭha, setelah seorang bhikkhu pergi ke hutan, ke bawah pohon, atau ke gubuk kosong, duduk. Setelah duduk bersila, menegakkan tubuhnya, dan membangun perhatian di depannya, penuh perhatian ia menarik nafas, penuh perhatian ia mengembuskan nafas…. Ia berlatih sebagai berikut: ‘Merenungkan pelepasan, aku akan menarik nafas’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Merenungkan pelepasan, aku akan mengembuskan nafas.’
“Dengan cara inilah, Ariṭṭha, bahwa perhatian pada pernafasan
dipenuhi secara terperinci.”

Komentar nomor 294:  Spk: Ariṭṭha telah menjelaskan (pencapaian)nya atas jalan yang-tidak-kembali [Spk-pṭ: karena ia secara tidak langsung mengatakan tentang pelenyapan lima belenggu yang lebih rendah], tetapi Sang Buddha menjelaskan praktik pandangan terang untuk mencapai jalan Kearahatan.

Spk-pt mengatakan bhikkhu Arittha menyatakan anagami dilihat dari "meninggalkan kenikmatan indria di masa lalu dan masa depan dan sepenuhnya telah menyingkirkan persepsi ketidaksenangan = tidak lagi memiliki nafsu indria". Pada kasus sakadagami; sakadagami juga demikian telah meninggalkan kenikmatan indria di masa lalu dan masa depan namun persepsi ketidaksenangan belum terjadi maka nafsu indria yang tersembunyi masih dapat tumbuh, nafsu sakadagami telah melemah.

Lihat, Sang Buddha kembali mengajarkan anapanasati itu kepada yang memiliki jhana, bukan kepada yang tanpa jhana.

SN 54.8 itu adalah untuk mendapatkan konsentrasi kapanpun dapat masuk dengan mudah jika digabungkan jhana + anapanasati. Jika hanya jhana, meditator kadang butuh waktu untuk masuk atau tak mampu keluar sesuai tekad sebelumnya, dengan anapanasatilah jhana itu diperkuat. atau itu dikatakan sehungan dengan vayo kasina.

86
Theravada / Anapanasati = vayo kasina; anapanasati = vipassana
« on: 23 December 2017, 10:08:16 AM »
Adakah yang berlatih meditasi pernapasan? Hampir semua meditator. Tetapi adakah yang mencapai jhana dengan meditasi ini? Hampir dipastikan jawabannya senyap.
Mari kita kunjungi MN 10. Adakah di akhir atau di awal atau dipertengah sutta itu (MN 10) membahas jhana? Dengan cukup terasing ..... hingga jhana ke empat? Tidak ada! Adakah sutta lain tentang meditasi pernapasan juga jhana mengikuti dalam penjelasan? Saya pikir tidak ada. Adakah komentar di sutta menyatakan meditasi pernapasan menghasilkan jhana? Kita kesampingkan hal ini dulu karena Buddhaghosa mengatakan ada sekitar 20 meditasi dapat menghasilkan jhana.

Jika kita baca MN 10, kita akan melihat di sana dibahas Perhatian Benar dan Pandangan Terang. Apa itu Perhatian Benar? Ada 4 yaitu: berdiam merenungkan 1. jasmani sebagai jasmani, 2. perasaan sebagai perasaan, 3. pikiran sebagai pikiran, 4. objek-objek pikiran sebagai objek-objek pikiran, tekun, penuh perhatian dan kewaspadaan setelah meninggalkan kerinduan akan dunia. Ini disebut Perhatian Benar. Dan apakah Konsentrasi benar? jhana 1 hingga 4. Ini disebut konsentrasi benar. Adakah ini dibahas di sana? di MN 10? Tidak ada! Yang dibahas pandangan Terang.

Perenungan Jasmani
1. Perhatian pada Pernafasan
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani? Di sini, seorang bhikkhu, pergi ke hutan atau ke bawah pohon atau ke sebuah gubuk kosong, duduk; setelah duduk bersila, menegakkan tubuhnya, dan menegakkan perhatian di depannya, penuh perhatian ia menarik nafas, penuh perhatian ia mengembuskan nafas. Menarik nafas panjang, ia memahami: ‘Aku menarik nafas panjang’; atau mengembuskan nafas panjang, ia memahami: ‘Aku mengembuskan nafas panjang.’ Menarik nafas pendek, ia memahami: ‘Aku menarik nafas pendek’; atau mengembuskan nafas pendek, ia memahami: ‘Aku mengembuskan nafas pendek.’ Ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik nafas dengan mengalami keseluruhan tubuh’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan mengembuskan nafas dengan mengalami keseluruhan tubuh.’ Ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik nafas dengan menenangkan bentukan jasmani’; Ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan mengembuskan nafas dengan menenangkan bentukan jasmani.’ Bagaikan seorang pekerja bubut yang terampil atau muridnya, ketika melakukan putaran panjang, memahami: ‘Aku melakukan putaran panjang’; atau ketika melakukan putaran pendek, memahami: ‘Aku melakukan putaran pendek’; demikian pula, menarik nafas panjang, seorang bhikkhu memahami: ‘Aku menarik nafas panjang’ … ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan mengembuskan nafas dengan menenangkan bentukan jasmani.’

Pandangan Terang
“Dengan cara ini ia berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani secara internal, atau ia berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani secara eksternal, atau ia berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani secara internal dan eksternal. Atau ia berdiam merenungkan sifat munculnya dalam jasmani, atau ia berdiam merenungkan sifat lenyapnya dalam jasmani, atau ia berdiam merenungkan sifat muncul dan lenyapnya dalam jasmani. Atau penuh perhatian bahwa ‘ada jasmani’ muncul dalam dirinya hanya sejauh yang diperlukan bagi pengetahuan dan perhatian. Dan ia berdiam tanpa bergantung, tidak melekat pada apapun di dunia ini. Itu adalah bagaimana seorang bhikkhu berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani.
https://suttacentral.net/id/mn10

Adakah dibahas jhana? Tidak. Yang ada dibahas Perhatian Benar dan pandangan Terang.
Kesimpulan saya:
1. pembahasan ini diberikan kepada mereka yang tidak mampu mencapai 4 jhana atau lebih, atau biasanya yang hanya memiliki 1-3 jhana
2. Dengan perhatian benar dam pandangan teranglah mereka mencapai anagami atau arahat, bagi mereka yang sudah lulus jhana namun tidak bisa maju hingga 8 pencapaian.
3. Jika mencapai Arahat maka mereka akan melatih ini dan muncullah istilah Arahat tanpa jhana. Ketika menjadi Arahat, ia akan meninggalkan jhananya, dengan hanya fokus pada pernapasan.

Pertanyaan: dikatakan bodhisatta Gotama mencapai jhana dengan anapanasati saat berusia sekitar 7 tahun, duduk di bawah pohon jambu?
Coba kita gali lebih dalam, selama 6 tahun bodhisatta Gotama melakukan praktek ekstrim, ia memiliki 8 pencapaian namun tidak menggunakan satu jhana pun! Apa yang beliau gunakan selama 6 tahun? Saya berasumsi, beliau menggunakan meditasi pernapasan! Tidak menghasilkan jhana, hanya berupa ketenangan.
Di MN 36 tentang Saccaka, Beliau mengatakan saat praktik ekstrim beliau ttetap tidak tergoyahkan oleh praktik ekstrim itu, sementar beliau tidak menggunakan satu jhana pun. Dengan begitu, memungkinkan jika beliau menggunakan anapanasati sebagai meditasi tanpa jhana. Atau bisa juga dikatakan sebagai jhana kering.
Mengenai pencapaian jhana di bawah pohon jambu itu, saya berasumsi seperti judul di atas: anapanasati = vayo kasina (unsur udara). Artinya anapanasati yang dipakai adalah udara nafas. Coba kita pertimbangkan meditasi kasina udara: meditator duduk di bawah pohon merasakan angin yang datang, menuju tubuhnya atau pohon. Tetapi, kadang angin tidak datang, bagaimana ia melanjutkan meditasinya? Saya berasumsi ia menggunakan udara nafas masuk-keluar itu sembari menunggu angin.
Seperti halnya 32 organ tubuh, itu menurut saya tidaklah menghasilkan jhana, karena objeknya hingga 32. Menurut saya di sana meditator mengembangkan salah satu dari kasina warna atau unsur. Misalnya: kulit sebagai warna kuning; tulang sebagai warna putih, biru untuk rambut (rambut = biru kehitaman); merah: daging dan darah. 32 organ tubuh itu adalah Pandangan Terangnya.

Yang bisa menghasilkan jhana hanyalah 10 kasina. Selebihnya adalah untuk pandangan Terang. Kalau kita lihat, anapanasati masuk kategori perenungan, yaitu subjek perenungan, bukan objek. Objek yang tepat adalah 10 kasina

Bagaimana tanggapan teman-teman? Ini hanya asumsi saya mengatakan anapanasati sebenarnya adalah pandangan terang dan jika udara yang digunakan maka adalah vayo kasina (kasina angin).

87
Theravada / Re: Adakah peluang mencapai Nibbana di zaman sekarang?
« on: 23 December 2017, 09:22:36 AM »
_/\_ mantap..peta rute jalan sepertinya sudah ditangan..ayo perlahan terus melangkah untuk mencapai tujuan akhir..
_/\_saya bukanlah pemasuk-arus. Hanya seorang Upasaka yang sedang berlatih. Terimakasih

88
Theravada / Re: Adakah peluang mencapai Nibbana di zaman sekarang?
« on: 23 December 2017, 09:21:49 AM »
Makan kebanyakan itu dukkha bagi Bhikkhu yang seharian gak makan. Perutnya sakit cz makan banyak setelah seharian gak makan...  :)) Kalo gw sih liatnya, gak masalah Bhikkhu itu tinggal didalam Sangha atau terasing di hutan, jika kemajuan yang didapat berarti metodenya gak salah. Tapi ya keadaan Sangha sekarang banyak yang kurang baik... :3
Terasing tidak mesti di hutan, terasing bisa saja di Sangha. Terasing yang dimaksud adalah terasing dari hal yang menyenangkan lima utas indria yang dapat menggoda hal-hal ini. Hal-hal ini biasanya muncul di tempat ramai. Oleh karena itu, jika menyukai tempat sunyi, itu juga bisa disebut terasing. Memang hutan tempat yang paling cocok, tetapi hutan umumnya hal yang menakutkan bagi yang terbiasa tinggal di bawah atap. Bukan banyak yang kurang baik lagi, tetapi bisa dibilang di Indonesia hampir semua tidak murni Sangha itu, mungkin di luar juga hampir serupa. Persis seperti yang diramalkan Sang Buddha, 500 tahun setelah Beliau parinibbana maka Dhamma Vinaya menjadi tidak murni. Namun, perlu diketahui jika Sangha dapat dimurnikan, tidaklah berlebihan jika dikatakan Sangha akan memperoleh reputasi yag baik secara riil. Seperti halnya pikiran, ucapan, dan perbuatan dapat dimurnikan, demikian pula jika ada bhikkhu yang benar-benar antusias dan penuh semangat meninggalkan duniawi, bertekad mencapai apa yang belum tercapai maka adalah mungkin kemurnian Sangha akan terjadi, seperti syair Theragatha di atas.

89
Theravada / Re: Adakah peluang mencapai Nibbana di zaman sekarang?
« on: 22 December 2017, 09:27:55 AM »
Mo share salah satu Theragāthā favorit gw... :3

###

Thag 16.10 Pārāpariyattheragāthā

    Sewaktu sang petapa mempraktikkan jhāna,
    Duduk dalam keterasingan, terpusat,
    Di hutan yang penuh dengan bunga,
    Pemikiran ini muncul padanya:

    “Perilaku para bhikkhu
    Masa kini tampaknya berbeda
    Dengan ketika Sang Raja Dunia,
    Yang terbaik di antara manusia, masih ada.

    Jubah mereka hanya untuk menutupi bagian pribadi,
    Dan untuk melindungi dari dingin dan angin;
    Mereka makan secukupnya,
    Puas dengan apapun yang diberikan.

    Apakah halus atau kasar,
    Sedikit atau banyak,
    Mereka makan hanya sekedar untuk bertahan hidup,
    Tanpa serakah atau rakus.

    Mereka tidak sangat menginginkan
    Benda-benda kebutuhan hidup,
    Seperti tonik dan kebutuhan lainnya,
    Seperti mereka menginginkan akhir kekotoran.

    Di dalam hutan, di bawah pepohonan,
    Di dalam gua kecil dan besar,
    Berkomitmen pada keterasingan,
    Mereka hidup dengan itu sebagai tujuan akhir.

    Mereka terbiasa dengan hal-hal sederhana,
    Dan mudah dilayani,
    Lembut, batin mereka tidak membandel,
    Tak tercela, tak banyak bicara,
    Batin mereka terarah pada tujuan.

    Dengan cara inilah mereka menginspirasi keyakinan,
    Dalam gerakan, cara makan, dan praktik mereka;
    Tata-laku mereka halus
    Bagaikan aliran minyak.

    Dengan berakhirnya segala kekotoran,
    Para bhikkhu senior itu sekarang telah merealisasikan nibbāna;
    Mereka adalah para meditator besar dan penolong besar—
    Sedikit yang seperti mereka pada masa kini.

    Dengan berakhirnya
    Prinsip-prinsip kebaikan dan pemahaman yang baik,
    Ajaran Sang Penakluk,
    Yang penuh dengan kualitas-kuliatas baik, telah hancur berantakan.

    Sekarang adalah musim
    Bagi Prinsip-prinip buruk dan kekotoran.
    Mereka yang siap untuk keterasingan
    Adalah apa yang tersisa dari Dhamma sejati.

    Ketika mereka tumbuh, kekotoran-kekotoran
    Menguasai banyak orang;
    Mereka bermain-main dengan orang-orang dungu, aku percaya,
    Bagaikan setan bermain-main dengan orang-orang gila.

    Dikuasai oleh kekotoran-kekotoran,
    Mereka berlarian kesana-kemari
    Di antara penyebab-penyebab kekotoran,
    Seolah-olah mereka menyatakan perang dengan diri mereka sendiri.

    Setelah meninggalkan Dhamma sejati,
    Mereka saling berdebat;
    Mengikuti pandangan-pandangan salah
    Mereka berpikir, ‘Ini lebih baik.’

    Mereka meninggalkan harta kekayaan,
    Anak-anak, dan istri untuk meninggalkan keduniawian;
    Tetapi kemudian mereka melakukan apa yang seharusnya tidak mereka lakukan,
    Demi sesendok kecil dana makanan.

    Mereka makan hingga perut mereka penuh,
    Dan kemudian mereka berbaring telentang untuk tidur.
    Ketika mereka terjaga kembali, mereka terus berbicara,
    Jenis pembicaraan yang dicela Sang Guru.

    Menghargai segala seni dan keterampilan,
    Mereka berlatih di dalamnya;
    Tidak tenang dalam batin,
    Mereka berpikir, ‘Ini adalah tujuan dari kehidupan pertapaan’.

    Mereka memberikan tanah, minyak, dan bedak,
    Air, tempat tinggal, dan makanan
    Untuk para perumah tangga,
    Mengharapkan lebih dari itu sebagai imbalan.

    Serta tusuk-gigi, buah kawista,
    Bunga-bunga, makanan,
    Dana makanan yang telah dimasak,
    Buah mangga dan kemloko.

    Dalam hal pengobatan mereka seperti dokter,
    Dalam hal bisnis seperti perumah tangga,
    Dalam hal riasan seperti pelacur,
    Dalam hal kekuasaan seperti raja

    Kecurangan, tipuan,
    Saksi palsu, kelicikan:
    Mengunakan banyak rencana,
    Mereka menikmati benda-benda materi.

    Berpura-pura, memikirkan cara, dan merencanakan,
    Dengan cara ini
    Mereka menimbun banyak harta kekayaan
    Demi penghidupan mereka.

    Mereka mengumpulkan komunitas
    Demi bisnis daripada demi Dhamma.
    Mereka mengajarkan Dhamma kepada orang lain
    Demi perolehan, bukan demi tujuan.

    Mereka yang di luar Saṅgha
    Bertengkar demi harta Saṅgha.
    Mereka tidak tahu malu, dan tidak peduli
    Bahwa mereka hidup dari harta orang lain.

    Beberapa orang yang mencukur rambut
    Dan mengenakan jubah luar,
    Tidak menekuni praktik,
    Melainkan hanya ingin dihormati,
    Tergila-gila dengan harta dan penghormatan.

    Ketika sudah terjadi seperti ini,
    Tidaklah mudah pada masa kini
    Untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan,
    Atau mempertahankan apa yang telah direalisasikan.

    Seseorang yang dengan perhatian ditegakkan
    Dapat berjalan tanpa sepatu
    Bahkan di tanah berduri;
    Itu adalah bagaimana seorang bijaksana berjalan di desa.

    Dengan mengingat para meditator masa lalu,
    Dan mengingat perilaku mereka;
    Bahkan di kemudian hari,
    Adalah masih mungkin untuk merealisasikan tanpa-kematian.”

    Itu adalah apa yang Sang Petapa, yang indria-indriaNya
    Terkembang sempurna, katakan di hutan pepohonan sāla.
    Orang suci itu, Sang Bijaksana, telah merealisasikan nibbāna:
    Mengakhiri kelahiran kembali ke dalam kehidupan apapun juga.



https://suttacentral.net/id/thag16.10

 _/\_ _/\_ _/\_
Syair itu diucapkan dengan baik
    ..... Dengan mengingat para meditator masa lalu,
    Dan mengingat perilaku mereka;
    Bahkan di kemudian hari,
    Adalah masih mungkin untuk merealisasikan tanpa-kematian.”
Jika bhikkhu tidak membuncitkan perutnya, hidup menyendiri, puas dengan makanan tanpa membuat kenyang hingga susah gerak hingga perut menonjol maka mereka akan mencapai apa yang belum dicapai. Yaitu puas dalam keinginan sedikit, puas dalam keterasingan dan menyelami Empat Kesunyatan Mulia.

90
Theravada / Re: Adakah peluang mencapai Nibbana di zaman sekarang?
« on: 22 December 2017, 09:04:45 AM »
Darimana seseorang sungguh-sunguh bisa tahu kalau seseorang sudah mencapai arahat atau tingkat kesucian tertentu ?

Apakah orang yg sudah mencapai tingkat kesucian tertentu juga sungguh-sungguh tahu/sadar bahwa dirinya sudah mencapai tingkat kesucian tersebut ?

Jika tidak ada seorangpun yg benar-benar yakin tahu akan pencapai kesucian seseorang, lantas bagaimana bisa muncul pernyataan tidak ada arahat dizaman sekarang atau sebaliknya ?

Didalam sutta sering ditulis, si A, si B, dll mencapai tingkat kesucian tertentu setelah selesai mendengarkan dhamma dari sang Buddha, siapakah yg menobatkan si A & B sudah mencapai tingkat kesucian tersebut ?
Yang mencapai Arahat, ia pasti akan tahu dengan sendirinya, yang mencapai anagami juga demikian, ia akan melihat apakah masih ada nafsu indria dan permusuhan atau tidak. 2 pencapaian yang rendah, ini bisa dicapai dengan hanya kesimpulan dari kebijakksanaan, mereka juga bisa sadar akan pencapaian mereka.
Umumnya saat pertama kali memasuki arus, ia tidak mengetahuinya, namun ketika ia melanggar salah satu dari lima sila, kepalanya akan panas, ia mulai menyadari ada yang berbeda dengannya (sotapanna masih mungkin melanggar 5 sila, mungkin inilah sotapanna pemula = sotapanna magga). Ketika ia berbohong, ia mulai merasakan ada yang janggal, "Mengapa sulit bagiku berbohong?" Seperti ada sebuah tekanan padanya. Inilah sotapanna pemula, karena telah lama ia hidup sebagai kaum biasa, maka kebiasaan melanggar sila, terasa jika tidak dihukum maka tidak perlu risau, oleh karena kebiasaan ini sepanjang samsara, maka sotapanna pemula dapat melanggar lima sila, seiring berjalannya waktu ia akan mulai mantap dalam 5 sila. Kemudian ia menyelami 4 faktor memasuki arus, dan 4 syarat memasuki arus, jika terpenuhi maka dapat disimpulkan ia adalah pemasuk-arus. Tentu saja, ada banyak hal yang harus ia simpulkan lebih jauh (terutama 3 belenggu). Karena seseorang mungkin menilai dirinya terlalu tinggi.

Seseorang menyatakan pencapaiannya melalui 5 cara:
1. ia memang mencapainya
2. menilai dirinya terlalu tinggi
3. Demi sesuatu (demi terkenal atau demi materi)
4. Bodoh dan dungu
5. Gila
Adalah mungkin seseorang berpikir melalui jhana 1 seseorang dapat memasuki arus, atau 8 pencapaian atau 1.000 jhana (seribu kesaktian). Ini belum tentu, seseorang yang tidak berada di jalan kepastian (Dhamma Sejati), tidak mungkin dapat memasuki-arus. Memasuki -arus dan Sakadagami dicapai dengan kesimpulan dengan mengandalkan kebijaksanaan atas Empat Kesunyatan Mulia. Jarang sekali dikatakan bhikkhu memasuki-arus dengan bantuan jhana (sepertinya tidak ada kisah seperti ini). Anagami atau Arahat dicapai dengan bantuan jhana, itu yang sering didengar. Sebelum mencapai kesucian apa pun, ia harus memasuki-arus terlebih dahulu.

Pages: 1 2 3 4 5 [6] 7
anything