kasusnya hampir sama dengan dokter yang menyuruh suami harus memilih antara ibu atau anak yang diselamatkan, tapi menurut saya pastur tersebut memilih bukan berarti berniat membunuh tapi diancam n tindakan memilih bukan berarti ada usaha untuk menjalankan niat membunuh karena bisa saja ia berharap prajuritnya cuma menggertak.
Bagi saya pribadi, memang sebuah perbuatan disebut 'membunuh' tidak bisa ditentukan secara sederhana seperti penerapan 5 kriteria mutlak. Tapi itu 'kan opini pribadi saya.
Dalam teori Buddhis, melakukan hal dengan sadar dan sengaja terhadap makhluk yang hasilnya adalah kematian makhluk tersebut disebut membunuh, terlepas dari motivasi dan situasi yang melatar-belakanginya. Dan benar, jika saya memilih dokter kandungan yang kebetulan Buddhis, saya akan tanyakan mengenai ini. Karena jika dalam kasus komplikasi harus memilih mengorbankan salah satu, misalnya ibu/anak, atau anak1/anak2 (dalam kasus kembar {siam}), takutnya si dokter ternyata Sotapanna dan membiarkan kamma saja yang bekerja.
jadi kalo mis ketemu ada orang mo bom bunuh diri lebih baik diam pasrah aja ya? Tidak harus membunuh tapi kalau ada yang menyelamatkan sekumpulan orang dr bom itu, apakah nanti dihitung bagaimana kalo kumpulan orang yang diselamatkan ternyata mau membunuh juga? Sepertinya tidak harus dihitung sampai begitu.
Memang perhitungan yang absurd. IMO, "penyalahan" cenderung
oversimplify dan "pembenaran" cenderung
overcomplicate. Saya pribadi tidak cocok keduanya.
Dan kembali lagi, di sini saya hanya mau tahu pemahaman masing-masing orang di sini terhadap definisi pembunuhan, jadi bukan mau "menetapkan" mana benar dan salah, mana kusala dan akusala. Sangat wajar bahwa kusala menurut satu orang adalah akusala bagi orang lain.