cara aneh Bodhidharma? wah, tentunya tidak demikian. Chan tidak sesederhana penjelasan dalam post itu. Jhana2 dalam Chan juga sama seperti Jhana2 dalam Theravada. Chan yang saya ketahui tidak seperti itu. Ini hanyalah kekeliruan pemahaman saja. Master Huineng tentu saja 100% tercerahkan. Tapi bukan masalah juga bila bro tidak percaya. Toh, banyak manusia di Dunia ini tidak percaya Buddha Gotama sendiri.
begini bro,saya tidak tahu master Huineng itu tercerahkan atau tidak, tetapi.....
bisa di lihat dari METODE LATIHAN beliau...
kan tidak mungkin seseorang mau jagoan badminton malah latihan senam balet...
SangBuddha memberikan banyak metode latihan, tetapi semua itu tidak bertentangan dengan isi Tipitaka maupun Metode yang diajarkan seperti MahassiSayadaw...
lagian kebanyakan metode Vipassana merujuk pada isi MahaSatipattana-Sutta....tentang landasan perhatian.
Nana yang saya maksud bukan berubah-ubah demikian.. Nana adalah Nana. dhamma adalah dhamma (fenomena). Bukankah Buddha mengajarkan: Sabbe sangkhara anicca...
segala sesuatu itu selalu berubah.. maka tidak ada satu dhamma pun yang tetap. Pemahaman Nana pun selalu berubah mengikuti objeknya (dhamma). Inilah maksud saya. Sebagaimana Buddha mengajarkan Dhamma dengan cara dan bahasa yang beragam, sesuai dengan keadaan.
Intinya, Nana itu bukan sesuatu yang bersifat kaku, tp fleksibel dan menyesuaikan dengan fenomena.
Mengetahui adanya Amitabha dan merealisasi Nirvana adalah dua hal yang berbeda bro. Misalnya seorang Arahat bisa saja tidak punya abhinna apapun, jadi ia tidak bisa melihat jauh ke bumi Sukhavati.
Karena bro belum merasakan hasil dari Jalan Vajra, tentu ini adalah omong kosong. Namun, sama seperti bro yang meyakini Jalan Arahat biarpun belum mencapai Arahat. Saya meyakini Vajrayana sekalipun saya belum merealisasi Kebuddhaan.
waduh,
bagaimana bisa berubah bro...bisa dijelaskan pada saya yang awam ini.
jadi pencapaian Sammasambuddha itu bisa berubah jadi Perumahtangga?kan sesuai slogan,
tidak ada yang KEKAL dan semua bisa berubah..begini saja, kalau Arahat kan sudah biasa dilihat Di Thailand, bahkan di Myanmar hal ini bisa dilihat dari Relik yang mengkristal mereka....
saya pun sudah pernah memegang relik-relik Arahat seperti Sariputta,dan lainnya...
yang unik relik Ananda yang selalu berbentuk hati...
kemudian uniknya pula relik ini memiliki pancaran energi, silahkan dicoba sendiri dan rasakan...kadang tangan seperti kesetrum listrik kecil....bahkan relik ini bergetar ditangan...
tetapi selama saya melihat relik-relik, tidak ada satupun relik Arahat[savaka buddha] yang menyamai relik [Sammasambuddha] berbeda...
ke-indah-an dan kejernian relik tersebut berbeda....dan ke-aneka-ragaman warna pun sangat berbeda...
disini kelihatan jelas...banyak murid Sammasambuddha mencapai tingkat Savaka-Buddha..
tetapi tidak ada yang menyamai SAMMASAMBUDDHA...
jadi jelas saja saya katakan
"siapa yang merealisasikan Sammasambuddha?" kisah 7 petapa yg mana bro? 7 Bhikkhu siswa Buddha Kassapa kah?
MEMBUKA PINTU HATI
Beberapa abad yang silam, tujuh org bhikkhu tinggal di sebuah gua di sebuah rimba di suatu tempat di Asia, melakukan meditasi cinta kasih tanpa syarat. Ada seorang bhikkhu kepala, saudara laki-lakinya, dan sahabat karibnya. Yang keempat adalah musuh bhikkhu kepala; mereka tidak pernah akur. Bhikkhu kelima adalah seorang bhikkhu yang sangat tua, begitu rentanya sampai-sampai sewaktu-waktu bisa meninggal dunia. Yang keenam sakit berat—juga bisa meninggal kapan saja. Yang terakhir, ketujuh adalah bhikkhu yang tidak berguna. Dia mendengkur saat dia seharusnya bermeditasi, tidak bisa mengingat parrita, dan kalau pun kebetulan ingat, dia mengucapkannya dengan nada sumbang. Dia juga tidak bisa mengenakan jubahnya dengan pantas. Namun Bhikkhu yang lain membiarkannya saja dan berterima kasih kepadanya karena telah mengajarkannya mereka untuk bersabar.
Suatu hari, gerombolan bandit menemukan gua tersebut. Gua itu sangat terpencil, sangat tersembunyi, sehingga mereka ingin mengambil alih gua itu untuk dijadikan markas. Jadi mereka berniat untuk membunuh semua bhikkhu tersebut. Akan tetapi, untunglah. Bhikkhu kepala sangat lihai berbicara untuk membujuk orang. Dia berhasil—jangan tanya saya—membujuk gerombolan bandit itu untuk membiarkan bhikkhu-bhikkhu itu pergi, kecuali satu orang, yang akan dibunuh sebagai peringatan kepada bhikkhu-bhikkhu yang lain untuk tidak mengatakan lokasi gua itu kepada siapa pun. Hanya itulah yang terbaik yang bisa dilakukan sang bhikkhu kepala.
Bhikkhu kepala dibiarkan sendirian selama beberapa saat untuk membuat keputusan yang menyedihkan mengenai siapa yang akan dikorbankan, sehingga yang lainnya bisa pergi bebas.
Tatkala saya menceritakan kisah ini di depan publik, saya berenti sebentar untuk bertanya kepada hadirin, “Baiklah, menurut Anda, siapakah yang akan dipilih oleh bhikkhu kepala?” Pertanyaan ini biasanya bisa menyegarkan hadirin yang terkantuk-kantuk dalam ceramah saya dan membangunkan mereka yang sudah tertidur. Saya mengingatkan mereka bahwa ada bhikkhu kepala, saudara laki-lakinya sahabatnya, musuhnya, bhikkhu tua dan bhikkhu yang sakit (dua-duanya sudah mau mati), serta bhikkhu yang tak berguna. Menurut Anda, siapa yang akan dipilihnya?
Sebagian menyarankan si musuh saja, “Bukan,” kata saya. “Saudaranya?” “Salah.”
Bhikkhu yang tidak berguna selalu saja disebutkan—tega nian kita! Setelah cukup menikmati jawaban-jawaban itu, saya beberkan jawabnya: bhikkhu kepala tidak mampu memilih.
Cinta kasihnya kepada saudaranya persis sebesar, tidak lebih dan tidak kurang, cinta kasihnya kepada sahabatnya, dan juga persis dengan cinta kasihnya kepada musuhnya, kepada bhikkhu tua, bhikkhu yang sakit, bahkan kepada bhikkhu yang tidak berguna itu. Dia telah menyempurnakan arti kata-kata itu: pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu, apa pun yang kamu lakukan, siapa pun kamu.
Pintu hati bhikkhu kepala terbuka lebar untuk semua, tanpa syarat, tanpa pandang bulu, cinta kasih yang mengalir bebas. Dan yang paling penting, cinta kasihnya kepada orang lain sama besarnya dengan cinta kasihnya kepada dirinya sendiri dan yang lain-lain.
Saya mengingatkan org Yahudi-Kristiani diantara hadirin saya bahwa kitab mereka mengajarkan untuk “cintai tetanggamu seperti dirimu sendiri”. Tidak lebih dari dirimu sendiri dan tidak kurang dari dirimu sendiri, namun setara dengan dirimu sendiri. Itu berarti memperlakukan orang lain seperti halnya kita memperlakukan diri sendiri dan memperlakukan diri sendiri seperti halnya kita memperlakukan orang lain.
Mengapa kebanyakan hadirin berpikir bahwa bhikkhu kepala akan mengorbankan dirinya untuk dibunuh? Mengapa, dalam budaya kita, kita selalu mengorbankan diri sendiri untuk orang lain dan menganggap hal ini sebagai kebaikan? Mengapa kita lebih menuntut, lebih kritis, dan menghukum diri sendiri lebih dari siapa pun? Alasannya cuma satu: kita belum belajar bagaimana mencintai diri sendiri. Jika Anda merasa sulit untuk berkata kepada orang lain: “pintu hatiku terbuka untukmu, apa pun yang kau lakukan,” akan jauh lebih sulit untuk mengatakannya kepada diri sendiri, “Aku. Orang yang begitu dekat, kalau nggak salah ingat. Diriku. Pintu hatiku juga akan selalu terbuka untuk diriku sendiri. Aku ini, tak peduli apa pun yang telah dilakukan. Ayo masuk.”
Itulah yang saya maksudkan dengan mencintai diri kita sendiri: ini dinamakan pemaafan. Melangkah keluar dari penjara rasa bersalah; berdamai dengan diri sendiri. Dan jika Anda punya nyali untuk mengatakan kata-kata itu kepada diri Anda sendiri, dengan sejujurnya, dari relung hati yang terdalam, maka Anda akan menyongsong ke depan, bukannya mundur, untuk menemukan cinta kasih yang luhur. Suatu hari, kita semua harus mengatakan kata-kata itu, atau yang semacamnya, kepada diri kita sendiri, dengan sejujurnya, bukan hanya main-main. Saat kita melakukannya, itu seakan-akan seperti memanggil pulang bagian dari diri kita yang telah lama diusir, hidup membeku di luar sana. Kita merasa tersatukan, utuh, dan lepas untuk berbahagia. Hanya ketika kita bisa mencintai diri sendiri dengan cara begitu, barulah kita benar-benar mengerti bagaimana mencintai orang lain, tidak lebih dan tidak kurang.
Dan harap diingat, Anda tidak perlu menjadi sempurna terlebih dahulu, tanpa kesalahan, untuk memberikan cinta Anda kepada diri sendiri. Jika Anda harus menunggu kesempurnaan, itu tidak akan tiba. Kita harus membuka pintu hati kita kepada diri kita sendiri, apa pun yang telah kita lakukan. Begitu kita berada di dalamnya, sempurnalah kita.
Orang sering bertanya kepada saya, apa yang terjadi dengan ketujuh bhikkhu tersebut sewaktu bhikkhu kepala mengatakan kepada para bandit bahwa dia tidak mampu memilih.
Kisah ini, seperti yang saya dengar beberapa tahun silam, tidak mengisahkan kelanjutannya: ceritanya berhenti sampai di situ. Namun, saya tahu apa yang terjadi kemudian; saya mereka-reka apa yang harusnya terjadi. Ketika bhikkhu kepala bhikkhu menjelaskan kepada para bandit, kenapa dia tidak mampu memilih antara dirinya sendiri dan yang lain, dan menjelaskan arti cinta kasih dan pemaafan seperti yang saya jelaskan kepada Anda tadi, maka semua bandit menjadi sangat terkesan dan terinspirasi sehingga tidak hanya mereka melepaskan semua bhikkhu itu, namun mereka juga bertobat dan menjadi bhikkhu!
Sumber: Ajahn Brahm, buku ”Membuka Pintu Hati” terjemahan dari buku “Opening the Door of Your Heart”
------------------
jadi masih beranggapan boleh membunuh dengan welas asih?...yang namanya Welas asih dan METTA itu seperti yang lakukan kepala Bikkhu ini, Welas asih nya sama rata walau keadaan terdesak pun, tidak memilih-milih TUMBAL...
semoga anda bisa tercerahkan membaca cerita unik ini.
lho, bukankah ada 12 nidana paticcasamudpada?
maaf bukan maksud menggurui anda, tetapi seperti nya anda salah paham mengenai hukum paticasamupadda ini..
hukum ini menjelaskan mengenai bahwa dari AVIJA[kebodohan/kegelapan batin] maka timbullah penderitaan [jati-marana/usia tua dan mati]
bukan penjelasan dari awal manusia terbentuk seperti cerita Adam dan Hawa di kitab agama tetangga.
nah ketika seseorang melakukan vipassana-bhavana dari semula misalnya seseorang beranggapan bahwa ROH itu ada, dari sini pengetahuan nya tentang melihat kesinambungan mental dan objek saling mengikat kemudian dengan pandangan mendalam
melihat tentang manusia tidak lebih dari unsur-unsur pembentuk karena adanya pengetahuan maka ketidaktahuan nya pun tentang hal ini lenyap...dari sinilah pemahaman tentang ROH itu ada tidaklah benar bagi pemeditasi buddhism... dan inilah disebut "nana"
nana dalam vipasana pun banyak..bukan cuma 1
jadi anggapan bahwa "nana" bisa berubah seperti kata anda......saya bingung maksud nya itu apa..