Iklan lagiiii :
Kita tidak boleh melupakan, bahwa satu-satunya semangat dari agama Buddha adalah perdamaian. Dalam ketenangan dan kedamaian dari Ajaran Sang Buddha, ada kesempatan dan kemungkinan untuk melenyapkan kebencian, dendam, iri hati serta kejahatan-kejahatan lainnya dari batin kita.
Tidak mengherankan apabila, pada suatu waktu, kehidupan sehari-hari, karena suatu hal, kita marah pada seseorang, Tetapi kita tidak boleh membiarkan perasaan ini timbull dalam diri kita. Kita harus berusaha mengendalikannya, dari mulai perasaan marah itu timbul. Umumnya ada delapan cara untuk mengendalikan kemarahan kita.
Cara pertama adalah merenungkan Ajaran-ajaran Sang Buddha. Pada banyak kesempatan Sang Buddha menerangkan tentang tidak adanya manfaat dari kemarahan. Salah satu nasihat Beliau adalah sebagai berikut:
\"Seandainya ada beberapa penjahat menangkap salah seorang di antara Anda sekalian, dan memutuskan anggota-anggota badannya dengan gergaji; dan bila pada saat itu orang tersebut marah, ia bukan pengikut ajaran-Ku\". (Kakacupama Sutta, M.N.21)
Juga: \"Bagaikan setumpukan kayu dari tumpukan kayu bakar, yang terbakar di kedua ujungnya, dan bagian tengahnya busuk, batang kayu itu tidak dapat dijadikan kayu bakar, maupun bahan bangunan; demikian pula dengan orang pemarah\". (Anguttara Nikaya II, 95)
Lebih lanjut kita dapat mempertimbangkan nasihat-nasihat Sang Buddha yang terdapat dalam Kitab Suci Dhammapada:
4. \"la menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya; Jika seseorang sudah tidak memiliki lagi pikiran-pikiran semacam itu, maka kebencian akan berakhir\".
5. \"Kebencian tak akan berakhir, jika dibalas dengan kebencian; tetapi kebencian akan berakhir, jika dibalas dengan cinta kasih\".
133. \"Janganlah berbicara kasar pada siapapan; karena mereka yang mendapat perlakuan demikian akan membalas dengan cara yang sama\".
184. \"Kesabaran adalah cara bertapa yang paling tinggi. —Nibbana adalah yang tertinggi dari segalanya—, demikianlah ajaran semua Buddha. Dia yang masih menyakiti orang tain, sesungguhnya bukan seorang petapa (samana)\".
221. \"Hendaklah orang menghentikn kemarahan dan kesombongan, hendaklah ia mengatasi semua belenggu. Orang yang tidak terikat lagi pada batin dan jasmani, yang telah terbebas dari nafsu-nafsu, tak akan menderita lagi\".
223. \"Kalahkan kemarahan dengan cinta kasih, dan kalahkan kejahatan dengan kebajikan. Kalahkan kekikiran dengan kemurahan hati, dan kalahkan kebohongan dengan kejujuran\".
233. \"Hendaklah orang selalu menjaga rangsangan pikiran, hendaklah ia mengendalikan pikirannya. Setelah menghentikan perbuatan-perbuatan jahat melalui pikiran, hendaklah ia giat melakukan perbuatan-perbuatan baïk melalui pikiran\".
Apabila dengan cara merenungkan nasihat Sang Buddha ini, seseorang tak dapat mengekang kemarahannya, maka sebaiknya ia mencoba dengan cara yang kedua.
Biasanya orang yang memiliki sifat jahat bagaimanapun, pasti memiliki beberapa sifat yang baik. Ada orang yang mempunyai pikiran jahat, tetapi dapat berkata dengan bahasa yang berbeda dengan apa yang sedang dipikirkannya, atau melakukan perbuatan dengan cara yang tidak terduga. Namun ada orang yang kasar di dalam berkata-kata saja, tetapi tidak demikian dengan pikiran dan perbuatan mereka. Ada orang yang kasar dan kejam dalam perbuatan, tapi tidak jahat dalam pikiran maupun perkataan. Ada orang yang lemah lembut dalam pikiran, perkataan, maupun perbuatan.
Bila kita marah pada seseorang, sebaiknya kita mencoba mencari hal-hal yang baik pada diri orang tersebut, baik dalam cara berpikir, berbicara, ataupun dalam cara melakukan perbuatannya. Jika kita menemukan hal-hal yang baik pada dirinya, kita harus merenungkan nilai dan hal-hal itu, dan melupakan sifat-sifat buruk yang merupakan kelemahan alamiah, yang terdapat pada setiap orang. Sementara kita berpikir demikian, kita akan merasa kasihan kepada orang itu. Bila kita dapat mengembangkan pikiran seperti ini, maka kita akan dapat mengekang atau melenyapkan kemarahan kita kepada orang itu.
Tetepi, adakalanya cara ini tidak berhasil, maka kita harus mencoba cara ke tiga. Pada dasarnya cara ini dilakukan dengan merenungkan:
\"Ia telahmelakukan kesalahan pada saya; dengan demikian ia telah menodai pikirannya; maka mengapa saya harus menodai atau merusak pikiran saya karena kebodohannya? Kadang-kadang saya mengabaikan bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh sanak saudara saya, kadang-kadang mereka menangis, karena perbuatan-perbuatan saya yang disebabkan kelalaian saya. Sebagai orang yang seperti itu, mengapa saya tidak mengabaikan perbuatan dari orang bodoh itu?\"
\"Ia telah melakukan kesalahan, dan pantas dimarahi, apakah saya juga harus mengikutinya dengan menjadi marah? Apakah bukan bodoh bila menirunya? Ia yang membenci akan rusak dari dalam. Mengapa karena hal ini saya harus merusak reputasi saya?\"
\"Segala sesuatu berubah-ubah. Batin dan jasmani berubah-ubah pula. Jasmani dan pikiran-pikiran yang berbuat kesalahan pada saya, sekarang tak ada lagi. Apa yang saya katakan kepada orang yang sama sekarang adalah pikiran-pikiran dan bagian jasmani yang berbeda dengan pikiran-pikiran dan bagian-bagian jasmani yang mendahului yang telah mengganggu saya, walaupun hal itu merupakan milik dari proses batin-jasmani yang sama. Jadi sebuah pikiran dan sekelompok badan jasmani yang berbuat salah pada saya, dan lenyap pada waktu itu juga, kemudian (hal-hal itu) memberikan kesempatan bagi pikiran-pikiran dan bagian-bagian jasmani baru untuk muncul. Maka pada apakah saya harus marah? Kepada pikiran-pikiran dan bagian-bagian jasmani yang telah lenyap atau kepada pikiran-pikiran atau bagian-bagian jasmani yang tidak melakukan kesalahan? Apakah saya harus marah pada suatu hal yang tak bersalah, karena yang bersalah padaku telah lenyap?\"
\"Yang disebut \'saya\' adalah tidak sama pada dua saat yang berbeda. Pada saat kesalahan dibuat, pada saat itu ada pikiran dan kelompok molekul lain yang kita pandang sebagai \'saya\', sedangkan yang kita anggap sebagaî \'saya\' pada saat sekarang adalah suatu pikiran dan kumpulan molekul yang berbeda dengan yang tadi, walaupun térmasuk bagian dari proses yang sama. Jadi ada molekul yang melakukan kesalahan pada seseorang, dan molekul lain mendapat marah dari orang lain. Apakah hal ini tidak lucu?\"
Bila kita memiliki sifat sebenarnya dari kehidupan kita dan itu terjadi seperti ini, maka kemarahan kita akan mereda atau lenyap pada saat itu juga.