//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Perbandingan jhana menurut beberapa guru dan interpretasi  (Read 96241 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Perbandingan jhana menurut beberapa guru dan interpretasi
« Reply #15 on: 29 October 2009, 02:13:19 AM »
 [at] Peacemind:
Maaf sebelumnya tidak menjelaskan detil. Mksd saya nimitta dlm bentuk cahaya seperti yg sering digambarkan dan berkaitan dengan jhananimitta, bukan nimitta yg ada dalam sutta2.. Untungnya Suhu Medho sudah membantu mengelaborasi dan Sdr. Peacemind dapat menangkap mksd saya. Anumodana Suhu dan Sdr. Peacemind. _/\_

Makasih utk referensi Suttanya.. Tanpa bermaksud menafikan pengalaman orang lain, menurut saya jhananimitta bersifat 'relatif', bukan merupakan sesuatu yg bersifat 'mutlak' harus dialami setiap orang. Krn jika mutlak pasti Sang Buddha menjelaskan secara terperinci dan ditemukan dimana-mana. Alih2 beliau hanya memberikan bbrp poin general spt yg pernah saya tulis sebelumnya tanpa jhananimitta include didalamnya. Dan sutta yg menjelaskan cukup detil itu pun sejauh ini baru 1 yg saya ketahui dr Anda, Upakkilesa Sutta. Oya, ada 1 Sutta lagi yg 'mungkin' menjelaskan ttg 'cahaya' yg kita bahas ini, di Anussatitthana-Udayi Sutta, AN 6.29. Sayang saya ngga ngerti Pali.. Artikan plis. hics.. :(

Samadhi yg saya ingat konon berasal dari kata 'sam-a-dha' yg berarti 'mengumpulkan bersama' kurleb berarti 'terpusat'.
Mengenai kondisi terserap, menurut saya keadaan benar2 terserap hanya terjadi pada Jhana 4, lalu Landasan Ruang tanpa batas dan kesadaran tanpa batas.
Sedangkan Jhana 1-3 belum benar2 terserap scr penuh karena masih adanya berbagai aktifitas batin lainnya. Ini menurut saya sesuai dengan MN 66.
Di AN 6.29 tsb di atas antara Jhana1-3 dengan Jhana ke-4 tidak dikelompokkan bersamaan. Kira2 kenapa ya? :)

Ya, memang dalam keadaan Jhana 3 & 4 dikatakan adanya unsur sati. Malah sati yg murni hadir dlm Jhana 4. Setuju. _/\_

Tentang "tidak bisa melihat bentuk2 batin lain seperti halnya dalam Vipassana yang memiliki berbagai macam obyek yang selalu bergantian."
Tanggapan saya, sebenarnya samatha dan vipassana tidak benar2 metode terpisah spt yg banyak ada pada hari ini.. Dr bbrp sutta ke-2nya merupakan kualitas yg harus dikembangkan untuk mencapai Samma-samadhi. Dan biasanya syarat untuk memulai meditasi dikatakan Sang Buddha "atapi sampajano satima vineyya loke abhijjhadomanassam". Ini terdapat dlm Satipatthana Sutta dan banyak sutta lainnya.. Salah 1 nya di Sankhitta Sutta:

Spoiler: ShowHide

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, you should then train yourself thus: 'I will remain focused on the body in & of itself — ardent, alert, & mindful — putting aside greed & distress with reference to the world.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, you should train yourself: 'I will remain focused on feelings in & of themselves... the mind in & of itself... mental qualities in & of themselves — ardent, alert, & mindful — putting aside greed & distress with reference to the world.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.


Dari yg di atas, tampaknya ada pengembangan konsentrasi di sana thdp landasan tubuh, perasaan, pikiran dan dhamma. Apakah mengembangkan konsentrasi pd landasan perasaan misalnya, mengenali perasaan senang, perasaan tidak senang, perasaan bukan senang bukan tidak senang, tidak termasuk berpindah-pindah obyek?

Anumodana sebelumnya..

Mettacittena
_/\_
appamadena sampadetha

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Perbandingan jhana menurut beberapa guru dan interpretasi
« Reply #16 on: 29 October 2009, 04:04:39 AM »
For Jerry:

Sebenarnya kata nimitta secara simple bermakna gambaran, dan arti sesungguhnya akan tergantung pada konteks yang digunakan. Sebagai contoh, cutinimitta (gambaran batin ketika seseorang mau meninggal), jhananimitta (gambaran batin dalam meditasi), dll. Dan memang dalam sutta2 istilah nimitta tidak pernah digunakan dalam konteks kaitannya dengan meditasi.

Dalam Udayisutta, istilah anussatiṭṭhānānī bisa diartikan sebagai stasion atau tempat yang digunakan untuk mengingat. Anussati adalh mengingat, sedangkan tiṭṭhāna secara literal berarti ‘berdiri’ namun dalam hal ini istilah ini mengacu pada tempat, station, atau obyek. Yap, di sini, menjawab pertanyaan Sang Buddha, bhikkhu Ananda menyebut satu kata yaitu ālokasaññā atau percepsi cahaya. Sebenarnya istilah ālokasaññā sering ditemukan di sutta2 lain dan biasanya digunakan sebagai alat untuk mengatasi rasa ngantuk (thinamddha) pada saat bermeditasi.  Namun saya berpendapat bahwa ālokasañña bukan nimitta yang muncul pada saat seorang berada dalam jhana karena di dalm jhana, nimitta akan muncul dengan sendirinya ketika pikiran terpusat, sedangkan  ālokasaññā harus dikembangkan dan dalam praktiknya seseorang harus berimaginasi suasana siang hari (divā  saññaṃ  adhiṭṭhāti).

Sebenarnya saya menggunakan istilah samādhi sebagai keadaan terserap karena untuk menghindari istilah “terfokus” yang terkadang ada kecenderungan yang menggambarkan pikiran yang aktif terhadap obyek. Padahal, seperti yang dikatakn guru2 Jhana, dalam jhana pikiran akan rileks dan menerima kondisi batin termasuk menyatu dengan nimitta secara total, tanpa adanya usaha atau paksaan. Pikiran jhana cenderung pada terserap dan bukan menyerap. Kata terpusat juga bagus untuk mengartikan kata samādhi.

Saya rasa anda benar bahwa keadaan pikran yang BENAR-BENAR terserap ada pada jhana ke-empat karena seperti yang telah dikatakn dalam Sutta ke-66 dari Majjhimanikāya, jhana ke-1 sampai ke-3 masih memiliki semacam gangguan (iñjita). Namun saya beranggapan bahwa gangguan pada jhana khususnya ke-2 dan ke-3 bukan semacam aktifitas batin dalam arti batin yang berpikir, karena piti dan sukha dalam kedua jhana tersebut masing2 hanya sebuah obyek batin (dhamma).

Menurut Rhys David dalam Buku Anguttaranikāya yang diterjemahkan beliau, mengapa jhana ke-empat tidak disebutkan di dalam Udayi Sutta sebagai salah satu stasiun yang digunakan sebagai tempat untuk mengingat, disebakan karena dalam jhana ke-empat, sudah bebas dari sukha (perasaan bahagia) padahal untuk bisa dijadikan sebgai anusatiṭṭhāna diperlukan perasaan demikian. Ini juga barangkali mengapa jhana keempat sangat dibedakan dari jhana ke 1 sampai ke 3 yang masih memiliki iñjita. Di sini, barangkali iñjita malah bisa dikatakan sebgai syarat yang bisa digunakan untuk mempermudah seseorang mengingat (anusatiṭṭhāna).

Sebenarnya saya juga setuju bahwa samatha dan vipassana tidak benar2 terpisah karena setidaknya seseorang yang mempraktikkan vipassana pun harus memiliki konsentrasi tertentu meskipun tidak sampai kepada jhana. Bahkan dikatakn bahwa, seorang yang mempraktikkan vipassana akan mencapai paling tidak khanikasamādhi (konsentrasi sementara). Konsentrasi pikiran merupakan faktor yang sangat dominan dalam praktik samatha. Sementara itu, saya berpendapat bahwa jhana2 dalam agama Buddha juga harus dibedakan dari jhana2 agama lain. Ini disebabkan karena jhana2 dalam agama Buddha dicapai melalui pandangan benar. Meskipun seorang Buddhist mengembangkan jhana, ia juga harus menanamkan pengertian bahwa jhana juga bersifat tidak kekal, termasuk dalam kategori dukkha dan tanpa diri. Pengetahuan tentang sifat alami jhana ini adalah pandangan yang ada dalam vipassana. Ini mengapa samatha dan vipassana dalam agama Buddha tidak benar2 terpisah. Sebaliknya, dalam agama lain, meskipun mereka memiliki jhana, mereka masih mempunyai pandangan salah tentag diri, kekekalan dan kebahagiaan mutlak dalam jhana. Mereka mengembangkan jhana seiring tanpa memiliki pandangan benar, pandangan yang seiring dengan vipassana.

Akan tetapi…pada saat seseorang BERADA dalam jhana, sangat sulit bagi seseorang untuk mempraktikkan vipassana karena keadaan batin orang tersebut terpusat pada satu obyek. Ini mengapa salah satu faktor jhana adalh ekaggata yang secara literal berarti “has gone to the oneness” Eka adalah ‘satu’, sedangkan gata ‘has gone /telah pergi’. Artinya pikiran telah terpusat. Oleh karena itu, saya katakn bahwa seseorang yang mencapai jhana tidak melihat obyek yang bergantian tidak seperti ketika seseorang mempraktikkan vipassana. Tentu, sebelum seseorang mencapai jhana, banyak obyek yang bermunculan silih berganti. Dan dalam upaya mempraktikkan samatha, seseorang harus memiliki pandangan benar seperti halnya pandangan benar dalam vipassana.

Mengenai passage yang anda kutip, di sana tidak disebutkan mengenai jhana sehingga masih sangat mungkin seseorang untuk mengganti obyek. Memang di kutipan tersebut, menyebutkan beberapa bentuk batin seperti piti, sukha, passadhi, dll, namun bentuk2 mental tersebut bisa muncul terpisah tanpa harus mencapai jhana.


Thanks.



Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Perbandingan jhana menurut beberapa guru dan interpretasi
« Reply #17 on: 29 October 2009, 05:47:07 AM »
cuma menambahkan, vitakka dan vicara (pemikiran dan kelangsungan/analisa) berhenti pada jhana ke 2. aktivitas batin pada jhana 2, 3 dan 4 tentunya tidak berhubungan dengan 2 hal tersebut. Berhentinya pikiran  :D

Memang meditasi itu seperti pisau, jika tanpa pandangan benar yg mengarahkan maka hanya seperti memotong angin, tidak membawa kebijaksanaan *tentang dukkha*.

tentang samatha vs vipassana saya punya pandangan lain,
mungkin kebanyakan orang memiliki pandangan jhana itu seperti patung mati rasa sehingga seperti menakutkan dan dihindari, padahal di definisi jhana ke 4 justru full awareness yang mendukurung kita melihat apa adanya karena "Jhana and insight, bekerja hand-in-hand"

Quote from: AN 5.28
"And furthermore, with the abandoning of pleasure and stress — as with the earlier disappearance of elation and distress — he enters and remains in the fourth jhana: purity of equanimity and mindfulness, neither-pleasure-nor-pain. He sits, permeating the body with a pure, bright awareness, so that there is nothing of his entire body unpervaded by pure, bright awareness.

"Just as if a man were sitting wrapped from head to foot with a white cloth so that there would be no part of his body to which the white cloth did not extend; even so, the monk sits, permeating his body with a pure, bright awareness. There is nothing of his entire body unpervaded by pure, bright awareness."
« Last Edit: 29 October 2009, 06:13:09 AM by Sumedho »
There is no place like 127.0.0.1

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Perbandingan jhana menurut beberapa guru dan interpretasi
« Reply #18 on: 29 October 2009, 10:03:52 AM »
Bagi saya, Jhana sangat penting dalam praktik Dhamma. Sang Buddha, di banyak khotbahnya, telah menganjurkan para muridnya untuk mencapai jhana. Beliau sering mengatakn bahwa kebahagiaan yang muncul karena jhana tidak usah ditakuti karena kebahagiaan ini muncul bukan dari kenikmatan indera (kāmasukha) melainkan dari renunsiasi (nekkhamasukha). Dalam Cūladukkhakkhandhasutta dari Majjhimanikaya, menanggapi pernyataan perumah-tangga Mahānama, Sang Buddha sendiri mengatakan bahwa seseorang yang telah mencapai nibbāna pun dianjurkan untuk mencapai Jhana. Selama seseorang memiliki pandangan benar tentang fenomena, pencapaian jhana bukan menjadi sesuatu yang ditakuti, bahkan akan sangat membantu praktik vipassana.

Sebenarnya, bagi saya, pentingnya jhana kaitannya dengan vipassana, bukan terletak pada kondisi mental seseorang yang BERADA dalam jhana, melainkan kondisi mental yang diakibatkan oleh jhana tersebut. Seseorang yang telah mencapai jhana memiliki batin yang begitu fleksible, bersih dari 5 rintangan batin, dan keadaan batin tersebut sangat membantu seseorang untuk berlatih vipassana. Semakin seseorang tinggi dalam jhana, semakin seseorang memiliki sedikit debu dalam batinnya dan semakin seseorang mudah merealisasi kebenaran.

Thanks.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Perbandingan jhana menurut beberapa guru dan interpretasi
« Reply #19 on: 29 October 2009, 11:53:34 PM »
_/\_ Peacemind

Oh jadi alokasanna itu perception of light mengacu pd persepsi cahaya spt yg dianjurkan Sang Buddha pada Moggallana utk mengatasi kantuk yah.. Thanks penjelasannya. Kirain itu nimitta, bis ada akses Pali jg tp ngga ngerti sama aja. Mau ga mau yah gini.. Dari 2ndhand sources, yg English dg "kelebihan" potensi distorsi makna. :(

Ya, karena tidak tahu apa istilah utk 'gangguan' - sekarang baru tahu istilah injita - maka saya sebelumnya menggunakan term aktifitas batin, bukan aktifitas pikiran. Krn pikiran spt kata Suhu Medho sudah berhenti di Jhana 2.

Utk vipassana-samatha, ya memang demikian yg beredar hari ini. Tapi jika kita lihat kembali ke vipassana-samatha yg ada dlm Early Buddhism dlm Nikaya/Agama, vipassana mewakili aspek 'clear seeing' thdp fenomena, sedangkan samatha mewakili 'tranquility' dan ke-2nya sama pentingnya dalam pembebasan. Seperti misal SN 35.204.
Nge-quote dr tulisan sebelumnya di http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=5976.5;
Spoiler: ShowHide

A person who has samatha of the heart within himself but no vipassana into principles pertaining to higher understanding should approach one who has vipassana and inquire: "How should activities be seen? How should they be explored? How should they be discerned with vipassana?" And later he can gain vipassana...

A person who has vipassana into principles pertaining to higher understanding but no samatha of the heart within himself should approach one who has samatha and inquire: "How should the mind be steadied? How should it be settled? How should it be unified? How should it be concentrated in samadhi?" And later he can gain samatha...

One who has neither should inquire about both [and "should put forth extreme enthusiasm, effort, endeavor, exertion, unflagging mindfulness, and clear comprehension to acquire them, just as if one's turban or hair were ablaze, one would put forth extreme effort to quench the flames".... ]
<Inserted passage from AN 10.54>
note: ketiga bait ini bisa ditemukan jg di AN 4.94


'One who has both, established in these beneficial qualities should make further effort for the evaporation of defilements.'
<AN 4.94>


'Just as if, Nandaka, there was a four-legged animal with one leg stunted and short, it would thus be unfulfilled in that factor; so too, a monk who is faithful and virtuous but does not gain samatha of the heart within himself is unfulfilled in that factor. That factor should be fulfilled by him... A monk who has these three but no vipassana into principles pertaining to higher understanding is fulfilled in that factor. That factor should be fulfilled by him.'
<AN 9.4>

Referensi: History of Mindfulness: How Insight Worsted Tranquility in Satipatthana Sutta
oleh: Bhikkhu Sujato


Menurut Bhikkhu Thanissaro juga demikian, bahwa vipassana-samatha adalah kualitas pikiran yg harus dikembangkan bersama utk meraih pembebasan. Kalau menurut saya, memang ke-2nya berawal dr kualitas pikiran. Krn kecenderungan tiap orang berbeda, 2 kualitas batin ini bisa dikembangkan menjadi metode dg pendekatan berbeda berdasarkan kecenderungan yg berbeda2 tsb. Dengan hasil akhirnya bukan menjadi 2 jalan yg berbeda, melainkan tetap 1 saja yaitu Jhana. Gampangnya ada yg tenang dl baru bisa memahami, dan Jhana muncul. Ada yg memahami dl baru tenang, lalu Jhana muncul. Dan pendekatan yg berbeda2 ini yg digunakan oleh Sang Buddha, misalnya dalam Sankhitta Sutta di atas, terlihat bahwa pola pengembangan dimulai dr samatha->jhana->vipassana->jhana. Dlm Sutta2 lain terlihat lagi pendekatan yg berbeda-beda yg digunakan oleh Sang Buddha.

Ttg Sutta tsb, ya bentuk2 mental demikian bisa muncul terpisah, tp bagaimana bila kemunculannya bertahap dg prekondisi pengembangan sati-sampajanna yg disertai dng semangat dan menyingkirkan keserakahan dan kesedihan thdp dunia (bbrp mengartikan sbg 5 rintangan).
Bagi saya jika 5 rintangan tidak hadir, dan ada faktor semangat dan sati-sampajanna, maka ada faktor konsentrasi di sana yg bila dikembangkan menuntun pd pencapaian Jhana. Jadi tidak perlu disebutkan secara eksplisit. Apalagi jika kita lihat langkah2nya dijelaskan demikian step-by-step oleh Sang Buddha spt kondisi Jhana dlm sutta2 ttg Jhana.

Soal ekaggata, saya melihat bukan dr pandangan mainstream tp dr interpretasi pribadi bahwa 'jika pengembangan vipassana dan samatha mengantar ssorg pd Jhana' dg puncaknya tercapainya kondisi spt Sdr Peacemind katakan: cittassaekaggata, maka ada kemungkinan cittassaekaggata yg ada pd Vipassana yg dikenal dg term 'Khanika Samadhi'. Tp gimanapun ini masih pendapat seorang awam. Belum dr realisasi. Krnnya bagaimanapun, saya tidak akan tergesa2 mengatakan 'ini itu salah' dan menafikan pengalaman batin org lain. Saat ini, saya mencoba menelusuri setapak demi setapak dulu. Semoga sampai di tujuan. [-o<
Btw, dg Sdr Peacemind menulis 'sangat sulit' alih-alih 'tidak mungkin', mungkinkah Sdr Peacemind jg membuka diri thdp kemungkinan ini? :)

Mettacittena
_/\_
appamadena sampadetha

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Perbandingan jhana menurut beberapa guru dan interpretasi
« Reply #20 on: 30 October 2009, 03:01:15 PM »
For Jerry:

Yap, Sang Buddha pernah menasehati Mahā Mogallana untuk mengembangkan alokasaññā  supaya bebas dari perasaan ngantuk.

Sebenarnya, bagi saya, faktor2 seperti piti, sukha dan ekagata dalam jhana lebih cenderung kepada bentuk2 batin dari pada aktifitas batin, karena jika kita menggunakan istilah ‘aktifitas’ ada satu kecenderungan pada kondisi ‘aktif pikiran’ padahal faktor2 tersebut hanya merupakan obyek2 batin yang muncul secara otomatis seiring dengan pencapain jhana. Anyway, istilah atau bahasa nggak begitu penting di sini. Yang terpenting kita tahu maksud dan maknanya saja. Anda bisa menggunakan kata2 ‘aktifitas batin’ selama anda mengetahui makna yang dimaksud. Suhu Sumedho benar bahwa dalam jhana ke-dua dan seterusnya aktifitas pikiran (pikiran aktif) sudah tidak ada karena di sini vitakka dan vicara sudah lenyap. Bahkan dalam jhana kedua, dikatakn bahwa nafas juga sudah lenyap. Ini disebabkan karena vacisankhara (bentuk2 inner voice /suara pikiran yakni vitakka dan vicara yang mendahului nafas: lihat dalam Culavedallasutta) sudah lenyap.

Jika kita meneliti jauh ke dalam ajaran Sang Buddha, seluruh ajaran Sang Buddha mengarah pada satu tujuan yaitu lenyapnya semua kekotoran batin demi pencapaian nibbāna. Menurut saya, dalam agama Buddha, pengembangan samatha dan vipassana hanya ditujukan untuk pencapaian nibbāna. Bahkan apa yang anda kutip dari tulisan Bhikkhu Sujato mengapa seseorang harus mengembangkan baik samatha dan vipassana, juga supaya seseorang bisa merealisasi nibbana. Dua cara pengembangan batin ini, samatha dan vipassana, bukan berhenti pada jhana, seperti yang anda simpulkan, namun perealisasian nibbāna. Untuk itu, saya setuju dengan Bhiikhu Thanissaro. Samatha itu sendiri dikembangkan supaya seseorang mencapai jhana atau setidaknya ketenangan tertentu, sedangkan vipassana dikembangkan supaya seseorang mengetahui realita sebenarnya batin dan jasmani. Jhana atau paling tidak ketenangan yang dihasilkan melalui samatha tidak akan mengarahkan seseorang pada lenyapnya semua kekotoran batin jika seseorang tidak mengembangkn vipassana. Oleh karena itu, setelah seseorang mengembangkan samatha, ia hendaknya mengembangkan vipassana. Sementara itu, seseorang yang hanya mengembangkan vipassana tidak akan mengalami kemajuan karena untuk melihat realita atau sifat sesungguhnya batin dan jasmani seseorang musti memiliki batin yang tajam. Batin yang tajam tersebut hanya bisa dimiliki ketika kita memiliki ketenangan yang mana sangat dominan dalam meditasi samatha. Oleh karena itu, selain mengemabangkan vipassana, seseorang hendaknya mengembangkan vipassana.

Seseorang yang mengembangkan murni vipassana tidak akan mencapai jhana. Jhana hanya dicapai melalui samatha. Dalam praktik vipassana, seseorang hanya mencapai khanikasamādhi dan pencerapan batin ini berbeda dari jhana. Ini dikarenakan bahwa dalam khanikasamādhi seseorang masih memiliki obyek yang berganti-ganti. Khanikasamādhi muncul ketika seseorang melihat muncul dan lenyapnya fenomena batin dan jasmani. Bahkan upacarasamādhi (near jhana) yang mana tingkat konsentrasinya lebih tinggi dari khanikasamādhi saja tidak bisa disamakan dengan jhana. Dalam upacarasamādhi, ada 5 faktor yang hampir sama dengan 5 faktor jhana pertama muncul. Yang membedakan adalah dalam jhana faktor terakhir adalh ekaggata (has gone to the onesess), sedangkan dalam upacarasamādhi adalh ekaggaṃ (going to the oneness). Jadi dalam upacarasamādhi pikiran belum sepenuhnya terpusat atau terserap ke satu obyek.

Mengenai pernyataan anda “Bagi saya jika 5 rintangan tidak hadir, dan ada faktor semangat dan sati-sampajanna, maka ada faktor konsentrasi di sana yg bila dikembangkan menuntun pd pencapaian Jhana”, saya juga setuju. Jika 5 rintangan batin tidak hadir, meskipun seseorang tidak mencapai jhana, di sana ada ketenangan yang jika dikembangkan akan menuju pada jhana. Bahkan faktor2 lain yang bisa muncul terpisah dari jhana seperti piti, sukha, passadhi, sesungguhnya, masing2 memiliki faktor konsentrasi (meskipun tidak sekuat konsentrasi dalam upacarasamādhi atau jhana) yang sangat membantu seseorang kepada pencapaian jhana.

Sebenarnya mengenai mengapa saya katakan bahwa seseorang yang berada dalam jhana sangat sulit untuk melihat muncul dan lenyapnya fenomena karena saat itu pikiran begitu tercerap pada faktor jhana. Menurut saya, meskipun seseorang saat itu memiliki sati yang sangat kuat, sati itu  pun hanya melingkupi kondisi jhana tersebut. Namun meskipun sulit, saya tidak menutup kemungkinan bahwa hal tersebut mustahil karena dalam Anupadasutta dari Majjhimanikāya Bhikkhu Sāriputta ternyata mampu melihat semua faktor dalam jhana, bagaimana mereka muncul dan bagaimana mereka lenyap, seperti ketika seseorang mempraktikkan vipassana. Tapi itu adalh bhikkhu Sariputta, seorang bhikkhu yang dinyatakan Sang Buddha sebagai bhikkhu yang paling bijaksana di antara lainnnya. Kenyataanya, Anupadasutta dikhotbahkan Sang Buddha untuk menunjukkan kebijaksanaan Sāriputta yang melebihi bhikkhu2 atau bahkan arahat2 lainya.

Thanks Jerry. May u be happy, may all beings be happy.

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Perbandingan jhana menurut beberapa guru dan interpretasi
« Reply #21 on: 30 October 2009, 04:09:57 PM »
For Jerry:

Sebenarnya, bagi saya, faktor2 seperti piti, sukha dan ekagata dalam jhana lebih cenderung kepada bentuk2 batin dari pada aktifitas batin, karena jika kita menggunakan istilah ‘aktifitas’ ada satu kecenderungan pada kondisi ‘aktif pikiran’ padahal faktor2 tersebut hanya merupakan obyek2 batin yang muncul secara otomatis seiring dengan pencapain jhana. Anyway, istilah atau bahasa nggak begitu penting di sini. Yang terpenting kita tahu maksud dan maknanya saja. Anda bisa menggunakan kata2 ‘aktifitas batin’ selama anda mengetahui makna yang dimaksud. Suhu Sumedho benar bahwa dalam jhana ke-dua dan seterusnya aktifitas pikiran (pikiran aktif) sudah tidak ada karena di sini vitakka dan vicara sudah lenyap. Bahkan dalam jhana kedua, dikatakn bahwa nafas juga sudah lenyap. Ini disebabkan karena vacisankhara (bentuk2 inner voice /suara pikiran yakni vitakka dan vicara yang mendahului nafas: lihat dalam Culavedallasutta) sudah lenyap.
Bro Peacemind, boleh saya minta detail MN 44 - Culavedalla Sutta bagian tentang nafas lenyap pada jhana ke 2? Saya cuma dapat potongan ini saja yg ada berhubungan dengan nafas

Quote from: MN 44 - Culavedalla Sutta
...
"These three fabrications, friend Visakha: bodily fabrications, verbal fabrications, & mental fabrications."

"But what are bodily fabrications? What are verbal fabrications? What are mental fabrications?"

"In-&-out breaths are bodily fabrications. Directed thought & evaluation are verbal fabrications. Perceptions & feelings are mental fabrications."

"But why are in-&-out breaths bodily fabrications? Why are directed thought & evaluation verbal fabrications? Why are perceptions & feelings mental fabrications?"

"In-&-out breaths are bodily; these are things tied up with the body. That's why in-&-out breaths are bodily fabrications. Having first directed one's thoughts and made an evaluation, one then breaks out into speech. That's why directed thought & evaluation are verbal fabrications. Perceptions & feelings are mental; these are things tied up with the mind. That's why perceptions & feelings are mental fabrications."


Kalau dalam AN 9.31: Anupubbanirodha Sutta justru pada Jhana ke 4 nafas baru hilang.

Quote from: AN 9.31: Anupubbanirodha Sutta - Sembilan Penghentian Yang Berurutan

Para bhikkhu, sembilan inilah penghentian yang berurutan. Apakah sembilan tersebut?

Bagi seseorang yang mencapai keadaan batin yang lebih tinggi pertama persepsi sensual/inderawi berhenti. Bagi seseorang yang mencapai keadaan batin yang lebih tinggi ke dua, pemikiran-pemikiran dan permikiran analisa berhenti. Bagi seseorang yang mencapai keadaan batin yang lebih tinggi ke tiga kebahagiaan berhenti. Bagi seseorang yang mencapai keadaan batin yang lebih tinggi ke empat, nafas masuk dan keluar berhenti. Bagi seseorang yang mencapai pada alam ruang material, persepsi berhenti. Bagi seseorang yang mencapai pada alam kesadaran, persepsi pada alam ruang berhenti. Bagi seseorang yang mencapai pada alam kekosongan, persepsi pada alam kesadaran berhenti. Bagi seseorang yang mencapai pada alam bukan persepsi ataupun non-persepsi, persepsi pada alam kekosongan berhenti. Bagi seseorang yang mencapai pada penghentian persepsi dan perasaan, persepsi dan perasaan berhenti. Para bhikkhu, sembilan inilah perhentian yang berurutan.
There is no place like 127.0.0.1

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: Perbandingan jhana menurut beberapa guru dan interpretasi
« Reply #22 on: 30 October 2009, 04:17:21 PM »
dari sini sumbernya http://www.geocities.com/Tokyo/6774/jhanantp.htm

------------------------------


Interpretations of the Jhanas

Although the Jhanas appear very frequently in the discourses of the Buddha (suttas), now two and a half millenna later there is no generally agreed upon interpretation of what exactly these states of concentration are. This paper is a highly subjective attempt by one Jhana practictioner to simply list and categorize the various interpretations I have heard of here at the beginning of the 21st century. The information in this list is quitely likely to not be totally accurate. If you can provide more details of a teacher's method, Please write me at leigh [at] leighbrasington.com!

The first broad categorization would be into "Sutta Jhanas" and "Visuddhimagga Jhanas". The Jhanas as discussed in the suttas are accessible to many people. The suttas seem to indicate that they were just part of the monastics' training program; thus they were not a big deal and were accessible to many.

However, the Visuddhimagga states in section XII.8 that of those who undertake the meditation path, only one in 100,000,000 (at best) can reach absorption. We don't have to take this figure literally to begin to understand that the Jhanas as discussed in the Visuddhimagga are of a much deeper level of concentration than those described in the suttas. Basically, the Visuddhimagga Jhanas seem to be much more developed and systematized than those of the suttas. Even the factors given for the first four Jhanas are not the same: see The Traditional Factors of the 8 Jhanas.

So the following table lists the various interpretations I have encountered and gives a (hopefully somewhat accurate) picture of each of the interpretations. Each system is given by the name of the place or teacher that teaches (or taught) in the style:

Visuddhimagga Jhanas

Pa Auk Monastery (near Moulmein, Taninthayi Division, Burma) continues the genuine monastic tradition as preserved in the Visuddhimagga. The Jhanas taught there are a very deep absorption and not surprisingly are not accessible by the majority of people who undertake learning them. The stories I hear are of about one third of the monks and nuns being able to access them (with nuns doing a bit better than the monks). Lay practioners from the West very seldom report any success accessing these deep states. Various access methods are taught including kasinas and anapanasati.

The Jhanas are used to generate a concentrated mind which is then used to do the various insight practices outlined in the Visuddhimagga, and to undertake the systematic study of the mind as outlined in the Abhidhamma.

Ajahn Brahmavamso is a Theravaden Buddhist monk who lives in Western Australia. He studied extensively with Ajahn Cha in Thailand as well as in other places before settling in Australia. His definition of exactly what constituted a Jhana seems close to the depths indicated in the Visuddhimagga. His essays The Basic Method of Meditation and Travelogue to the four Jhanas outline his Jhana teaching. The primary access method he teaches is anapanasati which he refers to as "experiencing the 'beautiful breath'."

Sutta Jhanas

Christina Feldman uses the breath (anapanasati) as the access method to enter the Jhanas. The depth of absorption experienced by her students is definitely quite strong, but does not appear to be anything like that required by the two "Visuddhimagga" methods above. In an inteview in the Inquiring Mind, Christina said that she wanted at least a month to work with a student in order for them to have sufficent time for the mind to become sufficiently concentrated to reach the Jhana.

Ayya Khema taught a level of absorption that at least some of her students could learn in a 10 day mediation retreat. Although the depth of concentration is not terribly strong in the first three Jhanas, she did want her students to be absorbed enough in the fourth Jhana that sounds stopped being heard, or at least seemed noticably muffled. Ayya taught using the breath, Metta, and "sweeping" as access methods. She took The Graduated Training as her guide for what to do with the Jhanas: "With ones mind thus concentrated, purified, and bright, unblemished, free from defects, pliant, malleable, steady, and attained to imperturbability, one directs and inclines it to knowledge and vision" of things as they are.

Leigh Brasington, a student of Ayya Khema, teaches in her style, but wants a bit more absortion in the first Jhana than Ayya wanted, and is willing to accept less absorption in the fourth Jhana.

Venerable Amathagavesi, a Sri Lankan meditation master, teaches the 4 rupa-jhanas as a precursor to vipassana practice. He uses Metta and Ashubha meditations to subdue aversion and craving in preparation for jhana practice. The yogi's mind is prepared to a specific degree of tranquillity which can easily generate a jhanic experience by the force of a wish. Then he trains in the Mastery of Jhana, i.e. to enter, maintain and come out of jhana as one wishes. The yogi can explore the falling away or addition of jhana factors as he changes between jhana. The initial required intensity of jhana can be attained at a two week retreat. However advanced practitioners are encouraged to develop jhana to full strength. Access is through mindfulness of breath.

Bhante Gunaratana teaches in a style that seems very much the same as is detailed in the Visuddhimagga. However, he too has students who can learn to become absorbed in a 10 day retreat, so the depth of absorption is seemingly not the same as in the Visuddhimagga. He mentioned in a private conversation with me that he wants his students to practice insight meditation while still in the jhanic state as described in MN 111 - One by One as They Occurred - which again seems to indicate a depth of absorption less than Visuddhimagga level. But in his book on the jhanas, he writes "Insight cannot be practised while absorbed in jhana, since insight meditation requires investigation and observation, which are impossible when the mind is immersed in one-pointed absorption. But after emerging from the jhana the mind is cleared of the hindrances, and the stillness and clarity that then result conduce to precise, penetrating insight."

Thanissaro Bhikkhu describes the absorption in the Jhanas as not so total that one loses awareness of the body: "To be in Jhana is to be absorbed, very pleasurably, in the sense of the whole body altogether." He instructs his students to practice insight meditation while still in the jhanic state - again as described in MN 111 - One by One as They Occurred. See his article The Path of Concentration and Mindfulness.

Insight Meditation Society teaches Jhanas to some of the students in the three month retreat each year. The access method is via Brahma-Vihara practices. The depth of absorption here seems to be limited by the student continuing to repeat the Metta (or other Brahma-Vihara) phrases while in the jhanic state. However, some students who have practiced using this method have indicated that they manage to drop the phrases and then enter into a deeper state of absorption. In private converstaions, several people who have practiced using this method, have indicated that the essence of the states is the same as that they subsequently learned using Ayya Khema's method - only the access method was different.

Venerable Bhante U Vimalaramsi teaches Jhanas that have only a light absorption. One can sense things happening around one while in these states; one can even do Jhanas while doing walking meditation. He teaches his students the Jhanas in 10 day mediation retreats. Again, one is to practice insight meditation while still in the jhanic state as described in MN 111 - One by One as They Occurred. He uses both Metta and breath as access methods - see the PDF files Barebones guide to Meditation on the Breath and Barebones guide to Loving Kindness Meditation.

An interesting thing that I have observed that holds for most teachers of Jhana is that they tend to regard all Jhana methods with concentration levels less than their own as "not authentic, not real Jhanas", and they tend to regard all methods with concentration levels stronger than their own as "indulging, not useful."

Given the diversity outlined above, several possible conclusions can be drawn:
Mistakes in the above are quite possible!
- There are a number of different ways to interpret the ancient literature about the Jhanas.
- We don't really know exactly what type of Jhanas the Buddha and his disciples were practicing.
- Since it is very clear that the Buddha did not regard the Jhanas as anything more than a tool, what is really important is not so much which version you learn, but that you apply the jhanic state of mind to insight practice, either while still in the Jhana or immediately thereafter.
Memang sulit kalau tdk fasih bahasa asing. :'(

Siapa tahu ada yg berbaik hati mentranslate ke bahasa indo. ;D

 _/\_

namo buddhaya Bro Peacemind yg sy hormati,
terimalah salam hormat sy,

mohon bantuan anda utk bermurah hati membantu permintaan dr Bro Black Dragon ini, krn sangat membantu bagi beliau serta yg lainnya. besar sekali sumbangsih anda bagi yg berminat utk mengetahui lebih jauh mengenai jhana, karena sy juga merasakan sekali, amat pentingnya seseorang yg ahli dlm jhana, tentunya tidak bisa semudah menjelaskan hny berdasarkan teori belaka tanpa pernah praktek (kayak saya, jujur saja  ;D).
maaf bila permintaan sy membuat anda kurang berkenan, kami semua membutuhkan pengetahuan anda, dengan anda menjelaskan begitu detailnya kami menjadi mengerti dg lebih benar. seblm n se sdhnya diucapkan terima kasih.

may u always keeping well n happy
may all beings be happy

mettacittana,

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Perbandingan jhana menurut beberapa guru dan interpretasi
« Reply #23 on: 30 October 2009, 06:45:39 PM »
For Sumedho:

Saudara Sumedho, sebenarnya anda yang benar. Memang nafas hilang ketika seseorang berada dalam jhana ke-empat dan bukan mulai dari Jhana ke-dua. Jadi sayalah yang salah.. maaf teman2…!

Selain Anupubbanirodhasutta, ada juga satu Sutta bernama Rahogatasutta dari Samyuttanikāya yang menjelaskan hal sama. Dikatakan demikian:

“Paṭhamaṃ jhānaṃ samāpannassa vācā niruddhā hoti. Dutiyaṃ jhānaṃ samāpannassa vitakkavicārā niruddhā honti. Tatiyaṃ jhānaṃ samāpannassa pīti niruddhā hoti. Catutthaṃ jhānaṃ samāpannassa assāsapassāsā niruddhā honti”.

Artinya:

“Dalam pencapaian jhana pertama, kata2 lenyap; jhana ke-dua, applied thought and sustained thought (pemikiran2 dan pemikiran analisa?) lenyap; jhana ke-tiga, kegiuran lenyap dan dalam jhana ke-empat, keluar-masuknya nafas lenyap”.

Mengapa saya berpikir bahwa dalam jhana kedua nafas lenyap. Pertama, saya pikir bahwa di antara 2 saṅkhara dari tiga saṅkhara (kayasaṅkhara, vācisaṅkhara dan cittasaṅkhara) yg tercatat dalam Cūlavedallasutta, vācisaṅkhara (sebagai vitakkavicārā) muncul terlebih dahulu sebelum kāyasaṅkhara. Karena hal itu, secara logika, ketika seseorang bebas dari vitakkavicārā dalam jhana ke-dua, secara otomatis, nafas juga tidak ada. Eh..ternyata setelah baca lagi, yang muncul pertama adalah kāyasaṅkhara dan baru kemudian vācisaṅkhara. Oleh karena itu, meskipun vācisaṇkhara (vitakkavicārā) lenyap, kāyasaṅkhara (keluar masuknya nafas) masih ada. Ini mengapa bahwa hanya mulai dari jhana ke-empat, ternyata nafas baru hilang.

Dalam Cūlavedallasutta, tidak ada referensi mengenai jhana kedua. Apa saya tulis di depan hanya logika saya. Dan saya sangat berterima-kasih kepada anda karena telah mengajukan pertanyaan ini. Jika tidak, saya akan terus salah.


For Sāmaneri:

Kita sama2 belajar lah. Dan saya juga masih banyak kesalahan. Buktinya, pendapatnya saya tadi juga salah. Di sini yang terpenting kita saling membantu; mengoreksi apa yang salah dan menjunjung apa yang benar.

May you all be happy.


Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Perbandingan jhana menurut beberapa guru dan interpretasi
« Reply #24 on: 30 October 2009, 07:05:33 PM »
terima kasih juga sdr PeaceMind sudah menambah rujukan Rahogatasutta.

Sutta itu melihat dari sudut yg berbeda pada Jhana 1.

AN 9.31: Anupubbanirodha Sutta  -> Paṭhamaṃ jhānaṃ samāpannassa kāmasaññā niruddhā hoti;

SN 36.11: Rahogata sutta -> Paṭhamaṃ jhānaṃ samāpannassa vācā niruddhā hoti.

Sungguh menarik. Bagaimana menurut teman2x?

Oh iya, Sdr Peacemind, saya sangat berharap jika tidak berkeberatan dan mau terus berbagi dan berdiskusi dengan teman2x di forum ini.  ^:)^

_/\_
There is no place like 127.0.0.1

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Perbandingan jhana menurut beberapa guru dan interpretasi
« Reply #25 on: 30 October 2009, 07:45:02 PM »
For Sumedho:

Dalam Encyclopaedia of Buddhism, vol. VI, hal. 52, dikatakan bahwa dalam jhana pertama kata2 lenyap karena seseorang telah bebas dari 5 rintangan batin.

Seseorang bebas dari persepsi nafsu indera (kāmasañña) dalam jhana pertama karena memang dalam tingkat jhana ini seseorang dikatakn bahwa batin terpisah / terpencil dari nafsu demikian. Kita bisa menyimak definisi jhana pertama demikian:

‘‘So vivicceva kāmehi, vivicca akusalehi dhammehi savitakkaṃ savicāraṃ vivekajaṃ pītisukhaṃ paṭhamaṃ jhānaṃ upasampajja viharati."

Yang bisa diterjemahkan demikian:

"Secluded from sensual pleasures and  unwholesome states, and accompanied with applied thought and sustained thought, one enters and dwells in the first Jhana born from rapture and happiness".

Kalimat "Secluded from sensual pleasures - (vivicca kāmehi / terpencil dari nafsu indera)" akan menjawab mengapa dalam jhana pertama seseorang bebas dari kāmasañña.

By the way, thanks for your offer. I love this Dhamma discussion for I also need some correction from others regarding my Dhammm knowledge. I am really happy that in Indonesia now many are expert in Buddhism. I will give my comment when of course I have free time.

May you be happy and may all beings be happy.

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: Perbandingan jhana menurut beberapa guru dan interpretasi
« Reply #26 on: 30 October 2009, 09:21:27 PM »
terima kasih juga sdr PeaceMind sudah menambah rujukan Rahogatasutta.

Sutta itu melihat dari sudut yg berbeda pada Jhana 1.

AN 9.31: Anupubbanirodha Sutta  -> Paṭhamaṃ jhānaṃ samāpannassa kāmasaññā niruddhā hoti;

SN 36.11: Rahogata sutta -> Paṭhamaṃ jhānaṃ samāpannassa vācā niruddhā hoti.

Sungguh menarik. Bagaimana menurut teman2x?

Oh iya, Sdr Peacemind, saya sangat berharap jika tidak berkeberatan dan mau terus berbagi dan berdiskusi dengan teman2x di forum ini.  ^:)^

_/\_
For Sumedho:

Dalam Encyclopaedia of Buddhism, vol. VI, hal. 52, dikatakan bahwa dalam jhana pertama kata2 lenyap karena seseorang telah bebas dari 5 rintangan batin.

Seseorang bebas dari persepsi nafsu indera (kāmasañña) dalam jhana pertama karena memang dalam tingkat jhana ini seseorang dikatakn bahwa batin terpisah / terpencil dari nafsu demikian. Kita bisa menyimak definisi jhana pertama demikian:

‘‘So vivicceva kāmehi, vivicca akusalehi dhammehi savitakkaṃ savicāraṃ vivekajaṃ pītisukhaṃ paṭhamaṃ jhānaṃ upasampajja viharati."

Yang bisa diterjemahkan demikian:

"Secluded from sensual pleasures and  unwholesome states, and accompanied with applied thought and sustained thought, one enters and dwells in the first Jhana born from rapture and happiness".

Kalimat "Secluded from sensual pleasures - (vivicca kāmehi / terpencil dari nafsu indera)" akan menjawab mengapa dalam jhana pertama seseorang bebas dari kāmasañña.

By the way, thanks for your offer. I love this Dhamma discussion for I also need some correction from others regarding my Dhammm knowledge. I am really happy that in Indonesia now many are expert in Buddhism. I will give my comment when of course I have free time.

May you be happy and may all beings be happy.

statement above are so lovely, welcome to join with them bro peacemind. pls u also share ur dhamma knowledge. btw if u dont mind wld u like to help our stagnants' question abt the 4 great standard, u can do click at uposatha in this link http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,8639.60.html, im much thankful ur kindness.

may u always keeping well n happy

may all beings be happy

mettacittena,
« Last Edit: 30 October 2009, 09:25:24 PM by pannadevi »

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Perbandingan jhana menurut beberapa guru dan interpretasi
« Reply #27 on: 30 October 2009, 10:59:08 PM »
 [at] peacemind:

terima kasih atas kesediaannya ^:)^
There is no place like 127.0.0.1

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Perbandingan jhana menurut beberapa guru dan interpretasi
« Reply #28 on: 31 October 2009, 04:08:44 AM »
 [at] Sdr Peacemind

Ya, thanks atas koreksinya. Krn penggunaan terminologi bahasa yg salah bisa menuntun pd pengertian yg salah pula. _/\_

Kalo masih boleh nambahin sedikit, meski dah lewat.. Proses urutan lenyapnya sankhara dalam Culavedalla Sutta merujuk pada keadaan 'Sannavedayitanirodha' yg jika tidak salah, kadang disebut nirodhasamappati, atau diwaktu lain Jhana ke-9 atau yg sudah sangat dekat dg Nibbana. Jadi bukan pada Jhana ke-2.

Maaf Sdr Peacemind.. Sedikit meluruskan, saya tidak menyimpulkan berhenti pada Jhana, tapi pada pembebasan yg sudah jelas bagi buddhist berarti Nibbana. (Coba lihat paragraf sebelumnya di kalimat akhir: ke-2nya sama pentingnya dlm pembebasan). Tapi karena kita sedang berbicara dlm konteks Jhana&interpretasinya, jd di atas saya membatasi dg menunjukkan bahwa melalui pengembangan vipassana pun Jhana dpt tercapai. :)

Sedikit koreksi,
Quote
Oleh karena itu, selain mengemabangkan vipassana, seseorang hendaknya mengembangkan vipassana.
Mungkin maksud Anda, selain mengembangkan vipassana, seseorang hendaknya mengembangkan samatha ya.. Setuju. _/\_

Quote
Seseorang yang mengembangkan murni vipassana tidak akan mencapai jhana. Jhana hanya dicapai melalui samatha. Dalam praktik vipassana, seseorang hanya mencapai khanikasamādhi dan pencerapan batin ini berbeda dari jhana. Ini dikarenakan bahwa dalam khanikasamādhi seseorang masih memiliki obyek yang berganti-ganti. Khanikasamādhi muncul ketika seseorang melihat muncul dan lenyapnya fenomena batin dan jasmani. Bahkan upacarasamādhi (near jhana) yang mana tingkat konsentrasinya lebih tinggi dari khanikasamādhi saja tidak bisa disamakan dengan jhana. Dalam upacarasamādhi, ada 5 faktor yang hampir sama dengan 5 faktor jhana pertama muncul. Yang membedakan adalah dalam jhana faktor terakhir adalh ekaggata (has gone to the onesess), sedangkan dalam upacarasamādhi adalh ekaggaṃ (going to the oneness). Jadi dalam upacarasamādhi pikiran belum sepenuhnya terpusat atau terserap ke satu obyek.
Tentang ini saya belum dapat menyetujui utk beberapa alasan.
Pertama, saat ini kurang tepat bagi saya baik utk menyetujui atau tidak krn belum mencapainya. Pending dulu.
Kedua, meski belum dapat memberi jawaban dr sudut pandang pribadi. Saya dpt mencoba menjelaskan berdasarkan pemaparan orang lain. Ada sebuah misinterpretasi yg banyak beredar bahwa khanika-samadhi berarti memperhatikan objek yg berpindah-pindah. Semoga teman2 di sini tidak demikian. :)
Berdasarkan penjelasan seorang Kamatthanachariya di Mahasi Sasana Yeikhta Meditation Center, selama pikiran memperhatikan objek yg berpindah2 terus menerus, itu bukanlah keadaan samadhi. Keadaan samadhi adl ketika kita terpusat semata2 hanya memperhatikan timbul-tenggelamnya objek. Jika batin terus menerus berpindah2 mencari objek utk diamati, samadhi tidak akan tercapai. Ada perbedaan di sini, yg pertama kondisinya lebih pasif dan terpusat tapi tidak kaku spt patung mati, sedangkan yg misinterpretasi bersifat aktif dan tdk terpusat. Dikatakan beliau khanika-samadhi tercapai pd sankharupekkha-nana. Btw, saya menemukan definisi khanika-samadhi dari Sdr. Fabian dlm perdebatannya terdahulu dg seorg tokoh kontroversial dan sama pula definisi Sdr. Fabian dng penjelasan Kamatthanachariya tsb. :)

Hmm.. Prerogatif agga-savaka kah? Bgmnpun bagi saya pribadi hal tsb adl mungkin utk dicapai. Jd saya tidak melihat bahwa ini hanya mampu dicapai oleh Sariputta, tidak yg lainnya. Yup, Y.A Sariputta mampu memerhatikan munculnya lenyapnya fenomena terbatas hingga pada tahap 'akincayatana' semata. Selama belum mencapai 'nevasannanasanna' dan 'sannavedayitanirodha' maka pencerapan dan perasaan masih ada, karenanya aktifitas batin yg sangat2 halus spt penglihatan dan pemahaman masih ada. Spt dpt Anda perhatikan pd Anupada Sutta dan penjelasan bhikkhuni Dhammadina dlm Culavedalla Sutta. Hanya dalam 2 landasan terakhirlah persepsi tidak ada, pemahaman tak terakses dan semua hanya dapat dimengerti dg menilik kembali ke belakang setelah keluar dr keadaan tsb. Ini agak kontradiktif dg pengertian Jhana bbrp guru meditasi Buddhis. Well we can just leave it now..
Dg kata lain, keterpusatan samadhi yg tercapai dlm berbagai Jhana selain 2 yg terakhir masih keterpusatan yg hidup, bukan seperti patung mati. Ini relevan dg yg saya tulis di posting terdahulu ttg Jhana melalui vipassana. Selain itu jika kita melihat pada bbrp sutta penjelasan pengembangan kekuatan supranormal dr Jhana ke-4, tidak dikatakan oleh Sang Buddha harus keluar dari keadaan Jhana ke-4 lalu mengembangkan kekuatan tsb. Krn tidak dikatakan keluar, berarti halal berasumsi pengembangan kekuatan supranormal dilakukan dlm kondisi Jhana ke-4. Jika iya, berarti Jhana ke-4 adl keadaan yg meski terpusat penuh, tetapi tidak terputus dari dunia luar. Tidak terputus dan terpusat, seseorang dpt mengarahkan intensinya scr penuh.


May you be happy too Sdr Peacemind. :)

Mettacittena
_/\_
appamadena sampadetha

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Perbandingan jhana menurut beberapa guru dan interpretasi
« Reply #29 on: 31 October 2009, 07:43:00 AM »
For Jerry:

Apa yang anda katakn mengenai CUlavedallasutta adalah benar. Sutta ini mendiskusikan nirodhasamapatti. Sebenarnya saya hanya membandingkan apa yang tertulis di situ dengan kondisi jhana khususnya mengenai muncul dan lenyuapnya Kāyasaṅkhara dan vācisaṅkhara. Dalam Patisambhida, I, 99, Versi PTS, Jhana juga diinterprestasikan sebagai berikut:

"Dutiyaṃ  jhānaṃ  samāpannassa  vitakkavicārā  vacīsaṅkhārā paṭippassaddhā honti. Catutthaṃ jhānaṃ samāpannassa  assāsapassāsā kāyasaṇkhārā paṭippaṅkhārā  paṭippassaddhā  honti".

Nad dikutipan di atas, pada jhana kedua, yang lenyap bukan hanya vitakkavicārā saja tapi juga vacīsaṅkhara, karena memang kedua hal ini bukan hal yang sama.

Jika samatha dan vipassana mengarah pada pembebasan, tentu saya setuju sekali. Di tulisan  anda saya hanya melihat pendapat Bhikkhu Thanissaro tentang itu, makanya saya pikir anda berkesimpulan berbeda, apalagi kalimat selanjutnya anda mengatakn bahwa kedua praktik ini menuju pada jhana. So only misunderstanding. :D :D :D

Tentang penyataan anda, "Keadaan samadhi adl ketika kita terpusat semata2 hanya memperhatikan timbul-tenggelamnya objek. Jika batin terus menerus berpindah2 mencari objek utk diamati, samadhi tidak akan tercapai. Ada perbedaan di sini, yg pertama kondisinya lebih pasif dan terpusat tapi tidak kaku spt patung mati, sedangkan yg misinterpretasi bersifat aktif dan tdk terpusat", saya pribadi sangat setuju. Memang dalam khanikasamādhi, meskipun obyek meditasi berpindah2 bukan berarti pikiran aktif, namun sekedar menerima, pasif. Perpindahan dari satu obyek ke obyek lain bekerja secara natural, bukan paksaan pikiran atau bukan hasil dari pikiran yang aktif.

Namun menurut saya, khanikasamādhi tidak hanya tercapai pada sankharaupekkhañāna. Alasannya, khanikasamādhi, dalam visuddhimagga saja,  dikategorikan sebagai cittavisuddhi (purification of mind), sedangkan sankharaupekkhañāna termasuk salah satu dari 16 pengetahuan dalam vipassana dan sudah sangat dekat dengan pencapaian nibbāna. Mahasi Sayadaw sendiri dalam bukunya "The Progress of Insight" mengatakn bahwa khanikasamādhi termasuk dalam cittavisuddhi dan dicapai ketika 5 rintangan batin lenyap untuk sementara. Tapi sy akan sangat setuju jika the klimaks dari pencapaian khanikasamādhi berada pada sankharaupekkhañana karena dalam tahap ini seseorang secara seimbang akan melihat muncul dan lenyapnya sankhara (fenomena). Ini juga pernah saya dengar dari guru meditasi di hutan. Sebagai tambahan, beliau mengatakn bahwa dalam sankharaupekkhañāna,seseorang tidak sadar apakh dirinya wanita, atau laki2, baik atau buruk, menyenangkan atau tidak menyenanngkan atau sifat dualisme. Yang ada hanya fenomena yang muncul dan lenyap. Sementara itu, dalam khanikasamādhi, seseorang masih mengetahui perasaan bahagia dengan sangat jelas.

Mengenai Anupadasutta, ini hanya interpestasi saya saja. Untuk benar2 mengetahui, kita ya harus mengalami dulu. hehehe... :D :D :D

Thanks for your comment Jerry. May u be happy.