IMO kalau saya tidak berdasarkan 'ada bukti'. Saya berdasarkan kecocokan.
Saya sendiri waktu masih memelajari agama K, bagi saya ajaran tersebut sangatlah mengerikan. Sebaik apapun kita, jika tidak menyembah A, maka dijaminlah kita akan disiksa selamanya di neraka, tanpa kompensasi. Pilihannya hanya siksaan abadi di neraka atau kebahagiaan abadi di surga. Sayangnya masuk surga juga tidak mudah, selain harus menerima A dan Y, juga harus berbuat baik. Satu missed, tiket neraka sudah di tangan. Lucunya, kalau kita berdosa parah, bisa dihapus dengan pertobatan. Jadi orang yang seumur hidup baik tapi tidak percaya A akan masuk neraka, sedangkan perampok ulung tapi pada detik2 terakhir secara tulus menerima A, akan masuk surga. Bagi saya itu mengerikan, tidak adil, dan tidak ada kesempatan untuk merubah diri (jika sudah masuk neraka).
Sedangkan dalam buddhisme. Memang mengerikan juga, karena apa yang kita perbuat pasti harus kita pertanggungjawabkan (melalui buah kamma) entah di kehidupan ini atau kehidupan mendatang. Tidak ada kompensasi melalui doa ataupun pertobatan. Kompensasinya adalah mengendalikan batin. Saat kamma itu berbuah, jika kita mampu mengendalikan batin kita, maka kita tidak akan terlalu menderita. Bagi saya fair. Tidak ada hukuman abadi, setelah mempertanggungjawabkan kamma2 buruk kita di alam2 menyedihkan, kita bisa keluar dari sana. Berarti ada kesempatan untuk mengubah diri.
Dari kedua ajaran tersebut, saya merasa buddhisme lebih adil dan memang lebih logis, meskipun tidak bisa semuanya diselidiki secara logis; sehingga saya memilih buddhisme. Tetapi tetap saja, saya masih belum bisa membuktikan eksistensi Buddha.