Bisakah bro menjelaskan lebih terinci tentang nibbana?Pikiran saya tentang nibbana saya ungkapkan di post saya sebelumnya untuk bro tesla.
Kalau saya pribadi memilih tidak terlalu jauh memikirkan nibbana.
Sebenarnya konteks perumpamaan api lilin itu lebih ke arah penjelasan tidak adanya 'inti diri'. Api ada karena unsurnya, demikian pula kehidupan berlangsung ketika ada kondisi pendukungnya. Tidak ada 'atta' dalam kehidupan sebagaimana tidak ada 'unsur kekal' dalam api. (Dengan demikian, ketika padam/nibbana, tidak ada lagi yang bisa dikatakan api/atta.)
Jika kita berspekulasi tentang kondisi nibbana, tentu timbul lagi pertanyaan, sebelum terjadinya avijja (penyebab kelahiran), apakah bisa dikatakan suatu makhluk ada di nibbana? Jadi urutannya: nibbana, lalu terkondisi avijja, maka jadi kelahiran. Kemudian setelah avijja dihilangkan, mencapai nibbana. Nanti kalau "kena" avijja lagi, maka akan terlahir lagi. Kalau di konsep menurut pemikiran saya, sama sekali bukan demikian.
Buddha tidak pernah menjelaskan api sebelum nyala. Buddha menjelaskan bahwa itu telah nyala dalam waktu yang tak hingga. Jadi memikirkan bagaimana mulanya api itu menyala, adalah tak terpikirkan.
Pencapaian kesucian dikatakan tidak reversible. Saya pikir itu karena berkenaan dengan memahami fenomena sebagaimana adanya. Mungkin kalau diandaikan kita masih kecil masih terpengaruh pikiran khayal tentang hantu di bawah ranjang, misalnya. Selama kita tidak mengerti kebenaran tentang 'pikiran' itu, maka pikiran kita tetap terombang-ambing tak menentu. Mungkin tambah takut, mungkin tambah tidak takut. Tetapi ketika suatu saat kita dewasa mengerti kebenaran 'kolong ranjang' sebagaimana adanya, mengerti bagaimana hantu itu tercipta dari ketakutan/kekhawatiran pikiran, apakah mungkin kita menciptakan pikiran hantu 'bawah ranjang' lebih jauh?