19. "Perhatikanlah, Aggivessana, perhatikan tentang apa yang kamu jawab. Apa yang kamu katakan sebelumnya adalah tidak sama dengan apa yang kamu katakan sesudahnya, atau apa yang kamu katakan sesudahnya adalah tidak sama dengan yang sebelumnya Bagaimana kamu menanggapinya dengan akalmu, Aggivessana, ketika kamu mengatakan demikian: 'Kesadaran adalah pribadiku', apakah kamu mempunyai semacam kekuasaan terhadap kesadaran itu sehingga dapat berkata: 'Biarkanlah kesadaranku menjadi demikian; biarkanlah kesadaranku tidak menjadi demikian?' "
"Tidak, Guru Gotama."
20. "Perhatikanlah, Aggivessana, perhatikan terhadap bagaimana kamu menjawabnya. Apa yang kamu katakan sebelumnya adalah tidak sama dengan yang kamu katakan sesudahnya; atau apa yang dikatakan sesudahnya tidak sama dengan sebelumnya. Bagaimana kamu menanggapinya dengan akalmu, Aggivessana, apakah jasmani itu kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Guru Gotama."
"Sekarang, apa yang tidak kekal itu tidak menyenangkan atau menyenangkan?"
"Tidak menyenangkan, Guru Gotama."
"Sekarang, apa yang tidak kekal, tidak menyenangkan dan patut terkena hukuman perubahan, cocok untuk dianggap sebagai: 'Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah pribadiku?' "
"Tidak, Guru Gotama."
21. "Bagaimana kamu menanggapinya dengan akalmu hal ini, Aggivessana, apakah perasaan itu kekal atau tidak kekal?"
22. "Bagaimana kamu menanggapinya dengan akalmu hal ini, Aggivessana, apakah bentuk pikiran itu kekal atau tidak kekal?'"
23. "Bagaimana kamu menanggapinya dengan akalmu hal ini, Aggivessana, apakah pencerapan itu kekal atau tidak kekal?"
24. "Bagaimana kamu menanggapinya dengan akalmu hal ini, Aggivessana, apakah kesadaran itu kekal atau tidak kekal?"
"Tidak, Guru Gotama."
"Sekarang, apa yang tidak kekal, tidak menyenangkan dan patut terkena hukum perubahan, cocok untuk disebut sebagai: 'Ini adalah kepunyaanku, ini adalah aku, ini adalah diri pribadiku?' "
"Tidak, Guru Gotama."
25. "Bagaimana kamu menanggapi dengan akalmu hal ini, Aggivessana, apabila seseorang melekat pada penderitaan, memberikan tempat pada penderitaan, menerima penderitaan, selalu memandang penderitaan sebagai: 'Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah diriku pribadi.' Apakah ia sendiri pernah sepenuhnya mengerti penderitaan atau selalu berpandangan dengan penderitaan dapat melenyapkannya?"
"Mengapa harus ia, Guru Gotama? Tidak, Guru Gotama."
"Bagaimana kamu menanggapi dengan akalmu hal ini, Aggivessana, bahwa dengan menjadikannya demikian, kau tidak melekat pada penderitaan, kamu tidak selalu memandang penderitaan sebagai: 'Ini kepunyaanku, ini adalah aku, ini adalah diri pribadiku?'"
"Mengapa tidak, Guru Gotama? Ya, Guru Gotama."
26. "Hal ini adalah bagaikan seseorang memerlukan kaku/keras hati, mencari kayu hati, berkelana mencari kayu hati, mengambil kapak tajam dan pergilah ke dalam hutan; dan di sana ia melihat batang pohon tunggal, lurus, muda, tanpa ada pucuk buah. Kemudian ia memotong akarnya, ia memotong mahkotanya, dan setelah memotong mahkotanya ia membuka gulungan pelepah daun; tetapi ketika ia sedang membuka gulungan pelepah daun itu ia tidak pernah sampai kepada sesuatu getah kayu, belum lagi kayu kerasnya. Demikian juga Aggivessana, ketika kamu ditekan dan ditanya kembali olehku tentang pendapatmu sendiri itu, kamu adalah kosong, lowong dan dalam keadaan salah. Tetapi kata-katamu itu diucapkan dihadapan sidang ini: 'Aku tidak melihat Samana atau orang suci, kepala Sangha, kepala Sekte, Guru dari suatu suku, sekalipun apabila ia mengatakan bahwa dirinya adalah Arahat dan ber-Penerangan Sempurna, tidak bakal bergetar dan bergoncang serta berkeringat di ketiaknya apabila terlibat dalam perdebatan dengan aku. Sekalipun apabila aku terlibat dalam perdebatan yang tidak bermakna, ia akan bergetar, gemetar dan bergoncang, oleh karena itu apa yang akan aku katakan tentang makhluk hidup itu?' Sekarang terdapatlah butiran-butiran keringat itu telah membasahi sekujur jubah atasmu dan menetes ke tanah, tetapi sekarang tidak terdapat keringat pada tubuhku."
Sang Bhagava membuka tutup dari tubuh Beliau yang berwarna kuning keemas-emasan di hadapan para sidang. Ketika hal ini telah dikatakan, Saccaka Niganthaputta diam saja, penuh cemas, dengan pundaknya menurun ke bawah sedangkan kepalanya tunduk, bermuram durja serta tidak dapat mengatakan apa-apa.
27. Kemudian Dummukha Licchaviputta, karena melihat Saccaka Niganthaputta menjadi demikian keadaannya, ia berkata kepada Sang Bhagava demikian: "Satu persamaan terjadi padaku, Guru Gotama."
"Terjadi kepadamu, Dummukha."
"Bhante, seandainya tidak jauh dari desa atau kota terdapatlah sebuah kolam yang berisi kepiting di dalamnya, kemudian banyak anak laki-laki serta perempuan pergi dari kota atau desa menuju ke kolam itu, mereka masuk ke dalam kolam serta mengambil kepiting-kepiting itu dan meletakkan mereka di tanah. Apabila kepiting itu merenggangkan kakinya, mereka memotong kaki itu, memutusnya, menghancurkannya dengan tongkat dan batu-batu, sedemikian sehingga mereka tidak dapat kembali lagi ke kolam. Begitu pula halnya, semua penyimpangan Saccaka Niganthaputta, paradok-paradok, lawan azas, dan ejekan-ejekan telah diputus, dihancurkan serta dipotong oleh Sang Bhagava, sekarang ia tidak dapat lagi mendekati Sang Bhagava, sebagai tujuan dari kata-katanya."
28. Ketika hal itu diucapkan, Saccaka Niganthaputta berkata kepadanya: "Tunggu, Dummukkha, tunggu. Kami tidak berurusan dengan kamu, di sini kami berurusan dengan Guru Gotama." (kemudian ia berkata): "Biarkanlah pembicaraan kita diteruskan, Guru Gotama. Seperti dari banyak Samana dan Orang Mulia yang terdiri dari banyak kata-kata itu, demikian yang aku kira. Tetapi bagaimana cara siswa dari Guru Gotama melaksanakan perintah, memberi tanggapan terhadap nasehat, mengatasi segala ketidakpastian, kehilangan keragu-raguannya, memenangkan keberanian dan menjadi tidak tergantung dari orang-orang lain di dalam amanat Guru itu?"
"Aggivessana, di sini segala macam bentuk apapun, apakah di waktu yang lampau, yang akan datang atau sekarang, di dalam diri sendiri atau luar, kasar maupun lembut, inferior atau superior, jauh maupun dekat, seorang siswaku melihat dengan pengertian semua bentuk seperti apa keadaan sebenarnya sebagai berikut: 'Ini adalah bukan milikku, ini bukan diriku, ini adalah bukan aku sendiri.' Setiap jenis perasaan apapun ........... setiap jenis pencerapan apapun ........setiap jenis bentukan apapun ....... setiap jenis kesadaran apapun .......apakah ia berasal dari waktu lampau, yang akan datang atau sekarang di dalam diri sendiri atau di luar, kasar atau lembut, inferior atau superior, jauh atau dekat seorang siswa dariku melihat dengan pengertian benar semua kesadaran sebagaimana keadaan sebenarnya sebagai berikut: 'Ini adalah bukan milikku, ini adalah bukan aku, ini adalah bukan pribadiku.' Ini adalah bagaimana seorang siswa dariku melaksanakan amanat, memberi tanggapan terhadap nasehat, mengatasi segala ketidakpastian, kehilangan keragu-raguannya, memenangkan keberanian dan menjadi bebas atau tidak bergantung kepada orang-orang lain di dalam amanat Sang Guru."
29. "Samana Gotama, bagaimana seorang bhikkhu bisa menjadi Arahat, dengan noda-noda telah terkikis habis, yang telah menjalani hidup, melakukan apa yang harus dilakukan, melepas beban, mencapai tujuan tertinggi, menghancurkan penggoda-penggoda dari makhluk, dan yang melalui pengertian akhir yang benar yang dibebaskan?"
" Aggivessana, di sini setiap jenis bentuk apapun, apakah dari waktu yang lampau, yang akan datang atau sekarang, di dalam diri sendiri atau di luar, kasar maupun halus, inferior maupun superior, jauh maupun dekat, seorang bhikkhu melihat dengan pengertian benar segala macam bentuk sebagaimana mereka sebenarnya sebagai berikut: 'Ini adalah bukan milikku, ini adalah bukan aku, ini adalah bukan pribadiku', dan dengan melalui tidak melekat pada mereka maka ia menjadi terbebas.
Setiap jenis perasaan apapun ..................
Setiap jenis kesadaran apapun ................
Setiap jenis persepsi pencerapan apapun ...................
Setiap jenis bentuk apapun .......................
Setiap jenis kesadaran apapun, baik di waktu yang lampau, akan datang maupun sekarang, di dalam diri sendiri atau di luar, kasar atau lembut, inferior atau superior, jauh atau dekat, seorang bhikkhu melihat mereka dengan pengertian benar semua kesadaran sebagaimana mereka sebenarnya sebagai berikut: 'Ini adalah bukan milikku, ini adalah bukan aku, ini adalah bukan pribadiku', dan dengan melalui jalan tidak melekat kepada mereka maka ia telah terbebas. Itu adalah bagaimana seorang bhikkhu menjadi Arahat, dengan noda-noda terkikis habis, yang telah menjalani hidup, melakukan apa yang harus dilakukan, menyingkirkan beban, mencapai tujuan tertinggi, menghancurkan penggoda-penggoda makhluk, dan melalui pengetahuan akhir yang benar telah terbebaskan.
30. Apabila pikiran dari sang bhikkhu telah terbebaskan sedemikian itu, ia memiliki tiga buah keadaan yang tidak dapat dilampaui atau dilewati; pandangan atau penglihatan yang tidak dapat dilampaui atau dilewati, tidak dapat dilewati dalam melaksanakan atau mempraktekkan sang jalan dan tidak dapat dilewati dalam pembebasan atau pelepasan. Apabila seorang bhikkhu telah dibebaskan sedemikian, ia hanya menghormat, memandang tinggi, memuja-muja, memuliakan hanya Sang Tathagata saja. Sang Bhagava telah mencapai Penerangan Sempurna itu. Sang Bhagava adalah tenang dan Beliau mengajar Dhamma dengan ketenangan. Sang Bhagava telah menyeberang dan Beliau mengajar Dhamma dengan menyeberang itu. Sang Bhagava telah mencapai Nibbhana dan Beliau mengajar Dhamma dengan telah mencapainya Nibbhana itu."
31. Ketika kata-kata ini telah diucapkan, Saccaka Niganthaputta menjawab: "Samana Gotama, kami adalah berani dan maju dalam memahami Samana Gotama untuk diserang dengan perdebatan. Seseorang harus menjadi demikian sehingga ia dapat dengan kebebasan dari hukuman menyerang gajah gila, namun begitu ia tidak dapat menyerang Samana Gotama dengan kebebasan dari hukuman itu. Seseorang mungkin dapat dengan kebebasan dari hukuman suatu nyala kobaran api yang besar, namun begitu ia tidak dapat menyerang Samana Gotama dengan kebebasan dari hukuman itu. Seseorang bisa menjadi demikian sehingga ia dapat dengan kebebasan dari hukuman menyerang ular berbisa, namun begitu ia tidak dapat menyerang Samana Gotama dengan kebebasan hukuman itu. Kami sangat berani dan maju dalam memahami Samana Gotama untuk menyerangnya dengan perdebatan itu.
32. Biarlah Sang Tathagata bersama-sama dengan bhikkhu Sangha, menerima makanan besok dariku."
Sang Bhagava menerima undangan itu dengan berdiam diri.
33. Kemudian setelah ia mengetahui bahwa Sang Bhagava menerima undangannya itu, ia menyampaikan pesan kepada kaum Licchavi: "Dengarlah daku, kaum Licchavi. Samana Gotama bersama dengan bhikkhu sangha telah saya undang untuk menghadiri makan besok pagi. Kamu boleh membawa kepadaku apa saja yang kamu pikir pantas bagi Beliau."
34. Kemudian ketika malam telah berakhir kaum Licchavi membawa lima ratus hidangan upacara terdiri dari nasi, susu sebagai hadiah makanan. Saccaka Niganthaputta mempunyai makanan-makanan enak berbagai macam yang dipersiapkan di rumahnya sendiri, dan ia telah mengumumkan waktunya bagi Sang Bhagava: "Waktunya telah tiba Samana Gotama, hidangan makan telah siap."
35. Kemudian, pada pagi harinya, Sang Bhagava mengenakan jubah, dan dengan membawa mangkok serta jubah luar, beliau pergi bersama-sama dengan Bhikkhu Sangha ke rumah Saccaka Niganthaputta dan duduk di atas tempat duduk yang telah dipersiapkan. Kemudian, dengan tangannya sendiri, Saccaka anak lelaki dari Nigantha melayani serta memuasi Sangha dari para Bhikkhu yang dikepalai oleh Sang Bhagava, dengan berbagai jenis makanan. Kemudian ketika Sang Bhagava telah selesai makan dan tidak lain memegangi mangkok-Nya, Saccaka Niganthaputta duduk di tempat yang bawah dan duduklah pada satu sisi. Ketika ia telah berbuat hal itu, ia berkata kepada Sang Buddha:
"Guru Gotama, apapun jasa dan (diharapkan di waktu yang akan datang) kebesaran dikarenakan jasa dalam (ini) melakukan pemberian sedekah, semoga bisa menjadi kebahagiaan bagi si pemberi."
"Aggivessana, jasa dan kebesaran yang diharapkan karena jasa semacam itu yang muncul disebabkan karena memberikan dana cocok bagi pemberian-pemberian dalam cara yang kamu lakukan, (kamu tanpa) tiada adanya nafsu, tanpa kebencian, dan tanpa adanya khayalan, akan menjadi pahala bagi si pemberi; tetapi pemberian semacam yang datangnya dari (memberikan kepada) seorang yang cocok bagi pemberian-pemberian dalam cara seperti Aku, (aku yang) tanpa nafsu, tanpa kebencian dan tanpa khayal, akan menjadi milikmu (yang telah memberikan pemberian kepadaku)."