//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - nyanadhana

Pages: 1 2 3 4 5 [6] 7 8 9 10 11 12 13 ... 255
76
coba buka ini.Buddhism Australia mengelompokkan banyak aliran dalam cult

http://www.buddhismaustralia.org/cults.htm

77
bagi2 pengalaman dungg bro gimana bisa berkenalan sama LSY?
apakah abiseka jarak jauh atau gimana ? abiseka itu spt inisiasi gitu?
trus disana juga banyak cewek2 cakep gitu ? mohon sharing nya ya.

apakah juga ada mantra rahasia? khusus yg udah abiseka baru boleh tau?

satu lagi abiseka bayar berapa duit (nyumbang berapa duit) ?

thx sebelumnya

Rolls Royce nya bro

abhi"sex"ka :P

78
Living Maria...hm nama yang bagus untuk rock band gothic yang isinya cewe punk :P

79
Owe baru saja baca kembali thread ini. Rinpoche dalam bahasa Tibet itu boleh diterjemahkan sebagai "precious" atau "berharga." Saya akan ulangi kembali, terjemahan Rinpoche dalam bahasa China adalah "huofo" atau "Buddha Hidup" alias "Living Buddha." Jadi agar supaya menjadi jelas dan diskusi tidak berputar-putar terus seputar masalah ini, sudah jelas bahwa semua Rinpoche adalah huofo dalam bahasa China. Dengan demikian, secara logika seluruh Rinpoche adalah "living Buddha."
Supaya jelas, alur logikanya adalah sebagai berikut:

Rinpoche adalah huofo atau living Buddha.
Rinpoche adalah living Buddha

Logika ini sudah sah dan valid.

Nah jika seorang Rinpoche tidak menyebut dirinya sebagai living Buddha, jangan menggunakan gelar Rinpoche.

Kedua nyang hendak owe sampaikan. Banyak pula pemuka2 agama Buddha Tibet yang mengaku dirinya sebagai penjelmaan Buddha tau Bodhisattva. Sebagai contoh:

Dalai Lama adalah penjelmaan Avalokitesvara atau Chenrenzig.
Panchen Lama adalah penjelmaan Buddha Amitabha.

Jadi contoh-contoh di atas dalam topik ini sudah cukup jelas. Semoga kita tidak berputar2 terus menenanyakak topik yang sudah dijelaskan.

Dalai Lama pernah membahas masalah ini mengenai penjelmaan Avalokitesvara dan dalam candaanya,yang dijelmakan adalah konsep welas asihnya bukan secara fisik diklaim sebagai Avalokitesvara.berbeda dgn LSY yang langsung klaim sebagai Padmakumara dan disahkan Buddha.
LSY selalu menggunakan sebuah konsep astral yang mengacu pada cerita,dongeng,dan fantasi fantasi yang sebetulnya bila dilihat dari psikologi tulisannya maka ia terjebak dalam satu bentuk pikiran bahwa ia adalah apa yang dituliskan didalam tulisannya.sama seperti mereka yang menulis Kera Sakti dan Biksu Tong.padahal bukti sejarahnya Biksu Tong melakukan perjalanan ke India ditemani oleh 3 murid yang merupakan manusia bukan siluman.dan tempat yang mereka kunjungi adalah Univ.Nalanda bukan seperit yang di film ada Buddha dan istana megahnya.
LSY terjebak antara fantasi dan realita.ia tidak bisa keluar dari pikirannya sendiri.

80
Menarik sekali komen Kang Gandalf mengenai minum kopi. Apakah tidak mungkin bahwa yang dimaksud bahwa "kopi" itu telah ditransformasikan sebagai "kopi spiritual." Mengapa kita tidak mengambil makna positif dari kisah Mahaguru itu sebagai "Pencapaian Kebuddhaan tidak terikat oleh ruang dan waktu."  Gw kira pesen inilah yang mau disampaikan oleh Mahaguru. Jika para sodara di sini masih mengeyelkan masalah "kopi." Saya juga bisa menanyakan, di alam neraka, "darimanakah asal bahan bakar api di alam neraka?" Jelek2 gini owe pernah belajar hukum thermodinamika. Jika terus menerus selama berkalpa energi di alam semesta ini tersedot ke neraka, bisa-bisa bahang (kalor) di alam semesta ni abis lho.
Tyus katanye di neraka tu dindingnya dari besi, lha owe mo nanya, darimanakah asal biji besinya? Siape tuh yang menempa dinding setebal itu?
Semoga ente2 bisa menyelami maksud pertanyaan owe dan menghubungkannya dengan "kopi" di atas. Semoga pertanyaan2 owe di atas bisa menjawab hal ikhwal "perkopian" yang ente2 tanyakan.

apa yang membuat matahari terus menyala selama bermiliar2 tahun?

81
From: "Michael suswanto" <msuswanto [at] ...>

www.samaggi-phala.or.id
Forum Tanya Jawab

Dari: Sugi, Semarang
Namo Buddhaya, Namo Buddhaya,
Bhante, di Agama Buddha kan ada 2 latihan meditasi Samatha dan Vipassana
Bhavana. Apakah perlu setelah mencapai Jhana lewat samatha baru seseorang
meditator Buddhist baru berlanjut ke Vipassana atau apakah boleh langsung
saja melatih Vipassana? Sebagai umat awam, apa saran metoda meditasi dari
Bhante untuk kita melatih meditasi tiap hari di rumah?
Anumodana

Jawaban:
Mengembangkan Vipassana dapat dikerjakan tanpa harus mencapai Jhana
terlebih dahulu. Namun, kalau seseorang hendak mencapai kesucian, maka
hendaknya ia mengembangkan Jhana terlebih dahulu sebelum Vipassana. Uraian
tentang hal ini dapat dijumpai pada kotbah Sang Buddha yang terdapat dalam
Mahamalunkhyaputtasuttam.
Sebagai seorang umat awam yang tinggal dalam masyarakat, ia sebaiknya
mengembangkan latihan konsentrasi setiap pagi dan sore dengan menggunakan
obyek pernafasan. Kemudian, sepanjang hari hendaknya selalu melatih
kesadaran dengan selalu mengucapkan pertanyaan dalam hati: SAAT INI SAYA
SEDANG APA? Dengan demikian, ia akan selalu menyadari pada saat bekerja,
berjalan, berbicara dan sebagainya.
Semoga saran ini dapat memberikan manfaat.

Salam metta,
B. Uttamo

===================================
HUDOYO:

Michael, tanpa mengurangi hormat saya pada YM Bhante Uttamo, saya tidak
sependapat dengan cara beliau yang mengacu pada SATU sutta saja, dari
seluruh isi Tipitaka Pali dan kitab-kitab Komentarnya, untuk memahami
ajaran Sang Buddha tentang meditasi untuk mencapai pembebasan. Apalagi
dalam masalah perlu-tidaknya jhana untuk mencapai pembebasan; kita sudah
tahu bahwa para bhikkhu guru meditasi sendiri berbeda pendapat mengenai
masalah ini sejak ribuan tahun.

Di dalam Maha-malunkyaputta-sutta, Majjhima-nikaya, Sang Buddha menguraikan
kepada YM Ananda & bhikkhu-bhikkhu lain cara mencapai pembebasan dari
kelima belenggu pertama (menjadi Anagami). Jalannya ialah: sila -> jhana 1
-> patahnya kelima belenggu pertama (menjadi Anagami). Bisa juga melalui
jhana 2 mencapai patahnya kelima belenggu pertama (menjadi Anagami); atau
melalui jhana 3, ... dst ... sampai jhana 7, untuk mencapai patahnya kelima
belenggu pertama (menjadi Anagami).

Sutta ini sering dipakai oleh guru vipassana yang menyatakan bahwa jhana
(sekurang-kurangnya jhana pertama) perlu untuk mencapai pembebasan. Namun
jangan lupa, di akhir sutta itu ada satu paragraf yang sering orang
kelewatan tidak membacanya. Dalam paragraf terakhir itu, YM Ananda bertanya
kepada Sang Buddha:

"Venerable sir, when this is the path and the method for the destruction of
the five lower bonds for the sensual world, why does a certain bhikkhu talk
of a release of mind and a release through wisdom? Ananda, that is the
difference in the maturity of the mental faculties."
("Bhante, bila ini jalan dan cara untuk memusnahkan kelima belenggu pertama
dari alam indra, mengapa ada bhikkhu yang bicara tentang pembebasan batin
(ceto-vimutti) dan pembebasan melalui kearifan (pannya-vimutti)? Ananda,
itulah perbedaan di dalam kematangan daya-daya batin.")

"Ceto vimutti" (pembebasan batin) adalah ungkapan baku untuk menyatakan
pembebasan melalui jhana, sedangkan "pannya-vimutti" (pembebasan melalui
kearifan) adalah ungkapan baku untuk menyatakan pembebasan melalui
vipassana murni (tanpa melalui jhana). Ternyata bahwa perbedaan pendapat
mengenai perlu-tidaknya jhana untuk mencapai pembebasan telah ada sejak
zaman Majjhima-nikaya dihafalkan orang. Di situ Sang Buddha tidak
membenarkan yang satu dan menyalahkan yang lain, melainkan beliau
menjelaskan sebab sampai terjadi perbedaan pendapat tersebut, ialah karena
manusia berbeda 'daya-daya batinnya' (yang dimaksudkan di sini ialah
kemampuan mencapai jhana). Tetapi tidak adanya penyangkalan dari Sang
Buddha menyiratkan bahwa ketidakmampuan mencapai jhana bukan menjadi
penghalang untuk mencapai pembebasan melalui kearifan (pannya-vimutti).

Demikianlah terbukti bahwa perbedaan paham tentang perlu-tidaknya jhana
untuk mencapai pembebasan telah ada sejak zaman Sang Buddha, atau
setidak-tidaknya sejak Mahamalunkyaputta-sutta dihafalkan dan diterima
secara luas.

~~~~~~

Sebaliknya, para guru vipassana yang mengajarkan bahwa, sekalipun
konsentrasi perlu, tapi jhana tidak diperlukan untuk mencapai pembebasan,
pun mengacu pada sutta-sutta tertentu dari Tipitaka Pali. Di sini akan saya
ajukan beberapa saja, kebanyakan dari Samyutta-nikaya:

*** (1) Bhikkhu-sutta, Ambapaa.li-vagga, Satipa.t.thaana-sa.myutta,
Sa.myutta-nikaaya:

"Tasmaatiha tva.m bhikkhu aadimeva visodhehi kusalesu dhammesu. Ko ca aadi
kusalaana.m dhammaana.m: siila~nca suvisuddha.m, di.t.thi ca ujukaa. Yato
kho te bhikkhu, siila.m suvisuddha.m bhavissati, di.t.thi ca ujukaa, tato
tva.m bhikkhu, siila.m nissaaya siile pati.t.thaaya cattaaro
satipa.t.thaane tividhena bhaveyyaasi. [...] A~n~nataro ca pana so bhikkhu
arahata.m ahosiiti."

("O, bhikkhu, sempurnakanlah akar-akar kebaikan. Dan apakah akar-akar
kebaikan? Itulah siila yang benar-benar murni, serta pandangan benar. Para
bhikkhu, bila siila kalian telah murni, serta pandangan kalian benar,
setelah itu, para bhikkhu, dengan bertopang pada siila, berlandaskan siila,
kalian dapat mengembangkan empat landasan perhatian (cattaaro
satipa.t.thanaa). [...] Dan bhikkhu itu pun menjadi satu lagi di antara
para Arahat.")

Di sini sama sekali tidak disebut-sebut tentang jhana! Dan juga tidak
disebut-sebut tentang ketiga tingkat pembebasan sebelum Arahat.

*** (2) Uttiya-sutta, Naalanda-vagga, Satipa.t.thaana-sa.myutta,
Sa.myutta-nikaaya:

"Tasmaatiha tva.m, Uttiya, aadimeva visodhehi kusalesu dhammesu. Kocaadi
kusalaana.m dhammaana.m: siila~nca suvisuddha.m, di.t.thi ca ujukaa. Yato
kho te, Uttiya, siila~nca suvisuddha.m bhavissati, di.t.thi ca ujukaa. Tato
tva.m, Uttiya, siila.m nissaaya siile pati.t.thaaya cattaaro
satipa.t.thaane bhaaveyyaasi. [...] A~n~nataro ca panaayasmaa Uttiyo
arahata.m ahosiiti."

(Teks ini persis sama seperti Bhikkhu-sutta di atas, hanya kata 'bhikkhu'
diganti dengan 'Uttiya' (nama seorang Arahat).)

Pola yang sama kita temukan pula dalam sutta-sutta berikut:

*** (3) Bahiya-sutta, Naalanda-vagga, Satipa.t.thaana-sa.myutta,
Sa.myutta-nikaaya;

*** (4) Duccarita-sutta, Amata-vagga, Satipa.t.thaana-sa.myutta,
Sa.myutta-nikaaya.

Jelas di sini, bahwa para guru vipassana yang mengajarkan bahwa jhana tidak
diperlukan untuk pembebasan pun menyandarkan pendapat mereka pada kitab
suci Tipitaka Pali sendiri.

~~~~~

Michael, mengapa saya tidak sependapat dengan cara YM Bhante Uttamo
menampilkan ajaran Sang Buddha tentang meditasi, khususnya mengenai masalah
perlu-tidaknya jhana untuk mencapai pembebasan?

Oleh karena di berbagai sutta kita melihat adanya variasi yang cukup besar
dalam ajaran--yang dipercaya berasal dari mulut Sang Buddha--tentang
meditasi. Ini akan menimbulkan kesimpulan yang simpang-siur dan
pertentangan yang tidak perlu apabila orang hanya mengacu pada satu-dua
sutta saja dari sekian banyak sutta yang membahas meditasi. Saya ambil tiga
contoh saja:

(1) Di dalam Mahamalunkyaputta-sutta, secara eksplisit dikatakan bahwa
tingkat Anagami dapat dicapai sekurang-kurangnya melalui jhana pertama.
Dapat pula dicapai melalui jhana-jhana di atasnya, sampai jhana ketujuh.

(2) Di dalam Samannaphala-sutta, ketika Sang Buddha menguraikan kelebihan
seorang samana (petapa), terdapat serangkaian tahapan latihan yang secara
implisit menyatakan bahwa pembebasan (Arahat) tercapai melalui kesaktian
keenam, yang disebut asavakkhaya-abhi~n~na. Tahapannya adalah sebagai berikut:

Sila -> menjaga indra -> perhatian penuh (sati-sampajanna = vipassana) ->
ketenteraman -> pembebasan dari kelima rintangan batin -> jhana pertama *
... sampai ... jhana keempat * -> pencerahan vipassana * -> kemampuan
menciptakan tubuh lain dengan pikiran * -> kemampuan gaib (memperbanyak
diri, melenyapkan diri, menembus dinding, gunung dsb, masuk ke dalam tanah,
terbang di angkasa, menyentuh bulan dan matahari, mencapai alam-alam Brahma
* -> telinga batin (mampu mendengar suara manusia dan dewa yang jauh maupun
dekat) * -> mampu mengetahui isi batin orang lain * -> mampu mengetahui
kehidupan-kehidupan yang lampau * -> mata batin (mampu melihat lahir dan
matinya makhluk-makhluk di berbagai alam * -> padamnya arus kotoran batin =
menjadi Arahat *. (Tanda (*) menunjukkan bahwa tahap yang bersangkutan
'lebih menyenangkan' dan 'lebih tinggi' daripada tahap sebelumnya.)

Di sini tidak dijelaskan secara eksplisit apa syarat minimal untuk mencapai
tingkat Arahat, tapi penyebutan 'asavakkhaya-abhi~n~na' untuk nibbana
secara implisit menunjukkan bahwa pembebasan terakhir itu adalah salah satu
bentuk kekuatan gaib (abhi~n~na) yang hanya bisa dicapai setelah
tercapainya jhana keempat.

(3) Di dalam Culasaropama-sutta, Sang Buddha menguraikan tahap-tahap
pencapaian pembebasan, sebagai berikut:

Sila -> Konsentrasi (samadhi, tanpa menyebut jhana) -> pengetahuan &
pencerahan (nyana-dassanam) -> jhana pertama -> ... [dst sampai] ... jhana
kedelapan -> berhentinya persepsi dan perasaan (sannya-vedayitam-nirodham),
di atas jhana ke delapan -> asava parikkhina (berakhirnya asava = mencapai
Nibbana = Arahat).

Di sini secara eksplisit jelas dinyatakan bahwa Nibbana (Arahat) tercapai
melalui keadaan yang disebut berhentinya persepsi dan perasaan (disebut
juga nirodha-samapatti), yang baru bisa dialami setelah mencapai jhana
kedelapan!

(Catatan: Dalam salah satu posting dulu saya pernah menulis artikel yang
menampilkan dugaan saya bahwa Culasaropama-sutta merupakan rekayasa
bhikkhu-bhikkhu belakangan dan adanya petunjuk-petunjuk struktural bahwa
sutta itu merupakan gabungan dari dua sumber tradisi meditasi yang berbeda
di kalangan bhikkhu-bhikkhu Theravada. Pada akhir sutta ini secara
eksplisit disebut bahwa intisari kehidupan suci adalah 'ceto-vimutti',
istilah yang digunakan untuk menyatakan bahwa pembebasan tercapai melalui
jhana.)

~~~~~

Di lain pihak, di samping sutta-sutta yang menampilkan jhana sebagai salah
satu faktor pembebasan, di atas telah ditampilkan beberapa sutta yang
berasal dari Samyutta-nikaya, di mana jhana tidak disebut-sebut sebagai
faktor pembebasan. Bahkan di dalam Bahiya-sutta, Udana, Sang Buddha
mengajarkan vipassana murni kepada petapa Bahiya (yang bukan siswa beliau)
tanpa menyebut-nyebut Sila!

Suatu fakta menarik yang perlu dicatat, ialah bahwa sutta-sutta yang tidak
menyebutkan tentang jhana secara teknis pada umumnya berasal dari
sutta-sutta pendek dari Samyutta-nikaya, Udana dan Itivuttaka, yakni
kumpulan sutta yang pada umumnya berusia lebih tua daripada sutta-sutta
panjang di dalam Digha-nikaya dan Majjhima-nikaya. Di dalam sutta-sutta
pendek ini, pada umumnya belum ditemukan sistematika baku dari ajaran Sang
Buddha yang terperinci seperti Empat Kebenaran Suci, Jalan Suci Berunsur
Delapan, dan istilah-istilah teknis seperti jhana, paticcasamuppada, satta
bojjhanga, dasa samyojana, dsb dsb. Di sini kita bisa berspekulasi, apakah
sebenarnya yang diajarkan oleh Sang Buddha SEBELUM tersusunnya DOKTRIN
Agama Buddha baku yang kita kenal sekarang (Buddhisme pra-doktrinal). (Tapi
bagi seorang pemeditasi vipassana, spekulasi seperti itu tidak lagi
relevan, karena doktrin-doktrin agama apa pun, termasuk doktrin Agama
Buddha, harus dipahami sebagai tidak lebih dari 'bentuk-bentuk pikiran' dan
bukan kenyataan saat kini.)

Bagaimanakah sampai terjadi variasi yang begitu besar dalam "metode"
meditasi untuk mencapai pembebasan yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam
berbagai kesempatan? Saya pribadi berpendapat bahwa hal ini hanya bisa
dijelaskan apabila kita ingat bahwa:

(1) Sang Buddha mengajarkan meditasi sesuai dengan tingkat kematangan batin
pendengarnya, dengan demikian tidak bisa dihindarkan adanya "perbedaan"
ajaran meditasi yang diberikan dalam berbagai kesempatan;
(2) sejak awal agama Buddha telah ada dua tradisi meditasi vipassana yang
berbeda: yang satu berangkat dari pencapaian jhana, dan yang lain tidak
mengupayakan pencapaian jhana. Adanya dua tradisi kuno ini terlihat dari
adanya dua istilah kembar, 'ceto-vimutti' dan 'pannya-vimutti', yang sering
kali terdapat bersama-sama, namun dalam sutta-sutta tertentu hanya berdiri
sendiri.

~~~~~

Jadi, jika kita ingin mengetahui meditasi bagaimana sebenarnya yang
diajarkan oleh Sang Buddha untuk mecapai pembebasan, kita tidak bisa hanya
bersandar pada satu-dua sutta tertentu saja, yang hanya akan menimbulkan
kesimpulan yang bias. Orang perlu mempelajari semua sutta yang relevan, dan
itu pun masih terbentur pada kajian kritis (scriptural criticism), yakni
mana-mana dari isi kitab suci yang benar-benar berasal dari mulut Sang
Buddha. Jadi sebenarnya bukan pekerjaan mudah bagi kita yang terpisah 2500
tahun dari zaman Sang Buddha.

Tetapi, selain kitab suci Tipitaka Pali, sebetulnya masih ada sumber lain
yang dapat dikaji pula, yakni kitab-kitab Komentar dan Sub-Komentar, antara
lain Visuddhi-magga. Sekalipun kitab-kitab ini berjarak sekitar 1000 tahun
dari zaman Sang Buddha, setidak-tidaknya menggambarkan apa yang dipahami
dan diyakini oleh para guru meditasi pada zaman itu yakni 1500 tahun lebih
dekat kepada zaman Sang Buddha daripada zaman kita.

Namun, sayang pada zaman modern ini, ada guru-guru meditasi tertentu yang
mengecilkan arti Visuddhi-magga dalam menjelaskan ajaran meditasi
Theravada. Ini disebabkan karena YM Buddhaghosa, yang telah mengkaji isi
Tipitaka Pali mungkin jauh lebih terperinci daripada yang bisa kita buat,
telah membuat skema latihan meditasi Theravada secara terperinci, di mana
dinyatakan bahwa orang bisa mencapai pembebasan DENGAN atau TANPA melalui
jhana. Mereka yang mencapai pembebasan dengan melalui jhana disebut
"samatha-yanika", sedangkan mereka yang mencapai pembebasan tanpa melalui
jhana disebut "vipassana-yanika" atau "suddha-vipassaka". Dengan demikian
ajaran Visuddhi-magga tidak sejalan dengan mereka yang berpendapat bahwa
jhana mutlak perlu untuk pembebasan.

~~~~~

Saya melihat kontroversi antara kedua sudut pandang ini paralel dengan
kontroversi antara sikap EKSKLUSIF dan sikap INKLUSIF dalam wacana
keagamaan. Yang eksklusif berkata: "Harus lewat sini, tidak ada jalan lain;
di luar ini tidak ada keselamatan!" Yang inklusif berkata: "Lewat jalan
mana pun bisa." Buktinya? Buktinya terletak di dalam pencapaian kita
masing-masing, bukan di dalam kitab suci, bukan di dalam ajaran guru-guru
meditasi; jadi bukan untuk dipertentangkan.

Salam,
Hudoyo

PS: Guru vipassana kenamaan, alm.YM Mahasi Sayadaw Agga Maha Pandita
bersama murid-murid beliau mengajarkan bahwa pembebasan dapat dicapai tanpa
melalui jhana. Begitu pula diajarkan oleh guru-guru meditasi kenamaan lain
yang telah wafat, seperti alm Ajahn Chah, alm. Buddhadasa Mahathera dll.

Sedangkan Meditasi Mengenal Diri (MMD) saya ajarkan mengikuti tradisi
Mahasi Sayadaw dengan pencerahan-pencerahan dari ajaran J Krishnamurti.

82
wakakakaka kalo itu Living Corpse hahaha

83
ngomong-ngomong .... kopinya merk apa yaaaah  :hammer:

mungkin .... kopinya sama dengan yg diminum bro 4DMYN n bro pariahino  ;D

EGP .... aaaaakh (kagak ngerti, pucing)  ^-^

kok kena virus johan saceng juga?

besok aye mau naik odong odong ama LSY.mau ikut?

84
[at] virya
According to the Mahayana Mahaparinirvana Mahā-sūtra (also called the Nirvana Sutra), the Buddha taught that parinirvana is the realm of the Eternal, Bliss, the Self, and the Pure. Dr Paul Williams states that it refers to the Buddha using the term "Self" in order to win over non-Buddhist ascetics.[5] However, the Mahaparinirvana Sutra is a long and highly composite Mahayana scripture,[6] and the part of the sutra upon which Williams is basing his statement is a portion of the Nirvana Sutra of secondary Central Asian provenance - other parts of the sutra were written in India.[7]

Guang Xing speaks of how the Mahayanists of the Nirvana Sutra understand the mahaparinirvana to be the liberated Self of the eternal Buddha: ‘One of the main themes of the MMPS [Mahayana Mahaparinirvana Sutra] is that the Buddha is eternal … The Mahayanists assert the eternity of the Buddha in two ways in the MMPS. They state that the Buddha is the dharmakaya, and hence eternal. Next, they reinterpret the liberation of the Buddha as mahaparinirvana possessing four attributes: eternity, happiness, self and purity.’[8] Only in Mahaparinirvana is this True Self held to be fully discernible and accessible[9].

Many Mahayana Buddhists do not take statements of this kind literally.[10]

Kosho Yamamoto cites a passage in which the Buddha admonishes his monks ('bhiksus') not to dwell inordinately on the idea of the non-Self but to meditate on the Self. Dr. Yamamoto writes:

‘Having dwelt upon the nature of nirvana, the Buddha now explains its positive aspect and says that nirvana has the four attributes of the Eternal, Bliss, the Self, and the Pure … the Buddha says: “O you bhiksus [monks]! Do not abide in the thought of the non-eternal, sorrow, non-Self, and the not-pure and have things as in the case of those people who take the stones, wooden pieces and gravel for the true gem [of the true Dharma] … In every situation, constantly meditate upon the idea of the Self, the idea of the Eternal, Bliss, and the Pure ... Those who, desirous of attaining Reality meditatatively cultivate these ideas, namely, the ideas of the Self [atman], the Eternal, Bliss, and the Pure, will skilfully bring forth the jewel, just like the wise person.” '[11]

Michael Zimmermann, in his study of the Tathagatagarbha Sutra, reveals that not only the Mahaparinirvana Sutra but also the Tathagatagarbha Sutra and the Lankavatara Sutra speak affirmatively of the Self. Zimmermann observes:

    the existence of an eternal, imperishable self, that is, buddhahood, is definitely the basic point of the TGS [Tathagatagarbha Sutra] … the Mahaparinirvanasutra and the Lankavatarasutra characterize the tathagatagarbha explicitly as atman [Self].’[12]

While in early Buddhist thought nirvana is characterized by permanence, bliss, and purity, it is viewed as being the stopping of the breeding-ground for the "I am" attitude, and is beyond all possibility of the Self delusion.[13][14]

yang disebut itu namae Nirvana bukan Parinirvana
Nirvana dirasakan seorang Buddha dan Arahat pada masa hidup dan setelah kematian mereka tidak terlahir kembali alias back to zero.nothing not even a single trace of being. :) dan itu disebut Parinirvana

85
masih ada banyak kisah-kisah lain dalam tripitaka, misalnya: Ananda juga pernah bertemu dengan Buddha Amitabha.
dan yang paling baru adalah kisah Maha Boowa yang bertemu dengan para arahat

 _/\_

karena Amitabha Buddha bbelum parinibbana.masa kehidupannya berbeda dengan Sakyamuni Buddha yang relatif pendek.
banyak orang mengaku juga ketemu Yesus namun yang mereka ketemui selalu sama yaitu imajinasi para pelukis dan pematung.

86
Kesehatan / Re: Hasil Tes Darah Gw, Berbahayakah?
« on: 22 July 2010, 12:01:45 AM »
March 30, 2010

Acetaminophen: the Killer Painkiller
The active ingredient in the painkillers Tylenol, Anacin and Panadol was the focus of a recent analysis of 19 studies of 425,000 children and adults treated with acetaminophen in the past year. Children given acetaminophen were 60 percent more likely to suffer from asthma, while adults who had taken the drug were 75 percent more likely to experience asthma. According to a University of British Columbia-Vancouver review published in the journal Chest, higher doses translated to a greater risk of asthma.
http://www.anh-usa.org/acetaminophen-the-killer-painkiller/

87
[at] Nyanadhana:

maksud saya...kadang daripada anda mengubek2 tipitaka yang sedemikian besar dan luasnya hanya demi satu referensi kecil yang sebenarnya disolve lewat masalah etika.bukankah lebih baik anda mencari referensi bagaimana Buddha mengajarkan orang menuju pencerahan?itulah kebijaksanaan dalam menimbang tipitaka.saya lihat anda memang suka mencari referensi tipitaka.kenapa anda tidak mendownload tipitaka online di www.accesstoinsight.org mungkin anda bisa mencari sendiri.

TAN:

Tidak perlu mendownload. Saya punya teksnya. Hanya saja sangat sulit mencari dari sekian banyak sutta seperti itu. Kalau rekan-rekan di sini ada yang tahu, apakah salahnya bertanya?

1)Apakah menolong orang lain itu tidak dibenarkan dalam agama Buddha?
2)Malu bertanya sesat di jalan.

Oleh karenanya, kalau Anda tidak mau membantu (dan meminta saya mencari sendiri dalam sutta) ya tidak apa-apa. Tetapi barangkali masih ada rekan lain yang mau membantu.

Demikian kira-kira yang dapat saya sampaikan.

Salam hormat,

Tan

saya tidak perlu lagi mengomentari dan menjustifikasi anda.karena anda sudah punya sumbernya.

88
[at] Nyanadhana:

kadang dibutuhkan kebijaksanaan tidak hanya sekedar bergantung pada Tipitaka  krn kalo mau mencari referensi yang cuman segelintir doank lebih baik mencari informasi yang mebawa anda pada pencerahan batin.

TAN:

Ini bahaya. Kalau kebijaksanaan Anda sudah melebihi Sang Buddha saya mafhum dengan tanggapan Anda di atas. Namun bila belum, bagaimana mungkin Anda yakin "kebijaksanaan" Anda benar-benar "bijaksana"? Apakah dengan demikian menurut Anda Tipitaka dan Tripitaka tidak diperlukan lagi? Kalau Anda menganggap bahwa Tripitaka dan Tipitaka tidak diperlukan lagi berarti pandangan kita beda.

SAlam hormat,

Tan

satu hal lagi.saya tidak mencari persamaan pandangan dengan anda.saya menyampaikan opini saya terhadap pertanyaan anda,yang sebetulnya saya katakan sangat lucu ditanyakan,selama ini saya bergaul dengan umat agama manapun tidka pernah bertanya kalo mereka masuk vihara diperbolehkan apa ngga dan apa referensi nya,hal ini ditanyakan malah oleh seorang buddhist :).mungkin anda mendapat pertanyaan ini namun pendapat saya adalah anda perdalam seluruh Sutta yang ada,seluruh sejarah dimana murid berguru pada Sang Buddha.

89
[at] Nyanadhana:

kadang dibutuhkan kebijaksanaan tidak hanya sekedar bergantung pada Tipitaka  krn kalo mau mencari referensi yang cuman segelintir doank lebih baik mencari informasi yang mebawa anda pada pencerahan batin.

TAN:

Ini bahaya. Kalau kebijaksanaan Anda sudah melebihi Sang Buddha saya mafhum dengan tanggapan Anda di atas. Namun bila belum, bagaimana mungkin Anda yakin "kebijaksanaan" Anda benar-benar "bijaksana"? Apakah dengan demikian menurut Anda Tipitaka dan Tripitaka tidak diperlukan lagi? Kalau Anda menganggap bahwa Tripitaka dan Tipitaka tidak diperlukan lagi berarti pandangan kita beda.

SAlam hormat,

Tan

maksud saya...kadang daripada anda mengubek2 tipitaka yang sedemikian besar dan luasnya hanya demi satu referensi kecil yang sebenarnya disolve lewat masalah etika.bukankah lebih baik anda mencari referensi bagaimana Buddha mengajarkan orang menuju pencerahan?itulah kebijaksanaan dalam menimbang tipitaka.saya lihat anda memang suka mencari referensi tipitaka.kenapa anda tidak mendownload tipitaka online di www.accesstoinsight.org mungkin anda bisa mencari sendiri.

90
rata-rata jawaban rekan-rekan disini secara teori sangat bagus, tapi  pada prakteknya koq sedikit beda.

Saya mau share pengalaman saya saja. Dulu saya sering dateng ke vihara-vihara Tantrayana non-TBSN, hanya sekedar untuk mendengarkan ceramah dharma ataupun berdiskusi. tapi begitu umat-umat disana tau bahwa saya adalah pengikut TBSN, mereka mulai mengejek saya. lama-kelamaan saya jadi jengkel juga, apa salahnya sih penganut TBSN dateng ke vihara-vihara tantrayana non-TBSN?
Sekarang saya sudah malas sekali untuk datang ke vihara-vihara tersebut, orang-orangnya berpikiran sempit dan merasa diri sendiri paling suci di dunia. Mentang-mentang kalau silsilahnya mentereng, guru-nya terkenal, bisa sembarangan aja mengejek.

mereka mengejek saya, seolah-olah mengatakan umat TBSN dilarang masuk ke dalam vihara kami.



OOT
koq bisa OOT, dasarnya apa?  menurut anda TBSN itu masuk Buddhist ato non-buddhist? saya kira penggolongan di forum ini sudah jelas bahwa TBSN digolongkan ke dalam non-Buddhist karena semua yang berhubungan dengan TBSN dimasukkan ke dalam "Buddhisme dengan Agama, Kepercayaan, Tradisi dan Filsafat Lain".
pengalaman saya: apabila umat TBSN masuk ke dalam vihara Budhisme Tantrayana non TBSN.  secara teori ehipashiko, tetapi secara praktek mengejek dan memandang rendah.

apa kesamaan J Krishnamurti,Lu sheng Yen,Sai Baba dan manusia2 yang mengklaim dirinya super power?ada satu kesamaan yaitu tidak bisa menghindari sex

kenapa tbsn tidka masuk dalam tantrayana karena root gurunya tidak jelas,lu sheng yen mngklaim dirinya sebagai root guru langsung.sedangkan vajrayana bisa ditrace.tantrayana lu sheng yen lebih bersifat mistikal bandingkan dengan seluruh aliran vajrayana yang masih mengikuti vinaya,dharma,sastra,abhidharma.semua tersimpan rapi.apakah referensi lsy?

Pages: 1 2 3 4 5 [6] 7 8 9 10 11 12 13 ... 255