Kalau menurut saya Nibbana bukan lenyapnya pancakhandha, tetapi pada Nibbana (Anupadisesa Nibbana) pancakhandha berhenti berproses.... oleh karena itu Nibbana tidak dikatakan nihilisme tetapi Nibbana adalah penghentian... jadi agak sedikit berbeda pengertiannya.
Mungkin ada dua hal yang perlu dianalisa di sini:
1. Orang yang telah merealisasi nibbāna.
2. Orang yang berada pada perealisasian nibbāna.
Dalam keadaan normal, seorang arahant yang telah mencapai nibbāna pun masih mengenali pañcakkhandhanya dan orang2 lain yang melihat arahant pun masih setidaknya melihat rūpakkhandha arahant tersebut. Namun, ketika seseorang merealisasi nibbāna ( khususnya pada tahap phala), apakah pada saat itu ia mengenali pañcakkhandhanya? Menurut saya, pada saat itu, ia tidak mengenali pañcakkhandha. Karena selama nibbāna masih berada dalam lingkup pañcakkhandha, perealisasian ini bukanlah sebagai asaṇkhata (tidak berkondisi) karena selama masih ada pañcakkhandha selama itu pula ada "yang berkondisi". Ini juga merupakan alasan mengapa dalam dvadasangapaticcasamuppāda (12 links of dependent origination), lenyapnya total penderitaan meliputi sankhara, viññāna, nāmarūpa, sālayatana, phassa dan vedana yang mana jika dianalisa merupakan pañcakkhandha. Juga dalam Dvayatānupassanasutta dari Suttanipāta dikatakan bahwa lenyapnya penderitaan adalah detasemen dan pelenyapan secara total viññaṇa. Melihat fakta2 seperti ini, menurut saya, pañcakkhandha harus lenyap terutama PADA SAAT perealisasian nibbāna. Jika kita menerima fakta2 di atas, bahkan seorang sotapanna yang berada pada pencapaian nibbāna pertama kalinya yaitu pada pencapaian sotapattiphala atau pada tahap gotrabhuñāna, ia pun tidak mengenali pañcakkhandhanya. Namun setelah kembali kepada keadaan normal, ia harus kembali menikmati pañcakkhandhanya. Hanya perbedaanya saat ini dari umat awam adalah bahwa ia telah terbebas dari tiga belenggu yang salah satunya adalh keragu-raguan. Ia tidak ragu2 lagi tentang Dhamma dalam hal ini nibbāna karena ia telah 'mengalaminya'.
Perlu dicatat di sini bahwa untuk benar2 mengetahui dvadasangapaticcasamuppāda yang mana berhubungan dengan pelenyapan khandha, paling tidak seseorang harus mencapai sotapanna karena dimulai dari pencapaian ini seseorang merealisasi nibbāna. Jika demikian halnya, maka sangat mungkin bahwa pada saat perealisasian nibbāna, bagi orang yang merealisasi nibbāna, pañcakkhandha tidak akan dikenali lagi. Ini seperti orang yang mencapai arūpajjhana. Meskipun ia masih memiliki rūpakkhandha, bagi dirinya, pada saat ia mencapai arūpajjhana ia tidak akan mengenali adanya rūpa. Segala unsur rūpa lenyap dari batinnya. Namun orang lain, tentu, masih melihat orang tersebut duduk lengkap dengan seluruh bagian tubuh.
Di sini, kesimpulannya, orang yang telah merealisasi nibbāna berbeda dari PADA SAAT orang tersebut merealisasi nibbāna.
Di atas, hanya sekedar opini logika sehingga masih memungkinkan untuk salah. Supaya mengetahui benar2, mari kita semua berjuang untuk mencapainya - apamadena sampadetha..!
Sebagai tambahan, saya pernah membaca di salah satu buku yang mana buku tersebut telah mengutip dari salah satu buku ditulis oleh Bhikkhu Bodhi (saya lupa judul bukunya), bahwa menurut Bhikkhu Bodhi, nibbāna sebagai phala (buah) tidak akan berbeda apakah seseorang masih hidup (upadisesa) ataukah setelah mati (anupadisesa). Yang membedakan bukan nibbānanya, melainkan pañcakkhandhanya. Nibbāna adalah tidak berkondisi sehingga harus dibedakan dari pañcakkhandha yang mana merupakan sesuatu yang berkondisi.
May you all be happy.