//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - RetjaPentung

Pages: 1 [2]
16
Pengalaman Pribadi / Re: Apakah ada yang telah mencapai Jhana ?
« on: 02 August 2017, 01:00:49 AM »
_/\_

Apakah ada di antara bro n sis, ada yg mengalami Jhana ?

 ^:)^  ^:)^  ^:)^

Ini pertanyaan sulit dan terlalu jauh, karena sebelum mencapai jhana, ada syarat-syarat yang mendahuluinya,
yakni nimitta (tanda bathin atas obyek meditasi).
Jadi, pertanyaannya, apakah ada yang sudah mencapai nimitta? Tidak juga, karena sebelum nimitta ada syarat-syarat yang mendahuluinya, yakni ada konsentrasi yang kuat, kokoh dan penuh pada obyek. Misalnya, meditasi dengan obyek anapanasati, apakah seseorang yogavacara sudah mampu berkonsentrasi pada nafas sebanyak semisal 200 kali pernafasan berturut-turut tanpa sekalipun kehilangan fokus?

Jadi, pertanyaan yang lebih cocok mungkin adalah "apakah ada di antara bro n sis, yang sudah mampu berkonsentrasi pada obyek meditasi secara kuat, kokoh dan penuh?" (dalam contoh di atas semisal sampai 200 kali pernafasan berturut-turut).

Jika seorang yogavacara MAMPU berkonsentrasi pada obyek meditasinya sedemikian kuat, tanda batin akan obyek (nimitta), akan muncul, dan nimitta adalah syarat mutlak tercapainya jhana.

Pengalaman pribadi saya.
17 tahun lalu, karena satu hal pernah giat samatha bhavana setiap malam. Konsisten tiap malam selama hampir sebulan. Awalnya hanya kuat duduk 15 menit, lalu setengah jam, lalu 1 jam. Hingga satu malam (entah malam keberapa saya tidak ingat), saya masuk pada satu keheningan luar biasa yang belum pernah saya alami seumur hidup saya. Keheningan yang bahkan bisik-bisik di tetangga terdengar dengan sangat jelas (biasanya tidak terdengar karena tetangga berjauhan. Posisi rumah tidak berdempet dengan rumah lain/dipisahkan oleh jalan).
Dan ketika saya selesai bermeditasi, saat saya berdiri, saya ambruk. Saya berbaring di lantai tidak bergerak. Saya baru sadar bahwa kaki kiri saya kram. Saya melihat jam dinding, saya kaget karena ternyata saya telah duduk selama hampir 3 jam, walau saya merasa saya tidak duduk selama itu. Ini rekor terlama saya duduk bermeditasi.

Apakah itu suatu pencapaian?
Menurut saya itu sebuah pencapaian, masuk pada konsentrasi yang tajam. Sangat tajam.
Tapi itu hanya 1 kali. Selanjutnya lagi, saya kesulitan untuk masuk pada "state" itu lagi. Salah satu sebabnya adalah gangguan "si pelaku". Ada ekspektasi/harapan untuk mencapai keheningan itu lagi. Ketika mulai terkonsentrasi, batin berceloteh "wah, ini nih" dan celoteh si pelaku itu merusak proses yang mana seharusnya hanya ada "si pengamat".
Hingga akhirnya saya pindah dari tempat tersebut dan di tempat baru tidak mendukung untuk bermeditasi lagi.

Akhir-akhir ini saya kembali rajin bermeditasi samatha bhavana dengan obyek anapanasati. Setiap malam jam 10, dan ini sudah malam ke 7, dan saya merasakan ada kemajuan dalam berkonsentrasi dan sudah sanggup duduk hingga 1 jam.

Bagi yang berminat praktik meditasi (tidak hanya mendiskusikannya), ini ada artikel bagus dari Ajahn Brahmavamso http://www.dhammatalks.net/BI/Bhikkhu_Brahm_Metode_Dasar_Meditasi.htm dan Bhikkhu Kassapa http://www.dhammatalks.net/BI/Bhikkhu_Kassapa_Anapanasati.htm#PP


17
Diskusi Umum / Re: Seputar Reinkarnasi Bodhisattva
« on: 28 July 2017, 07:06:24 PM »
Ada beberapa pertanyaan seputar reinkarnasi bodhisattva:
1. Apakah bodhisattva dalam menjalankan tugasnya sejak mengucapkan tekad bodhisattva harus mengalami reinkarnasi kembali lebih dari 1 kelahiran atau tidak harus? Siapa bodhisattva yang dalam menjalankan tugasnya sejak mengucapkan tekad bodhisattva tidak mengalami reinkarnasi kembali lebih dari 1 kelahiran jika ada?
2. Apakah bodhisattva bisa menciptakan banyak kesadaran dalam kehidupan berbeda-beda tetapi kesadaran yang asli tetap didalam satu tempat, misalnya kesadaran bodhisattva A yang asli tetap di tempat A, sedangkan kesadaran buatan terlahir di alam binatang, manusia, dewa diwaktu yang bersamaan?

Secara konsep, seorang bodhisatta memang harus terlahir lebih dari 1x, bahkan lebih tepatnya lebih dari 7x, karena terlahir 7x lagi adalah batasan untuk Sotapanna. Sakadagami akan terlahir 1 kali lagi di kammadhatu. Anagami terlahir 1 kali lagi di alam Sudhavasa. Arahat tidak terlahir lagi.

Bodhisatta tidak menempuh jalur Sotapanna, Sakadagami, Anagami dan Arahat, tetapi menempuh jalur Samma-Sambuddha, karenanya tidak mungkin jika tidak terlahir kembali lebih dari 1 kali (atau bahkan lebih tepatnya lebih dari 7 kal, karena bodhisatta tidak mungkin jadi Sotapanna.

Soal bodhisatta menciptakan kesadaran, ini rumit. Bodhisatta yang anda maksudkan itu bodhisatta dalam konsep Theravada atau Mahayana? Kalau Mahayana penuh dengan bodhisatta unhistory seperti kuan im dsb hingga Vajrayana seperti kisah penitisan lama, rinpoche dsbnya, saya angkat tangan deh...

18
Diskusi Umum / Re: saran untuk bebas dari kemelekatan
« on: 28 July 2017, 06:53:42 PM »
Hi sahabat dhamma semuanya
Namo Buddhaya
Sotthi Hotu

Saya mau tanya untuk permasalahan yang sedang dihadapi , saat ini saya sedang merasakan ketertarikan terhadap seseorang , saya sudah mencoba mencari tahu bagaimana karakter orang tersebut.

Sejauh saya mencari tahu , saya menemukan beberapa hal yang negative yang saya ketahui dari hasil saya mencari tahu karakter orang tersebut , tetapi betapa anehnya , rasa ketertarikan saya kenapa masih sangat kuat rasanya terhadap orang tersebut. padahal saya ingin sekali untuk tidak melekat atau memikirkan orang tersebut  lagi , semakin mencoba menjauh tetapi semakin kencang rasa terikatnya.

Mohon untuk sahabat  dhamma yang ada saran bisa membantu saya mengatasi hal ini karena hal ini terasa sangat mengganggu saya. 

Terimakasih

Namo Buddhaya.

Ketertarikan yang sampai mengalahkan akal sehat, biasanya tidak jauh dari ketertarikan fisik/seksual, baik pada ketertarikan terhadap lawan jenis maupun sejenis.
Saya rasa itulah sebabnya.

19
Perkenalan / Sudah Murtad
« on: 28 July 2017, 04:17:47 PM »
Mengenal Buddhism... 3 hari kemudian _/\_ Visudhi Tisarana. Menjadi seorang Buddhist.
Menggiati Mahayana...  :lotus:
1 tahun kemudian berpindah ke Theravada. _/\_
1 tahun kemudian meninggalkan rakit di tepian pantai... 0:)
Tak lagi Buddhist (KTP doank)  :o), atau istilah kerennya sudah MURTAD  >:D.
Kini hanya seorang Dhammiko.  8)

Buddha Dhamma sejatinya bukan agama, tapi di-downgrade jadi agama.
Gelo lihat UMAT AGAMA BUDDHA yang gila  ^:)^ ritual seakan ritual sembahyang ada gunanya (pelajari apa itu SILABATAMPARAMASA).
What a shame!

20
Banyak sekali topik meditasi dalam kolom ini... hanya saja saya bertanya-tanya, berapa lama anda dapat DUDUK ketika bermeditasi? 5 menit? 10 menit? setengah jam? 1 jam? 2 jam? 3 jam?

Mungkin ada yang bilang, meditasi tidak perlu lama-lama... max 30 menit saja. Tentu saja, ini pendapat orang yang tidak sanggup duduk lama bermeditasi, karena 30 menit dalam bermeditasi, itu sesungguhnya tidak ada apa-apanya, terutama bagi pemula, karena pikiran butuh waktu untuk mengikat obyek meditasi. 30 menit tidak cukup, kecuali anda sudah mampu untuk memunculkan nimitta (dari obyek meditasi anda) dengan cepat.

30 menit awal meditasi biasanya masih pada struggling berusaha mempertahankan pikiran pada obyek meditasi. Dan saya yakin pengalaman dari banyak orang, mereka mengakhiri meditasinya hanya dalam waktu 30 menit atau kurang karena kegelisahan yang muncul sebelum memasuki awal konsentrasi.

Jika pemeditasi sudah mampu berkonsentrasi KUAT pada obyek meditasi, duduk 2 jam hanya terasa seperti 15 menit. Dan baru menyadarinya ketika berdiri dari meditasi, dan ambruk ke lantai karena kaki kram dan harus berbaring diam di lantai selama setengah jam hingga aliran darah ke kaki kembali lancar.


21
Diskusi Umum / Re: Kurasa, beginilah cara melihat kehidupan lampau
« on: 28 July 2017, 03:55:31 PM »
dengan menenangkan diri sehingga mencapai ketenangan yang sedalam-dalamnya, itulah cara pertama melihat kehidupan lampau.

Dengan selalu waspada pada segala yang terjadi saat ini di sini pada tubuh dan batin, kita melihat apa yang menjadi sebab semua kejadian ini di masa lalu. Hanya dengan melihat dan mengamatinya saja secermat-cermatnya.

Tidak ada penyakit yang tidak disebabkan oleh "pikiran buruk" di masa lalu. Sebagaimana kata sang Buddha, "pikiran adalah pendahulu". Kesakitan apapun yang dirasakan, itu diakibatkan "kamma buruk" di masa lalu.

Flue, batuk, dan demam itu bisa disebabkan oleh faktor-faktor ilmiah seperti cuaca buruk, kelelahan, dan virus. Demikian kata orang, tanpa melihat bahwa semua itu telah didahului oleh "pikiran yang kotor".

Kanker, tumor, dan bisul, itu disebabkan karena makan beracun, makanan yang tidak sesuai, zat-zat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh, demikian kata orang, tanpa melihat bahwa semua itu diawali oleh "kamma buruk" di masa lalu.

Melalui meditasi yang dalam, kawan, sebagaimana jaran luhur sang Buddha, kita bisa melihat sebab sejati dari munculnya setiap penyakit di dalam tubuh sebagaimana kita dapat melihat sebab munculnya kemarahan di dalam batin kita. Sebagian orang tidak begitu sadar, mengapa dirinya menjadi begitu marah dan tidak terkendali, seakan-akan ia menjadi marah begitu saja. Dan ia mempersalahkan orang lain yang menyinggung dirinya dengan kata-kata kasar dan menghina. Tetapi ia tidak mampu melihat bahwa sebab sejati dari kemarahan itu ada di dalam dirinya sendiri. Tapi sebagian orang lainnya, cukup sadar setiap kali kemarahan muncul di dalam dirinya dan melihat sebab-sebabnya dengan jelas bahwa itu disebabkan oleh karena "cara berpikirnya sendiri yang keliru".  Demikian pula, mereka yang menderita suatu penyakit pada jasmaninya, sebagian mereka hanya mampu melihat dan mempersalahkan sebab-sebab external, tapi tidak mampu melihat sebab-sebab fatal yang dilakukan oleh pikirannya kemarin, kmarin dulu, dulu sekali atau pada kehidupan masa lampaunya. Mereka hanya melihat dan mempersalahkan sebab-sebab external sebagai penyebab dari munculnya penyakit di dalam jasmaninya.

Kawan, kurasa bila seseorang berlatih mengamati setiap munculnya penyakit dan sebab-sebabnya di dalam batin nya sendiri, lama-lama ia terampil melihat hubungan kejadian hari ini dengan kondisi batin kita di hari kemarin, dulu atau di masa lampau sebelum kehidupan ini.


Kawan, bila anda berjalan-jalan di mall lalu melihat wanita yang cantik-cantik sehingga tumbuh keserakahan dan kemelekatan, setelah itu apakah anda berlatih untuk melihat bagaimana keserakahan itu merealisasikan dirinya menjadi sebuah penyakit di dalam jasmani?

Jujur saja,
Saya lebih berharap tulisan seperti ini dari orang yang sudah mencapai tahap mampu melihat kehidupan lampau, karena tulisan teoritis sudah bertebaran di mana-mana... dari buku di perpustakaan vihara sampai library online hasil googling.

Saya tentu senang sekali jika anda bersedia share ke kita-kita kehidupan lampau anda yang sudah dapat anda lihat.
Sumonggo.

22
rekan-rekan yang baik,
Apakah bila kita membunuh semut karma buruknya lebih kecil dibandingkan misalnya kita membunuh anjing, sapi, gajah, dll.
Apakah semakin besar hewan maka karma buruk yang kita terima akan lebih besar bila kita membunuh?
Bila benar maka apa sebabnya? Apakah karena hewan yang tubuhnya lebih besar itu kesadarannya lebih kuat atau bagaimana?
Mohon masukan dari rekan-rekan.

Thanks sebelumnya.

Besar kecilnya karma buruk ketika membunuh makhluk hidup, kurang lebih sama seperti karma baik memberi makan pada orang kelaparan dengan memberi makan pada orang yang berkelimpahan makanan.
Karma buruk membunuh binatang juga mempertimbangkan nilai manfaat yang hilang dari terbunuhnya suatu binatang.
Lebih besar manfaat mana yang hilang ketika seekor semut terbunuh dengan seekor anjing terbunuh, maka kita dapat menari kesimpulan, maka yang akan menghasilkan karma yang lebih besar (dengan anggapan bahwa cittena yang muncul adalah cittena yang sama).


23
Diskusi Umum / Apakah Tipitaka 100% Benar?
« on: 28 July 2017, 03:32:21 PM »
Dalam ajaran agama lain, ada keyakinan bahwa kitab suci mereka 100% benar (walaupun sebagian besar pemeluk agama tidak pernah memahami kitab suci-nya 100%).
Klaim 100% benar tersebut bahkan berasal dari kitab suci itu sendiri (kitab suci mengklaim bahwa isinya 100% benar, dan di luarnya adalah tidak benar atau tidak 100% benar).

Bagaimana dengan Tipitaka sebagai kitab suci agama Buddha?
Apakah Tipitaka juga 100% benar, ataukah sangat mungkin ada kesalahan-kesalahan dalam Tipitaka?

Semoga dapat menjadi diskusi yang positif dengan argumen-argumen (baik berupa data maupun berupa logika).
Para troller silakan dududk manis dipojokan saja.

Pages: 1 [2]
anything