News, Rabu 1 Agustus 2007
(jesse.rotinsulu [at] bp.pratamagroup.com)
Kisah Kejujuran dan Ketulusan
Gadis Yatim Piatu yang Diadopsi Saudagar
.or.id - Pada 30 tahun silam, seorang istri saudagar di
Washington, AS, di mana pada suatu malam, tanpa sengaja kehilangan tas
tangannya di sebuah rumah sakit. Saudagar itu begitu cemas, dan berusaha
mencarinya sepanjang malam itu. Sebab di dalam tas tangan itu bukan saja
berisi 100.000 dollar AS, tapi juga berisi sebuah informasi pasar yang
sangat rahasia.
Ketika pedagang tersebut tiba di rumah sakit, ia melihat seorang gadis
lemah dan kurus yang dingin gemetaran berjongkok bersandaran tembok di
koridor rumah sakit yang sunyi, dan yang dipeluknya dengan erat dalam
dekapannya itu adalah tas tangan istrinya yang hilang.
Gadis yang bernama Seada ini, datang ke rumah sakit itu menemani ibunya
yang sedang dirawat. Kehidupan anak dan ibu yang saling bergantung
hidup ini sangat miskin, barang-barang yang berharga telah habis terjual,
dan uang
yang terkumpul juga hanya cukup untuk membayar biaya semalam
rumah sakit. Jika tidak ada uang maka besok akan diusir dari rumah
sakit. Malam itu, Seada yang tak berdaya berjalan mondar-mandir di koridor
rumah sakit, dengan polos ia memohon berkah dan perlindungan Tuhan, bisa
bertemu dengan seorang yang baik hati menolong ibunya. Tiba-tiba,
sebuah tas kulit seorang wanita yang baru turun dari loteng terjatuh di
atas lantai ketika melewati koridor itu, mungkin karena tergesa-gesa,
sehingga ia tidak menyadari sedikitpun kalau tas kulitnya terjatuh.
Ketika itu di koridor hanya ada Seada seorang. Ia mengambil tas kulit itu,
lalu bergegas mengejar wanita itu, tapi wanita itu sudah naik ke sebuah
mobil dan pergi dengan angkuh.
Seada kembali ke kamar ibunya dirawat, dan ketika dia membuka tas kulit
itu, ibu dan anak itu terkejut melihat segepok uang di dalamnya. Dan
seketika itu, mereka pun sadar, bahwa dengan uang sebanyak itu bisa
digunakan untuk mengobati penyakit ibunya. Namun ibunya menyuruh Seada
mengembalikan tas kulit itu ke koridor, menunggu orang yang kehilangan tas
kulit itu kembali mengambilnya. Yang harus dilakukan dalam sepanjang
hidup manusia adalah membantu orang lain, membantu orang lain yang lagi
kesulitan, yang tidak layak dilakukan adalah serakah dengan harta yang
tidak halal, mengabaikan kebenaran begitu melihat uang orang lain.
Tas dikembalikan ke pemiliknya. Kemudian pedagang itu berusaha sekuat
tenaga untuk menolong ibu Seada, namun ibunya tetap menghembuskan nafas
terakhir meninggalkan gadis yang sebatang kara itu. Kedua ibu dan
anak
itu bukan saja telah membantu mengembalikan kerugian 100.000 dolar AS
itu kepada sang pedagang, yang lebih penting adalah informasi market
yang didapatkan kembali dari kehilangan itu, membuat usaha pedagang itu
maju, dan tidak lama kemudian menjadi hartawan besar.
Seada yang diadopsi sang pedagang, dimana setelah menyelesaikan
kuliahnya kemudian membantu sang hartawan mengelola perdagangannya. Meski sang
hartawan selama itu tidak mengangkatnya memangku jabatan apapun yang
sesungguhnya. Namun selama dalam tempaan yang panjang, kecerdasan dan
pengalaman sang hartawan memberi pengaruh halus dan tak terasa
mempengaruhinya, sehingga membuatnya menjadi seorang pebisnis yang matang. Ketika
memasuki usia senja, banyak sekali visi sang hartawan mesti meminta
pendapat Seada.
Ketika sang hartawan dalam masa kritis, ia meninggalkan sebuah surat
wasiat yang mengejutkan:
“Sebelum saya kenal dengan Seada
dan ibunya saya sudah sangat kaya.
Namun, ketika saya berdiri di hadapan anak dan ibu yang dirundungi
kemiskinan dan penyakit tapi tidak berniat memiliki uang saya yang hilang
itu, saya melihat merekalah yang paling kaya, sebab mereka mentati norma
kehidupan yang mulia, dan justru inilah yang tidak ada pada diriku
sebagai pedagang. Uang yang saya dapatkan adalah dari hasil tipu menipu,
adalah mereka yang membuat saya menyadari bahwa modal terbesar dalam
perjalanan hidup manusia adalah kepribadian. Saya mengadopsi Seada bukan
karena balas budi, juga bukan simpati, melainkan mengundang teladan
seseorang sebagai manusia. Dengan adanya dia di sisiku, dalam perdagangan,
akan selau kuukir dalam hati,mana yang boleh dilakukan dan mana yang
tidak. Ini adalah sebab hakiki makmurnya usaha saya di kemudian hari,
hingga saya menjadi hartawan yang kaya raya. Setelah saya meninggal, harta
kekayaan semuanya saya wariskan kepada
Seada.
Ini bukan menghadiahkan, melainkan agar supaya usaha saya bisa lebih
cemerlang. Saya yakin, putera saya yang cerdas dapat memahami curahan
perhatian ayahnya”.
Ketika putera sang hartawan yang berada di luar negeri kembali, ia
membaca dengan seksama isi surat wasiat ayahnya, kemudian tanpa ragu
sedikitpun membubuhkan tanda tangan di atas surat warisan tersebut:
“Saya setuju Seada meneruskan semua harta kekayaan ayah. Saya hanya
berharap Seada bisa menjadi istri saya.”
Setelah melihat tanda tangan putera sang hartawan, Seada sedikit agak
ragu, lalu mengambil pena dan membubuhkan tanda tangannya:
“Saya terima semua harta kekayaan yang ditinggalkannya termasuk
puteranya.”
(Sumber : Minghui-net)