[at] Riky Dave:
Mengenai konsentrasi yg Riky tanyakan ke Bro Fabian; pada saat mengembangkan sati atau pada saat sati hadir, memang konsentrasi juga hadir. Kita sudah mengetahui ini dalam praktek juga dalam sutta, misalnya yang membahas 7 faktor bhojjango. Konsentrasi lah, baik yang timbul atas pengerahan, maupun yang sudah ada, maupun yang timbul dari sati dan pengamatan, maupun yang timbul setelah melakukan yoniso manasikara sehingga nivarana dapat diatasi, maupun yang timbul dengan membangkitkan kondisi penunjangnya; yang memungkinkan pengamatan sifat fenomena batin maupun jasmani terealisasi dengan baik. Ibarat sati adalah batin yang tahu atau sadar ada pertandingan bola piala dunia siapa lawan siapa saat menonton teve, nah kekuatan konsentrasi lah yang memungkinkan kita mengamati pergerakan bola tanpa terputus dan warna kostum kedua kesebelasan dan tidak lengah saat ada yg kebobolan gol (sayang kan?), di saat itu kita tetap tahu, sadar, eling atau ingat dari kaki negara siapa ke negara siapa bola berpindah, sadar pada saat gol terjadi di gawang siapa. Kurang lebih seperti itu ilustrasinya
. Sati dan konsentrasi, pada hakekatnya keduanya dibutuhkan. Buku "Mindfulness in Plain English" atau terjemahannya "Meditasi dalam Kehidupan Sehari-hari" karya Bhante Henepola Gunaratana menyajikan keterangan yang bagus, menarik, jenaka dan ilustratif mengenai ini.
Saya coba jawab, ya Riky. Maaf kalo seandainya kurang memuaskan. Mengenai mereka yang terlihat "langsung" tercerahkan setelah mendengar kotbah Sang Buddha, mereka sudah memiliki faktor-faktor mental yang mengarah pada pencerahan, dari hasil latihan dan kecenderungan mental akibat perilakunya (yang mengarah pada masaknya faktor2 mental tersebut, mis: sati, samadhi, pañña, dll. lepas dari adanya kamma penunjang atau tidak sebelumnya) baik pada kehidupan lampau maupun saat ini.
Mengenai apakah sati bisa dilatih apa tidak, kita tinggal mengujinya. Mengenai sati apakah perlu dilatih, selama masih belum terbebas dari kekotoran batin dan kemelekatan, dan agar mencegah makhluk lain ikut menderita karena kebodohan kita; saya sependapat dengan anjuran Sang Buddha untuk melatih/mengembangkan sati.
Mettacittena