Pengembangan Buddhisme > Penerjemahan dan penulisan Teks Buddhisme

Udana. Pali - Inggris oleh Bhikkhu Thanissaro

(1/4) > >>

Mr. Wei:
Thread ini dibuat untuk memuat isi terjemahan Bahasa Inggris - Bahasa Indonesia dari kitab Udana yang saya (coba) terjemahkan. Tujuannya, semoga teman-teman dari DC bisa memberikan input untuk terjemahan saya sehingga bisa menjadi lebih baik lagi. Silakan kepada teman2 DC untuk memberikan masukan yang membangun  _/\_ .


Thread ini dibuat untuk memuat isi terjemahan Bahasa Inggris - Bahasa Indonesia dari kitab Udana yang saya (coba) terjemahkan. Tujuannya, semoga teman-teman dari DC bisa memberikan input untuk terjemahan saya sehingga bisa menjadi lebih baik lagi. Silakan kepada teman2 DC untuk memberikan masukan yang membangun _/\_ .

NB:
1. Saya tidak akan posting setiap hari di sini, mungkin beberapa hari sekali.
2. Saya copas dari hasil terjemahan saya di Ms.Word. Saat di-paste ke thread, beberapa format seperti format italic dalam kata-kata asing tidak ikut tercopy. Untuk efisiensi waktu saya (alasan :P ), saya tidak akan meng-italic ulang istilah-istilah asing di sini.
3. Untuk versi Bahasa Inggrisnya, silakan di-download di sini

Mr. Wei:
UDANA I
PENCERAHAN

Udana 1.1. Bodhi Sutta: Pencerahan (1)
Telah kudengar dalam satu kesempatan, Sang Bhagavā sedang menetap di Uruvelā di tepi Sungai Nerañjarā pada kaki pohon Bodhi – pohon pencerahan – baru tercerahkan. Dan pada kesempatan itu beliau duduk pada kaki pohon Bodhi selama tujuh hari dalam satu sesi, merasakan kebahagiaan kebebasan. Kemudian, dengan berlalunya tujuh hari, setelah keluar dari konsentrasi tersebut, pada jaga pertama malam, beliau memberikan perhatian erat pada kemunculan bergantungan dalam urutan maju,2 yaitu:

Ketika ini ada, maka itu ada.
Dari timbulnya ini maka timbulah itu.

Dalam kata lain:

Dari ketidaktahuan sebagai kondisi, maka muncullah bentukan-bentukan.
Dari bentukan-bentukan sebagai kondisi, maka muncullah kesadaran.
Dari kesadaran sebagai kondisi syarat, maka muncullah nama & bentuk.
Dari nama & bentuk sebagai kondisi syarat, maka muncullah enam landasan indra.
Dari enam landasan indra sebagai kondisi, maka muncullah kontak.
Dari kontak sebagai kondisi syarat, maka muncullah perasaan.
Dari perasaan sebagai kondisi syarat, maka muncullah keinginan.
Dari keinginan sebagai kondisi syarat, maka muncullah kemelekatan/makanan.2
Dari kemelekatan/makanan sebagai kondisi syarat, maka muncullah pembentukan.
Dari pembentukan sebagai kondisi syarat, maka muncullah kelahiran.
Dari kelahiran sebagai kondisi syarat, kemudian penuaan & kematian, kesedihan, ratapan, rasa sakit, penderitaan, dan keputusasaan mulai bekerja. Demikianlah asal mula dari seluruh penderitaan dan tekanan.3

Kemudian, dengan menyadari pentingnya hal tersebut, Sang Bhagavā pada kesempatan itu berseru:

Dengan jelasnya fenomena
kepada brahma – bergairah, dalam jhāna –
semua keragu-raguannya sirna
ketika ia memahami
sebuah fenomena dengan penyebabnya

Catatan
1. Dalam bagian paralel di Mv.I.1.2, Buddha memberi perhatian kepada kemunculan bergantungan baik dalam urutan maju dan terbalik.
2. Kata campuran ini – kemelekatan/keberlangsungan – adalah terjemahan dari istilah Pali upādāna. Upādāna memiliki makna campuran karena digunakan untuk mencakup dua sisi dari proses fisik yang secara metaforis diterapkan kepada pikiran: tindakan melekat di mana sebuah api mendapat keberlangsungan dari sepotong bahan bakar, bersama dengan keberlangsungan yang ditawarkan oleh sepotong bahan bakar. Dalam tingkat pikiran, upādāna merupakan tindakan melekat dan obyek yang dilekati, di mana keduanya memberikan keberlangsungan kepada proses menjadi dan faktor-faktor pembantu yang memimpin kepada penderitaan dan tekanan. Untuk gambaran yang lebih lanjut dan implikasinya dalam latihan, lihat The Mind Like Fire Unbound (Pikiran Seperti Api yang Tak Terkekang).
3. Perhatikan bahwa kemunculan bergantungan (paticca samuppāda) diekspresikan dalam istilah proses – dari kejadian-kejadian dan tindakan-tindakan – tanpa referensi kepada kerangka yang memuat proses-proses tersebut. Dalam kata lain, tidak menyebutkan eksistensi atau non-eksistensi dari perantara-perantara yang melakukan tindakan-tindakan, atau dari kerangka dalam waktu dan ruang yang menjelaskan proses-proses tersebut terjadi. Hal ini membuat cara yang mungkin untuk memahami sebab-sebab dari penderitaan dan tekanan tanpa referensi menuju eksistensi atau non-eksistensi dari “aku” atau “yang lain” yang bertanggung jawab untuk kejadian-kejadian tersebut. Justru, kejadian-kejadian dilihat secara sederhana sebagai kejadian-kejadian di dalam konteks proses – sebuah jalan untuk melihat yang membuatnya mungkin untuk mengabaikan kemelekatan pada beberapa kejadian-kejadian tersebut, sehingga membawa akhir dari penderitaan. Bahkan ide dari “saya” atau “yang lain” dilihat secara sederhana sebagai bagian dari proses (di bawah faktor-faktor dari penciptaan dan sub-faktor dari perhatian di bawah “nama” dalam nama-dan-rupa). Inilah yang memungkinkan pengabaian dari kemelekatan pada kesombongan “Saya adalah,” seperti yang disebutkan dalam Ud 2:1, 4:1, 6:6, dan 7:1. Dalam cara ini, perlakuan pada kemunculan bergantungan dalam tiga udāna yang pertama, meski singkat, sesungguhnya menetapkan tahapan untuk memahami beberapa ajaran yang lebih paradoks yang muncul lebih lanjut dalam koleksi.

Untuk diskusi mengenai kemunculan bergantungan secara umum, lihat The Shape of Suffering (Bentuk Penderitaan). Untuk diskusi lebih jauh mengenai perannya dalam membingkai dan mengabaikan pemikiran “saya adalah,” lihat Skill in Questions (Keterampilan dalam Bertanya), bab 3 dan 8.

Mr. Wei:
Udana 1.2. Bodhi Sutta: Pencerahan (2)
Telah kudengar dalam satu kesempatan, Sang Bhagavā sedang menetap di Uruvelā di tepi sungai Nerañjarā pada kaki pohon Bodhi – pohon pencerahan – baru tercerahkan. Dan pada kesempatan tersebut beliau duduk di kaki pohon Bodhi selama tujuh hari dalam satu sesi, merasakan kebahagiaan kebebasan. Kemudian, dengan berlalunya tujuh hari, setelah keluar dari konsentrasi tersebut, pada jaga kedua malam, beliau memberikan perhatian yang erat kepada kemunculan bergantungan dalam urutan terbalik,1 lalu:

Saat hal ini tidak ada, maka itu tidak ada.
Dari berhentinya ini, maka berhentilah itu.

Dalam kata lain:

Dari berhentinya ketidaktahuan, muncullah berhentinya bentukan-bentukan.
Dari berhentinya bentukan-bentukan, muncullah berhentinya kesadaran.
Dari berhentinya kesadaran, muncullah berhentinya nama-dan-rupa.
Dari berhentinya nama-dan-rupa, muncullah berhentinya landasan enam indra.
Dari berhentinya landasan enam indra, muncullah berhentinya kontak.
Dari berhentinya kontak, muncullah berhentinya perasaan.
Dari berhentinya perasaan, muncullah berhentinya keinginan.
Dari berhentinya keinginan, muncullah berhentinya kemelekatan/makanan.
Dari berhentinya kemelakatan/makanan, muncullah berhentinya pembentukan.
Dari berhentinya pembentukan, muncullah berhentinya kelahiran.
Dari berhentinya kelahiran, kemudian penuaan-&-kematian, kesedihan, ratapan, rasa sakit, penderitaan, dan keputusasaan seluruhnya berhenti. Demikianlah berhentinya seluruh penderitaan.

Kemudian, dengan menyadari pentingnya hal tersebut, Sang Bhagavā pada kesempatan itu berseru:

Dengan jelasnya fenomena
kepada brahma – bergairah, dalam jhāna –
semua keragu-raguannya sirna
ketika ia menembus akhir
dari kondisi-kondisi syarat.

Catatan:
1. Dalam bagian paralel dalam Mv.I.1.4, Buddha memberikan perhatian kepada kemunculan bergantungan dalam urutan maju dan mundur.

Mr. Wei:
Udana 1.3. Bodhi Sutta: Pencerahan (3)
Telah kudengar dalam satu kesempatan, Sang Bhagavā sedang menetap di Uruvelā di tepi Sungai Nerañjarā pada kaki pohon Bodhi – pohon pencerahan – baru tercerahkan. Dan pada kesempatan itu beliau duduk pada kaki pohon Bodhi selama tujuh hari, setelah keluar dari konsentrasi tersebut, dalam jaga ketiga malam, beliau memberikan perhatian erat pada kemunculan bergantungan dalam urutan maju dan mundur, yaitu:

Ketika ini ada, maka itu ada.
Dari munculnya ini, maka munculah itu.
Ketika ini tidak ada, maka itu tidak ada.
Dari berhentinya ini, maka berhentinya itu.

Dalam kata lain:
Dari ketidaktahuan sebagai kondisi syarat, muncullah bentukan-bentukan.
Dari bentukan-bentukan sebagai kondisi syarat, muncullah kesadaran.
Dari kesadaran sebagai kondisi syarat, muncullah nama-dan-rupa.
Dari nama-dan-rupa sebagai kondisi syarat, muncullah landasan enam indra.
Dari landasan enam indra sebagai kondisi syarat, muncullah kontak.
Dari kontak sebagai kondisi syarat, muncullah perasaan.
Dari perasaan sebagai kondisi syarat, muncullah keinginan.
Dari keinginan sebagai kondisi syarat, muncullah kemelekatan/makanan.
Dari kemelekatan/makanan sebagai kondisi syarat, muncullah pembentukan.
Dari pembentukan sebagai kondisi syarat, muncullah kelahiran.
Dari kelahiran sebagai kondisi syarat, kemudian penuaan-dan-kematian, kesedihan, ratapan, rasa sakit, penderitaan, dan keputusasaan seluruhnya terjadi. Demikianlah asal mula dari seluruh penderitaan.

Sekarang dari pemudaran yang tidak bersisa dan berhentinya ketidaktahuan tersebut muncullah berhentinya bentukan-bentukan. Dari berhentinya bentukan-bentukan muncullah berhentinya kesadaran. Dari berhentinya kesadaran muncullah berhentinya nama-dan-rupa. Dari berhentinya nama-dan-rupa muncullah berhentinya landasan enam indra. Dari berhentinya landasan enam indra muncullah berhentinya kontak. Dari berhentinya kontak muncullah berhentinya perasaan. Dari berhentinya perasaan muncullah berhentinya kehausan. Dari berhentinya kehausan muncullah berhentinya kemelekatan/makanan. Dari berhentinya kemelekatan/makanan muncullah berhentinya kemenjadian. Dari berhentinya kemenjadian muncullah berhentinya kelahiran. Dari berhentinya kelahiran, kemudian penuaan-dan-kematian, kesedihan, ratapan, rasa sakit, penderitaan, dan keputusasaan semuanya lenyap. Demikianlah berhentinya seluruh penderitaan.

Lalu, menyadari pentingnya hal itu, Sang Bhagavā pada kesempatan itu berseru:

Dengan jelasnya fenomena
kepada brahma – bergairah, dalam jhāna –
Ia bertahan, mengusir tentara Mara
layaknya matahari, mencerahkan langit. 1

Catatan:
1. Syair ini merupakan contoh dari sebuah “lampu” – gambaran puitis di mana sebuah kata, seperti pada kata sifat atau kata kerja, berfungsi pada dua atau lebih klausa atau kalimat “memancar” dari sebuah kata. Dalam kasus ini kata-lampu adalah “bertahan.” Untuk contoh lain mengenai lampu-lampu, lihat Ud 5:3 dan Ud 8:9.

Mr. Wei:
Udana 1:4. Kesombongan: (Huhuṅka Sutta)
Telah kudengar dalam satu kesempatan, Sang Bhagavā sedang menetap di Uruvelā pada tepi Sungai Nerañjarā di kaki pohon Bodhi – pohon pencerahan – baru tercerahkan. Dan pada kesempatan tersebut ia duduk di kaki pohon Bodhi selama tujuh hari dalam satu sesi, merasakan kebahagiaan kebebasan. Pada akhir dari tujuh hari, beliau keluar dari konsentrasi tersebut.

Kemudian seorang Brahma yang sombong pergi menghadap Sang Bhagavā dan, setibanya, bertukar hormat dengan beliau. Setelah pertukaran salam yang bersahabat dan penghormatan, ia berdiri di satu sisi. Selama ia berdiri di sana, ia berkata kepada Sang Bhagavā, “Sejauh apa, Guru Gotama, seseorang disebut brahma? Dan apakah kualitas-kualitas yang membuat seseorang disebut brahmana?” Lalu, dengan menyadari pentingnya hal tersebut, Sang Bhagavā dalam kesempatan itu berseru:

Para brahmana
yang telah melenyapkan kualitas-kualitas buruk,1
- tidak sombong,
tidak ternoda,
batinnya terkendali –
pergi menuju akhir kebijaksanaan2
hidup yang suci terselesaikan3
brahmana tersebut akan dengan benar
mengucapkan ajaran suci
Ia tidak memiliki harga diri yang berlebihan4
di dunia mana pun

Catatan:
1. Baris ini mengandung permainan kata dalam kata-kata brāhmaṇa dan bāhita (terlenyapkan) – permainan kata yang sama digunakan dalam Dhp 388 dan Ud 1:5.
2. Baris ini bermain dengan istilah vedanta, yang bisa berarti “akhir dari kebijaksanaan,” “akhir dari Veda-Veda,” atau “tambahan untuk Veda-Veda.” Pada dua kasus terakhir, istilah ini mungkin merujuk pada brahma berdasarkan kelahiran yang sudah memelajari semua Veda dan tambahan-tambahannya, tetapi Buddha secara jelas memberikan makna yang berbeda pada istilah ini.
3. Di sini dan dua baris di bawah, kata “suci” diterjemahkan brahma.
4. Lihat Sn 4:10 dan Sn 4:14

Navigation

[0] Message Index

[#] Next page

Go to full version